Anda di halaman 1dari 14

PENATALAKSANAAN PENDERITA GAGAL JANTUNG KONGESTIF PENDAHULUAN Gagal jantung merupakan problema kesehatan yang penting karena angka

morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi, bersifat sangat memepengaruhi kemampuan fisik penderita, berdampak sosial ekonomi yang besar berkaitan dengan derajat ketergantungan dan biaya yang harus dikeluarkan dalam pengelolaannya, serta merupakan akhir dari hampir semua jenis penyakit jantung.1 Gagal jantung merupakan suatu sindroma kardiovaskular yang kompleks, berjalan progresif dengan prognosis yang kurang baik. Berbagai etiologi mendasari kelainan ini dengan berbagai derajat disfungsi ventrikel. Dengan demikian gagal jantung merupakan spektrum kelainan dari asimtomatik sampai keadaan yang berat. Berbagai penelitian telah dilakukan. Kemajuan dalam pengelolaan gagal jantung telah dicapai, namun mortalitasnya masih tetap tinggi. Karena etiologinya yang sangat banyak, maka gagal jantung merupakan penyakit yang sangat kompleks. Kecuali berakhir dengan kematian mendadak, maka semua penyakit kardiovaskuler pada fase akhirnya akan masuk gagal jantung.1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI Gagal jantung bukan diagnosis melainkan suatu sindroma klinik, secara sederhana diartikan sebagai suatu kumpulan gejala dari ketidakmampuan aktifitas tubuh (exercise intolerance) disebabkan kelainan fungsi jantung secara obyektif. 8 Definisi ini secara klinis menggambarkan sekelompok penderita dengan problem yang sama yang mungkin mendapat manfaat dengan pendekatan terapi yang sama. Definisi lain yang lazim dipakai yaitu keadaan dimana jantung tidak mampu memompa darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh walaupun darah balik masih normal. Dengan kata lain, gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (forward failure), atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi (backward failure), atau kedua-duanya.7 Gagal

jantung sering disebabkan oleh gangguan pada kontraksi miokardium. Hal ini biasanya merupakan akibat dari kerusakan primer pada otot jantung, seperti yang terjadi pada kardiomiopati atau viral miokarditis. Kerusakan miokardium juga dapat terjadi karena kelainan di luar otot jantung, seperti atherosklerosis pada arteri koronaria yang mengakibatkan terjadinya iskemia dan infark miokard. Dapat juga terjadi karena kelainan katup jantung dimana otot jantung menjadi rusak oleh karena beban hemodinamik yang berlangsung lama. Sindrom klinik yang sama juga dapat terjadi pada pasien tanpa kelainan otot jantung yang bermakna namun mengalami beban mekanik yang melebihi kapasitas otot jantung, seperti krisis hipertensi akut, ruptur katup aorta, atau emboli paru yang masif.3 Gagal jantung harus dibedakan dari : (1) Kongesti sirkulasi akibat retensi garam dan air yang abnormal tanpa gangguan fungsi jantung (disebabkan oleh gagal ginjal atau akibat pemberian cairan dan elektrolit parenteral yang berlebihan) dan (2) Curah jantung yang rendah dengan penyebab non jantung, misalnya karena syok hipovolemik3. Gagal jantung ini merupakan suatu kontinuum dari suatu proses, mulai dari adanya penyakit jantung tanpa gejala klinik (keluhan) sampai dengan keadaan dengan gejala yang berat dan tak terkendali (intracrable). 1 Untuk itu dikenal pembagiannya dalam beberapa kelas menurut New York Heart Association. Pembagian tersebut ialah:1,2,3,4 Kelas I : Penderita penyakit jantung tanpa keterbatasan aktivitas II : Penderita penyakit jantung tanpa masalah pada kegiatan ringan tetapi timbul keluhan sesak nafas atau nyeri dada pada kegiatan berat III : Penderita penyakit jantung dengan keluhan sesak nafas atau nyeri dada pada kegiatan ringan IV : Penderita penyakit jantung dengan keluhan sesak nafas atau nyeri dada waktu istirahat Pembagian ini masih kasar dan subyektif, namun karena kesederhanaannya masih banyak digunakan.

ETIOLOGI1,3 Dalam mengevaluasi penderita dengan gagal jantung, faktor pemicu (precipitating cause) juga penting untuk diidentifikasi disamping penyebab utama (underlying cause) dari gagal jantung itu sendiri. Penyebab utama adalah suatu kelainan struktural (kongenital atau didapat) yang mempengaruhi sirkulasi darah ke mikardium, perikardium, miokardium atau katup-katup jantung, yang mengakibatkan peningkatan beban hemodinamik atau insufisiensi miokardial atau sirkulasi koroner yang bertanggung jawab terhadap terjadinya gagal jantung. Faktor pencetus adalah suatu keadaan yang mencetuskan timbulnya gagal jantung pada suatu episode gagal jantung. Penderita kelainan jantung akibat lesi bawaan atau didapat seperti stenosis katup aorta dapat menetap selama bertahun-tahun dan tidak menimbulkan gangguan klinis. Manifestasi dari gagal jantung baru muncul setelah terjadi suatu beban tambahan pada miokardium yang sudah mendapat beban berlebihan dalam waktu lama. Pada awalnya jantung mungkin dapat mengkompensasi kelainan yang. dimilikinya, tetapi suatu beban tambahan yang sedikit saja dapat menjadi faktor pencetus bagi timbulnya gangguan fungsi jantung. Melalui pendekatan patofisiologi gagal jantung dapat berasal dari :1,3,4 1. Peningkatan preload (beban awal) , misalnya pada : regurgitasi mitral, regurgitasi atrial, dan regurgitasi trikuspidal. 2. Penurunan beban awal (pengisian ventrikel) , misalnya pada : Stenosis mitral, tamponade jantung. 3. Kelemahan otot jantung, misalnya pada : infark miokard, kardiomiopati kongestif. 4. Penurunan kemampuan mengembang ventrikel jantung, misalnya pada : hipertrofi ventrikel kiri, amiloidosis, kardiomiopati hipertrofik. 5. Peningkatan afterload (beban akhir), misalnya pada : hipertensi, coarctasio aortae, stenosis aortal, stenosis pulmonal, kardiomiopati hipertrofik dengan obstruksi. 6. Hilangnya peran sistolik atrium, misalnya pada : hipertrofi hebat atrium, fibrilasi atrium, pemakaian pacu jantung.

Faktor pemicu : 3 1. Emboli paru Penderita yang aktifitas fisiknya kurang dengan curah jantung yang rendah mempunyai resiko tinggi mambentuk trombus pada vena-vena di ekstremitas bawah atau pelvis. Emboli paru dapat berasal dari peningkatan lebih lanjut tekanan arteri pulmonalis, yang dapat mengakibatkan atau memperkuat kegagalan ventrikel. 2. Infeksi Penderita dengan bendungan pembuluh darah paru lebih rentan terhadap infeksi paru. Infeksi sistemik dapat menjadi faktor pencetus gagal jantung dengan meningkatkan metabolisme total sebagai akibat dari demam, ketidaknyamanan, batuk, yang akan meningkatkan beban tambahan pada miokard. 3. Anemia, tirotoksikosis dan kehamilan Pada anemia, tirotoksikosis dan kehamilan, perfusi jaringan yang adekuat hanya dapat dipenuhi dengan peningkatan curah jantung. 4. Aritmia Pada penderita dengan penyakit jantung yang sebelumnya terkompensasi, aritmia merupakan pencetus tersering yang menyebabkan gagal jantung. Aritmia yang terjadi termasuk diantaranya: takiaritmia (yang tersering fibrilasi atrium ), bradikardi, disosiasi atrioventrikular, dan konduksi intraventrikular yang abnormal. 5. Miokarditis rematik Demam rematik akut dan inflamasi lain atau proses infeksi yang dapat mengganggu fungsi miokardium pada penderita dengan atau tanpa penyakit jantung sebelumnya 6. .Aktifitas fisik, diet, cairan, lingkungan dan emosi yang berlebihan Intake natrium yang berlebihan, pengobatan yang tidak tepat, transfusi darah yang terlalu cepat/banyak, aktifitas fisik yang berlebihan, suhu dan kelembaban udara yang berlebihan, dan perubahan emosi dapat mencetuskan gagal jantung pada penderita yang sebelumnya dapat mengkompensasi kelainan jantungnya.

Hipertensi sistemik Peningkatan tekanan arteri yang cepat seperti pada beberapa hipertensi yang berasal dari ginjal atau karena penghentian obat anti hipertensi dapat menimbulkan dekompensasio kordis.

8. Infark miokardium Pada penderita dengan penyakit jantung iskemik kronik, suatu infark yang baru, walaupun tak tampak secara klinis, dapat mengganggu fungsi ventrikel dan mencetuskan gagal jantung Pendekatan yang sistematik untuk menentukan faktor pencetus gagal jantung harus dibuat pada pasien gagal jantung akut atau kronik eksaserbasi akut. Bila faktor pencetus ini dapat diidentifikasi, kemudian diobati dan dihilangkan, prognosisnya menjadi lebih baik. PATOFISIOLOGI Gagal jantung umumnya dihubungkan dengan turunnya isi semenit (kardiak output), meskipun tidak selalu demikian seperti yang terjadi pada gagal jantung high output. Bagian terbesar dari penurunan kardiak output akibat dari gangguan fungsi sistolik dan hanya sebagian kecil akibat penurunan fungsi diastolik akibat penurunan kemampuan pengembangan ventrikel.1 Akibat turunnya kardiak output, maka darah dalam sirkulasi akan menurun. Hal ini akan menimbulkan reaksi kompensasi : Mekanisme kompensasi intrinsik, berupa dilatasi dan hipertrofi ventrikel Mekanisme kompensasi melalui sistem neurohumoral dan neurohormonal

Peningkatan sistem neurohumoral melalui hipertoni simpatik vasokonstriksi dan takikardi venous return meningkat beban awal (preload) meningkat kardiak output meningkat. Tetapi bila berlebihan kenaikan beban akhir (afterload) memperberat jantung dan meningkatkan kebutuhan oksigen. 1,3 Peningkatan sistem neurohormonal, berupa kenaikan hormon Angiotensin II dan Aldeosteron. Ini akan mengakibatkan vasokonstriksi, retensi air dan garam beban awal meningkat mula-mula kardiak output naik, tetapi bila berlebihan memperberat jantung. Selain ini masiih terdapat peningkatan

aktifasi beberapa hormon lain yaitu : Prostaglandin, Atrio Natrio-uretic Factor (ANF) dan Arginin-vasopresin. 1,3 Pengaruh hormonal ini dapat digambarkan secara hemodinamik menjadi parameter yang mempengaruhi kardiak output (CO) sebagai berikut : 1,4

Kontraktilitas Preload CO Frekwensi dan Irama Jantung Peningkatan aktifitas hormonal ini mengakibatkan kenaikan beban awal dan beban akhir yang di kemudian hari akan membebani jantung. Akibat beban yang berlebihan ini jantung akan merespon dengan mengadakan perubahan anatomik, yang dikenal dengan remodeling berupa hipertrofi dan dilatasi ventrikel. Kedua hal ini meningkatkan kebutuhan oksigen. Bila ini tidak terpenuhi akibat penyediaan oksigen yang tidak ditingkatkan, misalnya pada iskemia, hal ini akan memperburuk keadaan.1,3 GAMBARAN KLINIK 3,5 Dyspnea Pada gagal jantung dini, dyspnea hanya muncul selama aktivitas. Pada gagal jantung yang lebih lanjut, dyspnea muncul pada aktivitas yang lebih ringan. Pada akhirnya dyspnea terjadi bahkan ketika penderita sedang istirahat. Perbedaan antara exertional dyspnea (dyspnea d'effort) pada orang normal dengan penderita gagal jantung adalah besarnya derajat aktivitas untuk menimbulkan gejala sesak nafas. Orthopnea Dyspnea yang muncul ketika penderita dalam posisi tidur terlentang merupakan manifestasi berikutnya setelah dyspnea deffort muncul. Orthopnea terjadi karena redistribusi cairan dari abdomen dan ekstremitas bawah ke rongga thorax, sehingga Afterload

menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik kapiler pulmonal, ditambah lagi naiknya diafragma pada posisi supinasi ini. Penderita dengan orthopnea harus tidur dengan bantal tinggi. Paroxysmal nocturnal dyspnea Serangan sesak nafas dan batuk yang biasanya muncul pada malam hari, membangunkan penderita dari tidur, dan biasanya menimbulkan katakutan pada penderita. Berbeda dengan sesak pada orthopnea yang segera pulih dengan duduk pada tempat tidur, serangan paroxysmal nocturnal dyspnea kadang membutuhkan 30 menit atau lebih untuk pulih dalam posisi ini. Pernapasan Cheyne-Stokes Juga dikenal sebagai pernapasan periodik atau siklik. Pernapasan Cheyne-Stokes biasanya terjadi pada penderita dengan atherosklerosis cerebral, tetapi dengan bertambahnya waktu sirkulasi dari paru-paru ke otak yang terjadi pada penderita gagal jantung, terutama pada penderita dengan hipertensi dan penyakit jantung koroner serta penyakit vaskuler otak, dapat mencetuskan timbulnya bentuk pernapasan ini. Fatig, kelemahan dan gejala pada abdomen Gejala-gejala yang tidak spesifik namun sering terjadi pada penderita gagal jantung ini terjadi karena berkurangnya perfusi pada otot skeletal. Anoreksia dan nausea biasanya muncul dengan nyeri abdomen dan rasa penuh berhubungan dengan kongesti hepar dan sistem vena porta. Gejala serebral Pada gagal jantung yang berat, terutama pada orang tua dengan atherosklerosis cerebral, penurunan perfusi serebral dan hipoksemia dapat menimbulkan perubahan mental seperti cepat bingung, kesulitan untuk berkonsentrasi, memori yang terganggu, nyeri kepala, insomnia dan anxietas. PEMERIKSAAN FISIK 3 Pada gagal jantung yang ringan, sesak nafas mungkin tidak muncul pada saat penderita istirahat. Pada gagal jantung yang lebih berat, pulsasi arteri dapat

berkurang, mencerminkan menurunnya stroke volume. Kadang tekanan diastolik meningkat sebagai akibat dari vasokonstriksi menyeluruh. Hipotensi dapat terjadi pada gagal jantung akut. Sianosis pada bibir dan sinus takikardi dapat terjadi. Penderita biasanya harus tidur dengan posisi setengah duduk (dengan bantal tinggi) atau bahkan duduk. Tekanan vena sistemik meningkat yang ditandai dengan peningkatan tekanan vena jugularis. Pada gagal jantung yang ringan, tekanan vena jugularis mungkin normal pada saat istirahat, dan baru tampak meningkat setelah aktivitas atau dengan pemeriksaan hepatojugular reflux. Suara jantung-3 (S3) dan suara jantung4 (S4) biasanya dapat terdengar. Adanya pulsus alternan. Pulsus alternan merupakan tanda dari gagal jantung yang berat. Biasanya muncul setelah ekstrasistol dan ditemukan pada penderita dengan kardiomiopati atau penyakit jantung iskemik. Ronchi basah halus Ronchi basah halus dan suara redup yang muncul pada pemeriksaan perkusi pada basal paru biasanya ditemukan pada penderita gagal jantung. Pada penderita dengan edema paru, ronchi dapat terdengar di seluruh lapangan paru. Edema pada tungkai Edema pada tungkai biasanya terjadi bilateral. Sering terjadi pada regio tibialis dan metatarsalis pada penderita yang berobat jalan, yang biasanya lebih tampak pada sore hari; dan pada regio sakralis pada penderita yang tidur (bed rest) . Pitting edema pada lengan dan wajah jarang terjadi, hanya muncul pada gagal jantung yang telah lanjut. Hidrotoraks dan ascites Efusi pleura pada penderita gagal jantung kongestif terjadi akibat peningkatan tekanan kapiler paru dan transudasi cairan ke dalam cavum pleura. Ascites terjadi akibat transudasi cairan sebagai akibat peningkatan tekanan vena hepatika dan venavena peritonealis. Ascites yang nyata sering terjadi pada penderita dengan kelainan katup trikuspidalis dan konstriktif perikarditis. Hepatomegali Hepatomegali dapat muncul sebagai akibat dari hipertensi vena sistemik. Ikterus

Ikterus yang terjadi berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin direk dan indirek. Hal ini terjadi karena kerusakan fungsi sel hepar sebagai akibat kongesti hepar dan hipoksia hepatoselular. Konsentrasi transaminase serum biasanya meningkat. Cardiac cachexia Dengan gagal jantung kronik dan berat, dapat timbul penurunan berat badan yang bermakna dan cachexia. Hal ini terjadi karena: (1) peningkatan kadar tumor necrosis factor dalam sirkulasi (2) peningkatan metabolisme (3) anorexia, nausea dan vomitus (4) gangguan absorbsi usus karena kongesti vena-vena intestinal (5) kadangkala, pada penderita gagal jantung kanan yang berat dapat muncul proteinlosing enteropathy. Manifestasi lain Dengan reduksi aliran darah, ekstremitas dapat menjadi pucat dan dingin. Produksi urine berkurang. Berat jenis urin yang tinggi, albuminuria, dan kadar natrium urine yang rendah. Prerenal azotemia dapat muncul. Pada penderita gagal jantung kronik yang berat, impotensi dan depresi dapat terjadi. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium 1,3,4 Pemeriksaan darah rutin. Dapat ditemukan anemia yang dapat mencetuskan atau memperberat gagal jantung. Lekositosis menandakan terjadinya infeksi. Urinalisis : jumlah urine berkurang. Liver function tests : hepatomegali kongestif dapat menimbulkan kerusakan fungsi hepar. Ditandai dengan meningkatnya kadar transaminase serum, hiperbilirubinemia. Foto rntgen thorax : tanda pembesaran jantung ( cardiothoracic ratio >0,5) dengan gambaran kongesti paru. Elektrokardiografi (EKG) : pembesaran ruang-ruang jantung, gangguan irama, tanda iskemia.

Ekokardiografi : tanda pembesaran ruang jantung, penurunan kontraktilitas, penurunan fraksi terpompa, penurunan kardiak output, kelainan anatomik lain bila ada.

Kateterisasi jantung : peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP), peningkatan tekanan atrium kiri, LVED volume, tekanan arteri pulmonalis, ventrikel kanan dan tekanan "wedge" kapiler paru (PCWP). Ini semua menandakan adanya kongesti. Disamping itu dapat juga diukur kardiak output, indeks jantung, dan sebagainya.

Uji latih jantung berbeban : kapasitas fungsional turun, aritmia

DIAGNOSIS Diagnosis umumnya dapat ditegakkan dari anamnesis mengenai keluhan dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik yang teliti dan ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Namun demikian tidak ada tanda dan gejala yang patognomonik untuk gagal jantung . Pada gagal jantung yang berat penegakan diagnosis sangat mudah, sebab semua gejala dan tanda sangat jelas. Tetapi ini biasanya sudah terlambat sebab kerusakan jantung sudah parah, sulit dipulihkan. Pada bentuk yang ringan kita harus waspada terhadap gejala dan tanda yang samarsamar sebab adanya mekanisme kompensasi. Dengan memahami patofisiologi dan mengenal dengan baik gambaran klinik, maka diagnosis depat lebih mudah ditegakkan.1 Berikut ini disajikan kriteria diagnosis Framingham yang dapat berguna untuk membantu menegakkan diagnosis gagal jantung. Kriteria diagnosis gagal jantung (menurut Framingham Heart Study)3 : Kriteria Mayor : Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe Peningkatan tekanan vena jugular Ronkhi Kardiomegali Edema pulmonum akut Gallop S3 10

Peningkatan tekanan vena (> 16 cmH2O) Refluks hepatojugular

Kriteria Minor : Edema tungkai Batuk malam hari Dyspnea deffort Hepatomegali Efusi pleura Penurunan kapasitas vital paru Takikardi ( 120 x/menit)

Diagnosis dapat ditegakkan dengan 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor . Bila diagnosis gagal jantung telah ditegakkan gejala-gejala harus dipergunakan untuk mengklasifikasi beratnya gagal jantung dan memonitor efek terapi. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan gagal jantung dapat dibagi menjadi tiga komponen : (1) mengeliminasi faktor pencetus (2) mengoreksi penyebab utama (3) mengontrol kondisi gagal jantung kongestif.3 Berikut ini adalah rencana tindakan yang harus dilakukan :1 Membuat diagnosis yang tepat Stratifikasi berdasar gangguan klinik Tindakan umum Tindakan khusus mengatasi faktor pencetus memperbaiki hemodinamik mengontrol faktor neuro-humoral

Langkah definitif untuk menghilangkan penyebab Rehabilitasi

Membuat diagnosis yang tepat

11

Dapat dicapai dengan membuat anamnesis yang cermat dan terarah, melakukan pemeriksaan fisik yang cermat dan teliti, memilih pemeriksaan penunjang yang tepat dan melakukan interprestasi yang akurat. Bila mungkin pemeriksaan ekokardiografi bed-side sangat membantu memecahkan masalah anatomik maupun fungsional.1 Stratifikasi berdasar resiko Identifikasi parameter untuk menentukan berat-ringan penyakit, misalnya usia, proses kejadian : akut atau insidius, intensitas sesak nafas, sianosis, kualitas edema/ ascites, frekuensi denyut jantung, irama jantung, intensitas edema paru, tekanan darah.1,3 Bagi pasien dengan proses gagal jantung akut atau gagal jantung berat (NYHA III/IV), gagal jantung dengan penyakit konkomitan sebaiknya dimasukkan ke ruang perawatan khusus (Cardiac Care Unit). Bila terdapat tanda-tanda kongesti (overload cairan) pemberian furosemid 40 mg intravena akan sangat menolong dengan meringankan gejala sesak nafasnya. Bila diuresis tidak mencukupi dosis dapat ditingkatkan, bila gagal juga mungkin fungsi ginjal terganggu. Dalam hal ini venodilator (misalnya nitrat drip intravena) dapat dicoba. Dosis titrasi mulai dengan dosis rendah dinaikkan perlahan-lahan sampai dosis yang memadai. Awasi bahaya efek hipotensifnya.1,6 Tindakan Umum l ,4 - Tirah baring setengah duduk - Pemberian oksigen bila penderita sesak (3 - 5 l/menit) - Jalur infus dengan dekstrosa 5 % tetesan lambat (10 -12 tts/menit) - Diet rendah kalori (1300 - 1500 kkal) dan rendah garam (2 - 4 gr/hr) - Laksansia ringan (2 x 15 cc paraffin liq) - Sedativa ringan (diazepam 3 x 2 mg) - Psikoterapi agar penderita tenang dan dapat kerjasama Tindakan Khusus Mencari dan mengatasi faktor pencetus.

12

Bila pasien anemia dapat diberikan transfusi packed red cell . Untuk menghindari overload, kadang perlu diberikan furosemid 20-40 mg intravena. Bila demam dapat diberikan antipiretik, sambil dicari dan atasi sebabnya. Bila jelas terdapat infeksi, harus segera diatasi dengan antibiotik.1,3,4 Memperbaiki hemodinamik berdasar patofisiologi. Manipulasi preload dengan diet rendah garam, venodilator (golongan nitrat), diuretika (fuosemid). Manipulasi afterload dengan vasodilator. Bila ada hipertensi berikan antihipertensi. Bila frekwensi denyut jantung tinggi dikontrol dengan digitalis, beta bloker, verapamil, diltiazem . Penurunan kontraktilitas miokard diatasi dengan obat inotrop parenteral, misalnya : amrinon, milrinon, dopamin, dobutamin.1,3 Tetapi obat ini hanya dapat diberikan dalam waktu yang terbatas. Pemakaian yang lama justru akan meningkatkan mortalitas, sebab dapat timbul aritmia.6 Mengendalikan faktor neuro-hormonal. Simpatik hipertoni, peningkatan sistem renin-angiotensin-aldosteron pada mulanya akan membantu. Tetapi jangka panjang akan terjadi over shoot, yang pada akhirnya akan membebani jantung dan bahkan merusak miokard. Karena itu hal ini harus dicegah. Langkah yang dilakukan dengan memberikan obat-obat Angiotensin Converting Enzyme (ACE)-Inhibitor, angiotensin II antagonis . ACE-Inhibitor telah dibuktikan bermanfaat dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas gagal jantung.1,3 Karena jumlah ACE dalam jaringan jauh lebih besar dibanding dalam sirkulasi, sedang target utama pengobatan disini adalah jaringan (remodelling), maka penggunaan ACE-Inhibitor yang mempunyai afinitas besar pada jaringan (quinapril, ramipril) sangat rasional.1 Tindakan Definitif Melakukan koreksi anatomik, misalnya koreksi kelainan kongenital, kelainan katup, angioplasty koronar, bedah pintas koronar (Coronary Artery Bypass Grapht).l,3

13

Bila respon penderita terhadap kombinasi terapi yang telah disebutkan di atas tidak menunjukkan perbaikan (NYHA IV) dan diperkirakan 1 year survival rate-nya buruk, maka perlu dipertimbangkan untuk dilakukan transplantasi jantung.3 Rehabilitasi Meliputi rehabilitasi fisik disesuaikan kapasitas fungsional, mental, okupasional. Beberapa dapat kembali pada pekerjaan semula, dengan penjelasan mengenai penyakitnya dan cara menyesuaikan pola hidup dengan penyakitnya. Edukasi ini sangat perlu agar penderita dapat menyesuaikan diri, sehingga angka hospitalisasi yang sangat mahal dapat dikurangi.1 Skema Pengobatan Medikamentosa pada Gagal Jantung1 Derajat gagal jantung Asimtomatik (NYHA I ) Ringan (NYHA II ) Sedang (NYHA III) Berat (NYHA IV) PROGNOSIS 3 Prognosis penderita gagal jantung tergantung kepada faktor etiologi dan ada tidaknya faktor pencetus. Bila faktor pencetus dapat diidentifikasi dan dihilangkan, maka prognosisnya akan lebih baik dibandingkan penderita yang faktor pencetusnya tidak diketahui. Pada kondisi yang disebutkan terakhir survival rate-nya berkisar antara 6 bulan sampai 4 tahun tergantung kepada derajat keparahan gagal jantung. Prognosis gagal jantung juga tergantung kepada respon penderita terhadap terapi. Terapi pilihan I ACE-1 ACE-1 ACE-1, diuretika ACE-I, diuretika, digitalis Terapi tambahan Diuretika Digitalis Inotrop intravena

14

Anda mungkin juga menyukai