Anda di halaman 1dari 8

PEMBAHARUAN ORGANISASI Pengembangan Organisasi, lebih dikenal dengan organization development (OD).

Pengertian pokok OD adalah perubahan yang terencana. Perubahan dalam bentuk pembaruan organisasi dan modernisasi, terus-menerus terjadi dan mempunyai pengaruh yang sangat dominan dalam masyarakat kini. Organisasi beserta warganya, yang membentuk masyarakat modern, mau tidak mau harus beradaptasi terhadap arus perubahan. Perubahan yang terjadi pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam 4 kategori, yaitu: 1. Perkembangan teknologi 2. Perkembangan produk 3. Ledakan ilmu pengetahuan dan jasa yang mengakibatkan singkatnya daur hidup produk 4. Perubahan sosial yang mempengaruhi perilaku, gaya hidup, nilai-nilai, dan harapan orang Untuk dapat bertahan, organisasi harus mampu mengarahkan anggotanya agar dapat beradaptasi dengan baik dan bahkan agar mampu memanfaatkan dampak positif dari berbagai pembaharuan tersebut dengan pengembangan diri dan pengembangan organisasi. Proses mengarahkan warga organisasi dalam mengembangkan diri menghadapi perubahan inilah yang dikenal luas sebagai proses Organization Development (OD). Bila dikaitkan dengan perubahan sikap, persepsi, perilaku, dan harapan semua anggota organisasi, OD didefinisikan sebagai upaya pimpinan yang terencana dalam meningkatkan efektivitas organisasi, dengan menggunakan cara intervensi (oleh pihak ketiga) yang didasarkan pada pendekatan perilaku manusia. Dengan kata lain penerapan OD dalam organisasi dilakukan dengan bantuan konsultan ahli, sistematis, harus didukung oleh pimpinan serta luas aplikasinya. Organisasi merupakan bagian dari sistem sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat itu sendiri memiliki sifat dinamis, selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Karakteristik masyarakat seperti itu menuntut organisasi yang juga memiliki sifat dinamis. Perubahan merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindari.

Faktor-faktor Penyebab Perubahan Organisasi Secara garis besar faktor penyebab terjadinya perubahan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: 1. Faktor eksternal 2. Faktor internal

Faktor Eksternal Faktor eskternal merupakan penyebab perubahan yang berasal dari luar, atau sering disebut lingkungan. Organisasi bersifat responsive terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya. Oleh karena itu, jarang sekali suatu organisasi melakukan perubahan besar tanpa adanya dorongan yang kuat dari lingkungannya. Artinya, perubahan yang besar itu terjadi karena lingkungan menuntut seperti itu. Beberapa penyebab perubahan organisasi yang termasuk faktor eksternal adalah perkembangan teknologi, faktor ekonomi, dan peraturan pemerintah. Perkembangan dan kemajuan teknologi juga merupakan penyebab penting dilakukannya perubahan. Penggantian perlengkapan lama dengan perlengkapan baru yang lebih modern menyebabkan perubahan dalam berbagai hal, misalnya: prosedur kerja, kualitas dan kuantitas tenaga kerja, jenis bahan baku, jenis output yang dihasilkan, sistem penggajian yang diberlakukan yang memungkinkan jumlah bagian-bagian yang ada dikurangi atau hubungan pola kerja diubah karena adanya perlengkapan baru. Perkembangan IPTEK terus berlanjut sehingga setiap saat ditemukan berbagai produk teknologi baru yang secara langsung atau tidak memaksa organisasi untuk melakukan perubahan. Organisasi yang tidak tanggap dan bersedia menyerap berbagai temuan teknologi tersebut akan tertinggal dan pada gilirannya tidak akan sanggup survive.

Faktor Internal Faktor internal merupakan penyebab perubahan yang berasal dari dalam organisasi yang bersangkutan, yang dapat berasal dari berbagai sumber antara lain: problem hubungan antar anggota, problem dalam proses kerja sama, problem keuangan. Hubungan antar anggota yang kurang harmonis merupakan salah satu problem yang lazim terjadi. Dibedakan menjadi dua, yaitu: problem yang menyangkut hubungan atasan bawahan (hubungan yang bersifat vertikal), dan problem yang menyangkut hubungan

sesama anggota yang kedudukannya setingkat (hubungan yang bersifat horizontal). Problem atasan bawahan yang sering timbul adalah problem yang menyangkut pengambilan keputusan dan komunikasi. Keputusan pimpinan yang berkenaan dengan system pengupahan, misalnya dianggap tidak adil atau tidak wajar oleh bawahan, atau putusan tentang pemberlakuan jam kerja yang dianggap terlalu lama, dsb. Hal ini akan menimbulkan tingkah laku anggota yang kurang menguntungkan organisasi, misalnya anggota sering terlambat. Komunikasi atasan bawahan juga sering menimbulkan problem. Keputusannya sendiri mungkin baik tetapi karena terjadi salah informasi, bawahan menolak keputusan pimpinan. Dalam hal seperti ini perubahan yang dilakukan akan menyangkut system saluran komunikasi yang digunakan. Problem yang sering timbul berkaitan dengan hubungan sesama anggota organisasi pada umumnya menyangkut masalah komunikasi dan kepentingan masing-masing anggota. Proses kerja sama yang berlangsung dalam organisasi juga kadang-kadang merupakan penyebab dilakukannya perubahan. Problem yang timbul dapat menyangkut masalah sistem kerjasamanya dan dapat pula menyangkut perlengkapan atau peralatan yang digunakan. Sistem kerjasama yang terlalu birokratis atau sebaliknya dapat menyebabkan suatu organisasi menjadi tidak efisien. Sistem birokrasi yang seringkali terlalu kaku menyebabkan hubungan antar anggota menjadi impersonal yang mengakibatkan rendahnya semangat kerja dan pada gilirannya produktivitas menurun, demikian sebaliknya. Perubahan yang harus dilakukan akan menyangkut struktur organisasi yang digunakan. Perlengkapan yang digunakan dalam mengolah input menjadi output juga dapat merupakan penyebab dilakukannya perubahan. Tujuan penggunaan berbagai

perlengkapan dan peralatan dalam proses kerjasama ialah agar diperoleh hasil secara efisien.

Proses Pengembangan organisasi diterapkan dengan sasaran: 1. Hubungan yang efektif antara departemen, divisi dan kelompok kerja dalam organisasi. 2. Hubungan pribadi yang lebih efektif antara manajer dan karyawan pada semua jenjang organisasi. 3. Terhapusnya hambatan komunikasi antara pribadi dan kelompok.

4.

Berkembangnya iklim yang ditandai dengan saling percaya, dan keterbukaan yang dapat memotivasi serta menantang anggota organisasi untuk lebih berprestasi.

Proses Penerapan OD dilakukan dalam 4 tahap :

1.

Tahap pengamatan sistem manajemen atau tahap pengumpulan data

Dalam tahap ini mengamati sistem dan prosedur yang berlaku di organisasi termasuk elemen-elemen di dalamnya seperti struktur, manusianya, peralatan, bahan yang digunakan dan bahkan situasi keuangannya. Data yang diperlukan adalah: a. Fungsi utama tiap unit organisasi

b. Peran masing-masing unit dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi c. Proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan tindakan dalam masingmasing unit d. Kekuatan dalam organisasi yang mempengaruhi perilaku antar kelompok dan antar individu dalam organisasi.

2.

Tahap diagnosis dan umpan balik

Dalam tahap ini kualitas pengorganisasian serta kegiatan operasional masing-masing elemen dalam organisasi dianalisis dan dievaluasi. Ada beberapa kriteria yang umum digunakan dalam mengevaluasi kualitas elemen-elemen tersebut, diantaranya: a. Kemampuan beradaptasi, yaitu kemampuan mengarahkan kegiatan dan tenaga dalam memecahkan masalah yang dihadapi b. Tanggung jawab : kesesuaian antara tujuan individu dan tujuan organisasi c. Identitas :kejelasan misi dan peran masing-masing unit

d. Komunikasi : kelancaran arus data dan informasi antar unit dalam organisasi e. Integrasi : hubungan baik dan efektif antar pribadi antar kelompok, terutama dalam mengatasi konflik dan kritis f. Pertumbuhan : iklim yang sehat dan positif, yang mengutamakan eksperimen dan pembaharuan, serta yang selalu menganggap pengembangan sebagai sasaran utama.

3. Tahap pembaruan dalam organisasi Dalam tahap ini dirancang pengembangan organisasi dan dirumuskan strategi memperkenalkan perubahan atau pembaruan. Strategi ini bertujuan meningkatkan efektivitas organisasi dengan cara mengoreksi kekurangan serta kelemahan yang dijumpai dalam proses diagnotik dan umpan balik.

4.

Tahap implementasi pembaruan

Tahap akhir dalam penerapan OD adalah pelaksanaan rencana pembaruan yang telah digariskan dan disetujui. Kegiatan implementasi perubahan meliputi : a. b. c. d. Perubahan struktur Perubahan proses dan prosedur Penjabaran kembali secara jelas tujuan serta sasaran organisasi Penjelasan tentang peranan dan misi masing-masing unit dan anggota dalam organisasi.

Langkah-langkah Perubahan 1. menyadarkan para anggota bahwa perubahan tertentu perlu dilakukan (unfreezing), 2. melakukan perubahan (changing), 3. menstabilkan situasi setelah perubahan dilaksanakan (refreezing). Tahap pertama menumbuhkan kesadaran akan pentingnya perubahan. Tahapan ini melibatkan faktor manusianya. Manusia merupakan faktor kunci keberhasilan perubahan tetapi dapat pula merupakan faktor yang menyebabkan proses perubahan gagal mencapai tujuan yang telah ditentukan. Setiap perubahan memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tujuan tersebut harus dikomunikasikan kepada anggota sehingga mereka menyadari bahwa perubahan yang hendak dilaksanakan memang merupakan sesuatu yang penting bagi organisasi. Setelah menyadari arti pentingnya perubahan yang hendak di tempuh, barulah perubahan dilaksanakan. Dengan melaksanakan perubahan organisasi, berarti sikap dan tingkah laku para anggota terhadap organisasi yang selama ini mereka tunjukkan mengalami perubahan. Selam masa transisi ini berlangsung, organisasi berada pada kondisi kritis. Tahapan berikutnya adalah mengembalikan organisasi kepada situasi yang normal kembali. Setelah perubahan dilaksanakan, berbagai aturan baru diberlakukan secara

penuh, demikian juga anggota diharapkan bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan kondisi organisasi yang baru. Hage dan Aiken menyebutkan bahwa proses perubahan terdiri atas empat langkah, yaitu (1) evaluasi, (2) inisiasi, (3) implementasi, (4) rutinitas. Sedangkan Lipham dalam sintesisnya, mengembangkan tujuh langkah proses pembaharuan, yakni: (1) kesadaran, (2) inisiasi, (3) implementasi, (4) rutinisasi, (5) perbaikan, (6) pembaharuan, (7) evaluasi (Rossow, 1990:310)

Problem yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Perubahan Organisasi merupakan suatu system yang terdiri dari berbagai komponen. Perubahan pada salah satu komponennya akan berpengaruh terhadap komponen-komponen yang lain. Anggota cenderung menolak adanya perubahan sebab perubahan akan membawa organisasi, diri sendiri ke dalam situasi yang tidak menentu. Pada umumnya orang menginginkan situasi yang stabil. Demikian juga dalam organisasi, anggota cenderung mempertahankan kondisi dan kedudukannya yang telah mapan. Nadler mengemukakan bahwa dalam upaya melaksanakan perubahan organisasi terdapat tiga problem yang dihadapi, yaitu: 1. resistansi atau penolakan terhadap perubahan, 2. pengawasan organisasi, 3. kekuasaan. Resistensi terhadap perubahan ialah bahwa anggota cenderung menolak perubahan dan berusaha mempertahankan stabilitas dan kenyamanan kerja sebagaimana yang mereka peroleh sebelumnya. Berbagai macam kebiasaan yang mereka lakukan selama ini terancam hilang, setidaknya mengalami perubahan. Mereka sudah terbiasa dengan lingkungannya, menjalin hubungan dengan pimpinan dan teman-teman sejawat. Perubahan organisasi akan merusak hubungan yang sudah terjalin. Kecuali anggota yang sudah memiliki kedudukan atau kekuasaan tertentu. Situasi yang baru tidak menjamin mereka akan memperoleh kedudukan yang lebih tinggi atau setidak-tidaknya sama dengan apa yang mereka dapatkan dalam kondisi yang lama. Dari berbagai alasan itulah maka anggota cenderung menolak perubahan organisasi. Dalam situasi yang normal pengawasan mudah dilakukan sebab jalur-jalurnya sudah pasti sebagaimana tergambar dalam struktur organisasi. Akan tetapi dengan adanya perubahan organisasi, situasi menjadi lain, kacau, paling tidak selama masa transisi.

Dalam keadaan seperti itu sukar memantau tingkah laku dan penampilan anggota. Dengan demikian sukar pula melakukan tindakan perbaikan jika terjadi penyimpangan. Problem yang ketiga menyangkut masalah kekuasaan. Pada umumnya dalam suatu organisasi terdapat kelompok-kelompok yang memiliki kekuasaan dalam mengendalikan organisasi. Kelompok-kelompok seperti itu memiliki pengaruh yang besar terhadap pimpinan dan ikut mewarnai kebijakan-kebijakan yang diambil organisasi. Aktivitas kelompok-kelompok seperti itu cenderung bersifat politis daripada rasional organisatoris. Dengan adanya perubahan organisasi, suasananya menjadi kacau sehingga kedudukan mereka terancam. Akibatnya para anggota dan juga kelompok-kelompok yang ada saling berebut pengaruh dengan harapan mereka dapat menduduki posisi kunci dalam struktur yang baru nanti. Situasi perebutan pengaruh seperti itu dapat menyebabkan tujuan perubahan tidak tercapai atau setidak-tidaknya mengurangi efektivitas pencapaian tujuan perubahan.

Pendekatan dalam Pelaksanaan Perubahan Organisasi Dalam pelaksanaan program perubahan terhadap organisasi, banyak cara yang dapat ditempuh. Secara keseluruhan berbagai pendekatan bergerak dari pendekatan yang bersifat paksaan, yaitu penggunaan kekuasaan yang dimiliki pimpinan sampai dengan pendekatan yang bersifat suka rela, yaitu yang mendasarkan diri pada rasionalitas yang diterima oleh anggota. Di antara kedua kutub yang ekstrem tersebut terdapat pendekatan yang mendasarkan diri pada prinsip pendidikan kembali para anggota (re-education), yaitu melakukan pengarahan khusus akan perlunya dilakukan perubahan bagi kepentingan organisasi. Pimpinan dapat melaksanakan perubahan dengan menggunakan kewenangan yang dimiliki. Kewenangan tersebut memiliki kekuatan yang bersifat memaksa. Terhadap bawahan yang tidak mematuhinya dapat dikenakan sanksi tertentu. Penggunaan kekuasaan dalam rangka melaksanakan perubahan organisasi merupakan pendekatan yang dapat dibenarkan tetapi kurang simpatik karena akibat yang ditimbulkannya dapat merugikan organisasi. Bawahan yang menerima sesuatu dengan terpaksa cenderung berperilaku negative. Oleh karena itu pendekatan seperti itu hanya digunakan pada saatsaat kritis, dimana cara yang lebih lunak dapat ditempuh. Pelaksanaan perubahan yang mendasarkan diri pada rasionalitas yang diterima oleh anggota berarti bahwa anggota dapat menerima ide perubahan secara sukarela dan penuh pengertian. Mereka menyadari problem yang dihadapi organisasi. Dalam menghadapi

perubahan tersebut para anggota bersikap positif. Artinya, mereka berusaha membantu agar tujuan dilakukannya perubahan dapat tercapai dengan baik. Sementara dalam pendekatan yang bersifat reduksi, pimpinan perlu melakukan program pengarahan khusus kepada anggota sebelum perubahan dilaksanakan. Kondisinya, anggota tidak menolak tidak juga begitu saja menerima perubahan. Mereka menyadari problem organisasi tetapi pada saat yang sama mereka ragu apakah perubahan perlu dilakukan. Oleh karena itu pimpinan perlu melakukan pendekatan yang bersifat persuasive dan edukatif, dengan menjelaskan arti pentingnya perubahan bagi organisasi.

Anda mungkin juga menyukai