Anda di halaman 1dari 9

BAB 3 PTERIGIUM

1. Anatomi Konjungtiva Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sclera dan kelopak mata bagian belakang. Berbagai macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu : Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal ini sukar digerakkan dari tarsus. Konjungtiva bulbi, menutupi sclera dan mudah digerakan dari sclera dibawahnya. Konjungtiva forniks, merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak

2. Pterigium Definisi Pterigium adalah suatu penebalan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga, mirip daging yang menjalar ke kornea , pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif . Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal maupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterygium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Asal kata pterygium dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya wing atau sayap. Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterygium yang berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi.

Epidemiologi Di Indonesia yang melintas di bawah garis khatuliswa, kasus-kasus pterygium cukup sering didapati. Apalagi karena faktor risikonya adalah paparan sinar matahari (UVA & UVB), dan bisa dipengaruhi juga oleh paparan alergen, iritasi berulang (misal karena debu atau kekeringan). Insiden tertinggi pterygium terjadi pada pasien dengan rentang umur 20 49 tahun. Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Rekuren lebih sering terjadi pada pasien yang usia muda dibandingkan dengan pasien usia tua. Laki-laki lebih beresiko 2 kali daripada perempuan.

Etiologi & patofisiologi Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak dengan ultraviolet, debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Karena penyakit ini lebih sering pada orang yang tinggal di daerah beriklim panas, maka gambaran yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap sinar ultraviolet dari matahari, daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Diduga pelbagai faktor risiko tersebut menyebabkan terjadinya degenerasi elastis jaringan kolagen dan proliferasi fibrovaskular. Dan progresivitasnya diduga merupakan hasil dari kelainan lapisan Bowman kornea. Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan proliferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Histologi, pterigium merupakan akumulasi dari jaringan degenerasi subepitel yang basofilik dengan karakteristik keabu-abuan di pewarnaan H & E. Berbentuk ulat atau degenerasi elastotic dengan penampilan seperti cacing bergelombang dari jaringan yang degenerasi. Pemusnahan lapisan Bowman oleh jaringan fibrovascular sangat khas. Gejala Klinis Pterygium biasanya terjadi secara bilateral, namun jarang terlihat simetris, karena kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan kekeringan. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal karena daerah nasal konjungtiva secara relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain. Selain secara langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara tidak langsung akibat pantulan dari hidung. Pterygium yang terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara bersamaan walaupun pterygium di daerah temporal jarang ditemukan. Perluasan pterygium dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu penglihatan dan menyebabkan penglihatan kabur.

Gejala klinis pterygium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain: - mata sering berair dan tampak merah - merasa seperti ada benda asing - timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterygium - Dapat terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata. Pemeriksaan Fisik Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata (sclera) pada limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan kornea. Sclera dan selaput lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan peradangan. Pterygium dibagi menjadi tiga bagian yaitu : Body, bagian segitiga yang meninggi pada pterygium dengan dasarnya ke arah kantus Apex (head), bagian atas pterygium Cap, bagian belakang pterygium A subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir pterygium. Pterigyum terbagi berdasarkan perjalanan penyakit menjadi 2 tipe, yaitu : - Progressif pterygium : memiliki gambaran tebal dan vascular dengan beberapa infiltrat di kornea di depan kepala pterygium - Regressif pterygium : dengan gambaran tipis, atrofi, sedikit vaskularisasi, membentuk membran tetapi tidak pernah hilang Berbentuk segitiga yang terdiri dari kepala (head) yang mengarah ke kornea dan badan. Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi klinis menurut Youngson ):

Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea

Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm)

Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.

Diagnosa Penderita dapat melaporkan adanya peningkatan rasa sakit pada salah satu atau kedua mata, disertai rasa gatal, kemerahan dan atau bengkak. Kondisi ini mungkin telah ada selama bertahun-tahun tanpa gejala dan menyebar perlahan-lahan, pada akhirnya menyebabkan penglihatan terganggu, ketidaknyamanan dari peradangan dan iritasi. Sensasi benda asing dapat dirasakan, dan mata mungkin tampak lebih kering dari biasanya. penderita juga dapat melaporkan sejarah paparan berlebihan terhadap sinar matahari atau partikel debu Diagnosa Banding 1. Pinguekula 2.Pseudopterigium

Terapi Konservatif Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada kornea. Bedah Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium. Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjugntiva bagian superior untuk menurunkan angka kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal mngkin, angka kekambuhan yang rendah. Penggunaan Mitomycin C (MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium yang rekuren, mengingat komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup berat. A. Indikasi Operasi 1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus 2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil 3. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena astigmatismus 4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita B. Teknik Pembedahan Tantangan utama dari terapi pembedahan pterigium adalah kekambuhan, dibuktikan dengan pertumbuhan fibrovascular di limbus ke kornea. Banyak teknik bedah telah digunakan, meskipun tidak ada yang diterima secara universal karena tingkat kekambuhan yang variabel. Terlepas dari teknik yang digunakan, eksisi pterigium adalah langkah pertama

untuk perbaikan. Banyak dokter mata lebih memilih untuk memisahkan ujung pterigium dari kornea yang mendasarinya. Keuntungan termasuk epithelisasi yang lebih cepat, jaringan parut yang minimal dan halus dari permukaan kornea. 1. Teknik Bare Sclera Melibatkan eksisi kepala dan tubuh pterygium, sementara memungkinkan sclera untuk epitelisasi. Tingkat kekambuhan tinggi, antara 24 persen dan 89 persen, telah didokumentasikan dalam berbagai laporan. 2. Teknik Autograft Konjungtiva memiliki tingkat kekambuhan dilaporkan serendah 2 persen dan setinggi 40 persen pada beberapa studi prospektif. Prosedur ini melibatkan pengambilan autograft, biasanya dari konjungtiva bulbar superotemporal, dan dijahit di atas sclera yang telah di eksisi pterygium tersebut. Komplikasi jarang terjadi, dan untuk hasil yang optimal ditekankan pentingnya pembedahan secara hati-hati jaringan Tenon's dari graft konjungtiva dan penerima, manipulasi minimal jaringan dan orientasi akurat dari graft tersebut

Komplikasi 1. Komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut:


-

Gangguan penglihatan Mata kemerahan Iritasi Gangguan pergerakan bola mata. Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea Pada pasien yang belum di eksisi terjadi distorsi dan penglihatan sentral berkurang Timbul jaringan parut pada otot rektus medial yang dapat menyebabkan diplopia Dry Eye sindrom

Keganasan epitel pada jaringan epitel di atas pterigium

2. Komplikasi post-operatif bisa sebagai berikut: Rekurensi Infeksi Perforasi korneosklera Jahitan graft terbuka hingga terjadi pembengkakkan dan perdarahan Granuloma konjungtiva Conjungtiva scar Adanya jaringan parut di kornea Disinsersi otot rektus

Prognosis Pterigium adalah suatu neoplasma yang benigna. Umumnya prognosis baik. Kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan sitotastik tetes mata atau beta radiasi. Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Rasa tidak nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi. Sebagian besar pasien dapat beraktivitas kembali setelah 48 jam postoperasi. Pasien dengan rekuren pterygium dapat dilakukan eksisi ulang dengan conjungtiva autograft atau transplantasi membran amnion. Umumnya rekurensi terjadi pada 3-6 bulan pertama setelah operasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Aminlari A, Singh R, Liang D. Management of Pterygium. Diunduh dari :

http://www.aao.org/aao/publications /eyenet /201011/ pearls.cfm?. 2010 2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2007. hal:2-6,. 2007 3. Fisher JP, Trattler WB. Pterygium. Diunduh dari :http://emedicine.medscape.com/ article/ 1192527-overview. 2011 4. Riordan P, Whitcher JP. Voughan & Asburs General Ophthalmology 17th edition. Philadelpia : McGrawHill. 2007 5. Lang GK. Pterygium. In : Atlas Ophthalmology a Short Textbook. New York : Thieme. 2000
6. Joomla., 2009. Tindakan Bedah Katarak. Available on http://209.85.175.132/search?q=cache:8de-uudINQJ:203.211.145.29/~gadingey// index2.php%3Foption%3Dcom_content %26do_pdf%3D1%26id%3D9+Tindakan+Bedah+Katarak %2BJoomla&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id&client=firefox-a. (Diakses 25 Februari 2009).

Anda mungkin juga menyukai