Anda di halaman 1dari 18

Bab 1

Musim semi. Ulang tahun sekolah yang ke 100. Berjalan dengan


Minho disampingku.

3 hari setelah aku terbangun di rumah sakit.

“Jangan lupa nanti datang rapat, oke? Kita ketemu lagi nanti di
ruang OSIS,” kata Minho. Aku ikut jadi panitia katanya.

Sekolah itu menyenangkan. Ada Minho. Ada Kak Chan.


Kesibukan jadi panitia acara.

Tapi, rumahku tidak begitu.

Ada kakak yang sangat pendiam dan hanya fokus belajar.


Seperti dia membenciku dan seluruh keluarga.

Papa yang hanya pulang beberapa kali sekali di rumah.

Dan mama yang ramah dan penyayang, tapi dia seperti


menyimpan rahasia.

“Jangan terlalu sering bekerja, rumah ini membutuhkan sosok


ayah.” Suatu kali aku menguping pembicaraan mama di telepon.

“Buat apa kita makan malam bersama begini? Mau pura-pura


menjadi keluarga bahagia?” Kakak pernah berteriak begitu di
meja makan.

Aku kebingungan.
Bab 2

Sepertinya aku di bully di sekolah.

Atap sekolah menjadi tempat favoritku. Tidak ada yang pernah


mengangguku di sini.

Kecuali Kak Chan.

Kadang aku makan siang di sini. Kadang Kak Chan datang.

Nanti akan ada pameran seni saat ulang tahun sekolah. Aku
memutuskan untuk melukis Kak Chan.

Orang itu suka tiba-tiba datang. Lalu dia mengintip lukisanku.

“Kamu lukis aku? Bagus banget. Tapi, aku nggak seganteng itu
padahal.”

Omong kosong. Kak, buatku, kamu tidak ada bandingannya


daripada lukisanku. Kamu seperti lukisan Tuhan paling indah
yang pernah aku pandang.
Bab 3

Mama kerja part time di kafe.

Sebenarnya untuk apa? Kita berasal dari keluarga kaya. Gaji


papa tidak pernah kurang untuk kita makan enak.

Mungkin Mama hanya tidak ada kerjaan saja. Makanya dia kerja
part time.

Aku tidak tahu apakah Mama kerja part time untuk


berselingkuh, atau dia berselingkuh setelah kerja part time.

Karena salah satu pegawai di sana kadang memegang tanganmu


saat tidak ada yang melihat.
Bab 4

Segerombolan laki-laki menabrak Minho yang membantuku


memasang spanduk. Aku terjatuh dan tangannya tergores
tangga.

Mereka mendorong-dorong Minho.

“Minggir, dasar kurus!”

Minho, kenapa kamu tidak melawan?

“Berhenti menganggu Minho!”

Aku akhirnya dipukuli habis-habisan.

Berhadapan, Minho membersihkan luka dan mengobati lukaku.


Membalut perban pada punggung tangan.

“Kenapa kamu ngelakuin itu?” Ekspresinya aneh. Antara sedih


dan marah. Padahal aku baru saja menyelamatkannya.

“Kenapa apanya?” Aku balik bertanya.

“Kenapa bantu aku? Pada akhirnya kamu dipukuli.”

“Ya masa aku diem aja…”

Matanya memandangku. Dia terlihat seperti ingin menangis.

“Aku takut.” Aku kira dia takut dengan gerombolan laki-laki tadi,
tapi Minho melanjutkan, “Kamu sudah berubah banyak. Kamu
motong rambut. Sifatmu juga berubah. Dan kamu nggak
berpaling saat aku menatapmu.”

“Tapi … terima kasih.”


Bab 5

Kak Chan, aku menyukaimu.

Saat kencan pertama kita.

Saat kita berbicara.

Seolah-olah kau menyukaiku.

Semua kata-katamu yang mengagumiku. Kata-kata yang


mendukung.

Kata-kata yang terdengar seolah-olah kau menyukaiku.

Bagaimana bisa kamu berpura-pura sehebat itu…


Bab 6

Mama dan Papa bertengkar di lorong.

“Kenapa kamu selalu bekerja tanpa ingat keluarga? Kamu tidak


harus bekerja sekeras itu kan? Kamu sebenarnya cuma mau
melarikan diri, kan?”

“Aku bekerja demi keluarga kita.”

“Anak-anak tidak mendapat perhatian yang cukup darimu.


Begitu juga aku. Setidaknya kamu harus mencoba memahami
mereka. Agar kejadian kemarin tidak terulang.”

“Itu tugasmu.”

“Kamu sebenarnya cuma mau melarikan diri, kan?”

“Bagaimana denganmu? Kamu tidak melarikan diri dengan


perilakumu di luar sana? Jangan kira aku tidak tahu apa yang
kau lakukan.”

Papa yang tidak bertanggung jawab pada keluarga. Mama yang


selalu melarikan diri diluar rumah.
Bab 7

Surat yang Kim Seungmin tulis sebelum dia bunuh diri.

Surat yang aku tulis.

Sesak sekali membacanya … kasihan sekali dirimu, Seungmin.


Tak seorang pun peduli padamu.

(Saat itu aku yakin, Minho peduli padaku. Dia pasti sering
menanyakan keberadaanku. ‘kamu baik-baik saja?’ dia pasti
sering bertanya begitu dan aku menjawab ketus. Aku tidak sadar
dia peduli padaku. Aku hanya fokus mencari rasa sayang dari
orang yang tidak menginginkanku).

Berapa banyak orang yang bahagia karena keberadaanku? Aku


ingin tak terlihat di keramaian, aku khawatir mereka akan tertular
kegelapanku. Orang orang selalu menertawakanku. Aku juga
membenci diriku sendiri.

“Kamu lupa? Hari ini kita akan menonton kembang api


bersama.” Minho berkata begitu di kamarku.

Aku benar-benar ingin menangis. Semua orang jahat pada


Seungmin. Semua orang mendorong Seungmin untuk bunuh
diri.

“Tumben kamu dandan? Kenapa? Sengaja karena mau jalan


sama Seungmin?” Aku berkata sinis.

Minho terlihat malu dan terluka. Aku yang marah tanpa sadar
melampiaskan padanya. Padahal Minho tidak tahu apa-apa.
“Seungmin berakhir di rumah sakit bukan karena flu. Dia
mencoba bunuh diri.”

Minho terbelalak mendengarnya.

Minho, kau teman Seungmin, kan? Kenapa kau tidak tahu apa-
apa?

“Seungmin muak dengan hidupnya yang menyedihkan dan


orang-orang munafik di sekitarnya. Tidak satu pun yang peduli
padanya. Dalam surat terakhirnya, namamu sama sekali tidak
disebutkan.”

Kalian teman masa kecil, kan? Kenapa kalian tidak tahu apa-
apa?

“Ah… aku paham. Kau sama seperti Seungmin, kan? Dikucilkan,


sendirian. Tidak ada yang peduli padamu juga. Kasihan.”

Kalian orang yang sama. Kalian sendirian. Kalian terkucilkan.

Kalian pengecut dalam hidup.

Minho, kau sebenarnya takut menjangkau Seungmin, kan?


Bab 8

Satu-satunya orang yang melihatku adalah Kak Chan.

Atap jadi tempat pelarian paling menyenangkan buatku.

Katanya dia mengagumi aku yang terlihat kuat. Kau sendiran,


tapi terlihat kuat, seperti kau bisa berdiri dengan kakimu sendiri.

… ternyata itu semua ilusi.

“Eh, lukisan ini wajahmu, kan? Siapa yang melukisnya?”

“Entahlah, aku tidak mengenalnya.”

Bukankah kau kemarin bilang kau mengagumiku?

“Lihat gambar ini! Ini kamu, kan?”

“Tidak. Itu bukan aku.”

Kemarin di atap sekolah, dengan kedua bola matamu sendiri,


kau melihatku menggambar, kau bilang aku tidak secantik
lukisanmu. Kau memujiku. Kau bilang potongan rambut baruku
keren.

“Apa maksudmu?!”

“Seungmin?”

“Kalau kau tidak suka denganku, katakan saja!”

“Tidak–“

“Kau mengolok-olokku selama ini?”

“Tidak–“
Aku membencimu.

Di ruang kesenian, kalian berciuman.

“Itu pacarmu? Kau harus berbicara padanya. Kita bertemu lagi


nanti.”

“Tidak! Yang aku suka itu kamu!”

Pengakuan spontan. Kak Chan, kamu sangat menyayanginya,


ya? Atau lebih tepatnya, kamu pengecut.

Kamu menciumnya disana. Ketika kalian saling memandang


tanpa kata terlalu lama, kau menciumnya. Dia membalas
ciumanmu.

Kak Chan, kau tahu? Dia tidak mencintaimu. Dia hanya terbawa
suasana.
Bab 9

“Seungmin, kamu lihat Minho?”

“Eh?” Kalau aku ingat-ingat, sudah berhari-hari aku tidak


melihatnya.

“Dia bilang dia ingin berhenti jadi panitia. Ah, padahal acaranya
akan segera dimulai.”

Apakah dia ingin berhenti gara-gara hari itu? Karena aku


menyakitinya?

Lalu anak OSIS itu tiba-tiba mendapat pesan. Kebanyakan orang


mendapatkannya. “Eh, ini Kak Chan, kan?”

Kak Chan dan temannya berciuman di ruang kesenian.

Aku sangat terkejut … tanpa sadar aku melangkah mundur.

Ucapan selamat pagi Kak Chan tak mendapat jawaban. Semua


teman mengabaikannya.

“Chan, apa pendapatmu tentang video ini?”

“Eh, kenapa …”

Siapa yang merekamnya?

“Oke, karena Chan diam, kita tanya ke temannya! Bagaimana


menurutmu?”
Chan memandangnya. Dia kira mereka berada di situasi yang
sama, tetapi …

“Tidak tahu. Chan melakukannya tanpa bertanya. Aku benci.”

Padahal ciumannya saat itu dibalas …

Tapi, karena videonya menyebar, dia berkata begitu agar menjadi


pihak yang aman dan semua kesalahan dilimpahkan ke Chan.

Begini rasanya tidak dianggap.

Karma.

“Jadi ini ya yang kamu rasakan saat itu?”

Aku menghampirinya di atap. Aku takut … dia akan melakukan


hal yang sama denganku dulu.

“Maaf, ya. Aku egois.”

“Lupakan saja tentang itu.”

Chan terlihat terkejut.

“Kamu orang yang kuat, ya.”

Aku khawatir dia akan melompat.

“Aku tidak bisa sendirian sepertimu. Aku takut sendirian.


Karenanya aku berpura-pura selama ini … aku takut
ditinggalkan. Tapi, aku juga tidak bisa menjadi diri sendiri di
hadapan mereka dan malah mengkhianatimu.”

Langit mendung di belakangmu.

“Aku ingin menghilang sekarang juga …”


Bab 10

Mama hanya pura-pura peduli.

Sejatinya dia hanya orang yang suka melarikan diri.

Di tengah hujan, aku tidak tahu bagaimana bisa dia


menemukanku.

“Seungmin, ayo pulang.”

“Apa yang kau lakukan? Pura-pura menjadi ibu yang baik?”

“Apa maksudmu?”

“Kau tahu kenapa Seungmin bunuh diri? Kau-lah penyebabnya!”

Mama terdiam.

“Pantas saja dia bunuh diri. Kenapa kau tidak menerimanya?


Tidak perlu berpura-pura memajang lukisannya. Yang harus kau
lakukan adalah menghadapinya!”

Wajahnya terlihat bersalah.

“Rumah kita memang tidak bahagia. Kau seenaknya melarikan


diri ke keluarga orang lain. Tapi, Seungmin? Dia tidak punya
tempat untuk pulang!”

“Maaf. Tapi, hari ini aku terakhir bertemu dengannya.”

“Lantas apa? Kau berharap diampuni? Dengan begitu


kesalahanmu dilupakan?”

Aku melihat sendiri, Ma. Kau berselingkuh dengan seorang pria


yang memiliki putri kecil yang manis.
Keluargamu berantakan dan kau melarikan diri.

Bahkan sebelum ini, aku melihatmu berciuman dengan pria itu


di dalam mobil. Dalam hujan seperti sekarang ini.

Aku pergi.

“Seungmin sudah mati.”

Aku tidak tahu kalau ada mobil yang akan lewat. Mama
menyelamatkanku.
Bab 11

Papa menangis di hadapan mama yang berbaring. Untuk


pertama kali, dia pulang.

“Aku selama ini ketakutan mengakui kesalahanku. Aku mohon


buka matamu dan kita membicarakannya.”

Papa memegang tangan mama erat. Menangis di sana.

Papa merasa bersalah karena meninggalkan keluarganya dan


menyerahkan semuanya pada mama.

Papa keras pada anaknya, tidak peduli dengan mereka,


memaksakan apa yang menurutnya baik.

Papa membiarkan mama sendirian dan kesepian. Papa merasa


dia penyebab mama selingkuh.

Tapi, papa mencintai keluarganya. Dia mencintai mama, kakak


dan juga aku.

“Mama menyelamatkan nyawamu. Kau masih merasa tidak


disayang?”

Tatapan kakak marah sekali.

“Jangan merasa tersakiti sendirian. Jangan terus-menerus


menjadi bayi. Kalau kau ingin didengar, kau harus menyuarakan
isi hatimu dengan lantang! Kau harus menghadapi papa!”

Kakak menangis.

“Kau sama sekali tidak mencolok dan anti sosial. Kau selalu
mengikutiku kemana-mana, menangis saat jatuh dan ingin
ditolong olehku. Menurutmu aku akan baik-baik saja setelah
melihat adik manjaku mati dihadapanku?!”

Kalau kakak bisa, dia pasti sudah memukulku.

“Kau selalu merasa orang-orang tidak pernah melihatmu.


Lantas, selama ini apa yang kau lihat?”
Masalah penting:

- masalah keluarga Seungmin.

- Chan ketauan ciuman dan videonya nyebar.

Anda mungkin juga menyukai