Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadrat Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerah dan karunia-Nya kami dapat dibimbing untuk menyelesaikan refarat ini dengan baik. Adapun tugas makalah ini berhubungan dengan tugas refarat tentang Sinusistis yang telah dipercayakan oleh Dr. Yuswandi Affandi Sp. THT dan Dr. Ivan Djajalaga Sp. THT-KL selaku pembimbing kami dalam menyelesaikan refarat ini. Pada refarat ini, kami mengangkat pembahasan mengenai refarat tentang tindakan invasive pada sinusitis. Tak lupa juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu menyelesaikan refarat ini. Kami menyadari bahwa pembuatan refarat kami ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami memohon maaf apabila terdapat kata-kata yang salah dan kurang berkenan bagi para pembaca. Kami pun siap menerima segala kritik dan saran yang konstruktif supaya di kemudian hari tidak akan terjadi kesalahan yang sama dan untuk memaksimalkan keterampilan kami dalam pembuatan refarat selanjutnya. Akhir kata, semoga refarat ini dapat berguna bagi para pembaca.

Karawang,September 2012

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1 Daftar isi . 2 BAB I Pendahuluan 3-4 BAB II Tinjauan Pustaka Sinus paranasalis... 5 Embriologi. 5 Anatomi sinus ..5-9 Definisi sinusitis ... 10 Patogenesis ....11-14 Gejala ............... 14-15 Diagnosis.......................... 15-17 Penatalaksanaan..17-22 Komplikasi...23-26 Preventif...26 BAB III Penutup..27 DAFTAR PUSTAKA...28

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sebagian besar infeksi virus penyebab pilek seperti common cold dapat menyebabkan suatu sumbatan pada hidung, yang akan hilang dalam beberapa hari. Namun jika terjadi peradangan pada sinusnya dapat muncul gejala lainnya seperti nyeri kepala dan nyeri tekan pada wajah1. Sinusitis adalah infeksi atau peradangan dari mukosa sinus paranasal. Sinusitis mungkin hanya terjadi pada beberapa hari (sinusitis akut) atau berlanjut menjadi sinusitis kronis jika tanpa pengobatan yang adekuat2. Angka kejadian sinusitis akut mendekati 3 dalam 1000 orang, sedangkan sinusitis kronis lebih jarang kira-kira 1 dalam 1000 orang. Bayi di bawah 1 tahun tidak menderita sinusitis karena pembentukan sinusnya belum sempurna, tetapi sinusitis dapat terjadi pada berbagai usia dengan cara lain1. Infeksi sinus seperti yang kita ketahui kini lebih jarang dibandingkan era praantibiotik.Pasien sering kali masih mengaitkan gejala-gejala seperti nyeri kepala, sumbatan hidung, drenase post-nasal, kelemahan, halitosis dan dispepsia dengan disfungsi sinus.Namun demikian, penyakit sinus menimbulkan kumpulan gejala yang agak karakteristik yang hanya bervariasi sesuai beratnya penyakit dan lokasinya.Dengan mengetahui gejala klinis dari sinusitis diharapkan dapat ditegakkan diagnosis sejak dini dengan penanganan yang tepat.

1.2 Batasan Masalah Referat ini membahas mengenai sinusitis dengan komplikasinya meliputi anatomi dan fisiologi sinus paranasal, definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesis,diagnosis, pentalaksanaan dan komplikasi sinusitis.

1.3 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan referat ini adalah unutk memahami mengenai anatomi dan fisiologi sinus paranasal, definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, diagnosis, pentalaksanaan dan komplikasi sinusitis.
3

1.4 Metode Penulisan Referat ini disusun berdasarkan studi kepustakaan dengan merujuk ke berbagai literatur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sinus Paranasal Terdapat empat pasang sinus paranasal mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sphenoid kanan dan kiri.Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang kepala, sehingga terdapat rongga di dalam tulang.Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung. 2.1.1. EMBRIOLOGI Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya mulai dari fetus usia 3 hingga 4 bulan, kecuali sinus sphenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sphenoid dimulai pada usia 8 hingga 10 tahun dan berasal dari posterosuperior rongga hidung. Sinus-sinus ini mencapai ukuran maksimum pada usia 15 hingga 18 tahun. 2.1.2.. ANATOMI

Gambar 1 : anatomi sinus paranasal


5

SINUS MAKSILA Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir, sinus maksilla bervolume 6-8 ml, sinus kemudiannya berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksila yaitu 15ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus adalah premukaan fasia os maksila yang disebut fossa kakina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya adalah dinding lateral rongga hidung dan dinding superiornya adalah dasar orbita dan dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostiumnya berada di superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. Perdarahan pada sinus maksila meliputi cabang arteri maksilaris termasuk infraorbital, cabang lateral nasal dari arteri sfenopalatina, arteri palatine mayor serta anterior superior dan posterior dari arteri alveolaris, sedangkan vena yang mendarahinya adalah vena maksilaris yang berhubungan dengan pleksus vena ptergoid. Persarafan terdiri dari cabang-cabang dari kedua nervus trigeminus. Dari segi klinis harus diperhatikan dari anatomis sinus maksilaris yaitu dasar sinus maksila yang sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas (p1,p2,m1,m2,kadang-kadang m3,) dimana lakar-akar gigi tersebut menonjol ke dalam sinus dapat menyebabkan infeksi gigi-geligi naik ke atas dan menyebabkan sinusitis, sinus maksila dapat menyebabkan komplikasi ke orbita, ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase tergantung kepada gerakan silia, lagipun drenase harus melalui infundibulum yang sempit dan pembengkakan akibat radang atau alergi dapat mengganggu drenase sinus maksila dan dapat menyebabkan mudah terjadinya sinusitis. SINUS FRONTAL Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan keempat fetus, dan berkembang pada usia 8-10 tahun setelah kelahiran dan akan mencapai ukuran maksimum sebelum usia 20 tahun.

Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris dan dipisahkan oleh sekat yang terletak digaris tengah.Kurang lebih 15% dewasa mempunya hanya satu sinus frontal dan 5% sinus frontalnya tidak berkembang. Ukuran sinus frontal 2,8cm (tinggi) x 2,4cm (lebar) x 2cm (dalam).Biasanya sinus frontal tersekat-sekat dan tepinya berlekuk-lekuk.Sekiranya tidak ditemukan gambaran lekuk-lekuk atau septum-septum pada foto Rongten menunjukkan adanya infeksi sinus.Sinus frontal dipisahkan oleh tulang-tulang yang relative tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi mudah tersebar ke bagian-bagian tersebut. Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid. SINUS ETMOID Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini dianggap paling penting karena dapat merupakan fokal infeksi bagi sinus-sinus yang lain.Berbentuk pyramid dengan dasar dibagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5cm, tinggi 2,4cm dan lebar 0,5cm di bagian anterior dan 1,5cm dibagian posterior. Sinus etmoid berrongga-rongga, terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media dan dinding medial orbita. Berdasarkan letak, sinus ini dibagi menjadi dua yaitu sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Di bagian terdepan sinus etmoid anterior terdapat bagian yang sempit yang dikenali sebagai resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal.sel etmoid yang terbesar pula disebut bula etmoid.Di daerah etmoid anterior terdapat bagian yang menyempit disebut infundibulum, tempat bermuaranya sinus maksila.Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal manakala bila terjadi pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila. Atap sinus etmoid disebut fovea etmoidalis berbatas dengan lamina kibrosa.dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita.di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatas dengan sinus sfenoid.
7

SINUS SFENOID Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.Sinus ini dibagi dua oleh septum intersfenoid.Ukurannya adalah 2cm (tinggi) x 1,7cm (lebar) x 2,3cm (dalam).Volumenya bervariasi dari 5-7,5ml. Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fossa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatas dengan sinus kavernosa dan a.karotis interna dan di sebelah posteriornya berbatas dengan fosa serebri posterior di daerah pons. III. VASKULARISASI Cabang arteri etmoidalis anterior dan posterior dari arteri oftalmica menyuplai darah ke sinus frontal dan etmoid serta atap hidung.Sedangkan sinus maksila dipendarahi oleh suatu cabang arteri labialis superior dan cabang infraorbtalis serta alveolaris dari arteri maksilaris interna, dan cabang faringealis dari arteri maksilaris interna disebarkan ke sinus sfenoid.Vena-vena membentuk suatu pleksus kavernosa yang rapat di bawah membrane mukosa. Pleksus ini terlihat nyata di atas konka memdia dan inferior, serta bagian septum dimana ia membentuk jaringan erektil. IV. SISTEM MUKOSILIAR Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut lender diatasnya. Didalam sinus, silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lender menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tentu polanya. Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transport mukosiliar dari sinus. Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba eustachius. Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior bergabung di resesus sfenoetmoidalis, dialirkan ke nasofaring di postero-superior muara tuba.Inilah sebabnya pada sinusitis didapati sekret pasca-nasal (post nasal drip) tetapi belom tentu terdapat sekret di rongga hidung.

V. FUNGSI SINUS PARANASAL

Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain : Sebagai pengatur udara (air conditioning) Penahan suhu Membantu keseimbangan kepala Resonansi suara Peredam perubahan tekanan udara Membantu produksi mucus

2.2 Definisi Sinusitis Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.Umumnya disertai atau dipacu oleh rhinitis sehingga disebut rinosinusitis.Penyebab utama adalah selsema (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan sinus maksila.Sinusitis dapat menjadi bahaya karena dapat menyebabkan komplikasi ke orbita dan intracranial, serta meningkatkan serangan asma yang sulit diobati.

2.3 Etiologi dan faktor predisposisi 1. Sebab-sebab lokal Sebab lokal sinusitis supurativa : Patologi septum nasi seperti deviasi septum. Hipertrofi konka media. Benda asing di hidung seperti tampon, rinolith, material yang terinfeksi seperti air terinfeksi yang berkontak selama berenang atau menyelam. Polip nasi. Tumor di dalam rongga hidung. Rinitis alergi dan rinitis kronik. Polusi lingkungan, udara dingin dan kering.

2. Faktor-faktor predisposisi regional. Faktor regional yang paling lazim untuk berkembangnya sinusitus ialah: Khususnya sinisitus maksilaris meliputi gigi geligi yang buruk, karies gigi atau abses apikal. Gigi-gigi premolar atau molar yang sering terkena karena gigi geligi tersebut didekat dasar sinus maksilaris. Sinusitus rekuren dapat disebabkan oleh obstruksi nasofaring seperti tumor ganas, radiasi kobalt disertai radionekrosis atau hipertrofi adenoid juga tumor-tumor palatinum jika ada perluasan regional.

10

3. Faktor-faktor sistemik. Faktor-faktor sistemik yang mempredisposisi perkembangan rinosinusitis ialah : Keadaan umum yang lemah, seperti malnutrisi. Diabetes yang tidak terkontrol. Terapi steroid jangka lama. Diskrasia darah. Kemoterapi dan keadaan depresi metabolisme(8).

2.4 Klasifikasi sinusistis

Menurut Adams, berdasarkan perjalanan penyakit sinusitis dapat dobagi menjadi tiga bagian. Sinusitis akut bila terjadi dalam hari sampai 4 minggu Sinusitis subakut bila terjadi antara 4 minggu hingga 3 bulan Sinusitis kronis bila berjadi jebih dari 3 bulan.

Sinusitis kronis dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak diobati secara adekuat.Pada sinusitis kronis adannya faktor predisposisi yang harus dicari dan diobati secara tuntas. Menurut penelitian bakteri utama penyebab sinusitis akut adalah streptococcus pneumonia (3050%). Hemophylus influenza (20-40%) dam Moraxella catarrhalis (4%). Pada anak, m.catarrhalis lebih banyak ditemukan. Pada sinusitis kronis, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih cenderong ke arah bakteri gram negative dan anaerob. 2.5 Patogenesis sinusitis4 Pada keadaan fisiologis, sinus berada dalam kondisi steril. Sekresi yang dihasilkan dalam aliran sinus dialirkan oleh silia melalui ostium dan mengalir ke rongga hidung. Pada individu yang sehat, aliran sekresi sinus selalu searah (yaitu, menuju ostia), yang mencegah kembali kontaminasi kearah sinus. Pada kebanyakan orang, sinus maksilaris memiliki ostium tunggal (2,5 mm, 5 mm2 di cross-sectional area) yang berfungsi sebagai satu-satunya saluran keluar untuk
11

drainase. Ini saluran ramping duduk tinggi di dinding medial dari rongga sinus dalam posisi nondependent. Kemungkinan besar, edema menyebabkan sesak melalui beberapa cara (misalnya, alergi, virus, iritasi kimia) yang menyebabkan penyumbatan saluran keluar sehingga terjadi stasis sekresi dengan tekanan negatif, menyebabkan infeksi oleh bakteri. Mukus yang tertahan, ketika terinfeksi, menyebabkan sinusitis. Mekanisme lain hipotesis bahwa karena sinus yang berhubungan dengan rongga hidung, terinfeksi oleh bakteri di

nasofaring. Bakteri ini biasanya akan dibersihkan oleh klirens mukosiliar, dengan demikian, jika klirens mukosiliar mengalami gangguan, bakteri dapat ber-inokulasi dan infeksi dapat terjadi sehingga menyebabkan sinusitis. Patofisiologi rinosinusitis berkaitan dengan 3 faktor4 Obstruksi jalur drainase sinus (sinus ostia) Gangguan fungsi siliar Perubahan kualitas dan kuantitas lendir

Obstruksi jalur drainase sinus Obstruksi dari ostia sinus alami mencegah drainase lendir secara normal. Ostia dapat dihalangi oleh penyebab pembengkakan mukosa atau lokal (misalnya, trauma, rinitis), serta oleh beberapa peradangan-terkait gangguan sistemik dan gangguan kekebalan tubuh. Obstruksi mekanik karena polip hidung, benda asing, septum deviasi, atau tumor juga dapat menyebabkan penyumbatan ostial. Secara khusus, variasi anatomis yang mempersempit kompleks ostiomeatal, termasuk deviasi septum, paradoks konka media, dan sel Haller, membuat daerah ini lebih sensitif terhadap obstruksi dari peradangan mukosa. Secara karakteristik, semua sinus paranasal terpengaruh dan konka hidung bengkak sehingga tampak berdekatan. Gangguan fungsi siliar Drainase dari sinus paranasal tidak bergantung pada gravitasi tetapi pada mekanisme transportasi mukosiliar. Fungsi siliar dapat dipengaruhi oleh faktor genetik, seperti sindrom Kartagener. Paparan racun bakteri juga dapat mengurangi fungsi silia. Sekitar 10% kasus sinusitis akut merupakan manifestasi hasil dari inokulasi langsung sejumlah besar bakteri pada sinus. Abses gigi atau adanya tindakan yang menyebabkan terjadinya hubungan antara rongga
12

mulut dan sinus dapat juga menyebabkan sinusitis. Selain itu, fungsi siliar dapat terpengaruh setelah infeksi virus tertentu. Beberapa faktor lain juga dapat menyebabkan gangguan fungsi silia. Udara dingin dikatakan melemahkan epitel siliar yang menyebabkan gangguan gerakan siliar dan retensi cairan di rongga sinus. Sebaliknya, menghirup udara kering menyebabkan sekresi berkurang. Setiap massa pada saluran udara hidung dan sinus, seperti polip, benda asing, tumor, dan pembengkakan mukosa dari rhinitis, dapat menghalangi ostia dan merupakan predisposisi aliran stasis lendir yang dapat menyebabkan infeksi berikutnya. Trauma wajah dapat menyebabkan sinusitis juga. Minum alkohol juga dapat menyebabkan mukosa hidung dan sinus membengkak dan menyebabkan penurunan drainase lendir.

Perubahan kualitas dan kuantitas lender Sekresi sinonasal memainkan peran penting dalam patofisiologi rinosinusitis. Selimut lendir yang melapisi sinus paranasal mengandung mucoglycoproteins, imunoglobulin, dan sel-sel inflamasi. Ini terdiri dari 2 lapisan: (1) lapisan serosa dalam (yaitu, fase sol) dan (2) lapisan luar lebih kental (yaitu, gel fase), yang diangkut oleh getaran silia. Keseimbangan yang tepat antara fase sol dalam dan fase gel luar sangat penting untuk klirens mukosiliar normal. Jika komposisi lendir berubah, sehingga lendir yang dihasilkan lebih kental (misalnya, seperti dalam cystic fibrosis), transportasi menuju ostia jauh melambat, dan lapisan gel menjadi lebih tebal. Hal ini menghasilkan pengumpulan lendir kental yang disimpan dalam sinus dalam beberapa waktu. Kurangnya sekresi atau hilangnya kelembaban pada permukaan yang tidak dapat dikompensasi oleh kelenjar lendir atau sel goblet, menyebabkan lendir menjadi semakin kental, dan fase sol dapat menjadi sangat tipis, sehingga memungkinkan fase gel untuk memiliki kontak lebih intens dengan silia dan menghambat aksi mereka.

13

Gambar 2 Patogenesis sinusitis 2.6 Gejala sinusitis5 Gejala Sinusitis bervariasi dari orang ke orang. Sementara satu orang mungkin memiliki semua gejala, orang lain mungkin hanya memiliki satu atau dua dari mereka. Gejala yang paling umum adalah: Hidung tersumbat atau pilek / hidung tersumbat Keluarnya secret dari hidung berwarna kuning atau hijau kental, kadang-kadang disertai dengan darah (mukopurulen) Nyeri pipi atau sakit pada gigi (gigi terasa nyeri pada gerakan kepala secara mendadak) berkaitan dengan sinusitis maksila. Nyeri Dahi menunjukkan sinusitis frontal. Nyeri di antara kedua alis, pada jembatan hidung atau di belakang mata menunjukkan sinusitis ethmoid. Nyeri sering menjalar ke puncak kepala dengan keterlibatan sphenoidal.
14

Sakit kepala Nyeri pada mata akibat penyebaran infeksi dari sinus ke mata Postnasal drip dari hidung ke tenggorokan Berkurangnya kepekaan terhadap bau atau / dan rasa Napas berbau tidak sedap Sakit telinga, rasa penuh pada telinga, pembengkakan dan nyeri di belakang telinga, dan / atau telinga bermunculan karena lendir di tuba eustachius yang berasal dari telinga.

Demam, malaise Wajah terasa bengkak dan penuh Batuk iritatif non-produktif

Gejala sinusitis pada anak sama saja seperti pada dewasa. Hanya saja biasanya nyeri dirasakan tidak terlalu mengganggu seperti pada dewasa. Sekret hidung yang mukopurulen dan menetap, dapat dicurigai kearah sinusitis. Adanya laryngitis berulang atau menetap, dan batuk kronis terutama di malam hari, merupakan keluhan utama pada sinusitis anak. 6 2.7 Diagnosa sinusitis Diagnosis pada sinusitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan penunjang pada sinusitis : Transiluminasi Transiluminasi menggunakan angka sebagai parameternya. Transiluminasi akan menunjukkan angka 0 atau 1 apabila terjadi sinusitis (sinus penuh dengan cairan).

15

Rontgen sinus paranasalis Sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa : 1. penebalan mukosa 2. Opasifikasi sinus (berkurangnya pneumatisasi) 3. Gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada foto waters

Gambar 3. Pemeriksaan Radiologi untuk Sinus Paranasal7 CT Scan CT Scan adalah pemeriksaan yang dapat memberikan gambaran yang paling baik akan adanya kelainan pada mukosa dan variasi anatominya yang relevan untuk mendiagnosis sinusitis kronis maupun akut. Walaupun demikian,harus diingat bahwa CT Scan menggunakan dosis radiasi yang sangat besar yang berbahaya bagi mata. Sinoscopy Sinoscopy merupakan satu satunya cara yang memberikan informasi akurat tentang perubahan mukosa sinus, jumlah sekret yang ada di dalam sinus,dan letak dan keadaan

16

dari ostium sinus.Yang menjadi masalah adalah pemeriksaan sinoscopy memberikan suatu keadaan yang tidak menyenangkan buat pasien. Pemeriksaan mikrobiologi Bagian yang berasal dari posterior dan nasofaring biasanya lebih akurat dari bagian yang berasal dari bagian anterior. Namun demikian, pengambilan biakan hidung posterior jugalebih sulit. Biakan bakteri spesifik pada sinusitis dilakukan dengan menagspirasi pus dari inus yang terkena. Seringkali diberikan suatu antibiotik yang sesuai untuk membasmi mikroorganisme yang lebih umum untuk penyakit ini.Pada sinusitis akut dan kronik sering terlibat lebih dari satu jenis bakteri.Dengan demikian untuk menentukan antibiotik yang tepat harus diketahui benar jenis bakterinya penyebab sinusitisnya. Pemeriksaan kultur terhadap sekret sinusmaksila mendapatkan kuman aerob terbanyak adalah Streptokokus pneumonia (18 kasus - 45%), diikuti Pseudomonas sp 8 kasus (20%), Streptokokus piogenes dan Klebsiela pneumonia masing-masing 5 kasus (12,5%) dari 40 sampel penelitian pada tahun 2007. Pada penelitian ini tidak dijumpai lebih kuman aerob pada satu sediaan. Legent F dkk (Prancis, 1994) menemukan kuman penyebab sinusitis maksila kronis yang terbanyak adalah Stafilokokus aureus, diikuti Hemofilus i n f l u e n z a , Streptokokus pneumonia. Sedangkan Fombeur dkk (Paris, 1994) menemukan kuman Streptokokus pneumonia sebagai penyebab terbanyak darisinusitis maksila kronis, diikuti oleh Stafilokokus aureus dan Hemofilus influenza,Moraksela kataralis dan Korinebakterium sp.

2. 8 Terapi Tujuan terapi sinusitis ialah untuk mempercepatkan penyembuhan,mencegah komplikasi, dan mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. Pada kasus-kasus kronis atau rekuren penting juga menyingkirkan faktor-faktor iritan lingkungan.8

17

2.8.1 Terapi medikamentosa

Antibiotik merupakan modalitas terapi primer pada rhinosinusitis . Setelah diagnosa ditegakkan dapat diberikan antibiotik lini pertama. B e r d s a s a r k a n e f e k t i v i t a s j e n i s a n t i b i o t i k ya n g b a n ya k d i g u n a k a n a d a l a h s e f a l o s p o r i n d a n a m o k s i s i l i n . Untuk kasus akut diberikan selama 14 h a r i , s e d a n g k a n u n t u k k a s u s k r o n i k d i b e r i k a n s a m p a i 7 h a r i b e b a s g e j a l a . Lamanya terapi biasanya 3-6 minggu.8 Terapi tambahan untuk mengurangi gejala adalah kortikosteroid intranasal, mukolitik dan dekongestan. Antihistamin hanya hanya efektif untuk kasus- kasus alergi yang merupakan penyakit dasar rhinosinusitis pada beberapa pasien.

2.8.2 Terapi non medikamentosa

Pembedahan (a) Radikal a. Sinus maksila dengan operasi Cadhwell-luc. b. b. Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi.

c. c. Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian (b) Non radikal a. bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan membuka dan membersihkan daerah KOM

Pada saat ini tindakan bedah yang plling direkomendasi adalah bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF)atau sering disebut dengan Fungsional endoskopi sinus surgery (FESS).9

18

2.8.2 Penatalaksanaan Pembedahan Pencucian sinus paranasal : a. Pada sinus maksila Dilakukan pungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali seminggu dengan larutan garam fisiologis. Caranya ialah, dengan sebelumnya memasukkan kapas yang telah diteteskan xilokain dan adrenalin ke daerah meatus inferior. Setelah 5 menit, kapas dikeluarkan, lalu dengan trokar ditusuk di bawah konka inferior, ujung trokar diarahkan ke batas luar mata. Setelah tulang dinding sinus maksila bagian medial tembus, maka jarum trokar dicabut, sehingga tinggal pipa selubungnya berada di dalam sinus maksila. Pipa itu dihubungkan dengan semprit yang berisi larutan garam fisiologis, atau dengan balon yang khusus untuk pencucian sinus itu. Pasien yang telah ditataki plastik di dadanya, diminta untuk membuka mulut. Air cucian sinus akan keluar dari mulut, dan ditampung di tempat bengkok. Tindakan ini diulang 3 hari kemudian. Karena sudah ada lubang pungsi, maka untuk memasukkan pipa dipakai trokar yang tumpul. Tapi tindakan seperti ini dapat menimbulkan kemungkinan trokar menembus melewati sinus ke jaringan lunak pipi,dasar mata tertusuk karena arah penusukan salah, emboli udara karena setelah menyemprot dengan air disemprotkan udara dengan maksud mengeluarkan seluruh cairan yang telah dimasukkan serta perdarahan karena konka inferior tertusuk. Lubang pungsi ini dapat diperbesar, dengan memotong dinding lateral hidung, atau dengan memakai alat, yaitu busi. Tindakan ini disebut antrostomi, dan dilakukan di kamar bedah, dengan pasien yang diberi anastesi.

b. Pada sinus etmoid,sfenoid dan frontal Pencucian sinus dilakukan dengan pencucian Proetz. Caranya ialah dengan pasien ditidurkan dengan kepala lebih rendah dari badan. Kedalam hidung diteteskan HCL efedrin 0,5-1,5 %. Pasien harus menyebut kek-kek supaya HCL efedrin yang diteteskan tidak masuk ke dalam mulut, tetapi ke dalam rongga yang terletak dibawah ( yaitu sinus paranasal, oleh karena kepala diletakkan lebih rendah dari badan). Ke dalam lubang hidung dimasukkan pipa gelas yang dihubungkan dengan alat pengisap untuk menampung ingus yang terisap dari sinus. Pada pipa gelas itu dibuat lubang yang dapat
19

ditutup dan dibuka dengan ujung jari jempol. Pada waktu lubang ditutup maka akan terisap ingus dari sinus. Pada waktu meneteskan HCL ini, lubang di pipa tidak ditutup. Tindakan pencucian menurut cara ini dilakukan 2 kali seminggu. Pembedahan, dilakukan : a. bila setelah dilakukan pencucian sinus 6 kali ingus masih tetap kental. b. bila foto rontgen sudah tampak penebalan dinding sinus paranasal. Persiapan sebelum pembedahan perlu dibuat foto ( pemeriksaan) dengan CT scan. Macam pembedahan sinus paranasal 1. Sinus maksila a. Antrostomi, yaitu membuat saluran antara rongga hidung dengan sinus maksila di bagian lateral konka inferior. Gunanya ialah untuk mengalirkan nanah dan ingus yang terkumpul di sinus maksila. Alat yang perlu disiapkan ialah : - alat pungsi sinus maksila - semprit untuk mencuci - pahat untuk memotong dinding lateral hidung - alat pengisap - tampon kapas atau kain kasa panjang yang diberi salep Tindakan dilakukan di kamar bedah, dengan pembiusan ( anastesia ), dan pasien dirawat selama 2 hari. Perawatan pasca tindakan : - beri antrostomi dilakukan pada kedua belah sinus maksila, maka kedua belah hidung tersumbat oleh tampon. Oleh karena itu pasien harus bernafas melalui mulut, dan makanan yang diberikan harus lunak. - tampon diangkat pada hari ketiga, setelah itu, bila tidak terdapat perdarahan, pasien boleh pulang. b. Operasi Caldwell-Luc Operasi ini ialah membuka sinus maksila, dengan menembus tulang pipi. Supaya tidak terdapat cacat di muka, maka insisis dilakukan di bawah bibir, di bagian superior ( atas ) akar gigi geraham 1 dan 2. Kemudian jaringan diatas tulang pipi diangkat kearah superior, sehingga
20

tampak tulang sedikit di atas cuping hidung, yang disebut fosa kanina. Dengan pahat atau bor tulang itu dibuka, dengan demikian rongga sinus maksila kelihatan. Dengan cunam pemotong tulang lubang itu diperbesar. Isi sinus maksila dibersihkan. Seringkali akan terdapat jaringan granulasi atau polip di dalam sinus maksila. Setelah sinus bersih dan dicuci dengan larutan bethadine, maka dibuat anthrostom. Bila terdapat banyak perdarahan dari sinus maksila, maka dimasukkan tampon panjang serta pipa dari plastik, yang ujungnya disalurkan melalui antrostomi ke luar rongga hidung. Kemudian luka insisi dijahit. Perawatan pasca bedah : - beri kompres es di pipi, untuk mencegah pembengkakan di pipi pasca-bedah. - perhatikan keadaan umum : nadi, tensi,suhu - perhatikan apakah ada perdarahan mengalir ke hidung atau melalui mulut. Apabila terdapat perdarahan, maka dokter harus diberitahu. - diberikan makanan lunak -tampon dicabut pada hari ketiga. 2. Sinus etmoid Pembedahan untuk membersihkan sinus etmoid, dapat dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dengan membuat insisi di batas hidung dengan pipi (ekstranasal). a. Etmoidektomi intranasal Alat yang diperlukan ialah : a. spekulum hidung b. cunam pengangkat polip c. kuret ( alat pengerok ) d. alat pengisap e. tampon Tindakan dilakukan dengan pasien dibius umum ( anastesia). Dapat juga dengan bius lokal (analgesia). Setelah konka media di dorong ke tengah, maka dengan cunam sel etmoid yang terbesar ( bula etmoid ) dibuka. Polip yang ditemukan dikeluarkan sampai bersih. Sekarang tindakan ini dilakukan dengan menggunakan endoskop, seh igga apa yang akan dikerjakan dapat dilihat dengan baik. Perawatan pasca-bedah yang terpenting ialah memperhatikan kemungkinan perdarahan. b. Etmoidektomi ekstranasal
21

Insisi dibuat di sudut mata, pada batas hidung dan mata. Di daerah itu sinus etmoid dibuka, kemudian dibersihkan. 3. Sinus frontal Pembedahan untuk membuka sinus frontal disebut operasi Killian. Insisi dibuat seperti pada insisi etmoidektomi ekstranasal, tetapi kemudian diteruskan ke atas alis.Tulang frontal dibuka dengan pahat atau bor, kemudian dibersihkan. Salurannya ke hidung diperiksa, dan bila tersumbat, dibersihkan. Setelah rongga sinus frontal bersih, luka insisi dijahit, dan diberi perbantekan. Perban dibuka setelah seminggu. Seringkali pembedahan untuk membuka sinus frontal dilakukan bersama dengan sinus etmoid, yang disebut fronto-etmoidektomi. 4. Sinus sfenoid Pembedahan untuk sinus sfenoid yang aman sekarang ini ialah dengan memakai endoskop. Biasanya bersama dengan pembersihan sinus etmoid dan muara sinus maksila serta muara sinus frontal, yang disebut Bedah Endoskopi Sinus Fungsional. Bedah endoskopi sinus fungsional ( FESS=functional endoscopic sinus surgery) Cara pemeriksaan ini ialah dengan mempergunakan endoskop, tanpa melakukan insisis di kulit muka. Endoskop dimasukkan ke dalam rongga hidung. Karena endoskop ini dihubungkan dengan monitor (seperti televisi), maka dokter juga melakukan pembedahan tidak perlu melihat kedalam endoskop, tetapi cukup dengan melihat monitor. Dengan bantuan endoskop dapat dibersihkan daerah muara sinus, seperti daerah meatus medius untuk sinus maksila, sinus etmoid anterior dan sinus frontal. Endoskop juga dapat dimasukkan ke dalam sinus etmoid anterior dan posterior untuk membuka sel-sel sinus etmoid. Kemudian dapat diteruskan kedalam sinus sfenoid yang terletak dibelakang sinus etmoid apabila di CT scan terdapat kelainan di sinus sfenoid.Sekitar sinus yang sakit dibersihkan, dilihat juga muara sinus-sinus yang lain. Setelah selesai, rongga hidung di tampon untuk mencegah perdarahan. Tampon dicabut pada hari ketiga.

22

2.9 Komplikasi Komplikasi sinusitis telah menurun nyata sejak diberikannya antibiotik.Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :

1. Kelainan pada orbita Terutama disebabkan oleh sinusitis ethmoidalis karena letaknya yang berdekatan dengan mata. Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Komplikasi dapat melalui 2 jalur : a) Direk/langsung

b) Retrograde tromboplebitis Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering.Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita.

Terdapat lima tahapan : 1. Peradangan atau analgetik reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok umur ini. 2. Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk. 3. Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis. 4. Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optic dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah. 5. Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik. Pengobatan komplikasi orbita dari sinusitis berupa pemberian antibiotic intravena dosis tinggi
23

dan pendekatan bedah khusus untuk membebaskan pus dari rongga abses. Gejala sisa trombosis sinus kavernosus seringkali berupa atrofi optik. Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari : i. Oftalmoplegia. ii. Kemosis konjungtiva. iii. Gangguan penglihatan yang berat. iv. Kelemahan pasien. v. Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan saraf kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.

2. Kelainan intrakranial a. Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan,seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis. b. Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial. Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura, yaitu nyeri kepala yang membandel dan demam tinggi dengan tandatanda rangsangan meningen. Gejala utama tidak timbul sebelum tekanan intrakranial meningkat atau sebelum abses memecah kedalam ruang subarachnoid. c. Abses otak, setelah sistem vena dalam mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak. Namun, abses otak biasanya terjadi melalui tromboflebitis yang meluas secara langsung. Dengan demikian, lokasi abses yang lazim adalah pada ujung vena yang pecah, meluas menembus dura dan arachnoid hingga ke perbatasan antara substansia alba dan grisea korteks seebri.Kontaminasi substansi otak dapat terjadi pada puncak suatu sinusitis supuratif yang berat, dan pembentukan abses otak dapat berlanjut sekalipun penyakit pada sinus telah memasuki tahap resolusi normal. Oleh karena itu, kemungkinan terbentuknya abses otak perlu dipertimbangkan pada semua kasus sinusitis
24

frontalis, etmoidalis, dan sfenoidalis supuratif akut yang berat, yang pada fase akut dicirikan oleh suhu yang meningkat tajam dan menggigil sebagai sifat infeksi intravena. Kasus seperti ini perlu diobservasi selama beberapa bulan. Hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, demam derajat rendah sore hari, nyeri kepala berulang, serta mual dan muntah yang tak dapat dijelaskan mungkin merupakan satun-satunya tanda infeksi yang berlokasi dalam hemisfer serebri. Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.

3. Kelainan pada tulang Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam, dan menggigil. Pembengkakan diatas alis mata juga lazim terjadi dan bertambah hebat bila terbentuk abses subperiosteal, dalam hal mana terbentuk edema supraorbita dan mata menjadi tertutup. Timbul fluktuasi dan tulang menjadi sangat nyeri tekan. Radiogram dapat memperlihatkan erosi batas-batas tulang dan hilangnya septa intrasinus dalam sinus yang keruh. Pada stadium lanjut, radiogram memperlihatkan gambaran seperti digerogoti rayap pada batas batas sinus, menunjukkan infeksi telah meluas melampaui sinus. Destruksi tulang dan pembengkakan jaringan lunak, demikian pula cairan atau mukosa sinus yang membengkak paling baik dilihat dengan CT scan. Sebelum penggunaan antibiotik, penyebaran infeksi ke kalvaria akan mengangkat perikranium dan menimbulkan gambaran klasik tumor Pott yang bengkak. Pengobatan komplikasi ini termasuk antibiotik dosis tinggi yang diberikan intravena, diikuti insisi segera abses periosteal dan trepanasi sinus frontalis guna memungkinkan drainase. Suatu tabung drainase atau kateter dijahitkan ke dalam sinus hingga infeksi akut mereda sepenuhnya dan duktus frontonasalis berfungsi dengan baik. Jika duktus frontonasalis tidak lagi dapat diperbaiki, perlu dilakukan prosedur lanjutan untuk menciptakan suatu duktus frontonasalis baru. Pada osteomilitis kalvarium yang menyebar, diharuskan suatu debridement yang luas dan terapi antibiotik masif. Untunglah, komplikasi ini jarang terjadi.

4. Kelainan pada paru - Bronkitis kronik - Bronkhiektasis


25

5. Mukokel dan piokel Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, Kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya. Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat. Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.

6. Otitis media

7. Toxic shock syndrome

3.0 Pencegahan

Tidak ada cara yang pasti untuk menghindari baik sinusitis yang akut atau kronis. Tetapi di sini ada beberapa hal yang dapat membantu: Menghindari kelembaban sinus - gunakan saline sprays atau sering diirigasi. Hindari lingkungan indoor yang sangat kering. Hindari terpapar yang dapat menyebabkan iritasi, seperti asap rokok atau aroma bahan kimia yang keras.10

26

BAB III PENUTUP Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Rinitis dan sinusitis biasanya terjadi bersamaan dan saling terkait pada kebanyakan individu, sehingga terminologi yang digunakan saat ini adalah rinosinusitis. Komplikasi akibat sinus paranasal sangat bervariasi, baik lokal, intra orbital maupun intra kranial. Sinusitis dengan komplikasi intra orbita adalah penyakit yang berpotensi fatal yang telah dikenal sejak zaman Hippocrates. Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Komplikasi dari sinusitis tersebut antara lain komplikasi lokal, orbital dan intrakranial. Komplikasi lokal antara lain mukokel dan osteomielitis (Potts puffy tumor). Komplikasi orbital adalah inflamatori edema, abses orbital dan trombosis sinus cavernosus. Komplikasi intrakranial antara lain meningitis dan abses subperiosteal

27

DAFTAR PUSTAKA 1. Ballenger. J. J., infeksi Sinus Paranasal, dalam : Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok Kepala dan Leher, ed 13 (1), Binaputra Aksara, jakarta, 1994, 232 241 2. Damayanti dan Endang, Sinus Paranasal, dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor. Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta 2002, 115 119. 3. Endang Mangunkusumo, Nusjirwan Rifki, Sinusitis, dalam Eviati, nurbaiti, editor, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2002, 121 125. 4. Acute sinusitis Brook, Itshak. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/232670-overview#a0104 , Accessed on : September 15th 2012 5. Ear-Nose-Throat-Sinus Head and Neck clinic. Available at: www.nosesinus .com/clinical-services/sinusitis-sinus-infection. Accessed on: September 15th 2012 6. Hilgher PA. Penyakit Sinus Paranasalis. Dalam: Adams, Boies, Higler. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997. hal 240-260 7. Ramanan RV. Sinusitis Imaging : Imaging. Departement of Radiology The Apollo Heart Centre India. Diunduh dari http : //eMedicine-Radiology.com.Accessed on 15th september 2012 8. Weir N, Golding-Wood DG(1997) Infective rhinitis and Sinusitis.in : mackay IS, Bull TR, Editors. Scott-Brown Otolaryngology(Rhinologi).6th ed.Oxford,Boston,Singappore:Butterworth-Heinemann:4/8/1-49 9. Kennedy DW, Lee JT, 2006, Endoscopic Sinus Surgery, in Head and Neck SurgeryOtolaryngology, Vol I, Fourth Edition, ByronJ.Bailey Lippincott Wiliams and Wilkins, Philadelphia,459-75 10. Dina,2010. Alergi sebagai faktor sinusitis kronis.www.google.com,accessed on 15th September 2012 11. Askep sinusitis, http://putrisayangbunda.blog.com, accessed on 17th September 2012

28

29

Anda mungkin juga menyukai