Anda di halaman 1dari 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

Defenisi Kecacingan Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat.
16

Infeksi

kecacingan adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing kelas nematode usus khususnya yang penularan melalui tanah, diantaranya Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura , dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan Strongyloides stercoralis.14 2.2. Gambaran Infeksi Kecacingan pada Manusia Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di Negara-negara sedang berkembang khususnya pada daerah yang tropik adalah penyakit infeksi kecacingan khususnya cacing yang ditularkan melalui tanah. Cacing umumnya tidak menyebabkan penyakit berat sehingga sering kali diabaikan walaupun sesungguhnya memberikan gangguan kesehatan. Tetapi dalam keadaan infestasi berat atau keadaan yang luar biasa, kecacingan cenderung memberikan analisa keliru kearah penyakit lain dan tidak jarang dapat berakibat fatal.14 Nematoda adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral simetris, mempunyai saluran cerna yang berfungsi penuh, biasanya berbentuk silindris serta panjangnya bervariasi dari beberapa milimeter hingga lebih dari satu meter.14 Semua Nematoda yang menginfeksi manusia mempunyai jenis kelamin terpisah, yang jantan biasanya lebih kecil daripada yang betina. Nematoda dapat dibedakan menjadi 2 yaitu Nematoda jaringan dan Nematoda usus. Diantara

Universitas Sumatera Utara

nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted Helminths), diantaranya adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura , Necator americanus, dan Ancylostoma duodenale dan Strongyloides stercoralis.14 Nematoda usus biasanya matang dalam usus halus, dimana sebagian besar cacing dewasa melekat dengan kait oral atau lempeng pemotong. Cacing ini menyebabkan penyakit karena dapat menyebabkan kehilangan darah, iritasi dan alergi. Penyebaran invasif larva cacing menyebabkan infeksi bakteri sekunder.15

2.2.1. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) a. Morfologi dan Daur Hidup Salah satu penyebab infeksi cacing usus adalah Ascaris lumbricoides atau yang lebih dikenal dengan nama cacing gelang dan yang penularannya dengan perantara tanah (Soil Transmitted Helmints). Infeksi yang disebabkan oleh cacing ini disebut Askariasis. 16 1. Morfologi Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan betina 22-35 cm. Stadium dewasa hidup dirongga usus halus. Seekor cacing betina dapat bertelur sebayak 100.000-200.000 butir perhari, dimana terdiri dari telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi.14

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Cacing Ascaris lumbricoides dewasa (A: betina dan B: jantan) 17 Telur yang dibuahi bentuknya oval melebar, mempunyai lapisan yang tebal dan berbenjol-benjol, dan umumnya berwarna coklat keemasan, ukuran panjangnya dapat mencapai 75 m dan lebarnya 50 m. Telur yang belum dibuahi umumnya lebih oval dan ukuran panjangnya dapat mencapai 90 m, lapisan yang berbenjolbenjol dapat terlihat jelas dan kadang-kadang tidak dapat dilihat.18 Telur Ascaris lumbricoides berkembang sangat baik pada tanah liat yang mempunyai kelembaban tinggi dan pada suhu 25-300 C. Pada kondisi ini telur tumbuh menjadi bentuk yang infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu.19

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2. Telur Ascaris lumbricoides17 2. Daur Hidup Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 (tiga) minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan kejantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk ronggas alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus.14 Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam esophagus, lalu menuju usus halus. Di usus halus berubah manjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 (dua) bulan.14

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3. Daur Hidup Ascaris lumbricoides 17 b. Patologi dan Gejala Klinis Gejala yang timbul pada penderita Ascariasis dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi saat berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai dengan batuk, demam, eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat. Pada kasus ini sering terjadi kekeliruan diagnosis karena mirip dengan gambaran TBC, namun infiltrat ini menghilang dalam waktu 3 (tiga) minggu, setelah diberikan obat cacing pada penderita. Keadaan ini disebut sindrom Loeffler. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi.14 Tantular, K (1980) yang dikutip oleh Moersintowarti (1990) mengemukakan bahwa 20 ekor cacing Ascaris lumbricoides dewasa dalam usus manusia mampu

Universitas Sumatera Utara

mengkonsumsi hidrat arang sebanyak 2,8 gr dan 0,7 gr protein setiap hari. Dari hal tersebut dapat di perkirakan besarnya kerugian yang disebabkan oleh infestasi cacing dalam jumlah yang cukup banyak sehingga dapat menimbulkan keadaan kurang gizi. 16 Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). 2.2.2. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) Infeksi cacing cambuk (Trichuris trichiura) lebih sering terjadi di daerah panas, lembab dan sering terjadi bersama sama dengan infeksi Ascaris. Jumlah cacing dapat bervariasi, apabila jumlahnya sedikit pasien biasanya tidak terpengaruh dengan adanya cacing ini.18 a. Morfologi dan Daur Hidup 1. Morfologi Cacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm. Bagian enterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk dan cacing betina bentuknya membulat tumpul, sedangkan pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum. Cacing dewasa hidup di kolon asendens dan sekum (caecum) dengan satu spikulum dengan bagian anteriornya yang seperti cambuk masuk kedalam mukosa usus. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 300010.000 butir.14

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4. Cacing Trichuris trichiura dewasa (Kiri : betina, Kanan : jantan)17 Telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih.14

Gambar 2.5. Telur Cacing Trichuris trichiura17 2. Daur Hidup Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut manjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk yang infektif. Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah manjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke

Universitas Sumatera Utara

daerah kolon, terutama sekum (caecum). Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina menetaskan telur kira-kira 30-90 hari.14

Gambar 2.6. Daur hidup Trichuris trichiura 17 b. Patologi dan Gejala Klinis Cacing Trichuris trichiura pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi dapat juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum. Kadang-kadang terlihat di mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Di samping itu rupanya cacing ini menghisap darah hospesnya, sehingga dapat menyebabkan anemia.14

Universitas Sumatera Utara

Bila infeksinya ringan biasanya asymtomatis (tanpa gejala). Bila jumlah cacingnya banyak biasanya timbul diarrhea dengan feses yang berlendir, nyeri perut, dehidrasi, anemia, lemah dan berat badan menurun.20 2.2.3. Cacing Tambang ( Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) a. Morfologi dan Daur Hidup 1. Morfologi Cacing dewasa jantan berukuran panjang 7-11 mm x lebar 0,4-0,5 mm. Cacing dewasa Ancylostoma cenderung lebih besar dari pada Necator. Cacing dewasa jarang terlihat, karena melekat erat pada mukosa usus dengan bagian mulutnya yang berkembang dengan baik (gigi pada Ancylostoma dan lempeng pemotong pada Necator).14

Gambar 2.7. Cacing Ancylostoma duodenale Dewasa 17

Gambar 2.8. Cacing Necator americanus Dewasa17

Universitas Sumatera Utara

Telur-telur yang keluar bersama feses biasanya pada stadium awal pembelahan. Bentuknya lonjong dengan ujung bulat melebar dan berukuran kira-kira, panjang 60 m dan lebar 40 m. Ciri khasnya yaitu adanya ruang yang jernih diantara embrio dengan kulit telur yang tipis.14

Figure 4.

Gambar 2.9. Telur Cacing Tambang 17 2. Daur Hidup Telur dapat tetap hidup dan larva akan berkembang secara maksimum pada keadaan lembab, teduh dan tanah yang hangat, telur akan menetas 1-2 hari kemudian. Dalam 5-8 hari akan tumbuh larva infektif filariform dan dapat tetap hidup dalam tanah untuk beberapa minggu.14 Infeksi pada manusia didapat melalui penetrasi larva filariform yang terdapat di tanah ke dalam kulit. Setelah masuk ke dalam kulit, pertama-tama larva di bawa aliran darah vena ke jantung bagian kanan dan kemudian ke paru-paru. Larva menembus alveoli, bermigrasi melalui bronki ke trakea dan faring, kemudian tertelan sampai ke usus kecil dan hidup di sana. Mereka melekat di mukosa, mempergunakan struktur mulut sementara, sebelum struktur mulut permanen yang khas terbentuk. Bentuk betina mulai mengeluarkan telur kira-kira 5 (lima) bulan setelah permulaan

Universitas Sumatera Utara

infeksi, meskipun periode prepaten dapat berlangsung dari 6-10 bulan. Apabila larva filariform Ancylostoma duodenale tertelan, mereka dapat berkembang menjadi cacing dewasa dalam usus tanpa melalui siklus paru-paru.14

Gambar 2.10. Daur Hidup Cacing Tambang 17 b. Patologi dan Gejala Klinis Gejala-gejala awal setelah penetrasi larva ke kulit seringkali tergantung dari jumlah larva. Dapat timbul rasa gatal yang minimal sampai berat dengan kemungkinan infeksi sekunder apabila lesi menjadi vesicular dan terbuka karena garukan. Berkembangnya vesikel dari ruam papula eritematosa disebut sebagai ground itch. Pneumonitis yang disebabkan karena migrasi larva tergantung dari pada jumlah larva yang ada. Gejala-gejala infeksi pada fase usus disebabkan oleh nekrosis jaringan usus yang berada dalam mulut cacing dewasa dan kehilangan darah langsung dihisap oleh cacing dan terjadinya perdarahan terus-menerus di tempat asal perlekatannya, yang kemungkinan diakibatkan oleh sekresi antikoagulan oleh cacing.14

Universitas Sumatera Utara

Pada infeksi akut dengan banyak cacing, dapat disertai kelemahan, nausea , muntah, sakit perut, diare dengan tinja hitam atau merah (tergantung jumlah darah yang keluar), lesu dan pucat. Seperti pada infeksi parasit lainnya, jumlah cacing yang banyak pada anak-anak dapat menimbulkan gejala sisa serius dan kematian. Selama fase usus akut dapat dijumpai peningkatan eosinofilia perifer. Pada infeksi kronik, gejala utamanya adalah anemia defisiensi besi dengan tanda pucat, edema muka dan kaki, lesu dan kadar hemoglobin 5g/dL . Dapat dijumpai kardiomegali, serta retardasi mental dan fisik.14 2.2.4. Strongyloides stercoralis Manusia merupakan hospes utama cacing ini. Cacing ini dapat menyebabkan penyakit stongilodiasis. Nematoda ini terutama terdapat di daerah tropik dan subtropik sedangkan di daerah yang beriklim dingin jarang ditemukan.14 a. Morfologi dan Daur Hidup 1. Morfologi Cacing betina yang hidup sebagai parasit di vilus duodenalum dan yeyunum. Cacing betina berbentuk filiform, halus, tidak berwarna dan panjangnya kira-kira 2 mm.14 2. Daur Hidup Cacing ini mempunyai tiga macam daur hidup : 1. Siklus langsung Sesudah 2 sampa 3 hari di tanah, larva rhabditiform yang berukuran kira-kira 225 x 16 mikron berubah menjadi larva filariform dengan bentuk langsing dan merupakan bentuk yang infektif, panjangnya kira-kira 700 mikron. Bila larva

Universitas Sumatera Utara

filariform menembus kulit manusia, larva tumbuh , masuk kedalam peredaran darah vena dan kemudian melalui jantung kanan sampai ke paru. Dari paru parasit yang mulai menjadi dewasa menembus alveolus, masuk ke trakea dan laring. Setelah sampai di laring terjadi refleks batuk sehingga perasit tertelan kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur ditemukan kira-kira 28 hari sesudah infeksi. 2. Siklus tidak langsung Pada siklus tidak langsung, larva rhabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas. Bentuk-bentuk bebas ini lebih gemuk dari bentuk parasitik. Cacing yang betina berukuran 1mm x 0,06 mm, yang jantan berukuran 0,75 mm x 0,04 mm, mempunyai ekor melengkung dengan 2 buah spikulum. Sesudah pembuahan cacing betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rhabditiform dan selama beberapa hari menjadi larva filariform yang infektif dan masuk dalam hospes baru atau larva rhabditiform dapat mengulangi fase hidup bebas. Siklus tidak langsung ini terjadi bilamana keadaan lingkungan sekitarnya optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan untuk hidup bebas parasit ini. 3. Autoinfeksi Larva rhabditiform kadang-kadang menjadi larva filariform di usus atau di sekitar anus, misalnya pada pasien yang menderita obstipasi lama sehingga bentuk rhabditiform sempat berubah menjadi filariform di dalam usus, pada penderita diare menahun dimana kebersihan kurang diperhatikan, bentuk rhabditiform akan menjadi filariform pada tinja yang masih melekat di sekitar

Universitas Sumatera Utara

dubur. Adanya autoinfeksi dapat menyebabkan strongiloidiasis menahun pada penderita. b. Patologi dan Gejala Klinis Bila larva filariform dalam jumlah besar menembus kulit akan timbul kelainan kulit yang dinamakan creeping eruption yang sering disertai dengan rasa gatal yang hebat. Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus muda. Infeksi ringan pada umumnya terjadi tanpa diketahui hospesnya karena tidak menimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk-tusuk di daerah epigastrium tengah dan tidak menjalar. Gejala lain adalah ada terasa mual dan muntah, diare dan konstipas yang saling bergantian. Pada Strongiloidiasis juga terjadi autoinfeksi dan hiperinfeksi .14 Sindroma Hiperinfeksi Autoinfeksi merupakan mekanisme terjadinya infeksi jangka panjang, apabila pada saat-saat tertentu keseimbangan dan imunitas penderita menurun, maka infeksinya semakin meluas dengan peningkatan produksi larva dan larva dapat ditemukan pada setiap jaringan tubuh, sehingga terjadi kerusakan pada jaringan tubuh. Penderita dapat meninggal akibat terjadinya peritonitis, kerusakan otak dan kegagalan pernafasan.18

Universitas Sumatera Utara

2.2. Epidemiologi Infeksi Kecacingan 2.2.1. Distribusi Frekuensi Infeksi Kecacingan oleh Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah a. Menurut Orang Penyakit kecacingan dapat terjadi pada semua golongan umur dan jenis kelamin. Menurut Depkes RI (2004) disebutkan bahwa prevalensi kecacingan oleh cacing yang ditularkan melalui tanah pada anak sekolah dasar adalah 60%-80%.21 Menurut penelitian Herdiana di Deli Serdang tahun 2006 dengan desain Cross sectional diperoleh proporsi higiene perorangan baik dengan infeksi kecacingan positif sebesar 23,7 % dan yang higiene perorangan buruk dengan infeksi kecacingan positif 47,8 %.22 Prevalensi infeksi kecacingan pada anak sekolah dasar di Indonesia mengalami fluktuasi yaitu pada tahun 2002, prevalensi infeksi kecacingan adalah 33,3 % menurun menjadi 33,0% pada tahun 2003, tahun 2004 meningkat menjadi 46,8%, kemudian menurun lagi pada tahun 2005 yaitu 28,4%, dan pada tahun 2006 meningkat lagi menjadi 32,6%.12 b. Menurut Tempat Cacing merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar ke seluruh dunia, lebih banyak ditemukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di beberapa daerah tropik derajat infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk. Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak berusia 5-10 tahun sebagai host (penjamu) yang juga menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi. 17

Universitas Sumatera Utara

Prevalensinya di Indonesia terutama di daerah pedesaan adalah 30-90% sedangkan prevalensi dengan higiene perorangan yang tidak baik seperti buang air besar sembarangan, tidak mencuci tangan pakai sabun sebelum makan dan setelah buang air besar, tidak memakai alas kaki ketika berada di luar rumah adalah 92%. 23 Faktor terpenting dalam penyebaran infeksi kecacingan adalah kontaminasi tanah dengan tinja yang mengandung telur. Telur berkembang biak pada tanah liat, lembab dan teduh.19 Dalam lingkungan tanah liat sangat menguntungkan bagi cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura . Sedangkan lingkungan yang mengandung pasir, tanah yang gembur dan berhumus sangat menguntungkan bagi cacing tambang dan Srongyloides stercoralis.14 c. Menurut Waktu Infeksi kecacingan menunjukkan fluktuasi musiman. Biasanya insiden meningkat pada permulaan musim hujan, karena curah hujan yang tinggi mengakibatkan kelembaban tanah meningkat. Tanah yang lembab sangat baik sebagai tempat telur cacing untuk berkembang biak. 24 2.2.2. Determinan Faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi kecacingan sangat banyak. Beberapa diantaranya adalah faktor lingkungan dan faktor perilaku higiene perorangan.21 a. Faktor Lingkungan Keadaan lingkungan yang berpengaruh pada infeksi kecacingan adalah ada tidaknya sumber air bersih dan jamban yang memenuhi syarat kesehatan.25

Universitas Sumatera Utara

b. Faktor Higiene Perorangan Higiene adalah suatu usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan hidup yang sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Dalam pengertian ini termasuk pula upaya melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan manusia (perorangan ataupun masyarakat), sedemikian rupa sehingga pelbagai faktor lingkungan yang tidak menguntungkan tersebut, tidak sampai menimbulkan gangguan terhadap kesehatan. 26 Higiene perorangan merupakan hal yang sangat penting diperhatikan terutama pada masa perkembangan, dengan higiene perorangan yang buruk pada masa tersebut akan dapat mengganggu perkembangan kualitas sumber daya manusia. Higiene perorangan yang belum memadai merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi kecacingan. 26 Higiene perorangan tersebut meliputi kebersihan kulit, biasanya merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama memberikan kesan. Oleh karena itu perlu memelihara kulit dengan sebaik baiknya. Pemeliharaan kesehatan kulit tidak dapat terlepas dari kebersihan lingkungan, makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup sehari hari.27 Untuk selalu memelihara kebersihan kulit kebiasaan kebiasaan yang sehat harus selalu memperhatikan hal hal sebagai berikut, seperti : menggunakan barang barang keperluan sehari hari milik sendiri, mandi minimal 2 kali sehari, mandi

Universitas Sumatera Utara

memakai sabun, menjaga kebersihan pakaian, makan makanan yang bergizi terutama sayur dan buah. Seperti halnya kulit, tangan, kaki dan kuku harus dipelihara dan ini tidak terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup sehari hari. Selain indah dipandang mata, tangan, kaki dan kuku yang bersih juga dapat menghindarkan kita dari berbagai penyakit.27 Untuk menghindari hal hal tersebut perlu diperhatikan sebagai berikut : 1. membersihkan tangan sebelum makan 2. memotong kuku secara teratur 3. membersihkan lingkungan 4. mencuci kaki sebelum tidur

Higiene perorangan sangat berhubungan dengan sanitasi lingkungan, artinya apabila melakukan higiene perorangan harus diikuti atau didukung oleh sanitasi lingkungan yang baik. Kaitan keduanya dapat dilihat dalam kondisi misalnya saat mencuci tangan sebelum makan dibutuhkan air bersih, yang tentu harus berasal dari sumber air yang memenuhi syarat kesehatan.

2.3. Diagnosis dan Pengobatan a. Diagnosis Cara menegakkan diagnosis penyakit adalah dengan melakukan pemeriksaan tinja secara langsung. Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis.Selain itu, diagnosis dapat dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri melalui mulut atau hidung karena muntah, maupun melalui tinja. Pada migrasi larva, diagnosis dapat dibuat dengan menemukan larva dalam sputum atau bilas lambung.14

Universitas Sumatera Utara

b. Pengobatan Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara massal pada masyarakat. Untuk perorangan dapat digunakan bermacam-macam obat misalnya piperasi, pirantel pamoat, mebendazol atau albendazol. Meskipun obat-obat ini efektif membasmi cacing dewasa, belum terdapat bukti yang meyakinkan bahwa obat-obat ini efektif terhadap fase migrasi larva. Infestasi cacing pada bagian tubuh lainnya, mungkin perlu dilakukan tindakan operasi.14

2.4. Pencegahan Infeksi Kecacingan 28 2.4.1. Pencegahan Primer Pencegahan primer dapat dilakukan dengan mengadakan penyuluhan kesehatan oleh petugas kesehatan tentang kecacingan dan sanitasi lingkungan atau menggalakkan program UKS, meningkatkan perilaku higiene perorangan dan pembuatan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) yang sehat dan teratur. 2.4.2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan memeriksakan diri ke Puskesmas atau Rumah Sakit dan memakan obat cacing tiap 6 bulan sekali 2.4.3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan melakukan tindakan medis berupa operasi.

Universitas Sumatera Utara

2.5. Dampak Infeksi Kecacingan 2.5.1. Dampak terhadap Gizi 19 Penyakit kecacingan sering kali menyebabkan berbagai penyakit di dalam perut dan berbagai gejala penyakit perut seperti kembung dan diare. Cacing gelang (Ascaris lumbricoides) tidak jarang menyebabkan kematian karena penyumbatan usus dan saluran empedu. Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura) dapat menyebabkan anemia berat yang mengakibatkan orang menjadi sangat lemah karena kehilangan darah. Infeksi kecacingan mempengaruhi pemasukan, pencernaan, penyerapan (absorbsi) serta metabolisme makanan sehingga menyebabkan kekurangan gizi. Anak yang menderita kecacingan, nafsu makannya menurun sehingga makanan yang masuk akan berkurang dan jumlah cacing yang banyak dalam usus akan mengganggu pencernaan serta penyerapan makanan. Infeksi kecacingan selain berperan sebagai penyebab kekurangan gizi yang kemudian berakibat terhadap penurunan daya tubuh terhadap infeksi, juga berperan sebagai faktor yang lebih memperburuk daya tahan tubuh terhadap berbagai macam infeksi. 2.5.2. Dampak terhadap Intelektual dan Produktivitas14 Secara umum berpengaruh pada tingkat kecerdasan, mental, dan prestasi anak sekolah. Hasil penelitian Bundy dkk, 1992 menunjukkan bahwa anak-anak Sekolah Dasar (SD) di Jamaika terinfeksi cacing Trichuris trichiura mengalami penurunan kemampuan berfikir. Hasil studi di Kenya oleh Stephenson tahun 1993 menunjukkan

Universitas Sumatera Utara

penurunan kesehatan jasmani, pertumbuhan dan selera makan pada anak sekolah yang terinfeksi Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura. Di Malaysia ditemukan dampak infeksi kecacingan terhadap penurunan kecerdasan di lingkungan anak sekolah Che Ghani tahun 1994. penyakit ini tidak menyebabkan orang mati mendadak, akan tetapi menyebabkan penderita semakin lemah karena kehilangan darah yang menahun sehingga menurunkan prestasi kerja. 2.5.3. Dampak terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia14 Salah satu ciri bangsa yang maju adalah bangsa yang mempunyai derajat kesehatan yang tinggi, sehingga pada pembangunan jangka panjang pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan kualitas sumber daya manusia. Infeksi kecacingan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas sumber daya manusia, mengingat kecacingan akan menghambat pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak serta produktifitas kerja. Sampai saat ini penyakit kecacingan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia terutama di daerah pedesaan dan salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi kecacingan adalah kesadaran higiene perorangan (personal hygiene) yang kurang.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai