Anda di halaman 1dari 2

Editorial

Infeksi Helicobater pylori Tetap Harus Diwaspadai

Ari Fahrial Syam


Divisi Gastroenterologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Diagnosis dan Tatalaksana Infeksi Helicobacter pylori (H pylori) tetap menarik untuk dibahas.1 Laporan dari berbagai pusat penelitian termasuk juga dari senter-senter pendidikan di Indonesia menunjukkan bahwa insidens infeksi H pylori ini sudah menurun. Tetapi kita tetap harus waspada bahwa infeksi ini sebenarnya masih ada di tengah-tengah kita. Mengingat dampak klinis yang terjadi akibat infeksi ini begitu luas dari hanya dispepsia fungsional, gastritis kronis, ulkus peptikum sampai terjadinya kanker lambung. Di tingkat organisasi profesi saat inipun kita sudah mempunyai Konsensus Nasional mengenai Penatalaksanaan Infeksi Helicobacter pylori yang telah mengalami revisi dan revisi terakhir pada tahun 2003.2 Penelitian yang dilakukan oleh Saragih et al.3 yang melakukan evaluasi terhadap hasil pemeriksaan endoskopi dan hasil pemeriksaan histopatologi selama 8 tahun menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah pasien dengan dengan infeksi H. pylori walau ternyata insidens penurunan H. pylori ini tidak diikuti dengan penurunan metaplasia dan kejadian kanker lambung. Sebagaimana kita ketahui bahwa Penyakit infeksi Helicobacter pylori telah mengantarkan penemunya Prof Barry Marshall dan Dr. Robin Warren mendapat hadiah Nobel Kedokteran pada tahun 2005. Penemuan kuman ini telah

mengubah cara tatalaksana pasien dengan gastritis atau ulkus peptikum yang sebelumnya hanya memberikan anti asam tetapi saat ini juga harus dengan antibiotik jika ditemukan pula kuman sebagai penyebab terjadinya ulkus peptikum. Jadi, jika ditemukan lesi di gastroduodenum kemudian ditemukan pula kuman H. pylori maka harus dilakukan eradikasi yaitu dengan memberikan kombinasi 2 buah antibiotik dikombinasi dengan pemberian penghambat pompa proton dosis ganda. Dengan melakukan eradikasi kuman tersebut kita telah memutus kelanjutan perjalanan infeksi ini sebagai penyebab terjadinya kanker lambung di masa datang. Sampai sejauh ini kami telah melakukan berbagai penelitian infeksi H. pylori baik dalam hal diagnosis maupun tatalaksana. Seperti dijelaskan dalam sari pustaka oleh Kho yang dipublikasi pada MKI edisi ini infeksi H. pylori didiagnosis dengan metode invasif maupun non invasif. Tentu sebelum kita melangkah untuk mendeteksi adanya kuman maka kita perlu mengidentifikasi kasus-kasus yang perlu dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi H. pylori. Sesuai dengan konsensus nasional H. pylori, pasien dengan dispepsia sebelum diperiksa H. pylori perlu diberikan terapi empirik terlebih dahulu yaitu dengan anti asam seperti penghambat resepetor H2 atau penghambat pompa proton

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 8, Agustus 2010

349

Infeksi Helicobater pylori Tetap Harus Diwaspadai selama 2 minggu. Jika tidak ada perbaikan maka perlu dilakukan evaluasi untuk mengidentifikasi adanya kuman.2 Deteksi kuman H. pylori tentu disesuaikan dengan kondisi sarana dan prasarana yang ada di lapangan. Saat ini pemeriksaan non invasif untuk mendeteksi adanya kuman H. pylori yang tersedia di pasaran kita di Indonesia adalah pemeriksaan Urea Breath Test (UBT) dan test serologi H. pylori. Pemeriksaan UBT sendiri sudah merupakan gold standard dan juga bisa digunakan untuk evaluasi paska eradikasi. Sedang pemeriksaan H. pylori stool antigen (HpSA) belum tersedia di pasaran. Pemeriksaan HpSA di Indonesia saat ini masih terbatas hanya untuk penelitian. Penelitian kami beberapa tahun lalu dengan HpSA mendapatkan angka sensitivitas 66,7% dan spesifisitas 78,9%.4 Pemeriksaan HpSA bukan saja untuk diagnosis tapi juga digunakan sebagai follow up paska eradikasi. Sampai sejauh ini pemeriksaan invasif untuk mendeteksi H. pylori masih menjadi pilihan terutama pada kasus dispepsia dengan adanya tanda alarm seperti riwayat hematemeses melena, berat badan turun, adanya anemia yang tidak diketahui sebabnya dan pasien dengan dispepsia pada umur >45 tahun. Pemeriksaan endoskopi tentu untuk mengevaluasi penyebab dari dispepsia dengan tanda alarm dan dilanjutkan dengan biopsi untuk mendeteksi adanya kuman H. pylori baik secara histopatologi maupun dengan cara pemeriksaan rapid urease test dari jaringan biopsi tersebut. Selain itu jaringan biopsi juga digunakan untuk mendeteksi adanya kuman H. pylori secara kultur. Evaluasi kami dari beberapa senter di Indonesia mendapatkan bahwa pemeriksaan rapid urease test dengan pronto dry menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas masing 69,7% dan 95,7% dengan accurate rate mencapai 92,7%. Yang menarik dari penelitian yang kami lakukan bahwa kami mendapatkan sekitar 10% dengan ulkus peptikum, 15,5% dengan esofagitis dan 1 kasus dengan kanker lambung pada pasien yang mengeluh dispepsia.5 Oleh karena itu tetap bahwa endoskopi menjadi pilihan pertama pada kasus-kasus dispepsia dengan adanya tanda alarm untuk mengevaluasi adanya kelainan organik sebagai penyebab dari sindrom dispepsia tersebut.6,7 Tatalaksana infeksi H. pylori adalah jelas dengan mengeradikasi kuman tersebut. Seperti telah disebutkan di awal yang menarik bahwa kuman ini membutuhkan minimal 2 jenis antibiotik dan satu jenis penghambat pompa proton. Hal tersebut didasarkan pada bukti klinis bahwa eradikasi dari kuman tercapai jika diberikan 2 macam antibiotik sekaligus. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memberikan eradikasi ini yaitu eradikasi ini sangat dianjurkan jika pada pasien dengan H. pylori tersebut ditemukan adanya ulkus duodenum, ulkus ventrikuli, MALT lymphoma gaster derajat keganasan rendah, riwayat kanker, gastritis kronik aktif (sesuai gambaran pemeriksaan histopatologi), pascareseksi kanker lambung dini dan gastritis atrofik.1 Dalam tata laksana ini dikenal 2 macam rejimen terapi yaitu terapi lini pertama atau disebut terapi tripel dengan menggunakan 2 macam antibotik dan terapi lini kedua atau terapi kuadripel dengan menggunakan 3 macam antibiotik. Penelitian di Jepang dengan menggunakan 2 macam antibiotik yaitu Amoksilin 750 mg/Klaritromisin 400mg/Lansoprazole 30 mg 2 kali/hari selama 1 minggu mencapai angka eradikasi 85,8%.8 Penelitian kami terakhir mengenai eradikasi H. pylori yang telah dipublikasi di Medical Journal Indonesia bahwa eradikasi dengan menggunakan antribiotik Amoksilin 1000 g/Klari-tromisin 500 mg/Rabeprazole 20 mg 2 kali /hari selama 2 minggu masih mencapai angka eradikasi di atas 90%.9 Sesuai anjuran pakar eradikasi dunia Prof. Graham yang dipublikasi pada Gut (2010) menyampaikan bahwa eradikasi kuman H. pylori harus mencapai >90-95% dan mengenai jenis rejimen yang digunakan tentu disesuaikan dengan bukti klinis yang ada di pusat penelitian yang ada di tingkat lokal. 10 Pada akhirnya memang selalu diperlukan penelitianpenelitian lokal untuk kuman H. pylori ini sehingga diagnosis dan terapi yang dilakukan memang didasarkan pada hasil penelitian lokal. Penulis lokal dianjurkan untuk juga menggunakan referensi lokal selain referensi luar dalam membuat suatu penulisan khususnya tentang kuman H pylori ini. Daftar Pustaka
Syam AF, Simadibrata M, Rani AA. Helicobcater pylori: diagnosis and treatment. Med Progress. 2001;16-8. 2. Saragih JB, Akbar N, Syam AF, Sirait S, Himawan S, Soetjahyo. E.Incidence of helicobacter pylori infection and gastric cancer: an 8-year hospital based study. Acta Med Indones. 2007;39(2):7981. 3. Perhinpunan Gastroenterologi Indonesia, Kelompok Studi Helicobacter Pylori. Konsensus Nasional penatalalksanaan Infeksi Helicobacter pylory, 2003. 4. Syam AF, Rani AA, Abdullah M, Manan C, Makmun D, Simadibrata M, Djojoningrat D, Sato T. Accuracy of Helicobacter pylori stool antigen for the detection of Helicobacter pylori infection in dyspeptic patients. World J Gastroenterol.2009;11(3):386-8. 5. Syam AF, Abdullah M, Rani AA, Nurdjanah S, Adi P, Djumhana A, Tarigan P, Wibawa ID. Evaluation of the use of rapid urease test: Pronto Dry to detect H pylori in patients with dyspepsia in several cities in Indonesia. World J Gastroenterol. 2006; 12(38):6216-8. 6. Syam AF, Abdullah M, Makmun D, et al. Kelainan saluran cerna bagian atas per endoskopi di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Kumpulan abstrak KONAS PGI-PEGI X. Medan; 2001. 7. Syam AF. Uninvestigated dyspepsia versus investigated dyspepsia. Acta Med Indones. 2005;37(2):113-5. 8. Mamori S, Higashida A, Kawara F, Ohnishi K, Takeda A, Senda E et al. Age-dependent eradication of Helicobacter pylori in Japanese patients. World J Gastroenterol 2010;16(33):4176-9. 9. A.F. Syam, M. Abdullah, A. A. Rani, S. Nurdjannah, P. Adi, A. Djumhana, P. Tarigan, I. Wibawa. A Comparison of 5 or 7 days of rabeprazole triple therapy for eradication of Helicobacter pylori. Med J Indon. 2010;19(2):113-7. 10. Graham DY, Fischbach L. Helicobacter pylori treatment in the era of increasing antibiotic resistance. Gut. 2010;59(8):114353. MS 1.

350

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 8, Agustus 2010

Anda mungkin juga menyukai