Anda di halaman 1dari 2

TANGAN EMAS, KERINGAT MUTIARA Oleh: Prof Dr Moh Ali Aziz, M, Ag Penulis Buku 60 Menit Terapi Shalat Bahagia

Pak, tolong hentikan gerobak sebentar, pinta pria bercelana selutut sambil berlari kepada penarik sampah. Saya mengamati pria berusia 60an itu sejak lama setiap saya olahraga pagi di halaman kantor perdagangan dekat rumah. Setiap pagi buta setelah subuh, pria itu mencari botol bekas, kertas dan sebagainya di sekitar kantor. Ia menghentikan penarik sampah, semata-mata untuk mencari barang berharga sebelum dibawa ke tempat pembuangan. Ia mengais sampah dengan tangan telanjang, tanpa risih dan tanpa takut terkena pecahan kaca. Saya sempat istighfar dan menghentikan olah raga sejenak. Betapa kontras kehidupan ini. Saya berolah raga untuk membakar kalori akibat kelebihan makan, sedangkan ia mencari makan dari tempat sampah untuk kebutuhan kalori, heran saya dalam hati. Lalu saya mengingatkan diri sendiri dengan teguran Allah yang diulang berkali-kali dalam Al Quran, fabi-ayyi aalaa-i rabbikumaa tukadz-dziban/maka nikmat manakah dari Tuhanmu yang (bisa) kamu ingkari? (QS. Ar-Rahman [55]: 16). Dengan kata lain, Masih adakah alasan untuk tidak berterima kasih kepada Tuhanmu? Ketika sampai di rumah, saya membuka kitab suci Al Quran untuk menghitung berapa kali Allah menegur saya dengan kalimat itu. Ternyata teguran itu diulang sebanyak 31 kali atau 45% dalam satu surat yang berisi 78 ayat. Saya berbisik dalam hati, Ali, jika telingamu berfungsi dan mata hatimu terbuka, pasti teguran 31 kali itu cukup untuk merubah karaktermu yang suka mengeluh. Kembali ingatan saya tertuju kepada pencari barang bekas tadi. Betapa berat beban hidupnya. Agar tidak kedahuluan teman sprofesinya, ia harus bangun lebih awal. Kadang jam 02. 00 WIB atau lebih awal. Itupun sekarang lahan sumber nafkahnya berkurang karena ada tren di kota-kota besar masyarakat menempel peringatan, Pemulung dilarang masuk. Bagaimana nasib mereka kelak jika papan peringatan itu dipasang di semua gang kampung? Lahan mereka kemudian tinggal satu: TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Jangan dikira di situ tidak ada tantangan. Persaingan antar para pemulung juga sangat keras dan kejam. Semakin berat tantangan hidup para pemulung, semakin besar apresiasi Allah untuk mereka. Mereka bertahan hidup dan pantang menggantungkan hidup pada orang lain, apalagi memintaminta. Tidak sedikit di antara mereka menyekolahkan anak-anaknya dengan biaya yang bersumber dari lahan sampah. Nabi SAW memberi apresiasi pekerja halal dan mencela para peminta, Sungguh, sekiranya seorang di antara kamu mencari kayu bakar dan dipikulnya ikatan kayu itu, maka itu lebih baik baginya daripada meminta-minta kepada orang yang mungkin diberi atau ditolaknya (HR. Al Bukhari dan Muslim). Nabi SAW bahkan menunjukkan kehinaan para peminta di akhirat kelak. Siapapun di antara kalian yang selalu meminta-minta, kelak ia menghadap Allah Taala dengan muka yang tidak berdaging sama sekali (HR. Al Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar r.a).

Suatu saat saya berbincang dengan seorang dari para pengais sampah. Lalu ia memberi taushiyah, Pak, lebih baik hidup dari sampah, daripada menjadi sampah. Sebenarnya, ini sindiran yang diperhalus untuk orang-orang berdasi tapi sebenarnya pencuri. Atau berpenampilan orang terhormat, tapi sebenarnya perampok uang rakyat. Hanya harum busana, tapi busuk prilakunya. Pekerja keras demi beberapa butir biji beras itulah manusia bertangan emas. Butiran keringat mereka itulah mutiara termahal di mata Allah. Rintihan kelelahan mereka adalah paduan suara malaikat untuk penghibur mereka di surga. Jika Anda faham tulisan ini, pasti Anda lebih peduli kepada mereka. Saatnya Anda lebih menunjukkan kepedulian itu: siapkan sejumlah uang untuk memberi apresiasi kemandirian mereka, agar Anda ikut berbahagia mendengarkan paduan suara malaikat kelak.

Anda mungkin juga menyukai