Anda di halaman 1dari 23

BAB I PENDAHULUAN

Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista. Predileksi akne vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung.
1

Akne pada pada

dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 80% terjadi pada usia 11-30 tahun. Tetapi insiden yang paling sering terjadi adalah di masa remaja (79-90%). Insiden terjadi pada sekitar umur 14-17 tahun pada perempuan dan usia 16-19 tahun pada laki-laki. Namun kadang-kadang pada wanita acne menetap sampai usai 30an. 2 Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan, antara lain: genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya. 3 Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne yakni, peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi). 2,3 Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk beratnya akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan tipe (komedoal/papulaar,
4

pustular/noduokistik)

dan

atau

beratnya

penyakit

(ringan/sedang/sedang-berat/berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai inflamasi dan non-inflamasi. Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. Diagnosis banding akne vulgaris antara lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral. Etiopatogenesis Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan, antara lain :

genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropicfactor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis,musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya. 3

BAB II PEMBAHASAN

a. Definisi Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista. Predileksi aknevulgaris pada daerahdaerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung.

b. Epidemiologi Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 80% terjadi pada usia 11-30 tahun. Tetapi insiden yang paling sering terjadi adalah di masa remaja (79-90%). Insiden terjadi pada sekitar umur 14-17 tahun pada perempuan dan usia 16-19 tahun pada laki-laki. Namun kadang-kadang pada wanita acne menetap sampai usai 30an. 2 Predileksi akne umumnya pada wajah, leher, badan bagian atas, dan lengan atas. Pada wajah hal tersebut paling sering terjadi pada pipi, dan sebagian kecil pada hidung, dahi, dan dagu. Telinga dapat terlibat, dengan komedo yang besar pada concha, kista pada lobus, dan kadang-kadang komedo dan kista pre dan retroaurikuler. Pada leher khususnya pada daerah nuchae, lesi kistik yang besar dapat mendominasi.7 Akne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali merupakan tanda awal dari produksi hormon seks yang meningkat. Ketika akne muncul pada usia 8-12 tahun, yang tampak biasanya berupa komedo yang utamanya muncul pada dahi dan pipi. Hal tersebut dapat tetap menjadi ringan dalam ekspresinya dengan papula inflamasi yang kadang-kadang terjadi. Bagaiman pun,sebagaimana kadar hormon meningkat pada usia-usia pertengahan remaja, pustula dan nodul inflamasi yang lebih

berat dapat terjadi yang dapat menyebar pada tempat lainnya. Laki-laki muda cenderung memiliki kompleks yang lebih berminyak dan penyebaran penyakit yang lebih berat dibanding perempuan usia muda. Perempuan dapat mengalami perjalanan penyakit yang berat dari lesi papulopustular seminggu sebelum mensturasi. Akne juga dapat muncul pada perempuan usia 20-35 tahun yang belum mendapatkan akne pada saat remaja. Akne ini kebanyakan bermanifestasi sebagai papula, pustula, dan nodul dalam persisten yang nyeri pada daerah dagu dan leher bagian atas. 7

c. Etiologi Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, faktor psikis, pengaruh musim, kosmetika, dan bahan kimia lainnya. 3 1. Herediter Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar palit (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas akne, kemungkinan besar anaknya akan menderita akne. 3 2. Hormon Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan kelenjar adrenal. Hormon ini menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum meningkat pada remaja laki-laki dan perempuan. 1 Hormon androgen merupakan stimulus utama pada sekresi sebum oleh kelenjar sebasea. Pada penderita akne, kelenjar sebasea berespon sangat cepat pada peningkatan kadar hormon ini di atas normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan aktivitas 5-reductase yang lebih tinggi pada kelenjar sebasea dibanding kelenjar lain dalam tubuh. 3 Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular untuk menyebabkan hiperproliferasi. Dihidrotestosteron (DHT) merupakan androgen yang

poten yang memegang peranan terhadap timbulnya akne. 17-6 hidroksisteroid dehidrogenase dan 5-reduktase merupakan enzim yang berperan untuk mengubah dehidroepiandrosteron (DHEAS) menjadi DHT. Jika dibandingkan dengan keratinosit epidermal, keratinosit follikular menunjukkan peningkatan aktifitas 17hidroksisteroid dehidrogenase dan5-reduktase yang pada akhirnya meningkatkan produksi DHT. DHT dapat menstimulasi proliferasi keratinosit follikular. Hal lain yang mendukung peranan androgen dalam patogenesis akne ialah bahwa pada orang dengan insensitivitas androgen komplet tidak terkena akne. 1,2 3. Diet Pada beberapa pasien, akne dapat diperburuk oleh beberapa jenis makanan, seperti coklat, kacang, kopi, dan minuman ringan. 1 4. Iklim Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah hebat pada musim dingin, dan dapat pula meningkat oleh paparan cahaya matahari langsung. 1 5. Faktor iatrogenik Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan keratinisasi duktus polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan kortikotropin dapat menginduksi akne pada dewasa muda. Kontrasepsi oral dapat pula menginduksi terjadinya akne. 1

d. Patofisiologi Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne yakni, peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi). 1. Sebum Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Pada akne terjadi peningkatan sebum. Sebum yang meningkat tidak hanya terjadi pada akne, tetapi dapat juga pada penyakit parkinson dan akromegali. 3 Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis akne ialah peningkatan produksi sebum oleh glandula sebacea.

Pasien dengan akne akan memproduksi lebih banyak sebum dibanding yang tidak terkena akne. 4 Meskipun kualitas sebum pada kedua kelompok tersebut adalah sama. Salah satu komponen dari sebum yaitu trigliserida mungkin berperan dalam patogenesis akne. Trigliserida dipecah menjadi asam lemak bebas oleh P.aknes, flora normal yang terdapat pada unit pilosebacea. Asam lemak bebas ini kemudian menyebabkan kolonisasi P.aknes mendorong terjadinya inflamasi dan dapat menjadi komedogenik. 1,2 2. Keratinisasi folikel. Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan pembentukan lesi primer akne yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas, yaitu infundibulum menjadi hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi dari keratinosit. Kelebihan sel dan kekuatan kohesinya menyebabkan pembentukan plug pada ostium follikular. Plug ini kemudian menyebabkan konsentrasi keratin, sebum, dan bakteri terakumulasi di dalam folikel. Hal tersebut kemudian menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian atas, yang kemudian membentuk mikrokomedo. Stimulus terhadap proliferasi keratinosit dan peningkatan daya adhesi masih belum diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yaitu stimulasi androgen, penurunan asam linoleat, dan peningkatan aktifitas interleukin (IL)-1. 2 Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya asam linoleat. Asam linoleat merupakan asam lemak esensial pada kulit yang akan menurun pada orang-orang yang terkena akne. Kuantitas asam linoleat akan kembali normal setelah penanganan dengan isotretinoin. Kadar asam linoleat yang tidak normal dapat menyebabkan hiperproliferasi keratinosit follikular dan memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat asumsi bahwa asam linoleat diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan mengalami dilusi seiring dengan meningkatnya produksi sebum. IL1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit. Keratinosit follikular pada manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi dan pembentukan mikrokome. 2 3. Bakteri

Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah Propionibacterium aknes, Stafilococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini yang terpenting yakni Propionibacterium aknes. Bakteri ini merupakan bakteri komensal pada kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk koloni pada duktus pilosebasea yang menstimulasi trigliserida untuk melepas asam lemak bebas, memproduksi substansi kemotaktik pada sel-sel inflamasi, dan menginduksi duktus epitel untuk mensekresi sitokin pro-inflamasi (3). Propionibacterium aknes juga memiliki peranan aktif dalam proses inflamasi yang terjadi. P.aknes merupakan bakteri gram-positif, anaerobik, dan mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea. Remaja dengan akne memiliki konsentrasi P.aknes yang lebih tinggi dibanding orang yang normal. Bagaimanapun tidak terdapat korelasi antara jumlah P.aknes yang terdapat pada glandula sebacea dan beratnya penyakit yang diderita. 2 Dinding sel P.aknes mengandung antigen yang karbohidrat yang menstimulasi perkembangan antibodi. Pasien dengna akne yang paling berat memiliki titer antibodi yang paling tinggi pula. Antibodi propionibacterium meningkatkan respon inflamasi dengan mengaktifkan komplemen, yang pada akhirnya mengawali kaskade proses pro-inflamasi. P.aknes juga memfalisitasi inflamasi dengan merangsang reaksi hipersensitifitas tipe lambat dengan memproduksi lipase, protease, hyaluronidase, dan faktor kemotaktik. Disamping itu, P.aknes tampak menstimulasi regulasi sitokin dengan berikatan dengan Toll-like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear yang mengelilingi folikel sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like receptor 2, sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF- dilepaskan. 2

4. Inflamasi Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses pembentukan komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal sesungguhnya mendahului pembentukan komedo. Biopsi yang diambil pada kulit yang tidak memiliki komedo dan cenderung menjadi akne menunjukkan peningkatan inflamasi

dermal dibandingkan dengan kulit normal. Biopsi kulit dari komedo yang baru terbentuk menunjukkan aktifitas inflamasi yang jauh lebih hebat. 1,2 Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang lebih terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan distensi yang

mengakibatkan ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari keratin, sebum, dan bakteri ke dalam dermis mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe sel yang dominan pada 24 jam pertama ruptur komedo adalah limfosit. CD4+ limfosit ditemukan di sekitar unit pilosebacea dimana sel CD8+ ditemukan pada daerah perivaskuler. Satu sampai dua hari setelah ruptur komedo neutrofil menjadi sel yang predominan yang mengelilingi mikrokomedo. 2

Gambar. 1. Patogenesis Akne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c) Inflamasi papula (pustula) d) Nodul (fitzpatric)

e. Klasifikasi : Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk beratnya akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan tipe (komedoal/ papular, pustular/ noduokistik) dan atau beratnya penyakit ( ringan/sedang/sedang-berat/berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai inflamasi dan non-inflamasi. 4 1. Klasifikasi sederhana Akne ringan (Mild Akne): Komedo merupakan lesi utama. Papula dan pustula mungkin ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta jumlah yang sedikit ( umumnya < 10 ). Akne sedang (Moderate Akne): Jumlah papula dan pustula yang cukup banyak (10-40). Jumlah komedo yang cukup banyak (10-40) juga ada. Kadang-kadang disertai penyakit yang ringan pada badan. Akne sedang berat (Moderately Severe Akne): Jumlah papula dan pustula yang sangat banyak (40-100), biasanya dengan banyak komedo (40-100) dan kadang-kadang terdapat lesi nodular dalam yang besar dan terinflamasi (mencapai 5). Area yang luas biasanya melibatkan wajah,dada, dan punggung. Akne sangat berat (Very Severe Akne) : Akne nodulokistik dan aknekonglobata dengan lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular yang besar dan nyeri bersama dengan banyak komedo, papula, pustula, dan komedo yang lebih kecil. 4 2. FDA global grade Grade 0 : Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasi Grade 1 : Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasi. Grade 2 : Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi non-inflamasi dengan sangat sedikit lesi inflamasi yang ada ( papula/pustula, tidak ada lesinodular).

Grade 3 :Sedang, grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan mungkin terdapat beberapa lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari satu lesi nodular.

Grade 4 : Berat, grade 3 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan inflamasi, dengan sedikit lesi nodular. 4

Gambar 2. Akne vulgaris grade 1 grade 2

Gambar 3. Akne vulgaris

Gambar 4. Akne vulgaris grade 3

Gambar 5. Akne konglobata

Sumber : sari pati ilmu kulit kelamin FK UI f. Manifestasi Klinis Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel pilosebacea yang memiliki karakteristik komedo, papula, pustula, dan nodul. Komedo merupakan lesi primer dari akne. Hal tersebut dapat dilihat sebagai papula yang datar atau sedikit

meninggi dengan pembukaan sentral yang melebar berisi keratin hitam ( komedo terbuka ). Komedo tertutup biasanya berupa papula kekuningan berukuran 1 mm yang membutuhkan peregangan pada kulit untuk dapat terlihat. Makrokomedo, yang jarang terjadi, dapat mencapai ukuran 3-4mm. Papula dan pustula biasanya berukuran 1-5 mm dan disebabkan oleh inflamasi, oleh sebab itu pasti terdapat eritema dan edema. Bentuk tersebut dapat membesar dan membentuk nodul dan bergabung membentuk plak yang terindurasi mengandung traktus sinus dan cairan apakan itu serosaginosa atau pus kekuningan. 7,8,9 Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien dengan kulit yang lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula kemerahan sampai keunguan yang memiliki umur yang lebih pendek. Pada pasien dengan warna kulit yang lebih gelap, makula hiperpigmentasi akan terlihat dan bertahan sampai beberapa bulan. Skar dari akne memiliki penampakan yang heterogen. Morfologi yang dibentuk termasuk skar yang dalam, narrow ice-pick yang terlihat kebanyakan pada dahi dan pipi, lesi canyon-type atrophic pada wajah, skar papulaar putih kekuningan pada badan dan dagu, skar tipe anetoderma pada badan, serta skar hipertrofik dan keloidal yang meninggi pada badan dan leher. 7

g. Diagnosis Diagnosis akne vulgaris dapat


1,2,4

ditegakkan

berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium.

Berdasarkan anamnesis, akne vulgaris

biasanya terjadi pada saat pubertas, tetapi gejala klinis yang muncul sangatlah bervariasi. Perempuan mungkin memperhatikan bentuk yang berfluktuasi

berdasarkan siklus mensturasinya. Akne fulminan merupakan subtipe akne yang jarang dan terjadi pada berbagai manifestasi sistemik, termasuk demam, arthralgia, myalgia, hepatosplenomegali, dan lesi tulang osteolitik. 6

Pada pemeriksaan fisis akne non-inflamasi tampak sebagai komedo terbuka dan tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo tetapi dapat berkembang menjadi papula, pustula, nodul, atau kista. Kedua tipe lesi ditemukan pada area dengan glandula sebacea yang banyak.

h. Diagnosis banding Meskipun terdapat satu jenis lesi yang dominan, akne vulgaris didiagnosis dengan adanya beberapa variasi dari lesi akne (komedo, pustula, papula, dan nodul) yang terdapat pada wajah, punggung, dan dada. Diagnosis banding akne vulgaris antara lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral. 2,8. 1. Erupsi akneiformis. Erupsi akneiformis merupakan akne yang disebabkan oleh induksi obat, seperti kortikosteroid, Isoniazid, barbiturat, bromida, iodida, difenilhidantoin, dan ACTH. Klinis erupsi berupa papula di berbagai tempat tanpa komedo, timbul mendadak tanpa disertai demam. 8 2. Rosasea. Rosasea adalah penyakit kronik yang etiologinya belum diketahui secara pasti, dengan karakteristik adanya eritema pada sentral wajah dan leher. Penyakit ini terdiri atas dua komponen klinik, yakni perubahan vaskuler yang terdiri atas eritema intermiten dan persisten serta erupsi akneiform yang terdiri atas papula, pustula, kista, dan hiperplasia sebasea (1, 3). Pada rosasea tidak terdapat hubungan antara eksresi sebum dengan beratnya gejala rosasea. 2,8,10 3. Dermatitis perioral.

Dermatitis perioral adalah penyakit kulit dengan karakteristik papula dan pustula kecil yang terdistribusi pada daerah perioral, dengan predominan di sekitar mulut. Dermatitis perioral biasanya pada wanita muda, sering ditemukan di sekitar mulut, namun dapat pula di sekitar hidung dan mata. Etiologinya belum diketahui secara pasti, namun diduga penyebabnya oleh karena: candida, iritasi pasta gigi berflouride, dan kontrasepsi oral (2, 8, 10). Dermatitis perioral erpsi simetris yang terbatas pada area hidung, mulut dan dagu, yang terdiri atas mikropapula, mikrovesikel, atau papulaopustulaosa dengan diameter kurang dari 2 mm. Penyebab pasti belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab antara lain faktor hormonal, emosional, sensitif terhadap kosmetik, pasta gigi berfluoride, agen infektif, dan kortikosteroid topical. 12

i. Pemeriksaan penunjang : Tes fungsi endokrin Tes fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada sebagian besar pasien dengan akne. Pada pasien dengan akne dan terdapat bukti hiperandrogenisme, evaluasi hormonal untuk testeteron bebas, dehidroepiandrostenedion sulfat (DHEA-S), lutenizing hormone (LH), FSH dapat dilakukan. Tes mikrobiologi Tes mikrobiologirutin tidak perlu pada evaluasi dan dan penanganan pasien dengan akne. Jika lesi terpusat pada peri oral dan area nasal dan tidak responsif terhadap penanganan akne konvensional, tes kultur dan sensitivitas bakteri untuk mengevaluasi follikulitis gram-negatif dapat dilakukan. 4 Pemeriksaan histopatologis Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik berupakan sebukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosebaseadengan massa sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang diganti

dengan jaringan ikat pembatas massa cair sebum yang bercampur dengan darah,jaringan mati dan keratin yang lepas.

Gambar 2.1 Komedo Hitam

Gambar 2.2 Komedo Putih

Sumber : saripati kulit kelamin FKUI j. Penatalaksanaan Terapi non farmakologis Diet. Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita akne vulgaris. Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan makanan berlemak dan hubungannya dengan akne masih diteliti. Hingga saat ini belum ada evidence base yang mendukung bahwa eliminasi makanan akan berdampak pada akne, akan tetapi beberapa pasien akan mengalami kemunculan akne setelah mengkonsumsi makanan tersebut

Terapi untuk mild acne Terapi pertama bagi mild acne adalah penggunaan topical retinoid. Jika terdapat tanda- tanda peradangan pada acne perlu ditambahkan topical antibiotic, yaitu clindamicin atau eritromycin. Pemberian antibiotic perlu dikombinasikan dengan obat anti inflamasi untuk mengurangi kejadian resistensi terhadap antibiotic. Topical benzoyl peroxide atau azelaic acid diperlukan untuk mengurangi resistensi terhadap P.acne. Retinoid topical Pemberian topical retinoid berfungsi untuk mengurangi adanya sumbatan pada folikel, untuk mencegah komedo dan acne yang meradang (pustule, nodul, kista). Topical retinoid yang tersedia adalah tretinoin, adapalene dan tazarotene. Berdasarkan penelitian tazarotene merupakan topical retinoid paling efektif. Efek samping dari pemberian topical retinoid termasuk eritema, kulit kering, kulit gatal dan kulit terasa tersengat. Adapalene merupakan topical retinoid yang mempunyai sedikit efek samping. Benzoyl peroxide Benzoyl peroxide bersifat bakterisidal dan efekif untuk pengobatan acne. Tujuan pemberian benzoyl peroxide dikombinasikan dengan antibiotic adalah untuk mencegah resistensi P. acne. Topical antibiotic Topical antibiotic diindikasikan untuk acne yang meradang. Antibiotic yang paling efektif adalah clindamicin dan eritromicin. Topical lain Salicylic acid terbukti menurunkan jumlah lesi primer dan keparahan jerawat. Topical lainnya yaitu azelaic acid. Azelaic acid bersifat komedolitik. Berdasarkan penelitian, pemberian dapsone 5% gel efektif dalam mengurangi lesi acne baik non inflamasi maupun inflamasi. Tetapi penggunaan dapsone memiliki efek samping yaitu menyebabkan anemia hemolytic.

Kombinasi Pemberian terapi secara kombinasi memiliki efek yang signifikan karena mempengaruhi pada patofisiologi acne yaitu proliferasi, inflamasi dan hiperkeratinisasi. Kombinasi topical retinoid dengan topical dan oral antibiotic terbukti mengurangi lesi inflamasi dan non inflamasi lebih cepat daripada pemberian obat antibiotic tunggal. Selain itu pemberian kombinasi berfungsi untuk mencegah resistensi terhadap P.acne.

Terapi untuk moderate acne Pemberian antibiotic sistemik merupakan indikasi bagi moderate dan severe acne. Antibiotic yang biasanya digunakan adalah golongan tetrasiklin dan derivatnya, makrolida, trimetropim sulfamethoxazole (TMP-SMX) dan trimetropim. Seperti topical antibiotic , sistemik antibiotic perlu

dikombinasikan dengan topical retinoid untuk meningkatkan efektifitas. Pada wanita dapat juga diberikan kontrasepsi oral yang mengandung estrogen dan progestin. Sistemik antibiotic Pemberian antibiotic pada moderate dan severe acne biasanya diberikan 8- 12 minggu karena untuk mencegah adanya resistensi bakteri. Obat- obat yang biasanya digunakan adalah tetrasikin, doksisiklin, minosiklin, eritromicin, TMP-SMX, trimetropim dan azithromicin. Efek samping pemberian antibiotic oral adalah dapat menyebabkan vaginal candidiasis. Tertrasiklin tidak boleh diberikan pada ibu hail dan anak dibawah 8 tahun karena dapat menyebabkan pertumbuhan tulang terhambat dan perubahan warna gigi. Pemberian doksisiklin dapat menyebabkan fotosensitif dan iritasi esophagus. Miniciclin dapat menyebabkan gangguang vestibular, hepatitis autoimun dan systemic lupus erytromatosus. kontrasepsi Oral

Estrogen yang terkandung pada kontrasepsi oral berguna untuk pengobatak acne pada perempuan. Kontrasepsi oral terbukti mengurangi jumlah lesi non inflamasi dan non inflamasi serta tingkat keparahan. Estrogen yang digunakan adalah ethinyl estradiol plus levonorgestrel, norethindrone asetat atau norgestimate. Namun, penelitian mengenai penggunaan kontrasepsi oral yang mengandung komponen progestin belum terbukti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kontrasepsi oral kombinasi yang mengandung baik estrogen maupun progestin efektif mengurangi lesi acne pada wanita, tanpa adanya kenaikan hormone androgen. Hingga kini kontrasepsi oral yang disetujui oleh Food Drug Admisnistration Amerika adalah ethinyl estradiol-drospirenone, ethinyl estradiol norethindrone acetate dan ethinyl estradiol norgestimate. Spironolakton Spironolakton dapat menghambat biosintesis dari testosterone dan melakukan blockade oada reseptor androgen. Dengan berkurangnya hormone androgen, akan menstimulasi proliferasi sebocyte dan mengurangi produksi sebum. Efek samping dari pemberian spironolakton adalah hiperkalemia, mesntruasi tidak teratur, nyeri pada payudara, dan hipotensi. Terapi pada severe acne Oral isotretinoin diindikasikan untuk severe nodulocystic acne atau terapi bagi resisten moderate acne. Isotretinoin Isotretinoin terbukti efektif dalam membersihkan lesi acne.dosis penggunaan isotretinoin oral ini adalah dengan dosis inisial 0,5 mg/kg. penggunaan isotretinoin mempunyai efek teratogenik . monitoring laboratorium juga diperlukan selama terapi , yaitu pengukuran trigliserid, cholesterol,

transaminase dan hitung darah lengkap. Efek samping dari obat ini adalah kulit kering, infeksi kulit sekunder, myalgia, dan epistaksis. Maintenance terapi Retinoid topical merupakan terapi maintenance untuk acne. Antibiotic perlu diberikan bila terdapat lesi inflamasi. Bila antibiotic diberikan diperlukan pula benzoyl peroxide. Terapi alternative Kortikosteroid oral Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Nader menunjukkan prednisone dapat menurunkan kadar androgen. Intralesional steroid Kortikosteroid dapat diberikan secara intralesi untuk mendapatkan dosis steroid yang tinggi dan penyerapan sistemik yang minimal. Beberapa bahwa

penelitian menyebutkan bahwa terapi ini pada lesi berupa nodul dan cyta menunjukkan penyembuhan dalam waktu 24 hingga 72 jam. Efek samping dari tindakan ini adalah adanya local atrophy dan adanya penyerapan secara sistemuk dapat menyebabkan penekanan pada axis hypothalamus- pituitaryadrenal. Chemical peels Glycolic acid adalah alfa hydroxyl acid yang dapat digunakan untuk menghilangkan dan regenerasi dari epidermis dan atau dermis. Asam salisita merrupakan agen keratolytik yang dapat menghancurkan komedo dengan cara menembus ke dalam pori0 pori . Comedo removal

Ekstraksi dari komedo dapat memberikan manfaat untuk superficial acne tetapi tidak pada cytic acne. Comedo removal tidak memberikan efek pada acne tetapi memberikan efek yang cepat pada penampilan pasien. Komplementer dan obat- obatan alternative Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tea tree oil efektif pada terapi acne. Laser Beberapa data menunjukkan penggunaan pulsed dye lasers, potasum titanyl phosphate lasers dan infrared lasers dapat mengurangi lesi acne. Light sources P. Acne menghasilkan porphyrins yang dapet menyerap cahaya ultraviolet dan spectrum cahaya biru. Penyerapan cahaya biru dapat meningkatkan fotoexitasi dan dapat menghancurkan bakteri. Photodynamic terapi Fotodinamik terai adalah terapi dengan memanfaatkan agen fotosensitizing yang mengaktifkan panjang gelombang untuk menghancurkan target jaringan. Secara topical diberikan 5-aminolevulinic acid (ALA) merupakan hasil metabolism dari protoporphyrin IX, merupakan poten photosensitizer yang mengakumulasi sel epidermal dan pilosebaceus.

BAB III KESIMPULAN

Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista. Predileksi akne vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung. Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi pada remaja dengan beberapa derajat keparahan. Dimana didapatkan frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun. Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan, antara lain: genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya. Ada

empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne yakni, peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi). Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk beratnya akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan tipe (komedoal/papulaar, pustular/noduokistik) dan atau beratnya penyakit

(ringan/sedang/sedang-berat/berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai inflamasi dan non-inflamasi. Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. Diagnosis banding akne vulgaris antara lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.

DAFTAR PUSTAKA 1. Boxton PK. ABC of Dermatology 4th ed. London:BMJ Group;2003. p:47-9. 2. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris andAcneiform Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A,Leffell D, eds. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th ed. New York:McGraw-Hill; 2007. p: 690-703. 3. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-5. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007 ; 122-125 4. Siregar. Atlas Berwarna SARIPATI PENYAKIT KULIT Ed.2. Jakarta : EGC .2004 ; 164-167 4. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 June 2011. Available from: http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.html5. Dreno B, Poli F. Epidemiology of Acne.Dermatology, Acne Symposium at the World Congres of Dermatology Paris July 2002.p:7-9. 2003 6. James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. In : James W, Berger T, ElstonDM, eds. Andrews disease of the skin Clinical Dermatology 10th ed. Canada : ElSevier; 2000. p: 231-44. 7. Siri knutsen Larson, annelise L. acne vulgaris: pathogenesis, treatment and needs assessment. Dermatology clinic 30 (2012) 99-106. elseiver

Anda mungkin juga menyukai