Anda di halaman 1dari 10

Ekonomi Syariah dalam

Korelasinya dengan
Kewenangan Pengadilan
Agama dan Mahkamah
Syar’iyah
Dr. Muhammad Syafii Antonio,
M.Ec
STEI Tazkia
Bogor
Landasan Pendirian &
Operasioanal LKS; Sebagai
Rujukan untuk Penyelesaian
Sengketa
 Perbankan Syariah:
- UU No. 10 Th 1998, tentang perubahan UU Perbankan
dengan adanya ketentuan syariah
- Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama
Indonesia no: 04/DSN-MUI/IV/2000, tentang
Murabahah dan produk lainnya
 Asuransi Syariah
- KMK No. 426/KMK.06/2003 yang didalamnya mengatur
ketentuan-ketentuan tentang asuransi syariah, baik
menyangkut persyaratan untuk mendirikan maupun
konversi ke syariah, membuka cabang syariah,
ketentuan tentang ahli asuransi syariah, pengaturan
tentang investasi yang dibernarkan secara syariah,
dsb.
- Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama
Indonesia no. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman
Lanjutan…
 Pasar Modal Syariah
- Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama
Indonesia no: 40/DSN-MUI/X/2003, tentang Pasar
Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip
Syariah di Bidang Pasar Modal.
 Reksadana Syariah
- Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama
Indonesia no: 20/DSN-MUI/IX/2000, tentang
Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksadana
Syariah.
 Pegadaian Syariah
- Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama
Indonesia no: 25/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn.
- Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama
Indonesia no: 26/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn
Emas.
Kewenangan Pengadilan
Agama (Mahkamah Syar’iyah)
 Tantangan bagi aparatur peradilan agama adalah
semua hakim dituntut untuk memahami segala
perkara yang menjadi kompetensinya (adagium
ius curia novit --- hakim dianggap tahu akan
hukumnya)
 Segala keputusan hakim harus dianggap benar
(res judikata pro veriate habetur)
 Maka dari itu semua hakim peradilan tinggi
agama harus memperkaya pengetahuan hukum
terutama dalam bidang ekonomi syariah yang
telah menjadi salah satu perkara yang harus
diselesaikan di Mahkamah Syar’iyah (UU No. 7
Tahun 1989 dan perubahannya, UU No. 3 Tahun
2006)
Lanjutan
 Undang-Undang No.14 Tahun 1970
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman
 UU tsb adalah pedoman bagi peradilan
umum, peradilan tata usaha dan peradilan
agama
 Pasal 3 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970;
Jika terjadi sengketa antara pelaku bisnis
bisa ditempuh dengan 3 jalur hukum;
pengadilan, perdamaian dan arbitrasi
Perkembangan Badan
Penyelesaian Sengketa
Lembaga Keuangan Syariah
 BAMUI/BASYARNAS
Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI)
adalah arbitrase Islam yang didirikan pertama
kali di Indonesia, pada tgl 05 Jum Awal 1414H/21
Okt 1993, didirikan dlm bentuk badan hukum
yayasan. Berdasarkan SK MUI No. Kep-
09/MUI/XII/2003, tgl 30 Syawal 1424H/ 24 Des
2003, nama BAMUI diganti menjadi BASYARNAS
(Badan Arbitrase Syari’ah Nasional)
 PENGADILAN TINGGI AGAMA
Walaupun demikian, para praktisi tetap dapat
memilih BASYARNAS untuk penyelesaian
sengketa
Contoh Penyelesaian
Kasus/Sengketa
 Indonesia
Untuk penyelesaian sengketa, BASYARNAS
merujuk kepada Al-Qur’an, Hadith, Ijama’ para
ulama dan Fatwa DSN-MUI. Hingga saat ini hanya
ada 7 kasus yang dibawa ke BAMUI/BASYARNAS.

Salah satunya adalah yang melibatkan 2 bank


syariah: BMI dan Bank X Syariah. Kasusnya
adalah satu nasabah menempatkan jaminannya
di kedua bank itu dan ketika si nasabahnya tidak
bisa melanjutkan pembayaran maka jaminan
adalah milik bank. Persoalannya adalah bank
yang mana. Karena BMI yang membuat aqad
pertama kali, maka jaminan menjadi wewenang
BMI. Kemudian pihak BASYARNAS merefer
Pengadilan Tinggi untuk eksekusi selanjutnya,
karena badan arbitrase tidak final.
Lanjutan…
 Malaysia
Untuk penyelesaian sengketa, Pengadilan Tinggi
di Malaysia merujuk ke Islamic Banking &
Insurance Act dan English Case Law. Contoh:
Tahan Steel Corporation Sdn. Bhd. V. Bank Islam
Malaysia Bhd. Berkaitan dengan Perjanjian
Fasilitas Al-Istisnaa. Penggugat mengadukan
bahwa Tergugat meminta pengembalian dana
yang sudah diberikan dengan hibah dan denda
yang telah ditentukan, hal tersebut tidak dapat
dilakukan karena hibah dan denda yang
dimaksud adalah bunga. Proyek yang dilakukan
oleh Penggugat juga tidak jalan karena sisa
pembiayaan yang dijanjikan oleh pihak bank
Tergugat tidak diberikan lagi. Bank Tergugat
membela bahwa sisa pembiayaan Al-Istisna’
Namun, nilai jaminan sebidang tanah
yang sudah diberikan cukup memenuhi
kewajiban Penggugat jika tanpa hibah dan
denda. Maka dari itu Hakim memutuskan
untuk merujuk ke hukum Islam yang
menjadi dasar operasional bank Tergugat
yang tidak memperbolehkan bunga (riba).
Jadi, Penggugat hanya membayar
sejumlah dana yang diberikan atau hanya
senilai tanah tersebut. English Case Law
yang dirujuk adalah Shamil Bank of
Bahrain v. Beximco Pharmaceuticals Ltd
and Others
Referensi:
 Moch. Faisal Salam, Pertumbuhan
Hukum Bisnis Syariah di Indonesia,
Pustaka, Bandung 2006
 Muhaemin, Kesiapan Pengadilan
Agama Tangani Sengketa Ekonomi
Syariah, Republika Online,
17.03.2006
 http://www.halalguide.info/index.php
 Staf Hukum, BNI Syariah

Anda mungkin juga menyukai