Anda di halaman 1dari 52

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan. Air adalah sumber kehidupan utama bagi seluruh makhluk hidup di dunia, tak hanya untuk manusia, hewan, tumbuhan, bahkan mikroba pun membutuhkan air untuk keberlangsungan kehidupannya. Selain digunakan untuk minum, air juga digunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan industri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi, dan lain-lain. Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata- rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat. Menurut laporan World Commision on Water, pada tahun 1999 sekitar 1,2 Milyar penduduk bumi mengalami kesulitan akses air bersih, jumlah ini akan meningkat menjadi 2,7 Milyar atau sepertiga jumlah penduduk seluruh dunia pada tahun 2025 jika tidak dilakukan suatu tindakan nyata dalam mengatasi masalah kelangkaan air. Masyarakat di negara-negara berkembang mengalami penurunan kualitas kesehatan akibat kesulitan air bersih atau sumber air yang tercemar. Persoalan air, sumber air dan ketersediaan air merupakan persoalan bersama karena menyangkut masa depan seluruh kehidupan termasuk kehidupan umat manusia. Olah kerena itu, dalam melakukan pengelolaan air dan sumber air, harus dilakukan secara terpadu dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan dan berwawasan lingkungan. Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Danau, sungai, lautan dan air tanah adalah bagian penting dalam siklus kehidupan manusia dan merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Industri membuang berbagai macam polutan ke dalam air limbahnya seperti logam berat, toksin organik, minyak, nutrien dan padatan. Air limbah tersebut memiliki efek termal,
1

terutama yang dikeluarkan oleh pembangkit listrik, yang dapat juga mengurangi oksigen dalam air. Seperti limbah pabrik yg mengalir ke sungai-sungai. Pencemaran air oleh sampah organik maupun non organik dapat menyebabkan banjir, erosi, tanah longsor, merusak ekosisitem sungai, dan sumber penyakit. Seperti yang kita ketahui sebab akibat dari pencemaran lingkungan air itu dikarenakan manusia sendiri jadi untuk menjaga agar pencemaran ini tidak semakin menyebar luas kita memerlukan tindakan tegas terhadap perilaku pencemaran lingkungan. Untuk mengetahui kualitas air yang akan digunakan maka diperlukan analisa air. Analisa air tersebut dilakukan secara berkala agar kualitas air dapat terus dijaga. Ilmu kimia merupakan salah satu cabang dari disiplin ilmu pengetahuan alam yang mempelajari struktur dan sifat dari suatu zat atau materi, serta perubahan-perubahan yang dialami materi dengan energi yang menyertai perubahan materi tersebut. Kimia sendiri dibedakan berdasarkan spesifikasinya. Namun, pada kenyataannya selama ini, disiplin ilmu yang diberikan hanya sebatas teori dan belum terwujud dalam aplikasi nyatanya. Maka dari itu, untuk menyeimbangkan kemampuan antara teori dan aplikasi diperlukan suatu Praktek Kerja Lapang, yang nantinya akan dilaksanakan di Badan Lingkungan Hidup yang berada di Kabupaten Pasuruan yang merupakan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah yang bertugas mengendalikan dampak lingkungan di wilayah Kabupaten Pasuruan. Diharapkan dari Praktek Kerja Lapang tersebut dapat diperoleh pengalaman dan pengetahuan mengenai dunia kerja nyata yang berkaitan dengan ilmu yang dipelajari yaitu bidang Kimia pada umumnya, serta dapat menjadi bekal dalam menghadapi persaingan tenaga kerja di dunia industri atau instansi yang berkaitan, sehingga pada akhirnya nanti lulusan yang ada siap terjun ke dunia kerja.

1.1

Tujuan dan Kegunaan

1.2.1 Tujuan Adapun tujuan dari kegiatan Praktek Kerja Lapang ini adalah :
a.

Mempersiapkan mahasiswa menjadi tenaga analis yang kreatif, terampil dan jujur dalam melaksanakan tugas dan tanggung-jawabnya.

b. Mengembangkan mental dan budaya kerja di industri atau instansi yang bersangkutan.
c.

Menerapkan bidang keilmuan yang didapat di bangku kuliah ke dalam dunia kerja secara nyata.
2

d. Melakukan observasi dan praktek lapang sehingga dapat berpikir kritis dan berwawasan luas mengenai aplikasi di lapangan. e. Memperoleh pengalaman kerja sebelum terjun langsung dalam dunia kerja baik industri maupun instansi pemerintahan. f. Menganalisa kualitas Air Badan Air (ABA) DAS Kambeng dan DAS Kedunglarangan Kabupaten Pasuruan. 1.2.2 Kegunaan 1.2.2.1 Bagi Mahasiswa a. Mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan. b. Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan terkait dunia kerja sebelum terjun langsung dalam dunia kerja baik di Industri maupun Instansi Pemerintahan. c. Melatih mahasiswa untuk bekerja dan berinteraksi dengan masyarakat dan industri atau instansi terkait, sekaligus berlatih menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan kerja. d. Memperdalam dan meningkatkan kualitas, keterampilan dan kreativitas. e. Melatih diri agar tanggap dan peka dalam menghadapi situasi dan kondisi lingkungan kerja. f. Mengukur kemampuan mahasiswa dalam bersosialisasi dan bekerja dalam suatu industri atau instansi pemerintahan. g. Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman sebagai generasi terdidik untuk terjun dalam masyarakat terutama di lingkungan kerja. 1.2.2.2 Bagi Perguruan Tinggi khususnya Jurusan Kimia a. Mencetak tenaga kerja yang terampil dan jujur dalam menjalankan tugas. b. Sebagai bahan masukan untuk mengevaluasi sampai sejauh mana kurikulum yang telah diterapkan sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja yang terampil di bidangnya.
1.2.2.3 a.

Bagi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Pasuruan tinggi di masa yang akan datang, khususnya

Sebagai sarana untuk menjembatani hubungan kerjasama antara instansi

yang bersangkutan dengan perguruan mengenai rekruitmen tenaga kerja.

b. c. d. 1.3

Sebagai sarana untuk mengetahui kualitas pendidikan yang ada di Sebagai sarana untuk berbagi pengetahuan dan teknologi sistem proses Sebagai sarana untuk Sumber Daya Manusia yang terampil dan potensial.

perguruan tinggi. analisis, penelitian dan pengembangan ilmu kimia yang sedang diterapkan

Metode Pelaksanaan Adapun metode yang digunakan sebagai berikut : Survey Lapangan Dengan cara mendatangi langsung lokasi, kondisi dan situasi lingkungan Instansi yang bersangkutan (pengenalan instansi atau orientasi). Praktek Kerja Lapangan Mengikuti kegiatan yang ada di Instansi sesuai bidang kajian kimia. Waktu pelaksanaan kurang lebih satu bulan atau sesuai dengan ketentuan dan kebijaksanaan Instansi yang bersangkutan. Studi Literatur Untuk memperkuat penggunaan teori dalam kaitan aplikasi di lapangan. Untuk pelaksanaan tahapan-tahapan diatas disesuaikan dengan kondisi Instansi yang bersangkutan.

1.4 1.4.1

Waktu dan Lokasi Pelaksanaan Waktu Praktek Kerja Lapang Praktek Kerja Lapang ini akan dilaksanakan pada tanggal 1 Agustus 7 September 2012.

Ketentuan jam kerja bagi mahasiswa peserta Praktek Kerja Lapang disesuaikan dengan jam kerja Instansi yang bersangkutan. 1.4.2 Lokasi Praktek Kerja Lapang Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Pasuruan Jalan Pattimura No 223 Pasuruan 67126 Telp (0343) 425279

BAB II TINJAUAN UMUM BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN PASURUAN 2.1 2.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Pasuruan Kondisi Geografis Letak geografi Kabupaten Pasuruan antara 112 0 33` 55 hingga 113 30` 37 Bujur Timur dan antara 70 32` 34 hingga 80 30` 20 Lintang Selatan dengan batas batas wilayah:

Utara Selatan Timur Barat

: Kabupaten Sidoarjo dan Selat Madura. : Kabupaten Malang : Kabupaten Probolinggo : Kabupaten Mojokerto

Kabupaten Pasuruan berada pada posisi yang strategis, karena terletak pada jalur regional yang termasuk jalur utama perekonomian Surabaya Malang dan Surabaya Banyuwangi. Wilayah dari Kabupaten Pasuruan secara lengkap dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Wilayah Administrasi Kabupaten Pasuruan


5

2.1.2

Kondisi Geomorfologi dan Hidrologi Kondisi morfologi Kabupaten Pasuruan terbagi atas 5 (lima) bagian :

1. kerucut gunung api 2. pegunungan 3. perbukitan 4. dataran pasir 5. dataran rendah Kawasan Kerucut gunung api disebelah barat dan tenggara, dengan ciri bentuk strato dan kerucut gunung api, berketinggian antara 2.000 3.350 m dpl. Puncaknya antara lain: Gunung Welirang, Arjuno, Ringgit dan Bromo. Kawasan Pegunungan, ada di bagian barat dan barat laut, bercirikan strato dengan ketinggian 600 2.000 m dpl. Puncaknya antara lain adalah Gunung Penanggungan. Daerah ini sebagian besar masih tertutup semak dan hutan tropic dengan epiklastika. Kawasan Perbukitan, bercirikan gelombang deretan bukit, pegunungan, atau pematang, berketinggian 25 600 m dpl. Puncak utamanya Gunung Baung, Gunung Tinggi, Gunung Pule, dengan aliran sungai yang menonjol adalah Sungai Welang. Daerah ini sebagian merupakan lahan pertanian dan perkebunan yang membentang dari wilayah Kecamatan Tosari dan Kecamatan Puspo sampai ke arah barat yaitu Kecamatan Tutur, Purwodadi dan Prigen. Kawasan Dataran Pasir, terletak di dasar kawah Tengger berbentuk tapal kuda mengelilingi Gunung Bromo, dengan ketinggian 200 2.100 m dpl ; Kawasan Dataran rendah, membentang di daerah bagian utara dan sekitar pantai utara berhadapan langsung dengan selat Madura. Dengan ketinggian 0 25 m dpl memiliki endapan alluvium yang membentang dari timur, yaitu wilayah Kecamatan Nguling, ke arah barat yaitu Kecamatan Lekok, Rejoso, Kraton, dan Bangil. Sebagian besar merupakan lahan pertanian, pertambakan, dan perkebunan, dengan sungai utamanya adalah Sungai Rejoso, Sungai Masangan dan Sungai Kedunglarangan. Pemanfaatan kawasan ini terutama untuk pertanian irigasi, lading, dan terutama sebagai kawasan permukiman. Kisaran elevasi kawasan ini adalah 0 meter hingga 100 meter. batuan piroklastika dan

Kondisi Geologi Kabupaten Pasuruan terbagi atas 3 (tiga) bagian yaitu :


1.

Daerah pegunungan dan berbukit, dengan ketinggian antara 180 s/d 1.300 m dpl. Daerah ini membentang di bagian selatan dan barat meliputi Kec. Lumbang, Kec. Puspo, Kec. Tosari, Kec. Tutur, Kec. Purwodadi, Kec. Prigen dan Kec. Gempol.
2.

Daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 6 s/d 91 m dpl. Dataran rendah ini berada dibagian tengah merupakan daerah yang subur.

3. Daerah pantai, dengan ketinggian antara 2 m s/d 8 m dpl yang membentang dibagian utara meliputi Kec. Nguling, Kec. Rejoso, Kec. Kraton dan Kec. Bangil. Secara Hidrografis wilayah Kabupaten Pasuruan terdapat beberapa sungai yang cukup besar yaitu sungai Laweyan, Rejoso, Gembong, Welang, Petung, Masangan, Kedunglarangan, serta terbagi dalam 9 (Sembilan) Daerah Aliran Sungai (DAS) yang bermuara di Selat Madura, yaitu : a) DAS Laweyan
b)

DAS Rejoso

c) DAS Welang d) DAS Petung


e)

DAS Kedunglarangan

f) DAS Raci g) DAS Masangan h) DAS Gembong i) DAS Kambeng Ditinjau dari kondisi Hidrogeologi, Kabupaten Pasuruan mempunyai potensi air cukup berupa air permukaan dan air tanah. Selain potensi sungai terdapat danau dan sejumlah mata air. Danau Ranu Grati dengan volume efektif sebesar 5.013 m3 dan volume maksimum 5.217 m3 mampu mengeluarkan debit maksimum 463 liter/detik. Selain itu terdapat 471 sumber mata air yang tersebar di 24 kecamatan dengan debit air sampai 5.650 liter / detik. Di Kecamatan Winongan terdapat dua sumber air yaitu sumber air Umbulan dan Banyu Biru. Sumber air Umbulan merupakan sumber air terbesar dengan debit maksimum 5.650 liter/ detik, sedangkan sumber air Banyu Biru dengan debit maksimum 225 liter/ detik. Di lereng perbukitan juga terdapat sumur bor tertekan (artesis) dan non tertekan dengan debit sekitar 5 10 liter/ detik. Selain itu juga potensi hidrografi memberikan peluang yang besar bagi pembangunan baik untuk
7

keperluan air minum, irigasi, pariwisata dan industri. Potensi hidrografi antara lain : 18 sungai dan 7 sungai besar yang bermuara di Selat Madura, 92 buah air bawah laut, 4 air terjun, 310 sumber air dengan debit terbesar air Umbulan 4.616 liter/detik yang digunakan untuk keperluan air minum Kabupaten Pasuruan. Kota Pasuruan, kota Surabaya dan menurut rencana akan diperluas Kabupaten Sidoarjo serta Kabupaten Gresik dengan debit sebsar 6.607,51 liter/detik . 2.1.3 Jenis Tanah Terdapat beberapa jenis tanah di Kabupaten Pasuruan. Jenis tanah tersebut dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Jenis tanah alluvial Jenis tanah alluvial ini meliputi 23.192,50 ha atau sekitar 15,73 % dari luas wilayah, sebagian besar berada di sepanjang sungai. Secara fisik tanah alluvium berupa daratan dan merupakan tanah yang sangat baik bagi usah pertanian karena merupakan endapan tanah liat bercampur pasir halus berwarna hitam kelabu dengan daya penahan air yang cukup baik. Pada jenis tanah ini tersedia cukup banyak mineral yang berguna bagi tumbuh-tumbuhan. 2. Jenis tanah Andosol Jenis tanah Andosol ini meliputi 25.414,30 ha atau 17,04 % dari luas wilayah dan merupakan jenis tanah yang umumnya masih muda, berasal dari bahan vulkanis. Porositas sedang dan dapat menahan air dengan baik. Jenis tanah ini mudah longsor dengan daya tahan terhadap erosi rendah. Jenis tanah ini dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dengan input teknologi dalam bentuk terasiring. 3. Jenis tanah Regosol Jenis tanah regosol ini meliputi 35.711,60 ha atau sekitar 24,43% dari luas wilayah. Jenis tanah ini kadang-kadang berupa lapisan padas kelabu cokelat. Porositas sedang dan mudah kena erosi. Jenis tanah Regosol Vulkanis baik untuk tanaman padi, tebu, tembakau, palawija, sayuran dan teh, sedangkan jenis tanah Regosol Mergel baik untuk tanaman jati. 4. Jenis tanah Mediteranian Jenis tanah Mediteranian ini meliputi 21.017,60 ha atau 14,26% dari luas wilayah, mempunyai jangkauan penyebaran yang cukup luas dan berasal dari batuan endapan
8

berkapur, batuan beku basa sampai intermedier dan batuan Metamorf. Jenis tanah ini dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dengan syarat harus ada input teknologi. 5. Jenis tanah Grumosol Jenis tanah Grumosol ini meliputi 5.882,00 ha3 atau 99% dari luas wilayah, keadaan tekstur liat berlempung, berwarna hitam sampai kelabu, porositas dan drainase jelek, serta mudah terkena erosi. 6. Jenis tanah Litosol Jenis tanah Litosol ini meliputi 36.183,50 ha atau 24,55% dari luas wilayah Kabupaten Pasuruan, jenis tanah ini berasal dari campuran Napal dan Batukapur yang terletak di daerah bukit sampai gunung, dan sebagian besar membentuk bukit-bukit lipatan. Penggunaan tanah ini cukup baik untuk pengembangan lahan hutan jati. 2.1.4 Sosial Ekonomi

Sampai dengan akhir tahun 2007 jumlah penduduk Kabupaten Pasuruan mencapai 1.466.662 jiwa dengan luas 1.474.015 km2, sehingga kepadatan penduduknya 995 jiwa/km2. Jumlah tersebut terdiri dari laki-laki 725.848 jiwa dan perempuan 74.814 jiwa. Jumlah penduduk di Kabupaten Pasuruan yang tersebar di 24 kecamatan. Urutan lima tertinggi antara lain berada di Kecamatan Gempol dengan 110.054 jiwa, Pandaan 91.762 jiwa, Prigen 76.239, Lekok 74.939 jiwa dan kecamatan Grati 73.525 jiwa. Kecamatan Tosari memiliki jumlah penduduk yang paling sedikit yaitu 17.993 jiwa. Pemerintah Kabupaten Pasuruan mengupayakan peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui serangkaian regulasi dan kebijakan untuk menumbuh kembangkan partisipasi aktif rakyat/pemberdayaan ekonomi kerakyatan melalui UKM dan Perindag, Bapemas serta sektor swasta dalam serangkaian aktifitas produksi barang dan jasa. Berdasarkan kinerja pembangunan ekonomi daerah tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pasuruan pada tahun 2009 mencapai 5,31% dengan kekuatan ekonomi (PDBR atas dasar harga berlaku) Rp. 6.397.872,16 juta, dengan Realisasi PAD (Pendapatan Asli Daerah) sebesar RP. 87.356.770.052,57 dan Income Perkapita mencapai Rp. 9.302.164,Perekonomian penduduk Kabupaten Pasuruan Pertanian (33,98%) yang terdiri dari padi, jagung, buah-buahan dan hasil pekebunan lainnya. Industri Pengolahan (24,69%), Listrik, gas dan air (0,41%) perdagangan, hotel dan restoran (17,79%) pertambangan dan galian (0,38%).
9

Bangunan (5.21%), Keuangan, Persewaan dan jasa perusahaan (0,33%), pengangkutan dan komunikasi (6,66%) serta jasa (10,55%). Perindustrian di Kabupaten Pasuruan merupakan peran yang sangat penting, jumlah Perindustrian di Kabupaten Pasuruan mencapai 15.454 buah, dengan Perusahaan makanan/minuman sejumlah 1.310, tekstil 4.256, barang-barang kimia 383, galian bahan logam 722, perhiasan/kemasan 287, anyaman bamboo dan tikar 999, genteng 278, bata 1.064, pande besi 278 dan lainnya 5.877 buah. Data akhir tahun 2005 berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional 2.1.5 Tata Guna Lahan Pemanfaatan lahan di wilayah Kabupaten Pasuruan sangat beragam, kondisi ini dipengaruhi oleh kondisi alamiah yang beragam pula. Pada bagian kawasan dengan kondisi morfologi puncak pegunungan dan puncak lereng pegunungan banyak diupayakan hutan lindung dan kawasan konservasi. Pada bagian lereng dan kaki lereng pegunungan banyak dikembangkan perkebunan dan hutan produksi. Pada bagian dataran alluvial banyak dipergunakan sebagai kawasan pemukiman dan ruang kegiatan perdagangan dan jasa, pelayanan masyarakat dan kegiatan industri. 2.2 Profil Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Pasuruan Visi : Menjadi Laboratorium Penguji Yang Profesional, Bertanggung Jawab Secara Teknis dan Hukum. Misi : 1. 2. 3. Mengutamakan kepuasan customer. Meningkatkan profesinalisme SDM Meningkatkan sarana dan prasarana laboratorium sesuai standar SNI ISO/IEC

17025: 2008

10

2.2.1

Kondisi Umum Badan Lingkungan Hidup ( BLH ) Masa lalu

Sebelum tahun 2007 : telah dilakukan pengambilan sampel limbah cair oleh tim sampling yang telah bersertifikat ke industri-industri yang ad di Kabupaten Pasuruan dan melakukan analisa yang bersifat self monitoring karena belum memiliki gedung sendiri. Pada tahun 2007 : pembangunan gedung laboratorium. Pada tahun 2008 : peningkatan pembangunan gedung laboratorium. Pada tahun 2009 : pembelian bahan/reagent, perawatan alat-alat laboratorium, berupa kalibrasi alat dan pelatihan penyusunan dokumen mutu laboratorium. Pada tahun 2010 : sudah terbentuk struktur organisasi laboratorium dan analisa laboratorium yang bersifat self monitoring. Pada tahun 2011- sekarang : Pengajuan proses akreditasi bagian Laboratorium UPT 2.2.2 Kondisi Umum Badan Lingkungan Hidup (BLH) Masa Kini Urusan Bidang Lingkungan Hidup di Kab. Pasuruan pada saat ini, dengan adanya pertumbuhan pembangunan fisik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi dan menimbulkan permasalahan lingkungan serta ketidakseimbangan Sumber Daya Alam dan pengelolaan Lingkungan Hidupnya berakibat pada (Anonim1, 2011): 1. Penurunan kualitas lingkungan hidup dalam berbagai aspek diantaranya Pencemaran Lingkungan ( Air, Udara, dan Tanah ) yang ditimbulkan oleh kegiatan industri dan usaha lainnya. 2. Pola Pembangunan yang kurang berorientasi ekologis dan berkelanjutan, karena adanya kurang kedisiplinan diberbagai pihak sebagai pelaksana pembangunan.
11

3. Lemahnya Institusi Penegakan Hukum Lingkungan disebabkan masih kurangnya tenaga dan payung hukum yang dipakai sebagai pedoman pelaksanaan opearsionalnya. 4. Berkurangnya penyediaan dan pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau pembiayaannya. 5. Permasalahan sampah yang semakin melimpah (tidak terkendali), disebabkan oleh kurangnya tenaga dan fasilitas sarana dan prasarana yang belum memadai. 6. Kerusakan Hutan mangrove yang disebabkan oleh ulah sebagian masyarakat yang belum mengerti fungsi dan manfaat Hutan mangrove serta yang diakibatkan dari kerusakan alam. 2.2.3 Tugas dan Fungsi Badan Lingkungan Hidup mempunyai tugas pokok menyelenggarakan sebagian urusan rumah tangga daerah di bidang Lingkungan Hidup. Selain itu untuk melaksanakan tugasnya Badan Lingkungan Hidup mempunyai fungsi diantaranya (Anonim1, 2011) : 1. Pengendalian dampak lingkungan dalam arti pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan. 2. Pengawasan terhadap potensi sumber daya alam dan kegiatan-kegiatan 3. Pelaksanaan pelestarian dan pemulihan kualitas lingkungan 4. Penerapan dan pengawasan pelaksanaan RKL dan RPL serta pengendalian teknis pelaksanaan AMDAL 5. Penerapan dan pengembangan fungsi informasi lingkungan 6. Penyuluhan dan peningkatan peran serta masyarakat 7. Pelaksanaan inventarisasi, sistematisasi, perencanaan dan pengendalian kebersihan dan pertamanan 8. Pelaksanaan urusan kesekretariatan 2.3 Laboratorium Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Pasuruan Badan Lingkungan Hidup memiliki laboratorium dimana Laboratorium Lingkungan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Pasuruan merupakan satu-satunya Laboratorium yang dimiliki Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Pasuruan yang digunakan untuk pengujian
12

(RTH), yang

diakibatkan oleh belum optimalnya pengelolaan lingkungan hidup serta keterbatasan

sampel limbah cair dari industri maupun dari Air Badan Air (ABA). Instrumentasi dan perlengkapan untuk pengujian sampel limbah cair yang dimiliki Laboratorium Lingkungan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Pasuruan cukup lengkap (Anonim2, 2010) Gedung laboratorium yang ada di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Pasuruan yang ada saat ini telah digunakan untuk uji analisa limbah cair yang sifatnya sebagai self monitoring. Ruang-ruang yang telah ada telah terbagi peruntukkannya yaitu untuk : (Anonim2, 2010) 1. Ruang analisa basah 2. Ruang timbang 3. Ruang administrasi dan penerimaan sampel (Ruang pelayanan ) 4. Ruang kepala laboratorium dan staf 5. Ruang penyimpanan bahan dan sampel Terdapat berbagai macam perlengkapan yang telah tersedia di Laboratorium Lingkungan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Pasuruan antara lain terdapat lemari pendingin untuk penyimpanan sampel, lemari asam yang digunakan untuk menyimpan bahan-bahan kimia yang sangat korosif, karsinogenik dan pengoksidasi yang kuat. Penangas air dan oven yang digunakan untuk proses penguapan. Alat-alat kimia yang digunakan dalam pengujian antara lain bola hisap, pipet ukur (5ml, 10ml dan 20 ml), pipet volume (1 ml, 5 ml, 10 ml dan 25 ml), buret, statif, pipet tetes, gelas kimia, gelas ukur, corong gelas, corong pisah, kertas lakmus, kertas indikator universal, pengaduk gelas,erlenmeyer,kertas saring whatman, labu takar (50 ml, 100 ml, 250 ml, 500 ml dan 1000 ml) dan alat pengambil sludge untuk sungai. Instrumentasi yang dimiliki antara lain TDS meter, DO meter, pH meter, turbidimeter, COD reaktor, UV-Vis, dan pompa vakum.Selain itu juga terdapat sarana penunjang yang telah dimiliki yaitu mobil sampling. (Anonim2, 2010) 2.4 2.4.1 Parameter Uji Kualitas Air Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Pasuruan Biochemical oxygen Demand (BOD) Biochemical Oxygen Demand (BOD) mengidentifikasi jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik yang terdapat diperairan, sehingga BOD banyak digunakan sebagai parameter untuk mengindikasikan beban pencemaran organik dibadan air. Penguraian bahan organik adalah proses aerobik yang dilakukan oleh bakteri pengurai, sehingga nilai BOD yang tinggi akan mengurangi kandungan oksigen yang terlarut diperairan. Penurunan kandungan
13

oksigen dapat mengganggu kehidupan biota air dan dapat menyebabkan kematian ikan secara mendadak. 2.4.2 Chemical Oxygen Demand (COD) Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat zat organis yang ada dalam 1 L sampel air. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mokrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. 2.4.3 Dissolved oxygen (DO) Oksigen terlarut (DO) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesis dan absorbsi atmosfer/udara. Parameter oksigen terlarut menunjukan jumlah oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen dalam air dibutuhkan oleh biota sungai seperti ikan, kerang, keong, dan larva serangga untuk bernafas. Oksigen juga dibutuhkan oleh mikroorganisme yang hidup dalam air untuk menguraikan bahan organik yang mencemari perairan. Oksigen dalam air dihasilkan oleh aerasi dari udara atau gerakan arus air, dan juga dihasilakan oleh alga atau tumbuhan air yang melakukan fotosintesis didalam air sungai. Semakin banyak jumlah DO (Dissolved Oxygen ) maka kualitas air semakin baik. 2.4.4 Total Dissolved Solid (TDS) Total Dissolved Solid (TDS) adalah semua bahan dalam contoh uji air yang lolos melalui saringan membran yang berpori dan dipanaskan pada suhu tertentu. TDS menunjukan jumlah padatan yang terlarut dalam air yang dinyatakan dalam satuan part per milion (ppm) atau part per thousand (ppt). TDS tidak dapat menunjukan secara pasti ion apa yang terlarut didalam air, tetapi hanya menunjukan banyaknya jumlah ion terlarut dalam air yang dapat mempengaruhi kesadahan air dan meningkatkan salinitas (kadar garam). 2.4.5 Total Suspended Solid (TSS) TTS merupakan adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1m) yang tertahan pada saringan dengan ukuran partikel maksimal 2m atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. TSS
14

terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan. Padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan 2.4.6 Minyak Lemak Minyak lemak adalah minyak mineral, minyak nabati, asam lemak, sabun, dan material lain yang dapat tereksitasi oleh n-hexane. 2.4.7 Derajat keasaman Derajat keasaman (pH) menunjukan sifat asam atau badan dari suatu larutan. Larutan yang netral memiliki ph 7, larutan asam memiliki pH > 7, dan larutan basa memiliki pH < 7. Besarnya ph air mempengaruhi kelarutan dan bentuk senyawa kimia dalam badan air. Perubahan pH air juga akan mempengaruhi kehidupan biota peraiaran, karena dapat mempengaruhi metabolisme sel. 2.4.8 Suhu air Suhu air mempengaruhi kehidupan biota yang hidup disungai. Besarnya suhu air dipengaruhi oleh suhu udara, kedalaman air. Waktu pengukuran juga mempengaruhi besarnya suhu air disuatu badan air. Pengukuran suhu air pada pagi atau malam hari akan menunjukan nilai yang lebih rendah daripada suhu air pada siang hari. Suhu air sangat dipengaruhi oleh sushu udara dan suhu udara pada pagi atau malam hari biasanya lebih dingin daripada suhu udara di siang hari. 2.5 2.5.1 Tinjauan Pustaka Air Air adalah zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau, yang terdiri dari hidrogen dan oksigen dengan rumus kimiawi H2O. Karena air merupakan suatu larutan yang hampirhampir bersifat universal, maka zat-zat yang paling alamiah maupun buatan manusia hingga
15

tingkat tertentu terlarut di dalamnya. Dengan demikian, di dalam air mengandung zat-zat terlarut. Zat-zat ini sering disebut pencemar yang terdapat dalam air (Firdaus, 2011). 2.5.2. Sifat Air Sifat air yang penting dapat digolongkan ke dalam sifat fisis, kimiawi, dan biologis. Sifat fisis dari air yaitu didapatkan dalam ketiga wujudnya, yakni, bentuk padat sebagai es, bentuk cair sebagai air, dan bentuk gas sebagai uap air. Bentuk yang akan didapatkan, tergantung keadaan cuaca di daerah setempat. Sifat kimia dari air yaitu mempunyai pH=7 dan oksigen terlarut (=DO) jenuh pada 9 mg/L. Air merupakan pelarut yang universal, hampir semua jenis zat dapat larut di dalam air. Air juga merupakan cairan biologis, yakni didapat di dalam tubuh semua organisme. Sifat biologis dari air yaitu di dalam perairan selalu didapat kehidupan, fauna dan flora. Benda hidup ini berpengaruh timbal balik terhadap kualitas air (Hamdani, 2012). 2.5.3 Sumber Air Sebagian besar (71%) dari permukaan bumi tertutup oleh air. Sekalipun air jumlahnya relatif konstan, tetapi air tidak diam, melainkan bersirkulasi akibat pengaruh cuaca, sehingga terjadi suatu siklus yang disebut siklus hidrologis. Dari siklus hidrologis ini dapat dilihat adanya berbagai sumber air tawar yang dapat pula diperkirakan kualitas dan kuantitasnya secara sepintas. Sumber-sumber air tersebut adalah (i) air permukaan yang merupakan air sungai dan danau. (ii) air tanah yang tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah dangkal atau air tanah dalam. (iii) air angkasa, yaitu air yang berasal dari atmosfir, seperti hujan dan salju (Hamdani, 2012). Pengambilan sampel di sungai yang dekat muara atau laut yang dipengaruhi oleh air pasang harus dilakukan agak jauh dari muara. Adapun pengambilan sampel air sungai dapat dilakukan di lokasi-lokasi sebagai berikut (Hamdani, 2012): 1. Sumber alamiah, yaitu lokasi yang belum pernah atau masih sedikit mengalami pencemaran. 2. Sumber air tercemar, yaitu lokasi yang telah mengalami perubahan atau di bagian hilir dari sumber pencemar. 3. Sumber air yang dimanfaatkan, yaitu lokasi penyadapan atau pemanfaatan sumber air.

16

2.5.4

Kualitas Air Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur No.2 tahun 2008 mengelompokkan kualitas mutu

air menjadi 4 kelas: a) Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; b) Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakkan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; c) Kelas tiga, air yang peruntukannya digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kebutuhan tersebut; d) Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. 2.5.5 Pencemaran Air Pencemaran air didefenisikan sebagai perubahan langsung atau tidak langsung terhadap keadaan air yang berbahaya atau berpotensi menyebabkan penyakit atau gangguan bagi kehidupan makhluk hidup. Perubahan langsung dan tidak langsung ini dapat berupa perubahan fisik, kimia, termal, biologi, atau radioaktif. Kualitas air merupakan salah satu faktor dalam menentukan kesejahteraan manusia. Kehadiran bahan pencemar di dalam air dalam jumlah tidak normal mengakibatkan air dinyatakan sebagai terpolusi (Chandra, 2010). Beberapa indikator terhadap pencemaran air dapat diamati dengan melihat perubahan keadaan air dari keadaan yang normal, diantaranya: (1) adanya perubahan suhu air, (2) adanya perubahan tingkat keasaman, basa dan garam (salinitas ) air, (3) adanya perubahan warna, bau dan rasa pada air, (4) terbentuknya endapan, koloid dari bahan terlarut, dan (5) terdapat mikroorganisme di dalam air (Chandra, 2010). Untuk mengukur tingkat pencemaran di suatu tempat digunakan parameter pencemaran. Parameter pencemaran digunakan telah sebagai terjadi. indikator (petunjuk) 1. Parameter Fisik
17

terjadinya pencemaran dan

tingkat pencemaran yang

Parameter pencemaran meliputi parameter fisik dan parameter kimia.

Parameter fisik meliputi pengukuran tentang warna, rasa, bau, suhu, kekeruhan, dan radioaktivitas. 2. Parameter Kimia Parameter kimia dilakukan untuk mengetahui kadar CO2, pH, keasaman, kadar logam, dan logam berat. Sebagai contoh berikut disajikan pengukuran pH air, kadar CO2, dan oksigen terlarut. a) Pengukuran pH air Air sungai dalam kondisi alami yang belum tercemar memiliki rentangan pH 6,5 8,5. Karena pencemaran, pH air dapat menjadi lebih rendah dari 6,5 atau lebih tinggi dari 8,5. Bahan-bahan organik biasanya menyebabkan kondisi air menjadi lebih asam. Kapurmenyebabkan kondisi air menjadi alkali (basa). jadi, perubahan pH air tergantung kepada macam bahan pencemarnya. Perubahan nilai pH mempunyai arti penting bagi kehidupan air. Nilai pH yang rendah (sangat asam) atau tinggi (sangat basa) tidak cocok untuk kehidupan kebanyakan organisme. Untuk setiap perubahan satu unit skala pH (dari 7 ke 6 atau dari 5 ke 4) dikatakan keasaman naik 10 kali.Jika terjadi sebaliknya, keasaman turun 10 kali. Keasaman air dapat diukur dengan sederhana yaitu dengan mencelupkan kertas lakmus ke dalam air untuk melihat perubahan warnanya.
b)

Pengukuran Kadar CO2 Gas CO2 juga dapat larut ke dalam air. Kadar gas CO2 terlarut sangat dipengaruhi oleh

suhu, pH, dan banyaknya organismeyang hidup di dalam air. Semakin banyak organisme di dalam air, semakin tinggi kadar karbon dioksida terlarut (kecuali jika di dalam air terdapat tumbuhan air yang berfotosintesis). Kadar gas CO2 dapat diukur dengan cara titrimetri. c) Pengukuran Kadar Oksigen Terlarut Kadar oksigen terlarut dalam air yang alami berkisar 5 7 ppm (part per million atau satu per sejuta; 1 ml oksigen yang larut dalam 1 liter air dikatakan memiliki kadar oksigen 1 ppm). Penurunan kadar oksigen terlarut dapat disebabkan oleh tiga hal : Proses oksidasi (pembongkaran) bahan-bahan organik. Proses reduksi oleh zat-zat yang dihasilkan baktri anaerob dari dasar perairan.

Proses pernapasan orgaisme yang hidup di dalam air, terutama pada malam hari.

18

2.5.6

Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah Aliran Sungai adalah sumber air yang sangat penting bagi pembangunan suatu

wilayah, sehingga banyak wilayah atau daerah yang tumbuh di sekitar aliran sungai di seluruh dunia dan berkembang menjadi daerah atau wilayah yang makmur.Sungai menjadi sarana transportasi dan penyediaan sumber air yang penting bagi kegiatan domestik, pertanian, maupun industri.Selain itu, secara alami sungai juga menjadi saluran pembuangan yang menampung limpahan air hujan, limbah dan cemaran airnya (Cheremisinoff, 1995). Untuk mengasimilasi limbah tanpa melanggar baku mutu air. Indonesia telah memiliki berbagai peraturan tentang pengendalian pencemaran badan air dan penentuan daya tamping beban pencemaran. Menurut PP No. 82/2001, daya tampung beban pencemaran air adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar yang dalam hal ini dibatasi dengan Baku mutu Limbah Cair bagi Industri atau Kegiatan Usaha lainnya di Jawa Timur yang tertuang dalam Surat Keputusan gubernur Jawa Timur Nomor 45 tahun 2002 (Anonim1, 2011). Perkembangan penduduk serta industri di wilayah Kabupaten Pasuruan menunjukkan peningkatan yang sangat pesat.Hal ini mencerminkan keberhasilan langkah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di bidang ekonomi, namun keadaan yang demikian tidak terlepas dari ketersediaan Sumber Daya Alam khususnya penyediaan air dalam jumlah, mutu dan kontinuitas sesuai dengan peruntukannya (Anonim1, 2011). Kemajuan di bidang pembangunan ekonomi khususnya industri akan berdampak terhadap lingkungan sekitarnya. Isu pencemaran dari limbah domestik dan industry merupakan masalah yang cukup serius. Hal ini antara lain sebagai akibat dari masyarakat dan pengusaha yanga belum sadar akan perlunya upaya melindungi dan melestarikan media lingkungan khusunya Air Badan Air demi kelangsungan kehidupan sekarang dan generasi yang akan dating (Anonim1, 2011). Kabupaten Pasuruan terdapat sembilan Daerah Aliran Sungai kelas II dan kelas III. Perusahaan yang potensial mencemari lingkungan sungai antara lain bergerak di bidang tekstil, kulit, electro platting, pelapisan logam, pengolahan bahan makanan dan minuman, serta pengolahan rumput laut. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas menjelaskan tentang Air dan Pengendalian Pencemaran Air, sungai kelas II

19

digunakan untuk rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan irigasi tanaman. Sementara untuk kelas III digunakan setidaknya untuk irigasi tanaman (Anonim2, 2010). Penyebaran kegiatan Industri di 9 DAS wilayah Kabupaten Pasuruan berpotensi menimbulkan dampak lingkungan pada ekosistem DAS. Dalam hal ini DAS perlu mendapat perhatian dalam pengendalian pencemaran air karena beban pencemaran yang diterima semakin berat. Beban pencemaran pada sumber air perlu diketahui karena masing-masing sumber air memiliki kemampuan asimilasi yang berbeda-beda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya debit air dan kecepatan air pada sumber air, dan masukan beban pencemaran pada sumber air tersebut. Pembuangan limbah di sungai dapat menurunkan kualitas air sungai di bagian hilir, sehingga perlu di ketahui daya tampung beban pencemarannya untuk melindungi fungsi air bagi pengguna air di bagian hilir (Anonim3, 2010). Letak wilayah Kabupaten Pasuruan pada posisi koordinat 112,30o-113,30o Bujur Timur dan 7,30o-8,30o Lintang Selatan. Kabupaten Pasuruan mencakup wilayah seluas 1.474 km2. Kondisi geografis dan iklim Kabupaten Pasuruan, dilengkapi oleh potensi hidrografi yang besar, sangat mendukung kegiatan pengembangan penyediaan air minum, irigasi, pariwisata dan industri. Lokasi Kabupaten Pasuruan meliputi DAS Laweyan, Rejoso, Petung, Gembong, Welang, Raci, Masangan, Kedunglarangan dan Kambeng (Anonim1, 2011). Daerah Aliran Sungai Kambeng berlokasi di wilayah Kecamatan Gempol yang mempunyai 3 anak sungai diantaranya Sungai Carat, Clondo dan Bangkok yang juga menjadi alur Sungai Porong dengan debit maksimum 121,14 m3 dengan jarak 7,5 km yang termasuk golongan kelas III atau golongan C (untuk perikanan dan peternakan) (Anonim5, 2010). Industri pembeban limbah pada DAS Kambeng antara lain (Anonim3, 2010) : Tabel 1. Data Industri pembeban limbah pada DAS Kambeng No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Nama Perusahaan PT. NAGA BUANA PT. SATELIT SRITI PT. PLASTINDO PT. OCEAN GEMINDO PT. CENTRAM PT. INDAH KEJORA PT. SEAMATEC PT. AMARTA Jenis Industri Daur ulang plastik Agar-agar Plastik Cold storage Peng.Rumput laut Mebeler Peng. Rumput laut Peng. Rumput laut Kecamatan Pandaan Pandaan Pandaan Gempol Gempol Gempol Gempol Gempol

20

2.5.7

BOD atau Biochemical Oxygen Demand Biochemical Oxygen Demand (BOD) atau Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) adalah

suatu analisis empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagai zat-zat organis yang tersuspensi dalam air. Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan mengoksidasi air pada temperatur 20oC. Digunakan temperatur tersebut karena pengukuran oksigen terlarut pertama kali dilakukan di daerah yang beriklim subtropis dengan 4 musim yang mempunyai suhu kamar 20 oC dan pengukuran tersebut dijadikan standar internasional. Pengukuran BOD dilakukan saat pertama kali diukur pada 0 hari dan setelah 5 hari setelah sampel diinkubasi. Pengukuran BOD tergantung pada temperatur ruang, karena saat BOD diukur pertama kali maka alat DO meter akan mengukur banyaknya oksigen terlarut dengan posisi membran tidak menyentuh air dalam botol. Jika temperatur rendah maka oksigen yang terlarut semakin besar (Firmansyah, 2011). Kandungan BOD dalam air ditentukan berdasarkan selisih oksigen terlarut sebelum dan sesudah pengeraman selama 5 x 24 jam pada suhu 20oC. BOD digunakan sebagai indikator terjadinya pencemaran dalam suatu perairan. Bila nilai BOD suatu perairan tinggi menunjukkan bahwa perairan tersebut sudah tercemar. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendesain sistem-sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah, kalau sesuatu badan air dicemari oleh zat organik, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut, dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut (Firmansyah, 2011). Jenis bakteri yang mampu mengoksidasi zat organik biasa, yang berasal dari sisa-sisa tanaman dan air buangan penduduk, berada pada umumnya disetiap air alam. Jumlah bakteri ini tidak banyak di air jernih dan di air buangan industri yang mengandung zat organik. Pada kasus ini pasti perlu ditambahkan benih bakteri. Untuk oksidasi/penguraian zat organik yang khas, terutama di beberapa jenis air buangan industri yang mengandung misalnya fenol, detergen, minyak dan sebagainya bakteri harus diberikan waktu penyesuaian (adaptasi) beberapa hari

21

melalui kontak dengan air buangan tersebut, sebelum dapat digunakan sebagai benih pada analisa BOD air tersebut (Firmansyah, 2011). Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan oksigen terlarut awal (DOi) dari sampel segera setelah pengambilan contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap (20oC) yang sering disebut dengan DO5. Selisih DOi dan DO5 (DOi - DO5) merupakan nilai BOD yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/L) (Firmansyah, 2011). Pengukuran oksigen dapat dilakukan secara analitik dengan cara titrasi (metode Winkler, iodometri) atau dengan menggunakan alat yang disebut DO meter yang dilengkapi dengan probe khusus. Jadi pada prinsipnya dalam kondisi gelap, agar tidak terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen, dan dalam suhu yang tetap selama lima hari, diharapkan hanya terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganime, sehingga yang terjadi hanyalah penggunaan oksigen, dan oksigen tersisa ditera sebagai DO5. Yang penting diperhatikan dalam hal ini adalah mengupayakan agar masih ada oksigen tersisa pada pengamatan hari kelima sehingga DO5 tidak nol. Bila DO5 nol maka nilai BOD tidak dapat ditentukan (Firmansyah, 2011). Pada prakteknya, pengukuran BOD memerlukan kecermatan tertentu mengingat kondisi sampel atau perairan yang sangat bervariasi, sehingga kemungkinan diperlukan penetralan pH, pengenceran, aerasi, atau penambahan populasi bakteri. Pengenceran dan/atau aerasi diperlukan agar masih cukup tersisa oksigen pada hari kelima (Firmansyah, 2011). Secara rinci metode pengukuran BOD diuraikan dalam APHA yaitu referensi mengenai analisis air lainnya. Karena melibatkan mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai bahan organik, maka analisis BOD memang cukup memerlukan waktu. Oksidasi biokimia adalah proses yang lambat. Dalam waktu 20 hari, oksidasi bahan organik karbon mencapai 95 99 %, dan dalam waktu 5 hari sekitar 60 70 % bahan organik telah terdekomposisi. Lima hari inkubasi adalah kesepakatan umum dalam penentuan BOD. Bisa saja BOD ditentukan dengan menggunakan waktu inkubasi yang berbeda, asalkan dengan menyebutkan lama waktu tersebut dalam nilai yang dilaporkan (misal BOD7, BOD10) agar tidak salah dalam interpretasi atau memperbandingkan. Temperatur 20oC dalam inkubasi juga merupakan temperatur standard.

22

Temperatur 20oC adalah nilai rata-rata temperatur sungai beraliran lambat di daerah beriklim sedang dimana teori BOD ini berasal (Firmansyah, 2011). 2.5.8 Total Suspended Solid (TSS) dan Total Dissolved Solid (TDS) Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2m atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS umumnya dihilangkan dengan flokulasi dan penyaringan. TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan (turbidity) dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di perairan. Sehingga nilai kekeruhan tidak dapat dikonversi ke nilai TSS (Anonymous4, 2012). Prinsip analisa TSS adalah contoh uji yang telah homogen disaring dengan kertas saring yang telah ditimbang. Residu yang tertahan pada saringan dikeringkan sampai mencapai berat konstan pada suhu 103C sampai dengan 105C. Kenaikan berat saringan mewakili padatan tersuspensi total (TSS). Jika padatan tersuspensi menghambat saringan dan memperlama penyaringan, diameter pori-pori saringan perlu diperbesar atau mengurangi volume contoh uji (Anonymous4, 2012). TSS adalah zat padat yang tertahan pada kertas saring yang berdiameter 47 mm dan dikeringkan pada suhu 103-1050 C secara merata dan dinyatakan dalam mg/L. Analisis TSS menggunakan metode gravimetri dengan cara menimbang kertas saring dan cawan porselen yang digunakan dalam analisa. Gangguan terjadi apabila air mengandung kadar mineral (Ca,Mg,Cl,SO4) tinggi sehingga bersifat higroskopis. Hal ini ditanggulangi dengan pemanasan lama, pendinginan dalam desikator untuk menghilangkan uap air yang tersisa sehingga diperoleh berat konstan dan penimbangan secepatnya (Anonymous4, 2012). Persyaratan yang ditetapkan oleh Depkes RI untuk nilai TSS adalah 1500 mg/L. Adanya solid di air, berupa bahan terlarut (desolved solid) ataupun tidak tidak terlarut (suspended solid), menyebabkan kualitas air menjadi tidak baik, menimbulkan berbagai reaksi dan mengganggu estetika (Sutrisno, 2002). Untuk memperoleh estimasi TSS, dihitung perbedaan antara padatan terlarut total dan padatan total yaitu (Anonymous4, 2012): TSS (mg/L) = (A-B) X 1000 / V
23

Keterangan : A = berat kertas saring + residu kering (mg) B = berat kertas saring (mg) V = volume contoh (mL) Dalam rangka menyeragamkan teknik pengujian kualitas air dan air limbah sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 1988 tentang Baku Mutu Air dan Nomor 37 Tahun 2003 tentang Metode Analisis Pengujian Kualitas air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan, maka dibuatlah Standar Nasional Indonesia SNI 06-6989.3-2004, Air dan air limbah Bagian 3: Cara uji padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid, TSS) secara gravimetri. SNI ini diterapkan untuk pengujian parameterparameter kualitas air dan air limbah sebagaimana yang tercantum didalam Keputusan Menteri tersebut (Ardhi, 2011). Metode ini merupakan hasil revisi dari butir 3.6 pada SNI 06-2413-1991, Metode pengujian kualitas fisika air. SNI ini menggunakan referensi dari metode standar internasional yaitu Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water. Metode ini digunakan untuk menentukan residu tersuspensi yang terdapat dalam contoh uji air dan air limbah secara gravimetri. Metode ini tidak termasuk penentuan bahan yang mengapung, padatan yang mudah menguap dan dekomposisi garam mineral. Padatan tersuspensi total (TSS), adalah residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2m atau lebih besar dari ukuran partikel koloid (Ardhi, 2011). Total Dissolved Solid (TDS) adalah semua bahan dalam contoh uji air yang lolos melalui saringan membran yang berpori dan dipanaskan pada suhu tertentu. TDS menunjukan jumlah padatan yang terlarut dalam air yang dinyatakan dalam satuan part per milion (ppm) atau part per thousand (ppt). TDS tidak dapat menunjukan secara pasti ion apa yang terlarut didalam air, tetapi hanya menunjukan banyaknya jumlah ion terlarut dalam air yang dapat mempengaruhi kesadahan air dan meningkatkan salinitas (kadar garam).

24

2.5.9 Minyak dan Lemak Lemak (bahasa Yunani Lipos) merupakan senyawa yang tidak larut dalam air yang dapat dipisahkan dari sel dan jaringan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut organik yang relatif non polar, misalnya dietil eter atau khloroform (Fessenden dan Fessenden, 1997). Minyak adalah istilah umum untuk semua cairan organik yang tidak larut/bercampur dalam air (Fessenden dan Fessenden, 1997). Perbedaan lemak dan minyak terletak pada sifat fisiknya. Pada temperatur kamar, lemak bersifat padat dan minyak bersifat cair. Minyak dan lemak umumnya adalah trigeliserida merupakan bagian terbesar dari kelompok lipida. Trigeliserida ini merupakan senyawa hasil kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Reaksinya (Fessenden dan Fessenden, 1997):

Minyak tidak larut dalam air karena kepolarannya berbeda dan minyak mempunyai berat jenis lebih kecil dibandingkan dengan air sehingga minyak akan tetap mengapung dalam air. Semua jenis minyak mengandung senyawa-senyawa volatile yang cepat menguap. Selama beberapa hari sebanyak 25% dari volume minyak akan hilang karena menguap. Lemak adalah padatan pada suhu kamar, terdiri dari sub unit asam lemak dimana setiap atom karbon pada rangkanya mempunyai ikatan hidrogen (Fardiaz, 1992). Minyak dan Lemak memiliki beberapa kesamaan antara lain (Fardiaz, 1992): 1. Keduanya terdiri dari atom-atom karbon, hidrogen dan oksigen ini mengandungi satu atau lebih subunit asid lemak, yang terdiri dari
2.Bahan-bahan

rangkaian panjang karbon dan hydrogen yang mempunyai kumpulan berfungsi karboksil (COOH) pada satu penghujungnya. 3. Berbentuk rangkaian panjang dan tidak mempunyai struktur cincin.

25

Pencemaran minyak dalam air mengakibatkan (Wardana, 1995): 1. 3. 4. Konsentrasi oksigen terlarut turun sinar matahari ke dalam air berkurang Mengganggu biota yang ada dalam air serta kehidupan burung Tidak dapat dikonsumsi oleh manusia dan hewan karena terdapat zat beracun
2.Penetrasi

seperti benzena, toluene dan xilena. Minyak dan lemak merupakan komponen utama bahan makanan yang juga banyak terdapat di dalam air limbah. Kandungan zat minyak dan lemak dapat ditentukan melalui contoh air limbah dengan heksana. Minyak dan lemak membentuk ester dan alkohol. Lemak tergolong pada bahan organik yang tetap dan tidak mudah untuk diuraikan oleh bakteri. Terbentuknya emulsi air dalam minyak akan membuat lapisan yang menutupi permukaan air dan dapat merugikan, karena penetrasi sinar matahari ke dalam air berkurang serta lapisan minyak menghambat pengambilan oksigen dari udara menurun. Untuk air sungai kadar maksimum minyak dan lemak 1 mg/l. Minyak dapat sampai ke saluran air limbah, sebagian besar minyak ini mengapung di dalam air limbah, akan tetapi ada juga yang mengendap terbawa oleh lumpur. Sebagai petunjuk dalam mengolah air limbah, maka efek buruk yang dapat menimbulkan permasalahan pada dua hal yaitu pada saluran air limbah dan pada bangunan pengolahan (Budimarwanti, 2002). Minyak dan lemak termasuk senyawa organik yang relatif stabil dan sulit diuraikan oleh bakteri. Lemak dapat dirombak oleh senyawa asam yang menghasilkan asam lemak dan gliserin. Pada keadaan basa, gliserin akan dibebaskan dari asam lemak dan akan terbentuk garam basa (Budimarwanti, 2002). Minyak dan lemak dapat mempengaruhi aktifitas mikroba dan merupakan pelapisan permukaan cairan limbah sehingga menghambat proses oksidasi pada kondisi aerobik. Minyak tersebut dapat dihilangkan saat proses netralisasi dengan penambahan NaOH dan membentuk sabun berbusa (scum) yang sering mengapung dipermukaan dan bercampur dengan benda-benda lain pada permukaan limbah (Budimarwanti, 2002). Minyak mengandung senyawa volatil yang mudah menguap dan mengandung sisa minyak yang tidak dapat menguap. Karena minyak tidak dapat larut dalam air, maka sisa minyak akan tetap mengapung di air, kecuali jika minyak tersebut terdampar ke pantai atau tanah disekeliling sungai. Minyak yang menutupi permukaan air akan menghalangi penetrasi sinar
26

matahari ke dalam air. Selain itu, lapisan minyak juga dapat mengurangi konsentrasi oksigen terlarut dalam air karena fiksasi oksigen bebas menjadi terhambat. Akibatnya, terjadi ketidakseimbangan rantai makanan di dalam air (Renny, 2011). Kandungan minyak dan lemak yang terdapat dalam limbah bersumber dari industri yang mengolah bahan baku mengandung minyak bersumber dari proses klasifikasi dan proses perebusan (Renny, 2011). Minyak dan lemak merupakan bahan organik bersifat tetap dan sukar diuraikan bakteri. Limbah ini membuat lapisan pada permukaan air sehingga membentuk selaput. Dalam limbah kelapa sawit kandungan minyak 5800 mg/l (Renny, 2011). Karena berat jenisnya lebih kecil dari air maka minyak tersebut berbentuk lapisan tipis di permukaan air dan menutup permukaan yang mengakibatkan terbatasnya oksigen masuk dalam air. Pada sebagian lain minyak ini membentuk lumpur dan mengendap yang sulit diuraikan (Renny, 2011). Minyak dan lemak merupakan ester dari asam lemak (asam karbon tinggi ) dengan gliserol yang disebut pula gliserida. Sedang ester antara alcohol tinggi dengan asam lemak disebut lilin(wax). Perbedaan sifat fisika lemak dan minyak hanya terletak pada titik leburnya. Minyak mempunyai titik lebur di bawah temperatur normal sehingga pada temperatur normal merupakan zat cair, sedang lemak mempunyai titik lebur di atas temperature kamar, sehingga pada temperatur kamar merupakan zat padat (Renny, 2011). 2.5.10 Pengambilan Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi objek penelitian (sampel sendiri secara harfiah berarti contoh). Hasil pengukuran atau karakteristik dari sampel disebut "statistik" yaitu X untuk harga rata-rata hitung dan S atau SD untuk simpangan baku (Nasution, 2003). Alasan perlunya pengambilan sampel adalah sebagai berikut : 1. Keterbatasan waktu, tenaga dan biaya. 2. Lebih cepat dan lebih mudah. 3. Memberi informasi yang lebih banyak dan dalam. 4. Dapat ditangani lebih teliti. Pengambilan sampel kadang-kadang merupakan satu-satunya jalan yang harus dipilih, (tidak mungkin untuk mempelajari seluruh populasi) misalnya:
27

- Meneliti air sungai - Mencicipi rasa makanan didapur - Mencicipi duku yang hendak dibeli Metode pengumpulan ampel dibagi menjadi 3 ditinjau dari interval pengambilan sampel (Alfiah, 2009) : Grab Sampling Grab sampling adalah sampel yang dikumpulkan pada satu tempat pada suatu saat saja. Hasilnya akan menggambarkan saat sampling dilakukan saja tetapi hasilnya tidak mewakili bisa sangat tinggi atau rendahnya. Komposit Sampling Komposit sampling adalah sampling yang dilakukan beberapa kali pada waktu yang berbeda pada lokasi yang sama lalu dicampur untuk selanjutnya dianalisa. Kontinyu Sampling Kontinyu sampling adalah pengukuran parameter yang dilakukan in situ (di tempat) dengan menggunakan perlatan elektrik. Hasil sampling dengan metode ini menggambarkan kualitas dari waktu ke waktu, umumnya bersifat monitoring, menunjukkan variasi/fluktuasi, dan digunakan sebagai dasar perencanaan, pengambilan, keputusan dalam pengelolaan. Persyaratan pengambilan sampel sebagai berikut (Direktorat Jenderal PPM & PLP, 1977) : 1. Pengambilan sampel harus direncanakan dan dilaksanakan dengan cermat dengan frekuensi yang cukup sehingga setiap ada perubahan kualitas air sewaktu-waktu dapat diketahui. 2. Sampel harus diambil, disimpan dan dikirim dalam botol yang steril dan sempurna. 3. Volume air yang diambil sesuai dengan pedomann. 4. Sampel harus diambil dari titik-titik dari sistem penyediaan air yang sedapat mungkin mewakili semuanya. 5. Waktu penganbilan harus hati-hati sekali untuk mencegah kontaminasi terhadap sampel yang telah diambil. 6. Untuk mencegah adanya perubahaan komposisi sampel yang bermakna yang mempengaruhi hasil analisa sangat penting menjamin bahwa sampel diambil dengan tepat dan dikirim secepat-cepatnya.
28

7. Prosedur/teknik sampling air minum/bersih, air kolam renang, air pemandian umum mengacu pada bukupedoman pengambilan sampel yang ada. Dalam memilih titik pengambilan sampel, maka setiap tempat harus diberlakukan secara individu. Kriteria umum dalam menentukan titik sampling adalah : 1. Titiktitik pengambilan sampel harus mewakili berbagai sumber-sumber air yang mungkin masuk ke dalam sistem. 2. Titik-titik tersebut harus meliputi bagian-bagian yang mewakili suatu kondisi dari sistem yang paling tidak baik serta tempat yang kemungkinan memperoleh kontaminasi (reservoir, belokanbelokan, daerah bertekanan rendah, ujung dari sistem dan lain-lain). 3. Titik titik sampel harus secara seragam menyebar keseluruh sistem. 4. Titik-titik pengambilan harus terletak didalam kedua tipe sistem distribusi (tertutup dan terbuka) sebanding dengan jumlah-jumlah sambungan atau cabang. 5. Titik-titik pengambilan sampel secara umum harus dipilih sedemikian rupa sehingga mewakili secara keseluruhan dan bagian pokok dari sistem. 6. Titik-titik harus terletak disuatu tempat sedemikian rupa sehingga air berasal dari tangki cadangan atau reservoir. 7. Pada sistem yang mempunyai lebih dari satu sumber, titik-titik pengambilan sampel harus berasal dari seluruh sistem sehingga jumlahnya sebanding dengan penduduk yang dilayani dari masing-masing sumber. 8. Harus ada paling tidak satu titik pengambilan yang langsung sesudah air bersih memperoleh pengolahan.

29

BAB III METODE ANALISA KUALITAS SUNGAI KAMBENG 3.1 Standar Operasional Kerja Dalam Praktek Kerja Lapang dilakukan kualitas Air Badan Air (ABA) Daerah Aliran Sungai Kambeng yang berlokasi di daerah Gempol Kabupaten Pasuruan yang termasuk juga pada lintas batas dengan provinsi karena sungai ini bertemu dengan Sungai Porong. Teknik sampling yang dilakukan menggunakan metode sampling grab atau sesaat selanjutnya sampel air sungai dianalisa secara fisik maupun secara kimia. Analisa secara fisik meliputi pengukuran pH, suhu udara dan suhu air yang dilakukan secara langsung di lapangan serta analisa secara kimia yang meliputi uji DO (Dissolved Oxygen), COD (Chemical Oxygen Demand), TSS (Total Suspended Solids), TDS (Total Dissolved Solids), BOD dan Minyak Lemak yang dilakukan di Laboratorium Lingkungan BLH Kabupaten Pasuruan. Berikut adalah Standart Operational Procedure (SOP) dalam pelaksanaan sampling dan analisa kualitas lingkungan Air Badan Air (ABA) DAS Kambeng Kabupaten Pasuruan. Standar Operasional Kerja Sampling Air Sungai
Sampling

Hilir

Tengah

Hulu

Analisa secara fisik : 1. pH 2. Suhu air 3. Suhu udara

Analisa secara kimia

Ditambahkan Asam Sulfat COD dan Minyak Lemak

Diawetkan dengan pendinginan DO, TSS, BOD dan TDS

Gambar 2. Diagram Alir SOP Sampling Air Sungai


30

Metode pengambilan sampel atau sampling dalam laporan ini adalah grab sample atau sampel sesaat sehingga hanya dapat menggambarkan kondisi lingkungan pada saat pengukuran kualitas air dan pengambilan sampel. Pengambilan air sungai hanya dilakukan satu kali dalam satu lokasi baik di bagian hilir, tengah maupun hulu dari Daerah Aliran Sungai. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan water sampler kemudian langsung diukur kualitas airnya secara fisik dan secara kimia. Setelah sampel air dari hasil sampling Air Badan Air (ABA) di bagian hilir, tengah, dan hulu Daerah Aliran Sungai diperoleh dapat dilakukan analisa secara fisik di lapangan yang berupa analisa pH menggunakan pH meter,. Untuk sampel yang akan di analisa secara kimia sebelum dianalisa di laboratorium diberikan perlakuan awal yang berupa pengawetan terhadap sampel air sungai. Untuk sampel air sungai yang akan dianalisa BOD, TSS dan TDS cara pengawetannya dengan dimasukkan ke dalam ice box (kotak pendinginan). Sedangkan untuk sampel air yang akan dianalisa minyak lemak dan COD , pengawetan dilakukan dengan penambahan H2SO4. Standar Opersiomal Kerja Analisa Kualitas Lingkungan Air Sungai
Sampel

Diuji

DO

Minyak Lemak

TSS

TDS

COD

BOD

Dibandingkan dengan Baku Mutu

Hasil

Bukti Analisa

Gambar 3. Diagram Alir SOP Analisa Kualitas Lingkungan Air Sungai


31

3.2 Metode Analisa 3.2.1 Alat dan Bahan 3.2.1.1 Alat 3.2.1.1.1 Alat untuk analisa secara fisik pH dan termo meter. 3.2.1.1.2 Alat untuk analisa DO Neraca digital analitik, gelas arloji, pengaduk gelas, gelas kimia 100 ml, pipet volume 10 ml, labu ukur 1000 ml, botol winkler, gelas ukur 100 ml, buret 50 ml, statif, klem, erlenmeyer 250 ml, pipet ukur 10 ml, pipet tetes, dan bola hisap. 3.2.1.1.3 Alat untuk analisa COD Neraca digital analitik, gelas arloji, pengaduk gelas, gelas kimia 100 ml, pipet ukur 10 ml, labu ukur 1000 ml, pipet tetes, buret digital, erlenmeyer 50 ml, tabung COD, magnetic stirer, bola hisap, dan termoreaktor COD. 3.2.1.1.4 Alat untuk analisa TSS Neraca digital analitik, cawan porselin, oven, desikator, penjepit kertas saring, pompa vacum, gelas arloji, kertas saring Whatman GF/C (pori 1,2 m), pipet ukur 10 ml, bola hisap, dan gelas ukur 25 ml. 3.2.1.1.5 Alat untuk analisa TDS Neraca digital analitik, cawan porselin, oven, desikator, penjepit kertas saring, pompa vacum, gelas arloji, kertas saring Whatman GF/C (pori 1,2 m), pipet ukur 10 ml, bola hisap, gelas ukur 25 ml, dan penangas air. 3.2.1.1.6 Alat untuk analisa Minyak Lemak Neraca digital analitik, corong pisah, cawan porselin, oven, desikator, penjepit besi, pipet ukur 10 ml, pipet volume 25 ml, pipet volume 5 ml,gelas kimia 250 ml, bola hisap, statif, klem, dan ember. 3.2.1.1.7 Alat untuk Analisa BOD Labu ukur, pipet ukur, pipet tetes, botol winkler, incubator, buret 50 ml, statif, klem, bola hisap.

32

3.2.1.2 Bahan 3.2.1.2.1 Bahan untuk analisa secara fisik Sampel air sungai. 3.2.1.2.2 Bahan untuk analisa DO Sampel air sungai, padatan Na2S2O3.5H2O, aquabides, NaOH, natrium azida (NaN3), MnSO4, asam sulfat pekat, kristal kalium iodida (KI), kalium iodat (KIO3) dan amilum. 3.2.1.2.3 Bahan untuk analisa COD Sampel air sungai, padatan Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O, aquabides, asam sulfat pekat, larutan campuran K2Cr2O7-HgSO4 0,01 N, H2SO4-Ag2SO4 dan indikator ferroin. 3.2.1.2.4 Bahan untuk analisa TSS Sampel air sungai.aquabides. 3.2.1.2.5 Bahan untuk analisa TDS Sampel air sungai.aquabides. 3.2.1.2.6 Bahan untuk analisa Minyak Lemak Sampel air sungai, HCl 1 M, n-hexane. 3.2.1.2.7 bahan untuk analisa BOD Sampel air sungai, padatan Na2S2O3.5H2O, aquabides, NaOH, natrium azida (NaN3), MnSO4, asam sulfat pekat, kristal kalium iodida (KI), kalium iodat (KIO3) dan amilum. 3.2.2 Cara Kerja 3.2.2.1 Analisa secara fisik pH meter sebelum digunakan dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan buffer pH 4, pH 7 dan pH 10. Untuk menganalisa pH dan suhu lingkungan digunakan pH meter dengan cara memasukkan elektroda pada pH meter kedalam wadah yang berisi sampel air sungai lalu tombol on dinyalakan dan didiamkan beberapa menit dan diamati pH serta suhu lingkungannya. Untuk suhu sampel air diuji dengan menggunakan termometer dengan cara yang sama termometer dimasukkan kedalam wadah yang berisi sampel air sungai dan diukur suhu air sampel. 3.2.2.2 Analisa DO (Dissolved Oxygen) a. Pembuatan Larutan Baku Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) 0,025 M
33

Sebanyak 6,205 gram Na2S2O3.5H2O ditimbang dalam gelas arloji dengan menggunakan neraca digital analitik, padatan Na2S2O3.5H2O dilarutkan dengan menggunakan aquabides yang telah dididihkan terlebih dahulu dalam gelas kimia 100 ml selanjutnya dilakukan pengadukan sampai larutan homogen. Larutan Na2S2O3.5H2O ditambahkan 0,4 gram NaOH dan diaduk kembali sampai homogen selanjutnya b. Analisis DO Contoh sampel air sungai disiapkan dalam botol winkler, 1 ml natrium azida NaN3 dan 1 ml MnSO4 dipipet menggunakan pipet ukur 10 ml ke dalam sampel air sungai, penutup botol winkler dipasang dengan hati-hati, kemudian sampel air sungai dihomogenkan dengan natrium azida NaN3 dan MnSO4 hingga terbentuk gumpalan, gumpalan dibiarkan mengendap 5 sampai 10 menit, tutup botol winkler dibuka dan ditambahkan 1 ml H2SO4 pekat melalui dinding dalam botol lalu ditutup kembali dan dihomogenkan hingga semua endapan larut sempurna. Sampel air sungai dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml sebanyak 100 ml lalu dititrasi dengan menggunakan larutan baku natrium tiosulfat Na2S2O3 0,025 M sampai terjadi perubahan warna menjadi kuning, ditambahkan indikator amilum sebanyak 2 tetes dan dititrasi kembali menggunakan larutan baku natrium tiosulfat Na2S2O3 0,025 M hingga warna biru yang ditimbulkan indikator amilum hilang pertama kali. Volume larutan baku natrium tiosulfat Na2S2O3 0,025 yang digunakan dicatat untuk setiap titrasi. 3.2.2.3 Analisa COD a. Pembuatan larutan baku FAS (Fero Ammonium Sulfat) 0,01 N 3,9214 gram Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O ditimbang dengan menggunakan neraca digital analitik lalu dilarutkan dengan aquabides dalam gelas kimia 100 ml sambil diaduk sampai homogen, dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml, ditambahkan 8 ml asam sulfat pekat H 2SO4 dihomogenkan dan ditambahkan aquabides hingga tanda batas selnjutnya dikocok sampai homogen. b. Analisis COD Sampel air sungai dipipet sebanyak 2,5 ml ke dalam tabung COD begitu juga dengan aquabides dipipet sebanyak 2,5 ml ke dalam tabung COD yang lain sebagai blanko. Selanjutnya
34

dipindahkan ke dalam labu ukur 1000 ml. Larutan

ditandabataskan dengan aquabides selajutnya dikocok sampai homogen.

sampel air sungai dan aquabides di dalam tabung COD ditambahkan 1,5 ml larutan campuran K2Cr2O7-HgSO4 0,01 N dan ditambahkan 3,5 ml larutan campuran H2SO4-Ag2SO4, tabung COD ditutup dan dikocok sampai homogen, tabung COD untuk sampel air dan blanko dimasukkan ke dalam termoreaktor COD diatur pada suhu 150oC selama 2 jam. Tabung COD dikeluarkan dari termoreaktor setelah 2 jam dan didinginkan pada suhu ruang. Setelah dingin, sampel air sungai dan blanko dipindahkan ke dalam erlenmeyer 50 ml yang berbeda, tabung COD dibilas dengan 5 ml aquabides dan dimasukkan kedalam erlenmeyer 50 ml yang sesuai dengan isi tabung COD sebelumnya. Sampel air sungai dan blanko dititarsi dengan larutan baku Fero Ammonium Sulfat (FAS) menggunakan magnetic stirer sebagai pengaduk dan sebelumnya ditambahkan indikator ferroin sebanyak dua tetes hingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi hijau. Perubahan warna diamati setelah dititrasi dari hijau menjadi cokelat kemerahan. Volume larutan baku Fero Ammonium Sulfat (FAS) yang digunakan digunakan untuk setiap titrasi. 3.2.2.4 Analisa TSS a. Preparasi kertas saring Kertas saring diletakkan pada alat penyaring (penyaring vakum), kertas saring dibasahi dengan aquabides sebanyak 20 ml berturut-turut sebanyak dua kali dan di operasikan penyaring vakum. Kertas saring diambil dan diletakkan di cawan pengering, lalu dikeringkan di oven dengan suhu 103-105oC selama 1 jam, setelah di oven didinginkan di dalam desikator dan ditimbang sampai berat konstan. b. Analisis TSS Kertas saring yang telah di preparasi dimasukkan ke dalam alat penyaring vakum, penyaring vakum dioperasikan, kertas saring dibasahi dengan aquabides terlebih dahulu, sebelum disaring sampel air sungai dikocok hingga homogen lalu dilakukan penyaringan, selanjutnya dilakukan pembilasan dengan aquabides sebanyak 10 ml dan dilakukan sebanyak 3 kali pembilasan. Setelah penyaringan selesai kertas saring diambil dan diletakkan di cawan pengering, dikeringkan dalam oven selama 1 jam lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang berat akhir kertas saring . 3.2.2.5 Analisa TDS
35

a. Preparasi kertas saring Kertas saring diletakkan pada alat penyaring (penyaring vakum), kertas saring dibasahi dengan aquabides sebanyak 20 ml berturut-turut sebanyak tiga kali dan diioperasikan penyaring vakum dilanjutkan pengisapan untuk menghilangkan seluruh kotoran yang halus dalam kertas saring. Air hasil pembilasan dibuang dan kertas saring siap digunakan untuk analisis TDS . b. Preparasi cawan kosong Cawan kosong dipanaskan dalam oven pada suhu 180oC selama 1 jam, setelah dioven cawan dididinginkan ke dalam desikator, ditimbang cawan dengan neraca digital analitik sampai berat konstan. c. Analisis TDS Kertas saring yang telah di preparasi dimasukkan ke dalam alat penyaring vakum, penyaring vakum dioperasikan, sebelum disaring sampel air sungai dikocok hingga homogen lalu dipipet sampel air sungai seesuai dengan volume yang dibutuhkan. Penyaringan dilakukan dengan pompa vakum, setelah tersaring semua selanjutnya dilakukan pembilasan dengan aquabides sebanyak 10 ml dan dilakukan sebanyak 3 kali pembilasan. Setelah penyaringan selesai, air yang tersaring dan air bilasan yang tercampur didalamnya dipindahkan ke dalam cawan yang sudah diketahui beratnya, lalu diuapkan dengan penangas air sampai cawan benarbenar kering. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 180oC tidak kurang dari 1 jam lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang cawan dengan neraca digital analitik sampai beratnya konstan. 3.2.2.6 Analisa Minyak Lemak a. Preparasi cawan kosong Cawan kosong dipanaskan di dalam oven pada suhu 180oC selama 1 jam, setelah dioven cawan dididinginkan ke dalam desikator, ditimbang cawan dengan neraca digital analitik sampai berat konstan.

36

b. Analisis Minyak Lemak Sampel air sungai dimasukkan ke dalam corong pisah yang sudah terpasang pada statif, selanjutnya ditambahkan 1 ml HCl 1 M dan dilakukan pengocokan sambil beberapa kali kran corong pisah dibuka untuk menghilangkan gas yang dihasilkan. Setelah itu corong pisah ditaruh kembali pada statif dan ditambahkan 30 ml pelarut organik n-heksan yang berfungsi mengikat lemak, dilakukan pengocokan lagi sambil dibuka beberapa kali kran corong pisah untuk menghilangkan gas. Pengocokan dilakukan sampai tidak ada lagi gas yang keluar dari corong pisah pada saat kran dibuka. Corong pisah di letakkan kembali pada statif dan didiamkan beberapa menit sampai terpisah lapisan minyak dan air nya, dipisahkan antara airnya terlebih dahulu ke dalam gelas kimia 250 ml dan lapisan minyak yang sudah terpisah dimasukkan ke dalam cawan yang sudah disipakn sebelumnya. Selanjutnya diuapkan dengan penangas air sampai cawan kering dan dioven selama tidak kurang dari 1 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang berat akhir cawan dengan neraca digital analitik sampai berat konstan. 3.2.2.7 Analisa BOD Contoh sampel air sungai disiapkan dalam botol winkler, 1 ml natrium azida dan 1 ml mangan (II) sulfide di pipet menggunakan pipet ukut 10 ml kedalam sampel air sungai, penutup botol winkler dipasang dengan hati-hati, kemudian sampel air sungai dihomogenkan hingga terbentuk gumpalan dan dibiarkan mengendap 5-10 menit kemudian ditambah 1 ml asam sulfat pekat melalui dinding dalam botol lalu dihomogenkan kembali. Sampel air sungai sebanyak 100 ml dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml dan dititrasi menggunakan larutan baku natrium tisulfat 0.025 M. di catat volume larutan baku natrium tiosulfat 0.025 M yang dugunakan untuk setiap titrasi dan dicatat sebagai hari ke 0. Kemudian preparasi untuk hari 5 yaitu contoh sampel air disiapkan dalam botol winkler, 1 ml natrium azidat dan 1 ml mangan sulfat dipipet menggunakan pipet ukur 10 ml kedalam sampel air sungai, botol di tutup dan dihomogenkan hingga terbentuk gumpalan, kemudian dibiarkan mengendap 5-10 menit. Selanjutnya ditambahkan 1 ml asam sulfat pekat melalui dinding dalam botol dan dihomogenkan. Kemudian diinkubasi dalam suhu 200C 10C selama 5 hari dan dilakukan titrasi sebagai hari kelima.

37

3.2.3 Rumus Perhitungan 3.2.3.1 Rumus Perhitungan DO

Keterangan : A = volume pemakaian larutan bakuNatrium tiosulfat untuk titrasi sampel uji 100 = volume larutan / sampel uji yang dititrasi N = kenormalan larutan bakuNatrium tiosulfat F = faktor, volume botol winkler yang digunakan dibagi volume botol winkler dikurangi jumlah volume yang ditambahkan 3.2.3.2 Rumus Perhitungan COD

Keterangan : A = volume pemakaian larutan baku fero ammonium sulfat untuk titrasi blanko B = volume pemakaian larutan baku fero ammonium sulfat untuk titrasi contoh uji N = kenormalan larutan baku fero ammonium sulfat P = besar pengenceran contoh uji 3.2.3.3 Rumus Perhitungan TSS

Keterangan : A = berat kertas saring berisi padatan tersuspensi, dalam mg B = berat kertas saring kosong, dalam mg

38

3.2.3.4 Rumus Perhitungan TDS

Keterangan : A = berat kertas saring berisi padatan tersuspensi, dalam mg B = berat kertas saring kosong, dalam mg 3.2.3.5 Rumus Perhitungan Minyak Lemak

Keterangan : A = berat kertas saring berisi padatan tersuspensi, dalam mg B = berat kertas saring kosong, dalam mg

39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Analisa 4.1.1 Hilir Sungai Kambeng Tabel 2. Data Hasil Analisa Bagian Hilir DAS Kambeng
NO
1 2 3 4 5 6 7

PARAMETER
pH* DO* BOD COD TDS TSS Minyak & Lemak

SATUAN
-

BAKU MUTU
69 >4 3 25 1000 50 1

HASIL
7,66 5,41 2,79 14,13 579,00 48,00 3,20

ACUAN METODE
SNI 06-6989.11-2004 SNI 06-6989. 14-2004 APHA (Section 5210 B), 2005 APHA (Section 5220 C), 2005 APHA (Section 2540 C), 2005 SNI 06-6989.25-2005 JIS No. K 0102 tahun 2001

KETERANGAN
sesuai sesuai sesuai sesuai sesuai sesuai melebihi

mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l

4.1.2 Tengah Sungai Kambeng Tabel 3. Data Hasil Analisa Bagian Tengah DAS Kambeng
NO 1 2 3 4 5 6 7 PARAMETER pH* DO* BOD COD TDS TSS Minyak & Lemak SATUAN
-

Mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l

BAKU MUTU 69 >4 3 25 1000 50 1

HASIL 7,76 3,48 1,46 8,91 214,00 14,00 2,40

ACUAN METODE SNI 06-6989.11-2004 SNI 06-6989. 14-2004 APHA (Section 5210 B), 2005 APHA (Section 5220 C), 2005 APHA (Section 2540 C), 2005 SNI 06-6989.25-2005 JIS No. K 0102 tahun 2001

KETERANGAN sesuai Kurang dari batas minimum sesuai sesuai sesuai sesuai melebihi

4.1.3 Hulu Sungai Kambeng Tabel 4. Data Hasil Analisa Bagian Hulu DAS Kambeng
NO
1 2 3 4 5 6 7

PARAMETER
pH* DO* BOD COD TDS TSS Minyak & Lemak

SATUAN
-

BAKU MUTU
69 >4 3 50 1000 400 1

HASI L
7,92 6,37 1,14 10,14 162,00 < 3,36 1,60

ACUAN METODE
SNI 06-6989.11-2004 SNI 06-6989. 14-2004 APHA (Section 5210 B), 2005 APHA (Section 5220 C), 2005 APHA (Section 2540 C), 2005 SNI 06-6989.25-2005 JIS No. K 0102 tahun 2001

KETERANGAN
sesuai sesuai sesuai sesuai sesuai sesuai melebihi

mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l

40

4.2 Analisa Hasil 4.2.1 Analisa COD Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan untuk DAS Kambeng diperoleh data hasil analisa COD untuk bagian hilir DAS Kambeng sebesar 14,13 mg/l, sedangkan bagian tengah diperoleh sebesar 8,91 mg/l dan bagian hulu sebesar 5,12 mg/l. Berdasarkan hasil tersebut, jika dibandingkan dengan baku mutu air sungai untuk uji COD sebesar 25 mg/l, hasil analisa COD di bagian hilir, tengah dan hulu DAS Kambeng berada di bawah baku mutu yang telah ditentukan. Kurva nilai COD DAS Kambeng dapat dilihat dibawah ini.

Gambar 4. Kurva Analisa COD DAS Kambeng Berdasarkan kurva diatas diketahui bahwa nilai COD di DAS Kambeng untuk bagian hilir > bagian tengah > bagian hulu. Nilai COD yang tinggi pada bagian hilir DAS Kambeng disebabkan karena semakin banyaknya limbah industri yang tertampung di bagian hilir DAS Kambeng. Karena semakin besar nilai COD maka akan mengurangi kandungan oksigen terlarut di dalam perairan, sehingga dapat disimpulkan kualitas air DAS Kambeng di bagian hilir, tengah, dan hulu sudah cukup baik, meskipun nilainya meningkat dari hulu ke hilir.

41

4.2.2

Analisa TSS Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan untuk DAS Kambeng diperoleh data hasil analisa TSS (Total Suspended Solid) untuk bagian hilir DAS Kambeng sebesar 48,00 mg/l , sedangkan bagian tengah diperoleh sebesar 14,00 mg/l dan bagian hulu sebesar < 3,36 mg/l. Berdasarkan hasil tersebut, jika dibandingkan dengan baku mutu air sungai untuk uji TSS sebesar 50 mg/l hasil analisa TSS di bagian hilir, tengah dan hulu DAS Kambeng berada di bawah baku mutu yang telah ditentukan. Kurva analisa kadar TSS DAS Kambeng dapat dilihat dibawah ini.

Gambar 5. Kurva Analisa TSS DAS Kambeng Berdasarkan kurva diatas diketahui bahwa nilai TSS di DAS Kambeng untuk bagian hilir > bagian tengah > bagian hulu. Berdasarkan hasil tersebut, jika dibandingkan dengan baku mutu air sungai untuk uji TSS sebesar 50 mg/l hasil analisa TSS di bagian hilir, tengah dan hulu DAS Kambeng berada di bawah baku mutu yang telah ditentukan. Nilai TSS yang tinggi pada bagian hilir DAS Kambeng disebabkan karena semakin banyaknya limbah industri yang tertampung di bagian hilir DAS Kambeng sehingga padatan tersuspensi yang berada dalam perairan semakin banyak dibandingkan di bagian tengah dan bagian hulu. Karena semakin besar nilai TSS maka akan meningkatkan kekeruhan dalam di dalam perariran yang akan mengganggu penetrasi cahaya matahari
42

ke dalam air, sehingga dapat disimpulkan kualitas air DAS Kambeng di bagian hilir, tengah, dan hulu sudah cukup baik karena nilai TSS nya tidak melebihi baku mutu yang sudah ada. 4.2.3 Analisa TDS Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan untuk DAS Kambeng diperoleh data hasil analisa TDS (Total Dissolve Solid) untuk bagian hilir DAS Kambeng sebesar 579,00 mg/l , sedangkan bagian tengah DAS Kambeng diperoleh sebesar 214,00 mg/l dan bagian hulu DAS Kambeng sebesar 162,00 mg/l. Kurva analisa kadar TDS DAS Kambeng dapat dilihat dibawah ini.

Gambar 6. Kurva Analisa TDS DAS Kambeng Berdasarkan kurva diatas diketahui bahwa nilai TDS di DAS Kambeng untuk bagian hilir > bagian tengah > bagian hulu. Berdasarkan hasil tersebut, jika dibandingkan dengan baku mutu air sungai untuk uji TDS sebesar 1000 mg/l hasil analisa TDS di bagian hilir, tengah dan hulu DAS Kambeng berada di bawah baku mutu yang telah ditentukan. Nilai TDS yang tinggi pada bagian hilir DAS Kambeng disebabkan karena semakin banyaknya limbah industri yang tertampung di bagian hilir DAS Kambeng

43

sehingga padatan yang terlarut yang berada dalam perairan semakin banyak dibandingkan di bagian tengah dan bagian hulu. Karena semakin besar nilai TDS akan menunjukkan semakin banyaknya jumlah ion terlarut dalam air yang dapat mempengaruhi kesadahan air dan meningkatkan salinitas (kadar garam). Banyaknya ion positif (kation) dan ion negatif (anion) akan mempengaruhi nilai TDS. Beberapa kation yang umum terdapat dalam air adalah ion kalsium, natrium, magnesium, besi, mangan, dan ion logam lainnya. Jenis anion yang umum adalah bikarbonat, karbonat, klorida, sulfat, dan nitrat. Adanya ion positif dan negatif dalam perairan dapat meningkatkan konduktivitas atau daya hantar arus listrik. Sehingga, dapat disimpulkan kualitas air DAS Kambeng di bagian hilir, tengah, dan hulu sudah cukup baik karena nilai TDS nya tidak melebihi baku mutu yang sudah ada. 4.2.4 Analisa Minyak Lemak Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan untuk DAS Kambeng diperoleh data hasil analisa minyak lemak untuk bagian hilir DAS Kambeng sebesar 3,20 mg/l , sedangkan bagian tengah diperoleh sebesar 2,40 mg/l dan bagian hulu sebesar 1,60 mg/l. Kurva analisa kadar minyak lemak DAS Kambeng dapat dilihat dibawah ini.

Gambar 7. Kurva Analisa Minyak Lemak DAS Kambeng

44

Berdasarkan kurva diatas diketahui bahwa nilai minyak lemak di DAS Kambeng untuk bagian hilir > bagian tengah > bagian hulu. Berdasarkan hasil tersebut, jika dibandingkan dengan baku mutu air sungai untuk uji minyak lemak sebesar 1 mg/l hasil analisa Minyak Lemak di bagian hilir, tengah dan hulu DAS Kambeng melebihi baku mutu yang telah ditentukan. Nilai minyak lemak yang tinggi pada bagian hilir DAS Kambeng disebabkan karena semakin banyaknya limbah Industri yang tertampung di bagian hilir DAS Kambeng dibandingkan di bagian hulu dan tengah DAS Kambeng. Karena semakin besar nilai minyak lemak maka akan meningkatkan kekeruhan dalam di dalam perariran yang akan mengganggu penetrasi cahaya matahari ke dalam air selain itu besarnya nilai minyak lemak akan memperkecil kelarutan oksigen (DO) dalam perairan. Berdasarkan hasil analisa minyak lemak DAS Kambeng dapat disimpulkan bahwa kualitas air DAS Kambeng di bagian hilir, tengah, dan hulu tidak cukup baik karena nilai minyak lemak nya melebihi baku mutu yang sudah ada. 4.2.5 Analisa DO Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan untuk DAS Kambeng diperoleh data hasil analisa DO (Dissolved Oxygen) untuk bagian hilir DAS Kambeng sebesar 5,41 mg/l, sedangkan bagian tengah diperoleh sebesar 3,48 mg/l dan bagian hulu sebesar 6,37 mg/l. Kurva analisa kadar DO DAS Kambeng dapat dilihat dibawah ini.

Gambar 8. Kurva Analisa DO DAS Kambeng

45

Berdasarkan kurva diatas diketahui bahwa nilai DO di DAS Kambeng untuk bagian hulu > bagian hilir > bagian tengah. Berdasarkan hasil tersebut, jika dibandingkan dengan baku mutu air sungai untuk uji DO sebesar 4 mg/l hasil analisa DO di bagian tengah DAS Kambeng berada di bawah baku mutu yang telah ditentukan. Nilai DO yang tinggi terdapat pada bagian hulu DAS Kambeng, secara teori nilai DO akan menurun dari hulu ke hilir karena dari hulu ke hilir limbah buangan baik dari limbah buangan rumah tangga maupun industri akan semakin banyak yang dapat menurunkan kadar DO dalam air sungai. Jika dibandingkan dengan nilai COD dari DAS Kambeng seharusnya dari hulu ke hilir nilai DO akan mengalami penurunan karena berdasarkan data yang diperoleh nilai COD dari hulu ke hilir mengalami kenaikan,namun dalam pengujian nilai DO untuk DAS Kambeng terdapat penyimpangan dimana pada bagian hilir terjadi peningkatan nilai DO yang lebih tinggi daripada di bagian tengah. Penyebab tingginya nilai DO untuk bagian hilir DAS Kambeng dimungkinkan karena preparasi sampel air sungai untuk bagian hilir DAS Kambeng sebelum dianalisa masih kurang baik. Selain itu, dimungkinkan juga karena alat-alat kimia yang digunakan untuk analisa DO masih mengandung kontaminan lain yang mempengaruhi hasil uji DO. Semakin besar nilai DO maka jumlah oksigen terlarut di dalam air sungai yang dibutuhkan oleh biota yang terdapat dalam sungai akan semakin besar. Dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan hasil analisa DO untuk DAS Kambeng menunjukkan kualitas air DAS Kambeng di bagian hilir dan hulu sudah cukup baik karena nilai DO nya tidak melebihi baku mutu yang sudah ada. 4.2.6 Analisa BOD Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan untuk DAS Kambeng diperoleh data hasil analisa BOD untuk bagian hilir DAS Kambeng sebesar 2,79 mg/l, sedangkan bagian tengah diperoleh sebesar 1,46 mg/l dan bagian hulu sebesar 1,14 mg/l. Kurva analisa kadar DO DAS Kambeng dapat dilihat dibawah ini.

46

Gambar 9. Kurva Analisa BOD DAS Kambeng Berdasarkan kurva diatas diketahui bahwa nilai BOD di DAS Kambeng untuk bagian hilir > bagian tengah > bagian hulu. Berdasarkan hasil tersebut, jika dibandingkan dengan baku mutu air sungai untuk uji BOD sebesar 3 mg/l hasil analisa BOD di bagian hilir, tengah dan hulu DAS Kambeng tidak melebihi baku mutu yang telah ditentukan. Nilai BOD yang tinggi pada bagian hilir DAS Kambeng disebabkan karena semakin banyaknya limbah Industri yang tertampung di bagian hilir DAS Kambeng dibandingkan di bagian hulu dan tengah DAS Kambeng. Karena semakin besar nilai BOD maka akan menurunkan kadar oksigen yang terlarut dalam perairan yang digunakan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan buangan organik. Berdasarkan hasil analisa BOD DAS Kambeng dapat disimpulkan bahwa kualitas air DAS Kambeng di bagian hilir, tengah, dan hulu cukup baik karena nilai BOD nya tidak melebihi baku mutu yang sudah ada.

47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil Praktek Kerja Lapang yang telah dilakukan di Laboratorium Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Pasuruan dapat disimpulkan bahwa : 1. Mahasiswa dapat mempelajari dan memahami teknik dan metode sampling air limbah dan air sungai serta proses pre-treatment sampel hingga proses analisisnya baik secara fisik maupun kimia. Berdasarkan data tabel hasil pengujian menunjukkan bahwa kualitas air pada DAS Kambeng dan DAS Kedunglarangan sudah baik karena tidak ada nilai uji yang melebihi baku mutu yang ditentukan sesuai dengan PP No.28 tahun 2001. 2. Mahasiswa dapat mempelajari proses analisis sampel air berdasarkan parameter kimia yang diuji di Laboratorium Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Pasuruan seperti analisa DO (Dissolved Oxygen), COD (Chemical Oxygen Demand), TSS (Total Suspended Solid), TDS (Total Dissolved Solid), BOD dan Minyak Lemak.
3.

Mahasiswa PKL dapat mengetahui teknik pengambilan sample yang benar khususnya pengambilan sample sungai di DAS Kambeng.

5.2 Saran Berdasarkan hasil Praktek Kerja Lapang yang telah dilakukan di dapat disarankan : 1. Mahasiswa harus memahami Safety and Security di Laboratorium sebelum melakukan analisa. 2. Mahasiswa harus memahami teknik dan metode sampling serta aturan pemerintah terlebih dahulu sebelum diturunkan ke lapangan untuk melakukan sampling air. 3. Alat dan bahan untuk analisa sampel air harus diperhatikan ketersediaan dan

48

kebersihannya

sebelum

digunakan

untuk melakukan analisa. 4. Akurasi dan presisi alat juga harus diperhatikan untuk menghasilkan data yang valid.

DAFTAR PUSTAKA Alfiah, Taty. 2009. Sampling Air. Teknik Lingkungan ITATS : Surabaya Anonim1. 2011. Profil Badan Lingkungan Hidup Kabupaten http://blh.pasuruankab.go.id/. Tanggal akses : 8 september 2012 Pasuruan.

Anonim2. 2010. Profil Laboratorium Lingkungan Menuju Terakreditasi. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Pasuruan : Pasuruan Anonim3. 2010. Penetapan Kelas Air Sungai. Pemerintah Kabupaten Pasuruan Badan Lingkungan Hidup : Pasuruan Anonymous4, 2012, Total Suspended Solid,http:// environmentalchemistry. wordpress. com 2012/01/11/ total-suspended-solid-tss-2/, diakses tanggal 27 september 2012 Ardhi, K., 2011, Uji Padatan Tersuspensi Total, http://ardhikesehatanlingkungan. Blogspot.com/2011/12/uji-padatan-tersuspensi-total-total.html, diakses tanggal 26 september 2012

Budimarwanti, C., 2002, Analisis Lipida Sederhana dan Lipida Kompleks, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/analisis%20lipid.pdf, diakses tanggal 27 September 2012 Chandra, B., 2010, Pengantar Kesehatan Lingkungan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Cheremisinoff, Paul. 1995. Handbook of Water and Wastewater Treatment Technology. Marcel Dekker Inc. : New Jersey Direktorat Jenderal PPM & PLP. 1977. Pedoman Teknis Tentang Pengawasan Kualitas Air. Departemen Kesehatan : Jakarta
49

Fardiaz, S., 1992, Polusi Air dan Udara, Kanisius, Yogyakarta Fessenden, R. J. dan Fessenden J. S., 1997, Kimia Organik, Edisi kedua, Alih bahasa A. H. Pudjaatmaka, Erlangga, Surabaya Firdaus, 2011, Air, http://repository. usu.ac.id/bitstream/ 123456789/19269/4/ Chapter% 20II. pdf, diakses pada tanggal 20 September 2012 Firmansyah, 2011, Pengertian Analisa BOD (Biological Oxygen Demand), http:// www. bayufirmansyah. com/ 2011 /10/ pengertian dan -analisa- bod-biological .html, diakses tanggal 26 September 2012 Hamdani, S., 2012, Sifat Air, http://catatankimia.com/catatan/sifat-air.html, diakses tanggal 27 Septembet 2012 Nasution, Rozaini. 2003. Teknik Sampling. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara : Medan Renny, F., 2011, Minyak Lemak, http://rennyfanov.blogspot.com/2011/05/minyak-lemak . html, diakses tanggal 27 Seotember 2012 Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal. Jurnal Oseana Vol. XXX No.3 [21 26] Sutrisno, H., 2002, Metodologi Research, Penerbit ANDI, Yogyakarta Wardhana, W. A., 1995, Dampak Pencemaran Lingkungan, Andi Offset, Yogyakarta

50

LAMPIRAN 1. Dokumentasi Pelaksanaan PKL

Gambar 10. Lokasi Kantor Badan Lingkungan Hidup Kab. Pasuruan

Gambar 11. Sampel Air Sungai

Gambar 12. Proses Analisa DO

51

Gambar 13. Proses Pemanasan dengan COD Reaktor

52

Anda mungkin juga menyukai