Anda di halaman 1dari 19

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Sisarah (Spilanthes Acmella Murr.) 2.1.1. Pengenalan Morfologi Tumbuhan Sisarah (Spilanthes Acmella Murr.) Tinggi tumbuhan Akar tumbuhan Bentuk daun : 70-80 cm : tunggang, berwarna putih kecoklatan : berbentuk bulat telur, daun tunggal, berhadapan, ujung meruncing, tepi rata, pangkal runcing, berwarna hijau, panjang daun 1,5-6 cm, lebar 1-4 cm Bunga : berbentuk bulat, benang sari berbentuk jarum, berwarna ungu Buah : keras, berwarna hitam, panjang 1-1,5 mm (D.K.Saraf and V.K.Dixit,2002)

2.1.2 Pengenalan Nama Daerah Tumbuhan Sisarah (Spilanthes Acmella Murr.) Di Indonesia tumbuhan Sisarah memiliki nama daerah diantaranya di daerah karo (Sirah-rah), Sidikalang dan Siborong-borong (Sisarah), Simalungun (Siru-rus), Minangkabau (Gatang), Melayu (Getang), Ternate (Baga), Jawa Tengah (Legetan), Sunda (Jutang Sawah)

2.1.3 Sifat Dan Khasiat Tumbuhan Sisarah (Spilanthes Acmella Murr.) Spilanthes acmella Murr. termasuk ke dalam famili Asteraceae, juga dikenal sebagai tumbuhan penyembuh sakit gigi. Tumbuhan ini merupakan tanaman semak berukuran 30-60 cm. Tanaman ini merupakan tumbuhan asli daerah tropis seperti India, Brazil dan Indonesia. Bagian dari tumbuhan ini yaitu akar, batang, daun dan bunganya digunakan oleh sebagian masyarakat sebagai obat tradisional. Seperti bunganya sebagai obat gusi berdarah dan sakit gigi. Bagian yang lain seperti akar bisa digunakan sebagai obat diare. Akar, putik bunga dan bagian lainnya mengandung senyawa yang dikenal dengan nama spilanthol yang merupakan stimulan yang sangat kuat dan bersifat analgesik lokal. Tumbuhan ini telah diaplikasikan dalam bidang farmasi, anti sakit gigi dan sebagai obat kumur. Selain itu tumbuhan Sisarah

Universitas Sumatera Utara

(Spilanthes acmella Murr.) juga dapat digunakan untuk obat rematik. Sebagai suplemen nutrisi sejumlah kecil ekstrak tumbuhan telah digunakan sebagai pemanis yang tidak mempengaruhi bau makanan dan minuman. (Supaluk,P.,et all.,2009)

2.1.4 Sistematika Tumbuhan Sisarah (Spilanthes Acmella Murr.) Sistematika tumbuhan Sisarah adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub divisio Kelas Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Dicotyledoneae : Asterales : Asteraceae : Acmella : Spilanthes acmella Murr.

2.1.5 Senyawa Kimia yang Terkandung Pada Famili Asteraceae Famili Asteraceae merupakan salah satu famili tumbuhan yang tersebar luas dengan 30.000 spesies dan lebih dari 1100 genus. (Radford,1986) Kebanyakan dari tumbuhan ini mengandung aktivitas antimikroba yang dihasilkan oleh senyawa sesquiterpen sebagai salah satu metabolit sekunder. Selain itu Asteraceae juga mengandung senyawa kimia lain seperti polifenol, flavanoida. (Sabitha A.R.,et all,2006) Salah satu Famili Asteraceae yang sudah diteliti adalah tumbuhan Jombang (Taraxacom Officinale Weber et Wiggers). Herba mengandung flavanoids (isoquerin, hyperin), taraxasterol, taraxacerin, taraxerol, taraxin, kholine, inulin, pektin, koumesterol, asparagin dan vitamin (A,B dan D). Inulin adalah oligosakarida yang mempunyai khasiat prebiotik. Akar mengandung taraxol, taraxerol, taraxin, taraxa sterol, -amyrin, stigmasterol, -sitosterol, choline, levolin, pectin, inulin, kalsium, kalium, glukosa, dan fruktosa. Daun mengandung lutein, violaxanthin, plasloquinone, tannin, karotenoid, kalium, natrium, kalsium, choline, copper, zat besi, magnesium, fosfor, silikon, sulfur, Vitamin (A,B1,B2, C dan D). Bunga mengandung arnidol dan flavoxanthin. (Dalimartha,2008)

Universitas Sumatera Utara

2.2 Senyawa Terpenoida Senyawa terpenoida berasal dari molekul isoprene CH2=C(CH3)-CH=CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5 ini. Kemudian senyawa senyawa itu dibagi bagi menjadi beberapa golongan berdasarkan jumlah satuan yang terdapat di dalam senyawa tersebut; dua (C10), tiga (C15), empat (C20), enam (C30), atau delapan (C40) satuan. Terpenoida terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen minyak atsiri, yaitu monoterpenoida dan seskuiterpenoida yang mudah menguap (C10 dan C15), diterpena yang lebih sukar menguap (C20), sampai senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpenoida dan sterol (C30), serta pigmen karotenoida (C40 ). Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat dalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya terpenoid diekstraksi dari jaringan tumbuhan dengan memakai eter minyak bumi, eter, atau kloroform, dan dapat dipisahkan secara kromatografi pada silica gel atau alumina memakai pelarut di atas. (Harborne,J.B.,1983)

2.2.1 Klasifikasi Senyawa Terpenoida Senyawa terpenoida dapat terbagi ke dalam beberapa golongan utama terpenoida, yaitu : Jumlah satuan isoprena 1 2 3 Jumlah karbon C5 C10 C15 Golongan Jenis utama dan sumbernya

C20

6 8 n

C30 C40 Cn

Isoprena Dideteksi dalam daun Hamammelis japonica Monoterpenoida Monoterpena dalam minyak atsiri tumbuhan Seskuiterpenoida Seskuiterpenoida dalam minyak atisiri Seskuiterpenoida dalam lakton (dalam Compositae) Abisin (mis: asam abisat) Diterpenoida Asam diterpena dalam damar tumbuhan Giberalin (mis: asam giberelat) Sterol (mis:sitosterol) Triterpenoida Triterpena (mis : -amirin) Saponin (mis : yamogenin) Tetraterpenoida Glikosida jantung Rubber contohnya tumbuhan Hevea brasiliensis Poliisoprena Karotenoid (mis :-karotena)

Universitas Sumatera Utara

2.3 Senyawa Triterpenoida Merupakan senyawa turunan dari terpenoida dan memiliki struktur dengan kelipatan enam satuan isoprene. Tersebar luas dalam damar gabus dan kitin tumbuhan, yang paling penting dan tersebar luas adalah triterpena pentasiklik. Memiliki nilai ekologi bagi tumbuhan yang mengandungnya karena bekerja sebagai anti fungus, insektisida, dan anti serangga. Contoh: Lanosterol

Lanosterol Senyawa triterpenoida yang dijumpai di alam terdapat dalam dua bentuk yaitu bentuk asiklik dan siklik. Di alam, senyawa ini terdapat pada tumbuhan dan hewan, senyawa ini terdapat dalam bentuk ester dari senyawa glikosida atau membentuk suatu senyawa yang kerangka dasarnya mempunyai persekutuan dengan senyawa glikosida, berarti senyawa senyawa triterpenoida di alam mempunyai bentuk bentuk yang berbeda dan tergantung pada senyawa senyawa tersebut. (Manitto,P.,1992)

2.3.1 Klasifikasi Senyawa Triterpenoida Berdasarkan bentuk dan keadaan senyawa triterpenoida, maka senyawa ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1.Senyawa steroida Merupakan salah satu golongan senyawa triterpenoida yang struktur dasarnya mempunyai cincin tetrasiklik yang tak jenuh. Contoh : Stigmasterol

Universitas Sumatera Utara

2. Senyawa triterpena Di dalam senyawa triterpenoida ini terdapat dalam bentuk asiklik dan siklik, yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : - Triterpena asiklik, yaitu senyawa triterpena yang tidak mempuinyai cincin tertutup

pada strukturnya, misalnya skualena, senyawa ini berupa kristal yang tidak berwarna, mempunyai titik leleh tinggi, dan bersifat optis aktif. Contoh : Skualena

-. Triterpena trisiklis, yaitu senyawa triterpena yang mempunyai tiga cincin tertutup pada struktur molekulnya, misalnya Ambrein.

- Triterpena tetrasiklis,

yaitu senyawa triterpena yang mempunyai empat cincin

tertutup pada struktur molekulnya, misalnya Lanosterol. Dimana senyawa ini merupakan golongan tetrasiklis yang memiliki rangka perhidroksiklopentanofenantren dan dapat dianggap sebagai intermediate, dan senyawa ini berhubungan erat dengan struktur sterol. Contoh : Lanosterol -Triterpena pentasiklis, yaitu triterpena yang mempunyai lima cincin tertutup pada struktur molekulnya. Senyawa ini terdapat pada tumbuh tumbuhan yang terikat dengan senyawa senyawa gula yang disebut dengan triterpen glikosida.

Universitas Sumatera Utara

3.Saponin Saponin adalah salah satu golongan triterpenoida glikosida, dimana kerangka dasarnya berhubungan erat dengan struktur senyawa sterol dan triterpenoida. Bila senyawa ini dihidrolisis akan menghasilkan suatu senyawa aglikon ( saponin steroida ) dan glikosida ( gula ). Aglikon yang membentuk senyawa saponin ini adalah merupakan senyawa triterpenoida, sterol dan sapogenin steroida. Senyawa saponin dapat menurunkan tegangan permukaan cairan dan dapat menghemolisi darah. Saponin larut dalam air, biasanya berasa pahit. Contohnya : Halogenin 4. Kardiak glikosida Kardiak glikosida adalah salah satu golongan triterpenoida, dimana kerangka dasarnya sama dengan triterpenoida dan steroida. Akan tetapi pada atom C17 berikatan langsung dengan senyawa glikosida atau senyawa turunan furan. Senyawa kardiak glikosida ini sukar dihidrolisa sebab ikatan ikatan glikosida tadi tidak sama dengan ikatan glikosida pada senyawa saponin. Senyawa saponin adalah suatu senyawa ester dari suatu glikosida dengan aglikon. (Makin,L.H,1975) Contoh : Digitoksigenin

2.4 Senyawa Steroida Merupakan nama umum untuk senyawa senyawa penyusun lipida yang meliputi sterol, asam empedu, kardiak glikosida, saponin, dan hormon seks. Secara sederhana, steroid dapat diartikan sebagai kelas senyawa organik bahan alam yang kerangka strukturnya terdiri dari androstan ( siklopentenofenantren ). Androstan adalah suatu sistem cincin tetrasiklik, keempat cincinnya berturut turut ditandai dengan A, B, C, dan D, dan semua atom C yang terdapat dalam struktur diberi nomor mulai dari 1 sampai dengan 19. (Tobing,R.L,1989)

Universitas Sumatera Utara

10

Nukleus Siklopentanofenantren Gambar di atas merupakan strktur dasar dari senyawa steroida.(Robert,W.C.,1987)

Sterol Merupakan alkohol steroida dari sumber nabati dan hewani, contohnya Farnesol, C15H26O (akasia); ergostol, C28H44O (ragi); kolesterol, C27H46O; sitosterol, C29H48O (gandum). (Grant,1987) Inti steroida dasar sama dengan inti lanosterol dan triterpenoida tetrasiklik lain, tetapi hanya pada dua gugus metil yang terikat pada sistem cincin, pada posisi 10 dan 13. Nama sterol dipakai khusus untuk steroida alkohol, tetapi karena praktis, semua steroida tumbuhan berupa alkohol dengan gugus hidroksil pada C3, seringkali semuanya disebut sterol. (Robinson,T.,1995)

Kolesterol Kolesterol menjadi sumber utama yang berasal dari binatang. Banyak terdapat pada sel dan lipoprotein serta pada steroida hormon. Kolesterol juga dapat ditemukan pada jaringan badan, terutama dalam otak, tulang belakang, dan dalam bentuk lemak hewan. (Zeelen,F.J.,1990) Kolesterol merupakan steroida yang paling umum. Kolesterol jarang ditemukan dalam tumbuhan, meskipun sterol yang berhubungan erat dengannya misalnya stigmasterol, merupakan komponen yang penting dalam tumbuhan. (Manitto,P.,1992) Gambar struktur kolesterol:

Universitas Sumatera Utara

11

2.4.1 Klasifikasi Senyawa Steroida Pembagian steroida berdasarkan sifat fisiologisnya adalah sebagai berikut: 1. Sterol Contohnya: Ergosterol dan Stigmasterol 2. Asam-asam empedu Contohnya: Asam Kolat dan Asam Litokolat 3. Hormon Seks Contohnya: Destron dan Progesteron 4. Hormon Adrenokartikoid Contohnya: Kortison dan Aldosteron. (Makin,L.H.,1975)

2.4.2 Biosintesis Senyawa Steroida Jalur biosintesis steroida adalah sebagai berikut: (Stanley,P.,1988)

CH3COOH Asam asetat

CH3 C ScoA Asetil Ko-A O

2CH3 CO SCoA

CH3 CO CH2CO SCoA + CoA SH

CH3 CO CH2CO SCoA + CoA SH + CH3 CO SCoA

OH CH3 C CH2 CO SCoA CH2 CO SCoA

OH

CH3 C CH2 C - OH CH2 CH2 OH Asam mevalonat

3 x C5 OPP Isopentenil pirofosfat Farnesil pirofosfat OPP

Universitas Sumatera Utara

12

FPP

CH3 CH3

Skualena OH CH3 Protosterol Karbonium Ion

Protosterol karbonium ion

Sikloartenol

Lanosterol

FITOSTEROL ( Tumbuhan )

KOLESTEROL ( Hewan )

2.4.3 Metode Isolasi Senyawa Triterpenoida Terhadap Tumbuhan Untuk mengisolasi senyawa triterpenoida dari tumbuhan dikenal lima metode yaitu: 1. Metode isolasi Senyawa Triterponoida Secara Umum Pemakaian teknik kromatografi banyak digunakan untuk pemisahan senyawa-senyawa terpenoida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Hal ini disebabkan karena hasilnya sangat baik untuk pemisahan suatu senyawa dalam jumlah yang sedikit dan juga disebabkan karena senyawasenyawa ini mempunyai sifat hampir berdekatan dalam golongan yang sama. Pemisahan senyawa triterpena dimana hasilnya lebih baik dengan

menggunakan silika gel tipe 60.

Universitas Sumatera Utara

13

2. Metode Isolasi Senyawa Triterpenoida Harborne Pada metode ini, tumbuhan dikeringkan terlebih dahulu, lalu dihaluskan. Serbuk tumbuhan diekstraksi dengan metanol panas, lalu dipekatkan. Untuk memisahkan garam-garam anorganik ditambahkan kristal MgSO4 anhidrid dan dipisahkan dengan cara menyaring. Larutan ekstrak ini kemudian diserbukkan dengan MgO yang kemudian diekstraksi secara bertingkat dengan n-heksana, kloroform,dan benzena. Fraksi metanol dipisahkan dengan kolom kromatgografi dengan adsorben alumina dan developer benzena:etil asetat (1:1v/v). Fraksi yang diperoleh diuapkan hingga terbentuk residu dan kemudian residu ini dikristalisasi dengan pelarut metanol sampai terbentuk kristal. 3. Metode Isolasi Senyawa Triterpenoida Byung Hoon Han dan Lin Keun Woo Tumbuhan yang telah kering diekstraksi dengan metanol panas, kemudian ekstrak dipekatkan. Ekstrak metanol pekat ditambahkan aquadest dengan perbandingan yang sama dan disaring. Filtrat air kemudian diekstraksi secara partisi dengan menggunakan pelrut eter dan butanol. Kemudian fraksi butanol dipekatkan dengan alat rotary evaporator. Fraksi pekat dianalisa dengan kolom kromatografi. Dari hasil analisa kolom kromatografi akan diperoleh senyawa triterpena. 4. Metode Isolasi Senyawa Triterpena Oleh Bhatnager Tumbuhan yang telah dikeringkan terlebih dahulu dihilangkan lemaknya dengan cara menggunakan pelarut n-heksana, eter, kemudian diekstraksi kembali dengan metanol. Ekstrak metanol diuapkan, selanjutnya direfluks dengan HCl 2N selama 3 jam. Hasil refluks diekstraksi berulangulang dengan eter dan dicuci dengan air suling sampai bebas asam. Kemudian larutan eter dikumpulkan dan dikeringkan dengan Natrium Sulfat, kemudian hasilnya direkristalisasi dengan pelarut metanol. 5. Metode Isolasi Senyawa Triterpenoida Oleh Morris Tumbuhan yang telah kering dihidrolisa dengan HCL 2N selama 4 jam, kemudian disaring dan dicuci sampai netral. Residu yang diperoleh dikeringkan pada suhu 80oC sampai 100oC selama 4-6 jam,kemudian diekstraksi dengan n-heksana pada suhu 60-700C selama 8 jam, selanjutnya diuapkan hingga berbentuk kristal.(Hutapea,S.H.,1992)

Universitas Sumatera Utara

14

2.5 Teknik Pemisahan Dalam ilmu kimia dan fisika dikenal dua macam cara pemisahan yaitu pemisahan kimia dan pemisahan fisika, yang keduanya mempunyai dasar yang sama yaitu berdasarkan pemisahan fase. a. Pemisahan Kimia : Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang memanfaatkan adanya perbedaan yang sangat besar dari sifat-sifat komponen dalam campuran yang hendak dipisahkan. Salah satu perbedaan sifat fisika yang dimanfaatkan adalah perbedaan yang besar dari kelarutan masing-masing komponen yang hendak dipisahkan. Contoh: ekstraksi b. Pemisahan Fisika : Teknik pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang bertitik tolak pada perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang termasuk dalam satu golongan. Banyak sekali perbedaan kecil sifat-sifat fisik senyawa-senyawa organik antara lain: daya penguapan, kemampuan adsorbsi, kelarutan, polaritas dan ukuran

molekul.(Muldja,M.H.,1955)

2.5.1 Ekstraksi Ekstraksi dapat dilakukan dengan metode maserasi, perkolasi, dan sokletasi. Sebelum diekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan dengan derajat kehalusan tertentu. Kemudian diekstraksi dengan salah satuu cara di atas. Ekstraksi dengan metode sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai pelarut berdasarkan kepolarannya, misalnya: n-heksana, benzene, kloroform, etil asetat, etanol, metanol, dan air. Ektraksi dianggap selesai bila tetesan ekstrak yang terakhir memberikan reaksi negatif terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat biasanyapelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotaryevaporator. (Harborne,J.B.,1983)

2.5.2 Kromatografi Kromatografi didefenisikan sebagai pemisahan campuran dari dua atau lebih senyawa atau ion dengan mendistribusikannya diantara dua fasa yaitu fasa diam dan fasa bergerak. Dasar dari pemisahan ini adalah perbedaan daya serap atau daya larut pada kedua fasa tersebut. (Linus,P.,1954)

Universitas Sumatera Utara

15

2.5.2.1 Pembagian Kromatografi Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu fasa tetap (stationary) dan yang lain fasa bergerak (mobile); pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari kedua fasa ini. Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat fasa tetap, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi. Karena fasa gerak dapat berupa zat cair atau gas maka semua ada 4 macam sistem kromatografi, yaitu: a) Fasa gerak zat cair Fasa tetap zat padat Dikenal sebagai kromatografi serapan yang meliputi: Kromatografi Lapisan Tipis Kromatografi Lapisan Ion

b) Fasa gerak gas Fasa tetap padat - Kromatografi gas padat c) Fasa gerak zat cair Fasa tetap zat cair Dikenal sebagai kromatografi partisi Kromatografi Kertas

d) Fasa gerak gas Fasa tetap zat cair Kromatografi gas cair Kromatografi Kolom Kapiler (Muldja,M.H.,1955)

2.5.2.2. Kromatografi Lapisan Tipis Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Egan Stahl dengan menghamparkan penyerap pada lempeng gelas, sehingga merupakan lapisan tipis. KLT merupakan kromatografi serapan, tetapi dapat juga merupakan kromatografi partisi karena memberikan banyak keuntungan misalnya peralatan yang diperlukan sedikit, murah, sederhana, waktu cepat dan daya pisah cukup baik. (Stahl,E,1969) Kromatografi merupakan metoda pilihan untuk pemisahan semua kandungan yang larut dalam lipid, steroid, karotenoid, kuinon sederhana dan klorofil. Satu kekurangan kromatografi lapis tipis yang asli adalah kerja penyaputan plat kaca dengan penyerap. Bila kromatografi lapis tipis dibandingkan dengan kromatografi kertas, kelebihan kromatografi lapis tipis adalah keserbagunaan, kecepatan dan

Universitas Sumatera Utara

16

kepekaannya. Keserbagunaan kromatografi lapis tipis disebabkan oleh kenyataan bahwa di samping selulosa, sejumlah penyerap yang berbeda-beda dapat disaputkan pada plat kaca atau penyangga lain dan digunakan untuk kromatografi.(Sudjadi,1986) Tehnik dasar dalam melaksanakan pemisahan dengan kromatografi lapis tipis adalah sebagai berikut. Pertama kali lapisan tipis adsorben dibuat pada permukaan plat kaca atau plat lain, misalnya berukuran 5 x 20 cm. Tebal lapisan adsorben dapat bervariasi tergantung penggunaannya. Larutan campuran senyawa yang akan dipisahkan diteteskan pada kira-kira 1,5 cm dari bagian bawah plat dengan menggunakan pipet mikro atau syringe. Zat pelarut yang terdapat pada sampel yang diteteskan tersebut kemudian diuapkan dahulu Selanjutnya plat kromatografi dikembangkan dengan mencelupkannya pada chamber yang berisi campuran zat pelarut. Tinggi permukaan zat pelarut dalam chamber harus lebih rendah dari letak tetesan sampel pada plat kromatografi. Dengan pengembangan tersebut masingmasing komponen senyawa dalam sampel; akan bergerak ke atas dengan kecepatan yang berbeda Perbedaan kecepatan gerakan ini merupakan akibat dari terjadinya pengaruh proses dengan kromatografi lapis tipis, mulai pemilihan adsorben sampai identifikasi masing-masing komponen yang telah terpisah. Kromatografi lapis tipis merupakam kromatografi adsorbsi dan adsorben bertindak sebagai fasa tetap. Empat macam adsorben yang umum dipakai adalah silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kieselgur (diatomeus earth), dan selulosa. (Sastrohamidjojo,1985)

Pelarut (Eluen) Pemilihan pertama dari pelarut adalah bagaimana sifat kelarutannya. Tetapi sering lebih baik untuk memilih pelarut yang tak tergantung daripada kekuatan elusi sehingga zat-zat elusi yang lebih kuat dapat dicoba. Yang dimaksud dengan kekuatan dari zat elusi adalah daya penyerapan pada penyerap pada kolom. Campuran yang akan dipisahkan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, lebih menguntungkan jika dipakai pelarut pengembang atau pelarut yang kepolarannya sama dengan pengembang. (Sastrohamidjojo,1985)

Universitas Sumatera Utara

17

Penyerap (Adsorben) Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memeriksa pengaruh ketebalan penyerap terhadap kualitas pemisahan tetapi ketebalan yang paling sering dipakai ialah 0,5 2 mm. Ukuran plat kromatografi biasanya 20x20 cm atau 20x40 cm. Penyerap yang paling umum adalah silika gel dan dipakai untuk pemisahan senyawa campuran lipofil maupun campuran senyawa hidrofil. Keuntungan membuat plat sendiri adalah bahwa ketebalan dan susunan lapisan dapat kita atur sendiri. Penotolan Cuplikan Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada plat KLT. Pelarut yang baik ialah pelarut atsiri (n-heksana, diklorometana, etil asetat), karena jika pelarut kurang atsiri terjadi pelebaran pita. Konsentrasi cuplikan harus sekitar 510%. Cuplikan ditotolkan harus berupa pita sesempit mungkin karena pemisahan bergantung pada lebar pita. Penotolan dapat dilakukan dengan tangan (pipet) tetapi lebih baik dengan penotol otomatis. Kemudian plat dikeringkan dan dielusi dengan pelarut yang diinginkan. (Hostettmann,1995)

2.5.2.3 Kromatografi Kolom Kromatografi kolom adalah kromatografi yang menggunakan kolom sebagai alat untuk memisahkan komponen-komponen dalam campuran. Alat tersebut berupa pipa gelas yang dilengkapi suatu keran di bagian bawah kolom untuk mengendalikan aliran zat cair. Ukuran kolom tergantung dari banyaknya zat yang dipindahkan. Untuk menahan penyerap (adsorben) di dalam kolom dapat digunakan gelas wool atau kapas. Adsorbennya dapat digunakan adsorben anorganik seperti alumina, bauksit, magnesium, silikat, silika gel dan tanah diatomea. Sedangkan adsorben organik seperti arang gula, karbon aktif paling sering digunakan. (Yazid,E.,2005). Kromatografi cair yang dilakukann di dalam kolom besar merupakan metode kromatografi terbaik untuk pemisahan campuran dalam jumlah besar (lebih dari 1g). Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam atau bahkan tabung plastik. Pelarut (fase gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom dengan

Universitas Sumatera Utara

18

laju yang berbeda, memisah, dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas kolom. (Gritter,R.J.,1991)

Fasa Gerak Fasa gerak harus selektif terhadap komponen, dan tidak kental agar dapat memperkecil penurunan tekanan dan meningkatkan laju alih massa. Diharapkan juga agar fasa gerak yang digunakan tidak bereaksi dengan senyawa yang akan dipisahkan. Fasa Diam Fasa diam tidak boleh larut dalam fasa gerak. Banyak kolom yang rusak karena tidak memperhatikan peringatan mengenai kelarutan atau kestabilan penyangga dalam asam kuat atau basa kuat. Misalnya, silika sangat mudah larut dalam larutan dengan pH lebih besar dari 7,5. Keasaman dengan pH lebih kecil dari 2 juga harus dihindari untuk silika.(Edward,J.,1991)

Silika gel Silika gel terdiri atas silisium dioksida (SiO2) yang berbentuk koloida, hampir tidak mengandung air dan mempunyai banyak sekali pori yang halus. Bahan ini dibuat secara sintetik dengan mengolah sikat alkali dengan asam sulfat. Silika gel seringkali dibuat dalam bentuk granula (butiran) dan tergantung pada tujuan pemanfaatannya, dapat berpori sempit atau lebar. Silika gel dapat diregenerasi dengan cara yang sederhana, yaitu dengan pemanasan pada suhu 120 o180oC. Pemanasan dapat dilakukan secara langsung.(Bernasconi,G.,1995) Beberapa macam silika gel antara lain: Silika gel G adalah silika gel yang dicampur perekat CaSO4 lebih kurang 13%. Silika gel GF adalah silika gel yang dicampur perekat CaSO4 dan indikator fluoresensi. Silika gel H adalah silika gel tanpa pengikat.

Universitas Sumatera Utara

19

Silika gel HF adalah silika gel tanpa pengikat tetapi memakai indikator fluoresensi. (Muldja,M.,1955)

2.6. Teknik Spektroskopi Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Untuk pelaksanaan teknik analisis spektroskopi dipakai instrument sebagai pengukur dan perekam sinyal interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer. (Muldja,M.,1955) Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe tipe dari adanya gugus fungsi dalam satu molekul, resonansi magnet inti yang memberikan informasi tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Ini juga memberikan informasi yang menyatakan tentang alam serta lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Kombinasinya dan data yang ada kadang kadang menentukan struktur yang lengkap dari molekul yang tidak diketahui. (Pavia,L.,1988)

2.6.1. Spektrofotometri Inframerah ( FT-IR ) Bila sinar infra merah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik, maka sejumlah frekuensi diserap sedangkan frekuensi yang lain diteruskan atau ditransmisikan tanpa diserap. Jika kita menggambar antara persen absorbansi atau persen transmitansi lawan frekuensi maka akan dihasilkan suatu spektrum infra merah. Ikatan-ikatan yang berbeda (C-C, C=C, CC, C-O, C=O, O-H, N-H) mempunyai frekuensi vibrasi yang berbeda dan kita dapat mendeteksi adanya ikatanikatan tersebut dalam molekul organik dengan mengidentifikasi frekuensi-frekuensi karakteristiknya sebagai pita serapan dalam spektrum infra merah. (Silverstain,1986) Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan yaitu vibrasi regang ( stretching ) dan vibrasi lentur ( bending vibrations ). Vibrasi Regang

Universitas Sumatera Utara

20

Terjadi perubahan jarak antara dua atom dalam suatu molekul secara terus menerus. Vibrasi regang ada dua macam, yakni vibrasi regang simetris dan tak simetris.

Vibrasi Lentur Terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada dua macam vibrasi lentur yaitu vibrasi lentur dalam bidang dan vibrasi luar bidang. Jelaslah sekarang bahwa Spektrometer Infra-merah ditujukan untuk penentuan gugus gugus fungsi molekul. Radiasi IR dapat dibagi ke dalam dua daerah, yaitu : - Daerah gugus fungsi pada pada rentang vibrasi antara 4000 hingga 1600 cm-1. - Daerah sidik jari pada rentang vibrasi antara 1600 hingga 670 cm-1. (Fessenden,R.J.,1986) Radiasi IR yang dipakai harus berada pada rentang frekuensi yang sesuai dengan rentang getaran alamiah dari molekul agar diperoleh informasi gugus gugus molekul dari zat yang dianalisis. Seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut. (Muldja,M.,1955) Tabel 1 : Absorpsi karakteristik infra-merah dari gugus gugus fungsi molekul. Keterangan : S = kuat, m = sedang, w = lemah Gugus fungsi C-H -CH2 -CH3 C=C O-H Jenis vibrasi Stretch Bend Bend Alkena Bebas Frekuensi ( cm-1 ) 3000-2850 1450-1375 1465 1680-1600 3500-3200 Intensitas S m m m-w m

2.6.2. Spektrometri Resonansi Magnetik Inti ( 1H-NMR ) Spektrometer Resonansi Magnetik Inti ( Nuclear Magnetic Resonance, NMR) merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul.

Universitas Sumatera Utara

21

Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen. (Creswell,1982) Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua proton proton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa kadang kadang menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa memberikan penaikan menjadi puncak absorpsi tunggal dalam spektrum NMR. (Bernasconi,G.,1995). Dalam spektroskopi NMR, suatu contoh senyawa ditaruh di antara kutubkutub sebuah magnet yang cukup kuat untuk mensearahkan sebagian dari inti-inti yang mempunyai momen magnet. Contoh itu kemudian disinari dengan radiasi elektromagnet, biasanya dalam jangkau frekuensi radio 107 - 108 Hz. Sebuah inti yang berpusing yang disearahkan dengan medan magnet itu dapat dibalikkan arahnya dengan cara menyerap sebuah proton yang energinya tepat sesuai. Inti yang berlainan atau inti yang serupa tetapi terikat pada lingkungan yang berlainan, menyerap foton pada panjang gelombang yang berlainan. Pola frekuensi radio yang diserap merupakan spektrum NMR dari senyawa itu. Resonansi Magnetik Inti Proton diakibatkan oleh penyerapan radiasi elektromagnetik (daerah radiofrekuensi) oleh proton-proton dalam suatu medan magneti, yang mebalik dari keadaan spin pararel ke antipararel. Suatu medan magnet, molekular imbasan yang dapat memperisai proton atau meniadakan perisai dan mengakibatkan suatu geseran kimia dari pita absorbsi. Medan imbasan adalah hasil efek anisotropic dan efek induktif. Suatu proton yang terperisai akan menyerap di atas medan, mendakati TMS rujukan, sedangkan proton yang kurang perisai akan menyerap di bawah medan. (Fessenden, R.J.,1986)

Beberapa keuntungan dari pemakaian standar internal TMS yaitu : TMS mempunyai 12 proton yang setara sehingga akan memberikan spektrum puncak tunggal yang kuat. CH3 H3C Si CH3 CH3

Universitas Sumatera Utara

22

TMS merupakan cairan yang mudah menguap, dapat ditambahkan ke dalam larutan sampel dalam pelarut CDCl3 atau CCl4. Boleh dikatakan semua senyawa organik mempunyai geseran kimia > o ppm. Sedangkan TMS mempunyai geseran kimia o ppm sehingga pada NMR digunakan indikator TMS. Hal ini disebabkan Si lebih bersifat elektro positif dibandingkan atom C. TMS sendiri dari segi kimia bersifat lembam, tidak bercampur dengan H2O ataupun air berat. (Muldja,M.,1955)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai