Anda di halaman 1dari 41

STATUS PASIEN BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL Nama Mahasiswa NIM

: Sodiqa Aksiani : 030.08.228 I. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Agama Suku Alamat No. CM : An. M : 5.5 tahun : Laki-laki : Islam : Jawa : Jl. Arum Indah IV no. 26 Randuguntung Tegal : 663633 Dokter Pembimbing : dr.Hery Susanto, Sp.A Tanda tangan :

Masuk ke RSU Kardinah Tegal : 15 Mei 2013

Nama ayah Umur Pekerjaan Pendidikan Penghasilan

: Tn. R : 41 tahun : Tourist guide Bali :: 3.000.000 per bulan

Nama ibu

: Ny. F

Umur Pekerjaan Pendidikan Penghasilan

: 44 tahun : Guru :: 1.500.000 per bulan

II. DATA DASAR ANAMNESIS (Alloanamnesis dan Autoanamnesis) Anamnesis dengan pasien dan orang tua pasien dilakukan pada tanggal 16 Mei 2013 di ruang Melati pukul 11.00 WIB. Keluhan Utama : Panas naik turun sejak 4 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang diantar oleh ibunya ke IGD RSUD Kardinah Tegal dengan keluhan demam. Demam terjadi naik turun sejak 4 hari SMRS. Demam timbul secara mendadak saat pasien sedang pulang ke rumah dari acara ayahnya. Demam turun bila minum obat, namun kembali naik lagi beberapa jam setelahnya. Mual dan muntah dirasakan apabila pasien makan dan minum, sehingga nafsu makan pasien sangat menurun dan hanya bisa makan satu sendok bubur serta air hangat sedikit-sedikit. Nyeri kepala dirasakan hilang timbul, terasa diseluruh kepala, memberat bila beraktivitas, membaik dengan istirahat. 2 hari SMRS demam masih dirasakan dan semakin tinggi. Pasien juga merasakan nyeri perut yang dirasakan di ulu hati, nyeri hilang timbul, tidak terlalu berat namun menyebabkan mual semakin terasa. Nyeri tidak dipengaruhi posisi, tidak menentu timbulnya. Selain itu pasien juga mengeluh batuk dan pilek. Batuk yang dirasakan berdahak, dan berwarna putih. Pasien juga mengeluh makin lama makin lemas. 1 hari SMRS keluhan pasien semakin keluhan pasien makin berat dan tidak ada perubahan. Nyeri perut dan nyeri kepala masih dirasakan sama. Mual, muntah 4x dalam sehari berisi makanan. Batuk dan pilek masih tetap dirasakan pasien. Demam disertai dengan adanya keringat dingin dan menggigil. Pasien pun akhirnya dibawa ke klinik dokter

umum terdekat. Disana pasien didiagnosa menderita Demam Tifoid dan mendapatkan pengobatan. Pada tanggal 15 Mei 2013 pasien datang ke IGD dibawa oleh orangtuanya karena keluhan tidak membaik. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien masih merasakan mual dan muntah, nyeri kepala, nyeri perut, demam tinggi, tampak lemas dan sangat kehausan serta sesak. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien terlihat lemas sejak pagi, tangan dan kaki pasien juga terasa dingin disertai dengan keluarnya keringat. Keluhan BAK dan mimisan, BAB berdarah, muntah hitam, bintik-bintik merah pada kulit serta gusi berdarah disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien batuk dan pilek 10 hari sebelumnya dan sempat dibawa berobat ke klinik Rahma. Pasien belum pernah mengalami hal yang seperti ini. Pasien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya Tidak ada riwayat operasi Tidak ada riwayat trauma Tidak ada riwayat alergi makanan, obat, dingin dan debu Tidak ada riwayat asma, bersin-bersin di pagi hari, dan penyakit jantung

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang menderita yang sama

Riwayat Lingkungan Perumahan

Kepemilikan Keadaan Rumah :

: Rumah sendiri

Dinding rumah tembok, kamar berjumlah 3, 1 kamar mandi di dalam rumah. Jarak septic tank kurang lebih 10 meter dari rumah, limbah buangan ke selokan. Sumber air minum dari air PAM. Pencahayaan dan ventilasi rumah saling berdekatan dan selalu dibuka setiap pagi. Keadaan lingkungan : Jarak antar rumah saling berdekatan 2 meter tiap rumah.

Riwayat Sosial Ekonomi Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta tourist guide Bali dengan penghasilan 3.000.000 per bulan, sedangkan ibu adalah buruh dengan penghasilan 1.500.000 per bulan. Ayah pasien menanggung 2 orang anak dan 1 orang istri dan merasa cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesan: riwayat ekonomi baik. Riwayat Kehamilan dan Pemeriksaan Prenatal Ibu memeriksakan kehamilan di bidan secara teratur 1x tiap bulan selama kehamilan. Saat usia 8 bulan, ibu memeriksakan kehamilan setiap 2 minggu ke bidan dan dokter. Mendapatkan suntikan TT 2x. Tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan, riwayat perdarahan selama kehamilan disangkal, riwayat trauma selama kehamilan disangkal, riwayat minum obat tanpa resep dokter dan jamu disangkal. Ibu mengkonsumsi vitamin penambah darah dari Puskesmas. Kesan: riwayat pemeliharaan prenatal baik. Riwayat Persalinan Bayi laki-laki lahir dengan umur kehamilan ibu 37 minggu, secara spontan, ditolong oleh bidan. Bayi lahir langsung menangis keras dengan berat

badan lahir 3100 gram, panjang badan lahir 45 cm, lingkar kepala dan lingkar dada lahir ibu lupa. Bayi dirawat bersama dengan ibu, setelah 2 hari dirawat, bayi dan ibu diperbolehkan untuk pulang. Kesan : Neonatus aterm, lahir spontan, bayi dalam keadaan sehat. Riwayat Pemeliharaan Postnatal Pemeliharaan postnatal dilakukan di Posyandu dan anak dalam keadaan sehat. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak Pertumbuhan: Berat badan lahir 3100 gram. Panjang badan lahir 45 cm. Berat badan sekarang 17.5 kg. Tinggi badan 113 cm.

Perkembangan: Pertumbuhan gigi pertama Psikomotor Tengkurap dan berbalik sendiri Duduk Merangkak Berdiri Berjalan Berbicara Membaca : 6 bulan : 9 bulan : 8 bulan : 9 bulan : 10 bulan : 12 bulan : 6 tahun :: ibu lupa

Gangguan perkembangan

Riwayat Makan dan Minum Anak Ibu mengaku memberikan ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 13 bln Usia 7 bulan diberikan ASI dan bubur susu 3 x sehari.

Usia 8 bulan diberikan ASI dan bubur tim 3 x sehari. Usia 1 tahun diberikan makanan lunak dan pisang yang dilumatkan Usia 2 tahun anak telah makan nasi, lauk pauk, dan sayur

Riwayat Imunisasi
VAKSIN BCG DPT/ DT POLIO CAMPAK HEPATITIS B DASAR (umur) 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan 9 bulan 0 bulan 1 bulan 6 bulan ULANGAN (umur) 6 tahun (kelas 1 SD) -

Kesan : Imunisasi dasar lengkap dan selalu mengikuti jadwal imunisasi yang tertera pada KMS

Riwayat Keluarga Berencana Ibu pasien mengaku mengikuti program KB.

Silsilah/ Ikhtisar Keturunan

Keterangan:

: pasien
6

: perempuan

Keterangan : Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Anak kedua berjenis kelamin perempuan dan berumur 2,5 tahun.

III. PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan pada tanggal 15 Maret 2013 pukul 14.00 WIB, di Ruang Melati Kesan Umum : kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang, lemas Tanda Vital Nadi Laju Nafas Tekanan darah Suhu : 130 x/menit, reguler, isi cukup : 32 x/menit, reguler : 80/50 mmHg : 390C (aksila)

Data Antropometri Berat badan sekarang : 17.5 kg Tinggi Badan: 113 cm

Status Internus Kepala : Mesocephal

Rambut

: Hitam, lebat, tampak terdistribusi

merata, tidak mudah dicabut Mata : Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra (-/-), mata cekung (-/-) Hidung ekimosis (-), Telinga (-/-) Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), : Bentuk normal, simetris, sekret (-/-), epistaksis (-) : Bentuk dan ukuran normal, discharge

stomatitis (-), gusi berdarah (-) Tenggorok : Faring hiperemis (-)

: Tonsil T1-T1 hiperemis (-), detritus (-), granulasi (-) Leher Axilla Thorax Pulmo: o Inspeksi : Pergerakan dinding thorax kiri-kanan simetris, retraksi (-) o Palpasi o Perkusi : Stem fremitus tidak dilakukan : Sonor pada seluruh lapang paru kirikanan o Auskultasi : Suara nafas vesikuler diseluruh lapang paru kiri-kanan, rhonki (-/-), wheezing (-/-) Cor : : Simetris, pembesaran KGB (-) : Pembesaran KGB (-) : Dinding thorax normothorax dan simetris

o Inspeksi o Palpasi

: Ictus cordis tidak tampak : Ictus cordis teraba di ICS IV midclavicula sinistra

o Perkusi o Auskultasi

: Sulit dinilai : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

: : datar dan simetris. : Bising usus (+) normal. : Supel, hepar teraba 1/3 1/3 BH, lien tidak

Inspeksi Auskultasi Palpasi

teraba membesar, turgor kembali < 2 . Nyeri tekan (+) Perkusi Genitalia Anorektal Ekstremitas : timpani di ke 4 kuadran abdomen. : tidak dilakukan : tidak dilakukan : Superior +/+ -/<2 -/Inferior +/+ -/<2 -/-

Akral Dingin Akral Sianosis CRT Oedem

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Foto Rontgen Thoraks Jenis Foto: AP dan LLD

Deskripsi: corakan bronkovaskular

meningkat dan bluring Lamiler ground glass opacity hemithorax kanan CTR <0.5

Kesan : Edema pulmo dengan efusi pleura dextra

2. Laboratorium 15 mei 2013 (09.23) 4.2 5.4 15 mei 2013 (16.09) 2.0 4.1 10.4 30.6 75.0 25.5 34.0 49 16 mei 2013 (05.57) 3.1 3.9 10.0 30.0 76.3 25.4 33.3 30 17 mei 2013 (08.58) 9.1 4.5 11.4 33.2 74.3 25.5 34.3 25 17 mei 2013 7.3 4.7 12.2 34.6 73.2 25.8 35.3 36 Nilai rujukan 6.0 17.0 4.0 5.2 11.5 13.5 34 40 76 96 27 31 33.0 37.0 150 400

Jenis Leukosit Eritrosit

Hemoglobin 13.6 Hematokrit MCV MCH MCHC Trombosit 39.1 73.1 25.4 34.8 74

Dengue Blot (17 Mei 2013 pk. 05.57) Anti Positif


10

Negatif

Dengue IgG Anti Dengue IgM Positif Negatif

Widal (15 Mei 2013) S typhi O S typhi H S paratyphi AH Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

Jenis Leukosit Eritrosit

18 mei 2013 10.4 3.8

19 mei 2013 8.1 3.6 9.1 26.4 72.7 25.1 34.5 125

Nilai rujukan 6.0 17.0 4.0 5.2 11.5 13.5 34 40 76 96 27 31 33.0 37.0 150 400

Hemoglobin 28.0 Hematokrit MCV MCH MCHC Trombosit 73.7 25.5 25.5 34.6 70

PEMERIKSAAN KHUSUS Data antropometri: Anak perempuan usia : 5.5 tahun Berat badan Tinggi badan Pemeriksaan Status Gizi : 17.5 kg : 113 cm

11

Pertumbuhan fisik anak laki-laki menurut persentil NCHS : BB/U= 17.5/20 x100% = 87.5% (Gizi kurang) TB/U = 113/113 x 100% = 100% (Tinggi normal) BB/TB = 17.5/20 x 100% = 87.5% (Gizi kurang)

Kesan: Berat badan rendah, tinggi badan normal dan status gizi kurang

Daftar masalah 1. 2. 3. 4. 5. Syok Hipovolemik Demam Sesak Trombositopenia Batuk

IV. DIAGNOSA BANDING 1. Observasi febris DBD (Demam Berdarah Dengue) Demam Typoid Demam Chikungunya

2. Observasi syok a. Hipovolemik i. Sindrom Syok Dengue ii. Perdarahan akut iii. Dehidrasi
12

b. Septik c. Kardiogenik 3. Status Gizi Kurang VI. DIAGNOSA SEMENTARA I. II. III. Dengue Syok Sindrom Status Gizi Kurang ISPA

VII. PENATALAKSANAAN 1. Medikamentosa Rehidrasi cairan Infus RL 20 tpm Injeksi : Injeksi Amoxan 3x1/3 g iv Injeksi Vit C 2x100 mg iv Injeksi Ondancetron 3x1/3 ampul iv PCT 3x1 cth Ambroxol 10 g 3x1 Salbutamol 1 mg 3x1 Metil prednison 1.2 g 3x1

2. Non medikamentosa Oksigenasi


13

Tirah baring Pengawasan KU dan tanda vital Observasi tanda-tanda syok Menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit pasien dan komplikasinya, pengobatan, dan prosedur yang akan dilakukan

Banyak minum, diet bubur halus

VIII. PROGNOSA Quo ad vitam Quo ad sanam Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam

X. PERJALANAN PENYAKIT

15 Mei 2013

: Demam (-), mual (+), pusing (+), nyeri perut (+), mimisan (-), gusi berdarah (-)

: KU : CM, tampak lemas HR :130x/menit, S : 390 C, RR : 46x/menit, Sp02 : 100% Mata : Ca-/-, SI-/Hidung : nafas cuping hidung (-/-)

14

Thorak : Cor

: S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo: retraksi dada (-), otot bantu pernafasan (-), SN vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/Abdomen : datar, bising usus (+) , supel, timpani. NT (+), hepar teraba 1/3-1/3 BH Ekstremitas superior : akral dingin +/+, eodem -/Eksteremitas inferior : akral dingin +/+, eodem -/CRT <2detik

A P

: DSS : Oksigenasi, infus Haes 250 ml guyur, 15 tetes/min habiskan, infus RL 20tpm, Inj. Amoxan 3x1/3 mg iv, PCT 3x1, Vit.C 2x100 mg, pengawasan

16 Mei 2013

S O

: muntah 5x sejak semalam, demam (+) naik turun, sangat lemas, setiap tidur mengigau, makan minum makanan dan obat sulit. : KU : CM, tampak lemas, perdarahan (-) TD = 100/70, HR : 110x/menit, S : 38.5 C, RR : 40x/menit , Spo2 : 100% Mata : Ca-/-, SI-/Hidung : nafas cuping hidung (-/-) Thorak : Cor : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-) Pulmo : retraksi dada (-), otot bantu pernafasan (-), SN vesikuler menurun, Ronkhi +/+ basah kasar di basal, Wh -/Abdomen: buncit, tegang, hepar teraba - BH, bising usus (+), ascites (+), turgor baik Ekstremitas superior : akral hangat +/+, eodem -/-

15

CRT <2detik

A P

: DSS : O2 5l/menit, Infus RL 20 tpm, Inj. Amoxan 3x 1/3gr mg iv, Inj. Vit.c 2x100 im, inj ondancetron 3x1/3, PCT 3x1 cth, Ambroxol 10 g 3x1, salbutamol 1 mg 3x1, metil prednison 1.2 g 3x1, inj lasix 2x10 mg, diet: bubur halus, banyak minum, bila KU menurun pindah PICU, pengawasan.

17 Mei 2013

Pukul 00.00 masuk PICU KU: gelisah, lemah, melena jam 06.30 sore (+), ascites (+) Kesadaran: somnolen, syok (+), HR: 134x/min, S: 380C, SPO2: 100% Th: O2 3-5l sungkup, pasang NGT alirkan, pasang DC, infus RL, terapi lain lanjutkan, laboratorium ulang

Follow up jam 09.30 pagi

S O

: Sesak nafas (+) , demam (+), mata terlihat sembab, perut terasa kembung : KU : somnolen, tampak lemas dan sesak HR : 125x/menit, S : 38 0C, RR : 35x/menit Mata : Ca+/+, SI-/-, oedem palpebra (+/+) Hidung : nafas cuping hidung (-/-) Thorak : Cor : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : retraksi dada (-), otot bantu pernafasan (-), SN vesikuler +/+, Ronkhi +/+, Wh -/-

16

Abdomen : kembung, bising usus (+), timpani. hepatomegali - , undulasi (+) Ekstremitas superior : akral hangat +/+, eodem -/Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, eodem -/CRT <2detik

: DSS, efusi pleura dextra, edema pulmo

P : O2 5 liter, Infus RL 16 tpm, inj ceftriaxon 3x400, inj lasix 2x10, inj ranitidin 3x1/3 amp, kalnex 3x125mg, vit c 1x100, lasix inj 3x10 mg iv, NGT dialirkan

Follow up jam 19.45 NGT produktif coklat 20cc RL 15-20 tts, th lain teruskan, ulang darah rutin

18 Mei 2013

S O

: batuk (-), sesak (+), demam (+), minum (-), muntah (-), BAB hitam (-) : KU : somnolen, tampak lemas, TSS, terpasang NGT HR : 121x/menit, S : 37,7 0C, RR : 41x/menit Mata : Ca-/-, SI-/-, oedem palpebra (-/-) Hidung : nafas cuping hidung (-/-) Thorak : Cor Pulmo : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-) : retraksi dada (-), otot bantu pernafasan (-), SN vesikuler +/+, Ronkhi +/+, Wh -/Abdomen : kembung, bising usus (+) , timpani, NT (-), hepatomegali - BH Ekstremitas superior : akral hangat +/+, eodem -/-

17

Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, eodem -/CRT <2detik A P : DSS, Efusi pleura dextra, edema paru : Infus RL 15 tpm diteruskan, diet tunda, spoel dengan NaCl, terapi lain diteruskan

19 Mei 2013

S O

: batuk (+), sesak (-), demam (+), minum (-), muntah (-), BAB hitam (-) : KU : CM, TSS HR : 125x/menit, S : 37,5 0C, RR : 30x/menit, TD: 105/90 Mata : Ca-/-, SI-/-, oedem palpebra (-/-) Hidung : nafas cuping hidung (-/-) Thorak : Cor Pulmo : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-) : retraksi dada (-), otot bantu pernafasan (-), SN vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/Abdomen : supel, datar, bising usus (+) , timpani, NT (-), hepatomegali (-) Ekstremitas superior : akral hangat +/+, eodem -/-, Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, eodem -/CRT <2detik

A P

: DSS, Efusi pleura dextra, edema paru perbaikan : O2 2l, terapi lain diteruskan, diet 3x bubur, pindah ruang

21 Mei 2013

S:

batuk (+), sesak (-), demam (-), makan(+), muntah (-), minum (-), muntah (-), BAB hitam (-)

18

: KU : CM, TSS HR : 128x/menit, S : 37,3 0C, RR : 30x/menit Mata : Ca-/-, SI-/-, oedem palpebra (-/-) Hidung : nafas cuping hidung (-/-) Thorak : Cor Pulmo : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-) : retraksi dada (-), otot bantu pernafasan (-), SN vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/Abdomen : supel, datar, bising usus (+) , timpani, NT (-) Ekstremitas superior : akral hangat +/+, eodem -/Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, eodem -/CRT <2detik

A P

: DSS, Efusi pleura dextra, edema paru perbaikan : RL 10 tts, ceftriaxon inj 3x100 mg, inj vit.c 1x100, inj lasix 1x10 mg, inj kalnex 2x125mg, PCT 3x1 cth, ambroxol 3x2/3 cth.

22 Mei 2013

S: O

batuk (+), sesak (-), demam (+), makan(+), minum (-), muntah (-), BAB hitam (-) : KU : CM, TSS HR : 100x/menit, S : 37 0C, RR : 26x/menit Mata : Ca-/-, SI-/-, oedem palpebra (-/-) Hidung : nafas cuping hidung (-/-) Thorak : Cor Pulmo : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-) : retraksi dada (-), otot bantu pernafasan (-), SN vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/Abdomen : supel, datar, bising usus (+) , timpani, NT (-) Ekstremitas superior : akral hangat +/+, eodem -/Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, eodem -/-

19

CRT <2detik A P : DSS, Efusi pleura dextra, edema paru perbaikan : RL 10 tts, ceftriaxon inj 3x400 mg, ranitidin 2x1/3 amp, vit c 1x100 mg, cefixime 2x1/2 cth, PCT 3x1, ambroxol 3x2/3 cth, balance cairan.

23 Mei 2013

S:

batuk berkurang, sesak (-), demam (-), makan(+), muntah (-), minum (-), BAB hitam (-)

: KU : CM, TSS HR : 90x/menit, S : 36.5 0C, RR : 24x/menit Mata : Ca-/-, SI-/-, oedem palpebra (-/-) Hidung : nafas cuping hidung (-/-) Thorak : Cor Pulmo : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-) : retraksi dada (-), otot bantu pernafasan (-), SN vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/Abdomen : supel, datar, bising usus (+) , timpani, NT (-), H/L ttb Ekstremitas superior : akral hangat +/+, eodem -/Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, eodem -/CRT <2detik

A P

: DSS, Efusi pleura dextra, edema paru perbaikan : cefixime 2x1/2 cth, PCT 3x1 cth, ambroxol 3x2/3 cth, imunos 1x1 cth, BLPL

Ro foto ulangan

20

Analisa Kasus

Pada hasil anamnesis, didapatkan gejala DBD menurut WHO 1997 : 1. Demam tinggi atau kontinyu selama 2-7 hari 2. Trombositopenia ( 100.000/ul) 3. Hemokonsentrasi atau adanya tanda kebocoran plasma (efusi pleura, ascites) 4. syok

Pada pasien ini ditegakan diagnosa dengue shock syndrome karena dari hasil berikut didapatkan : I. Anamnesa Dari auto-anamnesi allo-anamnesa, didapatkan data-data yang mendukung ke arah diagnosis demam berdarah dengue dengan tanda-tanda syok: 1. Demam 4 hari SMRS disertai mual (+), muntah (+) 2. Nyeri kepala, badan lemas 3. Saat masuk dibawa ke RS, pasien dalam kondisi lemah, berkeringat dingin, serta terdapat akral yang dingin pada ekstremitas superior dan inferior Terlihat bahwa gejala syok dimulai pada hari ke empat. Pasien dibawa ke RS 4 hari setelah demam pertama kali muncul dan didapati gejala syok yang semakin nyata. Hal ini sesuai dengan karakteristik demam berdarah dengue dimana pada hari keempat dan kelima demam turun seolah-olah sembuh namun demikian ini merupakan fase kritis dimana kecenderungan terjadinya syok sangat tinggi. II. Pemeriksaan fisik Pada saat pemeriksaan fisik dan pemantauan tanda vital, ditemukan tanda-tanda syok berupa kesadaran apatis somnolen, didapatkkan tekanan darah 80/50 mmHg, nadi 130 kali per menit, cepat dan lemah, serta ekstrimitas yang dingin dan lembab. . III. Pemeriksaan penunjang Pada pemeriksaan penunjang berupa laboratorium darah serial didapatkan gambaran kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan kadar hematokrit >20%, dan

21

trombositopenia (<100.000/l). Pada pemeriksaan rontgen thorax juga terdapat adanya edema pulmo dan efusi pleura dextra. DEMAM BERDARAH DENGUE Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu den-1, den2, den-3 dan den-4 melalui perantara gigitan nyamuk Aedes aegypti. Keempat serotipe dengue terdapat di Indonesia, den-3 merupakan serotipe dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak-anak. Sampai sekarang penyakit DBD ini masih menimbulkan masalah kesehatan di Indonesia, karena jumlah penderitanya semakin meningkat dan wilayah yang terjangkit semakin luas. Jumlah kasus biasanya meningkat bersamaaan dengan peningkatan curah hujan oleh karena itu puncak jumlah kasus berbeda di tiap daerah. Pada umumnya di Indonesia meningkat pada musim hujan sejak bulan Desember sampai dengan April-Mei tiap tahun. DBD dapat berkembang menjadi demam berdarah dengue yang disertai syok (dengue shock syndrome = DSS ) yang merupakan keadaan darurat medik, dengan angka kematian cukup tinggi. Penatalaksanaan DD adalah dengan memberikan terapi simptomatis dan suportif, dan memonitor dengan ketat terhadap timbulnya DBD/DSS. Timbulnya DBD/DSS harus dikenal dengan cepat dengan melakukan pemeriksaan hematokrit dan trombosit secara teratur. Apabila terjadi DBD/DSS, penatalaksanaannya diutamakan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit karena terjadi leakage plasma. DBD adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam akut disertai gejala perdarahan dan bila timbul renjatan, angka kematiannya cukup tinggi. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopeni (trombosit < 100.000) dan hematokrit cenderung meningkat lebih dari 20% dari harga normalnya. Manifestasi Klinik Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatis atau dapat berupa demam yang tidak jelas, demam dengue, demam berdarah dengue dengan kebocoran plasma yang mengakibatkan syok atau sindroma syok dengue (SSD).

22

Manifestasi infeksi virus dengue

Simptomatis

Asimptomatis

Demam tidak jelas Demam Dengue Dengan perdarahan Tanpa perdarahan

Demam Berdarah Dengue

Dengan Syok (renjatan) Tanpa Syok

Patofisiologi Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi di tenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DD dan DBD ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Sebab lain kematian pada DBD adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan sistem koagulasi
23

disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi sistem koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat. Diagnosis Demam Dengue (DD) merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut: o Nyeri kepala. o Nyeri retro-orbital. o Mialgia / Atralgia. o Ruam kulit. o Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif). o Leukopenia, dan pemeriksaan serologi dengue positif. Demam Berdarah Dengue (DBD). Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium (WHO tahun 1997). Kriteria Klinis: o Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, biasanya bifasik. o Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk *uji bendung positif, petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan / melena. o Hepatomegali. * Uji bendung dilakukan dengan membendung lengan atas menggunakan manset pada tekanan sistolik ditambah diastolik dibagi dua selama 5 menit. Hasil uji positif bila ditemukan 10 atau lebih petekie per 2.5 cm2 (1 inci). Kriteria Laboratorium: o Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ml). o Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit >20% menurut standar umur dan jenis kelamin. Dua kriteria klinis pertama + trombositopenia dan hemokonsentrasi, serta dikonfirmasi secara uji serologik hemaglutinasi.

24

Sindroma Syok Dengue (SSD). Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi turun ( 20mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue DD/DBD Derajat* Gejala DD Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit kepala, Nyeri retro-orbital, Mialgia, Atralgia. Laboratorium Leukopenia Trombositopenia, tidak ditemukan bukti kebocoran plasma.

25

DBD

Gejala di atas ditambah uji bendung positif. Gejala di atas ditambah perdarahan spontan.

DBD

II

Gejala di atas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah). DBD IV Syok berat disertai Trombositopenia dengan tekanan darah (<100.000/l), bukti ada dan nadi tidak terukur. kebocoran plaasma. *DBD derajat III dan IV juga disebut sindroma syok dengue (SSD) DBD III Tatalaksana

Trombositopenia (<100.000/l), bukti ada kebocoran plaasma. Trombositopenia (<100.000/l), bukti ada kebocoran plaasma. Trombositopenia (<100.000/l), bukti ada kebocoran plaasma.

Tidak ada terapi yang spesifik untuk DD dan DBD, prinsip utama adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi. Tatalaksana DBD dibagi atas 3 fase berdasarkan perjalanan penyakitnya: 1. Fase Demam terapi simptomatik dan suportif. 1. Parasetamol 10 mg/kgBB/dosis setiap 4-6 jam (aspirin dan ibuprofen dikontraindikasikan). Kompres hangat diberikan apabila pasien masih tetap panas. 2. Terapi suportif yang dapat diberikan antara lain larutan oralit, jus buah atau susu dan lain-lain. 3. Apabila pasien memperlihatkan tanda-tanda dehidrasi dan muntah hebat, berikan cairan sesuai kebutuhan dan apabila perlu berikan cairan intravena.

26

Setelah bebas demam selama 24 jam tanpa antipiretik, pasien DBD akan memasuki fase kritis. Sebagian pasien sembuh setelah pemberian cairan intravena, sedangkan kasus berat akan jatuh ke dalam fase syok. 2. Fase Kritis (berlangsung 24-48 jam), sekitar hari ke-3 sampai dengan hari ke-5 perjalanan penyakit. Umumnya pada fase ini pasien tidak dapat makan dan minum oleh karena anoreksia atau dan muntah. A. Tatalaksana umum Rawat di bangsal khusus atau sudut tersendiri sehingga pasien mudah diawasi. Catat tanda vital, asupan dan keluaran cairan dalam lembar khusus. Berikan oksigen pada kasus dengan syok. Hentikan perdarahan dengan tindakan yang tepat. B. Kewaspadaan perlu ditingkatkan pada pasien dengan risiko tinggi, seperti: Bayi. DBD derajat III dan IV. Obesitas. Perdarahan masif. Penurunan kesadaran. Mempunyai penyulit lain, seperti Thalasemia dll.

C. Tatalaksana cairan Indikasi pemberian cairan intravena:

27

Trombositopenia, peningkatan Ht 10-20%, pasien tidak dapat makan dan minum melalui oral. Syok. Kristaloid (jenis cairan pilihan diantaranya: ringer laktat dan ringer asetat terutama pada fase syok) Koloid (diindikasikan pada keadaan syok berulang atau syok berkepanjangan) Selama fase kritis pasien harus menerima sejumlah cairan rumatan ditambah defisit 5-8% atau setara dehidrasi sedang. Pasien dengan berat badan (BB) lebih dari 40kg, total cairan intravena setara dengan 2 kali rumatan. Pada pasien obesitas,perhitungkancairan intravena berdasar atas BB ideal. Pada kasus non syok BB < 15 kg 6-7 ml/kgBB/jam BB 15-40 kg 5 ml/kgBB/jam BB > 40 kg 3-4 ml/kgBB/jam

Jenis cairan pilihan:

Jumlah Cairan:

Tetesan:

Pada kasus DBD derajat III mulai dengan tetesan 10 ml/kgBB/jam. Pada kasus DBD derajat IV, untuk resusitasi diberikan cairan RL 10 ml/kgBB dengan tetesan lepas secepat mungkin (10-15 menit) kalau perlu dengan tekanan positif, sampai tekanan darah dan nadi dapat diukur, kemudian turunkan sampai 10 ml/kgBB/jam.

D. Pemantauan Pemantauan terhadap syok dilakukan dengan ketat selama 1-2 jam setelah resusitasi. Apabila pemberian cairan tidak dapat dikurangi menjadi 10 ml/kg/jam, oleh karena tanda vital tidak stabil (tekanan nadi sempit, nadi teraba cepat dan lemah), syok belum teratasi, maka segera diberikan cairan koloidal 10 ml/ kgBB/jam. Pada kasus-kasus dengan syok persisten, yang tidak bisa diatasi dengan pemberian cairan kristaloid maupun koloidal, maka perlu dicurigai adanya perdarahan internal. Untuk keadaan ini diberikan transfusi darah segar. Pada kasus-kasus DBD derajat IV (DSS) yang pada waktu masuk rumah sakit nilai awal hematokritnya rendah, dipikirkan kemungkinan perdarahan internal, sehingga pemantauan nilai Ht harus lebih sering.

28

Apabila Ht tetap rendah, berikan transfusi darah segar, koreksi gangguan metabolit dan elektrolit, seperti hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia dan asidosis. Apabila terjadi asidosis, cairan infus sebaiknya diberikan Ringer Acetate. Enam sampai 12 jam pertama setelah syok, tekanan darah dan nadi merupakan parameter penting untuk pemberian cairan selanjutnya. Akan tetapi kemudian, semua parameter sekaligus harus diperhatikan sebelum mengatur jumlah cairan yang akan diberikan. Parameter pemberian cairan yang harus diperhatikan adalah : - Kondisi klinis : penampilan umum, pengisian kapiler, nafsu makan dan kemampuan minum pasien. - Tanda vital : Tekanan darah, suhu tubuh, frekuensi nafas. - Hematokrit. - jumlah urine Indikasi transfusi darah adalah : - Perdarahan saluran cerna berat (melena). - Kehilangan darah bermakna, yaitu > 10% volume darah total. (Total volume darah = 80 ml/kg). Berikan darah sesuai kebutuhan. Apabila packed red cell (PRC) tidak tersedia, dapat diberikan sediaan darah segar. - Pasien dengan perdarahan tersembunyi. Penurunan Ht dan tanda vital yang tidak stabil meski telah diberi cairan pengganti dengan volume yang cukup banyak, berikan sediaan darah segar 10 ml/kg/kali atau PRC 5 ml/kgBB/kali Indikasi transfusi trombosit adalah : Hanya diberikan pada perdarahan masif. Dosis: 0.2 /kgBB/dosis 3. Fase penyembuhan Setelah masa kritis terlampaui maka pasien akan masuk dalam fase maintenance/penyembuhan, pada saat ini akan ada ancaman timbul keadaan overload cairan. Sehingga pemberian cairan intravena harus diberikan dalam jumlah minimal hanya untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi intra vaskuler, sebab apabila jumlah cairan yang diberikan berlebihan, akan menimbulkan kebocoran ke dalam rongga pleura, abdominal, dan paru yang akan menyebabkan distres pernafasan yang berakibat fatal. Secara umum, sebagian besar pasien DBD akan sembuh tanpa komplikasi dalam waktu 24-48 jam setelah syok. Indikasi pasien masuk ke dalam fase penyembuhan adalah : - Keadaan umum membaik. - Meningkatnya nafsu makan - Tanda vital stabil - Ht stabil dan menurun sampai 35-40%.

29

- Diuresis cukup 4. Indikasi Pulang - 24 jam tidak pernah demam tanpa antipiretik - secara klinis tampak perbaikan - Nafsu makan baik - Nilai Ht stabil - Tiga hari sesudah syok teratasi - Tidak ada sesak nafas atau takipnea - Trombosit 50.000/l. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru. Parameter laboratori yang dapat diperiksa: Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (> 45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8 akibat depresi sumsum tulang. Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit 20% dari hematokrit awal. Sering ditemukan mulai hari ke-3. Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah. Imunoserologi ~ Pemeriksaan anti-dengue IgG, IgM IgM + + IgG + + Interpretasi Infeksi primer Infeksi sekunder Riwayat terpapar/ dugaan infeksi sekunder Bukan infeksi Flavivirus, ulang 3-5 hari bila curiga. ~ Uji HI: 1: 2560 Infeksi sekunder Flavivirus

30

Protein/Albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. SGOT/SGPT dapat meningkat. Ureum, Kreatinin: dapat meningkat pada keadaan gagal ginjal akut. Gas darah: terdapat gangguan pada konsentrasi gas darah sesuai dengan keadaan pasien. Elektrolit: sebagai parameter pemberian cairan. Golongan darah dan cross match: dilakukan sebelum tindakan tranfusi darah untuk keamanan pasien.

2. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan foto roentgen dada, bisa didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan. Pemeriksaan foto dada dilakukan atas indikasi dalam keadaan klinis ragu-ragu dan pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan. USG: untuk mendeteksi adanya asites dan juga efusi pleura.

Komplikasi o Ensefalopati dengue, dapat terjadi pada DBD dengan syok ataupun tanpa syok. o Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut. o Edema paru, seringkali terjadi akibat overloading cairan. Langkah Promotif / Preventif Pencegahan /pemberantasan DBD dengan membasmi nyamuk dan sarangnya dengan melakukan tindakan 3M, yaitu: Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur seminggu sekali atau menaburkan bubuk larvasida (abate). Menutup rapat-rapat tempat penampungan air. Mengubur/menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air.

31

32

Tatalaksana DHD derajat III dan IV

33

SYOK Definisi Syok (renjatan) adalah kumpulan gejala-gejala yang diakibatkan oleh karena gangguan perfusi jaringan yaitu aliran darah ke organ tubuh tidak dapat mencukupi kebutuhannya.2 Syok juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang mengancam jiwa yang diakibatkan karena tubuh tidak mendapatkan suplai darah yang adekuat yang mengakibatkan kerusakan pada multiorgan jika tidak ditangani segera dan dapat memburuk dengan cepat Klasifikasi Berdasarkan etiloginya maka syok digolongkan atas beberapa macam yaitu :Syok Hipovolemik, Syok Kardiogenik, Syok Distributif, dan Syok Obstruktif SYOK HIPOVOLEMIK Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai dengan penurunan volume intravascular. Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler menempati hamper 2/3 dari air tubuh total sedangkan cairan tubuh ekstraseluler ditemukan dalam salah satu kompartemen intavaskular dan interstitial. Volume cairan interstitial adalah kira-kira 3-4x dari cairan intravascular. Syok hipovolemik terjadi jika penurunan volume intavaskuler 15% sampai 25%. Hal ini akan menggambarkan kehilangan 750 ml sampai 1300 ml pada pria dgn berat badan 70 kg. Etiologi Kondisi-kondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok hipovolemik adalah (1) kehilangan cairan eksternal seperti : trauma, pembedahan, muntah-muntah, diare, diuresis, (2) perpindahan cairan internal seperti : hemoragi internal, luka baker, asites dan peritonitis

34

SYOK KARDIOGENIK Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali. Etiologi Penyebab syok kardiogenik mempunyai etiologi koroner dan non koroner. Koroner, disebabkan oleh infark miokardium, Sedangkan Non-koroner disebabkan oleh kardiomiopati, kerusakan katup, tamponade jantung, dan disritmia. SYOK DISTRIBUTIF Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh darah perifer. Etiologi Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis atau oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok distributif yaitu (1) syok neurogenik seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal, (2) syok anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan lebah (3) syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65 tahun, malnutrisi Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam syok distributif lebih jauh membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe : 1. Syok Neorugenik Pada syok neurogenik, vasodilatasi terjadi sebagai akibat kehilangan tonus simpatis. Kondisi ini dapat disebabkan oleh cedera medula spinalis, anastesi spinal, dan kerusakan sistem saraf. Syok ini juga dapat terjadi sebagai akibat kerja obat-obat depresan atau kekurangan glukosa (misalnya : reaksi insulin atau syok). Syok neurogenik spinal ditandai dengan kulit kering, hangat dan bukan dingin, lembab seperti terjadi pada syok hipovolemik. Tanda lainnya adalah bradikardi. 2. Syok Anafilaktik

35

Syok anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang sebelumnya sudah membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen) mengalami reaksi anti gen- anti bodi sistemik. 3. Syok Septik Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan teknijk aseptik yang cermat, melakukan debriden luka ntuk membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci tangan secara menyeluruh Derajat Syok Menentukan derajat syok :4 1. Syok Ringan Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan. 2. Syok Sedang Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran relatif masih baik. 3. Syok Berat Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).

36

Patofisiologi Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya berupa lemahnya aliran darah yang merupakan petunjuk yang umum, walaupun ada bermacammacam penyebab. Syok dihasilkan oleh disfungsi empat sistem yang terpisah namun saling berkaitan yaitu ; jantung, volume darah, resistensi arteriol (beban akhir), dan kapasitas vena. Jika salah satu faktor ini kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri mungkin normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokontriksi perifer meningkat. 4, 6 Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu : 5,10 1. Fase Kompensasi Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun. 2. Fase Progresif Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat
37

menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan. 3. Fase Irrevesibel/Refrakter Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea. D. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis tergantung pada penyebab syok (kecuali syok neurogenik) yang meliputi : 2,
6,10,11

1. Sistem pernafasan : nafas cepat dan dangkal 2. Sistem sirkulasi : ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, nadi cepat dan lemah, tekanan darah turun bila kehilangan darah mencapai 30%. 3. Sistem saraf pusat : keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasi tergantung derajat syok, dimulai dari gelisah, bingung sampai keadaan tidak sadar. 4. Sistem pencernaan : mual, muntah 5. Sistem ginjal : produksi urin menurun (Normalnya 1/2-1 cc/kgBB/jam) 6. Sistem kulit/otot : turgor menurun, mata cekung, mukosa lidah kering.

38

7. Individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan denyut jantung yang normal atau melambat, tetapi akan hangat dan kering apabila kulitnya diraba. Penatalaksanaan2,12,13 Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal. Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC. Jalan nafas (A = air way) harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal. Pernafasan (B = breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Defisit volume peredaran darah (C = circulation) pada syok hipovolemik sejati atau hipovolemia relatif (syok septik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus diatasi dengan pemberian cairan intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk mempertahankan fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer. Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat, yang juga bisa merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber sepsis harus dicari dan ditanggulangi. Penanganannya meliputi: 1. Umum : Memperbaiki sistim pernafasan : - Bebaskan jalan nafas - Terapi oksigen - Bantuan nafas Memperbaiki sistim sirkulasi: - Pemberian cairan - Hentikan perdarahan yang terjadi - Monitor nadi, tekanan darah, perfusi perifer, produksi urin Menghilangkan atau mengatasi penyebab syok. 2. Khusus :

39

Obat farmakologik : - Tergantung penyebab syok - Vasopresor (kontraindikasi syok hipovolemik) - Vasodilator

TINJAUAN PUSTAKA

40

1. Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2010. Hal.155181 2. Hadinegoro SR, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. 2006. Hal. 1-43 3. Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol. II. E/15. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.20001. Hal 1134-1135 4. WHO. Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever, Degue Shock Syndrome In The Context Of The Integrated Management Of Childhood Illness. 2005. Hal 1-34 5. WHO. Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. 2009. Hal 3-147

41

Anda mungkin juga menyukai