Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH PRESENTASI KASUS KONJUNGTIVITIS

Oleh: Ambartyas Niken W Marsya Maryami N

Rabu, 16 november 2011

Departemen Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta

KONJUNGTIVA 1. Anatomi Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat pada ke septum orbitale di fornices. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, lunak, dan mudah bergerak (plica semilunaris) terletak di kantus internus dan merupakan selaput pembentuk kelopak mata dalam. 2. Histologi Lapisan epitel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima sel epitel silindris bertingkat, superfisial, dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas caruncula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri atas selsel epitel skuamosa bertingkat. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus yang terbentuk mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata prakornea secara merata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa stratum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus.

Kelenjar lakrimal aksesorius (kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar Krause terletak di forniks atas, sisanya ada di forniks bawah. Kelenjar Wolfring terletak di tepi tarsus atas. 3. Perdarahan, Limfatik dan Persarafan Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteri ciliaris anterior dan arteria palpebralis. Kedua areteri ini beranastomosis dengan bebas bersama vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arteri. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di dalam lapisan superfisial dan profundus dan bergabung dengan pembuluh limfe palpebra membentuk pleksus limfatikus. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini memiliki serabut nyeri yang relatif sedikit. KONJUNGTIVITIS DEFINISI Radang konjungtiva (konjungtivitis) adalah penyakit mata paling umum di dunia. Penyakit ini bervariasi mulai dari hyperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. Penyebab umumnya eksogen, tetapi bisa endogen. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, imunologik, kimiawi/ iritatif, idiopatik atau penyakit sistemik. KLASIFIKASI 1.Konjungtivitis Karena Agen Infeksi Konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang menggangu karena lokasinya. Pada film air mata, komponen akueosa mengencerkan materi infeksi, mucus menangkap debris, dan aktivitas pompa palpebra membilas air mata ke duktus air mata secara constant; air mata mengandung substansi antimikroba, termasuk lisozim dan antibody (IgG dan IgA).

Patogen umum yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah Streptococus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Neisseria meningitides, Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae dan sebagian besar strain adenovirus. Sitologi Konjungtivitis Cedera epitel konjungtiva oleh agen perusak dapat diikuti oleh edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel, atau pembentukan granuloma. Selain itu mungkin juga terjadi edema stroma konjungtiva (kemosis) dan hipertrofi lapisan limfoid stroma (pembentukan folikel). Sel-sel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel-sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan mucus dari sel-sel goblet untuk membentuk eksudat konjungtiva, yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra. Banyaknya leukosit polimorfonuklear adalah ciri khas konjungtivitis bakteri. Sel mononuclear dalam jumlah banyak, khususnya limfosit khas untuk konjungtivitis virus. Pada konjungtivitis klamidia, jumlah neutrofil dan limfosit biasanya setara. Eosinofil dan basofil terdapat pada konjungtivitis alergika, dan sebaran granul eosinofilik dan eosinofil terdapat dalam keratokonjungtivitis vernal. Pada semua jenis konjungtivitis terdapat selsel plasma dalam stroma konjungtiva. Gejala Konjungtivitis Gejala penting adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores atau terbakar, sensasi penuh di sekeliling mata, gatal dan fotofobia. Sensasi benda asing dan sensasi tergores atau terbakar sering dihubungkan dengan edema dan hipertrofi papila yang biasanya menyertai hiperemia konjungtiva. Jika ada rasa sakit, maka kemungkinan kornea juga terkena. Tanda-tanda konjungtivitis Tanda-tanda penting adalah hiperemia, mata berair, eksudasi, pseudoptosis, hipertrofi papilar, kemosis, folikel, pseudomembran dan membran, granuloma, dan adenopati preaurikular.

Temuan klinis dan Viral sitologi Gatal Hiperemia Mata berair Eksudasi Adenopati preaurikular Minimal Generalisata Banyak Minimal Sering

Bakteri Minimal Generalisata Sedang Banyak Jarang

Klamidia Minimal Generalisata Sedang Banyak Hanya sering pada konjungtivitis inklusi PMN,sel plasma, badan inklusi Tidak pernah

Alergika Hebat Generalisata Minimal Minimal Tidak ada

Pada kerokan dan Monosit eksudat yang dipulas Disertai tenggorokan demam sakit Kadangdan kadang

Bakteri, PMN

Eosinofil

Kadangkadang

Tidak pernah

Hiperemia: adalah tanda klinis konjungtivitis akut yang paling mencolok. Kemerahan paling jelas di forniks dan makin berkurang ke arah limbus karena dilatasi pembuluhpembuluh konjungtiva posterior. Dilatasi perilimbus atau hiperemia siliaris menunjukkan adanya radang kornea atau struktur yang lebih dalam. Warna merah terang menunjukkan konjungtivitis bakteri, dan tampilan putih susu menunjukkan konjungtivitis alergika. Hiperemia tanpa infiltrat sel merupakan iritasi oleh penyebab fisik seperti angin, matahari, asap,dll, tetapi sesekali bisa muncul pada penyakit yang berhubungan dengan ketidakstabilan vaskular. Mata berair (epifora): Sekresi air mata diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, sensasi terbakar, atau tergores, atau oleh rasa gatal. Eksudasi: adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudat biasanya berlapis-lapis dan amorf pada konjungtivitis bakteri dan berserabut pada konjungtivitis alergika. Pada hampir semua jenis konjungtivitis, didapatkan banyak kotoran mata di palpebra saat bangun tidur. Jika eksudat sangat banyak dan palpebranya saling melengket, konjungtivitis bisa disebabkan oleh bakteri atau klamidia.

Hipertrofi papilar: adalah reaksi konjungtiva nonspesifik yang terjadi karena konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus dibawahnya oleh serabut-serabut halus. Bila papilnya kecil, tampilan konjungtiva umumnya licin. Konjungtiva dengan papila merah disebabkan penyakit bakteri atau klamidia. Pada infiltrasi berat konjungtiva dihasilkan papila raksasa. Kemosis: Konjungtiva sangat mengarah pada konjungtivitis alergika, tetapi dapat timbul pada konjuntivitis gonokok atau meningokok akut dan terutama pada konjungtivitis adenoviral. Folikel: tampak pada sebagian besar kasus konjungtivitis virus, semua kasus konjungtivitis klamidia, kecuali konjungtivitis inklusi neonatal, beberapa kasus konjungtivitis parasitik, dan pada beberapa kasus konjungtivitis toksik yang diinduksi oleh pengobatan topikal. Secara klinis, folikel dapat dikenali sebagai struktur bulat kelabu atau putih yang avaskular. Pseudomembran dan membran: adalah hasil dari proses eksudatif dan hanya berbeda derajatnya. Pseudomembran adalah suatu pengentalan (koagulum) di atas permukaan epitel, yang bila diangkat epitelnya tetap utuh. Membran adalah pengentalan yang meliputi seluruh epitel, yang jika diangkat meninggalkan permukaan yang kasar dan dan berdarah. Pseudomembran atau membran dapat menyertai keratokonjungtivitis epidemika, konjungtivitis virus herpes simpleks primer, konjungtivitis streptokok, difteria dll. Granuloma konjungtiva selalu mengenai stroma dan laing sering berupa kalazion. Penyebab endogen lain adalah sarkoid, sifilis, penyakit cat-scratch dan coccidioidomycosis (jarang). Konjungtivitis liganeosa adalah bentuk istimewa konjungtivitis membranosa rekuren, Keadaan ini bilateral, terutama pada anak-anak, lebih banyak pada perempuan, dan mungkin menyertai temuan sistemik lain seperti nasofaringitis dan vulvovaginitis

Limfadenopati preaurikular: adalah tanda penting konjungtivitis. Sebuah KGB preaurikular besar atau kecil, kadang-kadang sedikit nyeri tekan, ada pada konjungtivitis herpes simpleks primer, keratokonjungtivitis epidemika, konjungtivitis inklusi, dan trakoma. KGB preaurikular kecil tanpa nyeri tekan terdapat pada demam faringokonjungtiva dan konjuntivitis hemoragik akut. Kadang-kadang limfadenopati preaurikular terlihat pada anak-anak dengan infeksi kelanjar meibom. Konjungtivitis Bakteri Terdapat dua bentuk yaitu akut (termasuk hiperakut dan subakut) dan kronik. Konjungtivitis akut biasanya jinak dan dapat sembuh sendiri, berlangsung kurang dari 14 hari. Konjungtivitis kronik biasanya sekunder terhadap penyakit palpebra atau obstruksi ductus nasolacrimalis. Tanda dan Gejala Umumnya konjungtivitis ini bermanifestasi dalam bentuk iritasi dan pelebaran pembuluh darah (injeksi) bilateral, eksudat purulen dengan pelpebra saling melengket saat bangun tidur, dan kadang-kadang edema palpebra. Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan melalui tangan menular ke sebelahnya. Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui benda yang dapat menyebarkan kuman (fomit). Konjuntivitis bakteri hiperakut (purulen) Disebabkan oleh (N gonorrhoeae, Neisseria kochii, dan N meningitidis) ditandai oleh eksudat purulen yang banyak. Konjungtivitis meningokok kadang-kadang terjadi pada anak-anak. Konjuntivitis mukopurulen (catarrhal) akut Sering terdapat dalam bentuk epidemik dan disebut mata merah (pink eye) oleh kebanyakan orang awam. Penyakit ini ditandai dengan hiperemia konjungtiva akut dan sekret mukopurulen berjumlah sedang. Penyebab paling umum adalah Streptococcus pneumoniae pada iklim sedang dan Haemophilus aegyptius pada iklim tropis. Penyebab yang kurang umum adalah stafilokokus dan streptokokus lain. Konjungtivitis subakut

Paling sering disebabkan oleh H influenzae, dan terkadang oleh Escherichia coli dan spesis proteus. Infeksi H influenzae ditandai dengan eksudat tipis, berair atau berawan. Konjugtivitis bakteri kronik Terjadi pada pasien dengan obstruksi ductus nasolacrimalis dan dakrosistitis kronik, yang biasanya unilateral. Infeksi ini juga menyertai blefaritis bakterial kronik atau disfungsi kelenjar meibom. Konjungtivitis bakteri dapat disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriaw dan pada konjungtiva palpebralis. Pemeriksaan Laboratorium Organisme penyebabnya dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan mikroskopik kerokan kunjungtiva yang dipulas dengan pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini menampilkan banyak neutrofil polimorfonuklear. Terapi Terapi spesifik konjungtivitis bakteria tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya. Jika kornea tidak terlibat, ceftriaxone 1 g yang diberikan dosis tunggal per intramuskular biasanya merupakan terapi sistemik yang adekuat. Jika kornea terkena dibutuhkan ceftriaxone parenteral,1-2g per hari selama 5 hari. Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, saccus conjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline agar dapat menghilangkan sekret konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran, higiene perorangan secara khusus harus diperhatikan. Prognosis Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa diobati, infeksi dapat berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai 1-3 hari, kecuali konjungtivitis stafilokok dan konjungtivitis gonokok. Konjungtivitis bakteri kronik mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan dapat menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan. Streptococcus pyogenes walaupun jarang.

Pseudomembran atau membran yang dihasilkan pleh organisme ini dapat terbentuk

Konjungtivitis Klamidia Trakoma Trakoma umumnya bilateral. Penyakit ini menyebar melalui kontak langsung atau benda pencemar, umumnya dari anggota keluarga yang lain. Vektor serangga, khususnya lalat, dapat berperan dalam transmisi. Penyebaran sering dihubungkan dengan epidemi konjungtivitis bakterial dan musim kemarau di negara tropis dan subtropis. Tanda dan gejala Masa inkubasi trakoma rata-rata 7 hari, tetapi bervariasi dari 5 sampai 14 hari. Pada bayi atau anak, biasanya timbul diam-diam dan penyakit itu dapat sembuh dengan sedikit atau tanpa komplikasi. Pada orang dewasa timbulnya sering akut atau subakut dan komplikasi cepat berkembang. Tanda dan gejala biasanya terdiri atas berair-mata, fotofobia, nyeri, eksudasi, edema palpebra, kemosis konjungtiva bulbaris, hiperemia, hipertrofi papilar, folikel tarsal dan limbal, keratitis superior, pembentukan pannus, dan sebuah nodus preaurikular kecil yang nyeri tekan. Untuk memastikan trakoma endemik disebuah keluarga atau masyarakat, sejumlah anak harus menunjukkan sekurang-kurangnya dua tanda berikut: Lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal rata yang melapisi pelpebra superior Parut konjungtiva yang khas di konjungtiva tarsal superior Folikel limbos atau sekuelenya Perluasan pembuluh darah ke atas kornea, paling jelas di limbos atas.

WHO telah mengembangkan cara sederhana untuk menggambarkan penyakit tersebut: TF: Lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal superior TI: Infiltrasi difus dan hipertrofi difus dan hipertrofi papilar konjungtiva tarsal superior yang sekurang-kurangnya menutupi 50% pembuluh profunda normal TS: Parut konjungtiva trakomatosa TT: Trikiasis atau entropin (bulu mata terbalik ke dalam)

CO: Kekeruhan kornea TF, TI Menunjukkan trakoma infeksiosa aktif dan harus diobati. TS adalah bukti kerusakan akibat penyakit ini TT berpotensi membutakan dan merupakan indikasi untuk tindakan operasi koreksi palpebra CO lesi terakhir, yang membutakan Pemeriksaan Laboratorium Pada sediaan pulasan Giemsa, inklusi tampak sebagai masa sitoplasma biru atau ungu gelap yang sangat halus, yang menutupi inti sel epitel. Secara morfologis , agen trakoma mirip dengan agen konjungtivitis inklusi Komplikasi Jaringan parut di konjungtiva yang sering terjadi dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar lakrimal. Hal ini mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea secara drastis, dan componen mukosanya mungkin berkurang karena hilangnya sebagian sel goblet. Luka parut itu juga mengubah bentuk palpebra superior berupa membaliknya bulu mata ke dalam (trikiasis) atau seluruh tepian palpebra (entropion) sehingga bulu mata terus menerus menggesek kornea. Kondisi ini mengakibatkan ulserasi kornea, infeksi bacterial kornea dan parut kornea.Ptosis, obstruksi ductus nasolacrimalis, dan dakriosistitis dalah komplikasi trakoma lainya yang sering dijumpai. Terapi Pebaikan klinis yang mencolok dapat dicapai dengan tetracycline, 1-1,5g/hari per oral dalam empat dosis terbagi selama 3-4 minggu (jangan diberikan pada anak dibawah umur 7 tahun atau wanita hamil); doxycycline, 100 mg per oral dua kali sehari selama 3 minggu; atau erythromycin, 1 g/hari per oral dibagi dalam empat dosis selama 3-4 minggu. Azithromycin 1g per oral merupakan terapi efektif bagi trakoma anak, karena efek sampingnya minimal dan mudah diberikan.

Konjungtivitis Inklusi Konjungtivitis inklusi sering bilateral dan biasanya terdapat pada orang muda yang seksual aktif. Agen klamidia menginfeksi uretra dan serviks. Transmisi ke mata orang dewasa biasanya karena praktek seksual oral-genital atau transmisi dari tangan ke mata. Transmisi tak langsung pernah dilaporkan terjadi di kolam renang yang kurang klor-nya. Pada neonatus, agen ditularkan waktu lahir melalui kontaminasi langsung konjungtiva dengan sekret serviks.

Konjungtivitis Viral Konjungtivitis Folikular viral akut Demam Fringokonjungtival Demam ini ditandai dengan suhu 38,3-40C, sakit tenggorokan, dan konjungtivitis folikular pada satu atau dua mata. Folikel sering sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan mukosa faring. Penyakit ini biasa bilateral ataupun unilateral. Mata merah dan berair sering terjadi, selain itu mungkin ada keratitis epitel superfisial untuk semantara dan sesekali terdapat sedikit kekeruhan di subepitel. Limfadenopati preaurikular (tidak nyeri tekan) adalah khas. Sindrom ini mungkin tidak lengkap, hanya terdiri atas satu/ dua tanda utama (demam, faringitis, dan konjungtivitis). Demam ini umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang-kadang oleh tipe 4 dan 7. Tidak ada pengobatan spesifik, biasanya sembuh sendiri kira-kira dalam 10 hari. Keratokonjungtivitis Epidemika Keratokonjungtivitis epidemika biasanya unilateral. Awalnya sering pada satu mata saja dan biasanya lebih parah. Pada awalnya terdapat injeksi konjungtiva, nyeri sedang, berair mata; dalam 5-14 hari akan diikuti oleh fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan sub epitel yang bulat. Sensasi kornea normal dan terdapat nodus preaurikular dengan nyeri tekan yang khas. Edema palpebra, kemosis dan hiperemia konjungtiva menandai fasa akut, dengan folikel dan perdarahan konjungtiva yang sering muncul dalam 48 jam. Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8,19,29 dan 37. Pada orang dewasa, terbatas di bagian luar mata, tetapi pada anak-anak mungkin terdapat

gejala-gejala sistemik infeksi virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare. Kompresi dingin akan mengurangi beberapa gejala. Agen antibakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi bakterial. Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks (HSV) Konjungtivitis HSV biasanya mengenai anak kecil, dapat ditandai oleh injeksi unilateral, iritasi, secret mukoid, nyeri, dan fotofobia ringan. Penyakit ini terjadi pada infeksi primer HSV atau saat kambuh herpes mata. Keadaan ini sering disertai keratitis herpes simpleks, dengan kornea menampakkan lesi-lesi epitel tersendiri yang umumnya menyatu membentuk ulkus tunggal atau ulkus epithelial bercabang banyak (dendritik). Vesikel-vesikel herpes terkadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema palpebra hebat. Konjungtivitis HSV dapat berlangsung selama 2-3 minggu; jika timbul pseudomembran, dapat menimbulkan parut linear halus atau parut datar. Virus herpes tipe 1 merupakan penyebab hamper seluruh kasus mata; tipe 2 adalah penyebab umum pada neonatus dan tipe langka pada dewasa. Pada neonatus, mungkin terdapat penyakit generalisata yang disertai ensefalitis, korioretinitis, hepatitis, dan lain-lain. Setiap infeksi HSV pada neonatus harus diobati dengan obat antivirus sistemik (acyclovir). Konjungtivitis yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa umumnya sembuh sendiri dan tidak perlu terapi. Namun, antivirus topical atau sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Antivirus topical harus diberikan selama 7-10 hari. Keratitis herpetic dapat diobati dengan salep acyclovir 3% 5 kali sehari selama 10 hari, atau dengan acyclovir oral 400 mg 5 kali sehari selama 7 hari. Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan karena memperburuk infeksi herpes simpleks menjadi infeksi berat berkepanjangan. Konjungtivitis Hemoragika Akut Penyakit ini khas memiliki inkubasi yang pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari). Gejala dan tanda berupa nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air mata, kemerahan, edema palpebra, dan perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva umumnya difus, tetapi awalnya dapat berupa bintikbintik; mulai dari konjungtiva bulbaris superior dan menyebar ke bawah.

Virus ini ditularkan melalui kontak erat dengan orang ke orang dan benda penular seperti sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari dan tidak ada pengobatan yang pasti. Konjungtivitis viral kronik Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum Reaksi radangnya terutama mononuklear (berbeda dengan reaksi trakoma). Lesi bulat, berombak, putih mutiara, non inflamatorik dengan bagian pusat yang melekuk khas untuk moluscum contagiosum. Biopsi menunjukkan inklusi sitoplasma eosinofilik yang memenuhi seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti ke satu sisi. Blefarikonjungtivitis Varicella-Zoster Hiperemia dan konjungtivitis infiltratif disertai dengan erupsi vesikular yang khas di sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika adalah khas pada herpes zoster. Konjungtivitisnya biasanya papilar, pernah ditemukan folikel, pseudomembran dan vesikel temporer yang kemudian berulserasi. Keratokonjungtivitis Campak Enantema khas campak sering kali mendahului erupsi kulit. Pada tahap awl ini, tampilan konjungtiva mirip kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari diikuti oleh pembengkakan plica semilunaris. Beberapa hari sebelum erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan secret mukopurulen; dan saat muncul erupsi kulit, timbul bercak-bercak Koplik pada konjungtiva dan terkadang pada carunculus. Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya meninggalkan sedikit atau sama sekali tanpa sekuele, tetapi pada pasien kurang gizi atau imunoinkompeten, penyakit mata ini seringkali disertai infeksi HSV atau infeksi bacterial sekunder oleh S pneumoniae, H influenzae, dan organisme lain. Agen-agen ini dapat menimbulkan konjungtivitis purulen yang disertai ulserasi kornea dan penurunan penglihatan yang berat. Tidak ada terapi yang spesifik kecuali pada infeksi sekunder. Konjungtivitis Jamur Konjungtivitis Candida

Konjungtivitis yang disebabkan oleh Candida spp(biasanya Candida albicans) adalah infeksi yang jarang terjadi; umumnya tampak sebagai bercak putih. Keadaan ini dapat timbul pada pasien diabetes atau pasien yang terganggu sistem imunnya. Konjungtivitis Jamur lain

Spotothrix schenckii, walaupun jarang, bisa mengenai konjungtiva atau palpebra. Jamur ini menimbulkan penyakit granulomatosa yang disertai KGB preaurikular yang jelas. Pemeriksaan mikroskopik dari biopsi granuloma menampakkan conidia (spora) grampositif. Rhinosporidium seeberi meskipun jarang dapat mengenai konjungtiva , saccus lacrimalis, palpebra, canaliculi dan sklera. Lesi khas berupa granuloma polipoid yang mudah berdarah dengan trauma minimal. Konjungtivitis Parasit Infeksi Loa loa

Cacing ini hidup di jaringan ikat manusia dan kera (resevoarnya). Parasit ini ditularkan oleh gigitan lalat kuda atau lalat mangga. Cacing dewasa kemudian bermigrasi ke palpebra, konjungtiva atau orbita. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan cacing atau dengan menemukan mirrofilaria dalam darah yang diperiksa siang hari. Obat pilihan adalah diethylcarbamazine. Infeksi Ascaris lumbricoides (Konjuntivitis Butcher)

Ascaris dapat menimbulkan sejenis konjungtivitis berat, meskipun jarang. Kejadian ini bisa diikuti oleh konjungtivitis toksik yang nyeri dan berat, yang ditandai dengan kemosis hebat dan edema palpebra. Pengobatan berupa irigasi cepat dan menyeluruh pada saccus conjungtivalis.

Infeksi Schistosoma haematobium

Timbul lesi konjungtiva granulomatosa berupa tumor-tumor kecil, lunak, licin, kuningkemerahan terutama pada pria. Gejalanya minimal. Diagnosis menunjukkan granuloma berisi limfosit, sel plasma, sel raksasa, dan eosinofil. Pengobatannya terdiri atas eksisi granuloma konjungtiva dan terapi sistemik dengan antimonial seperti niridazole. Infeksi Taenia solium

Parasit ini jarang menimbulkan konjuntivitis tetapi lebih sering menyerang retina, koroid atau vitreus dan menimbulkan sistiserkosis mata. Konjungtiva yang terkena menampilkan suatu kista subkonjungtiva dalam bentuk pembengkakan hemisferik setempat, biasanya di sudut dalam forniks inferior yang melekat pada sklera di bawahnya dan nyeri tekan. Konjungtiva dan palpebra mungkin meradang dan terdapat edema. Eosinofil adalah ciri yang selalu ada. Pengobatan yang terbaik adalah eksisi lesi. Keadaan intestinalnya dapat diobati dengan niclosamide. Oftalmomyiasis

Myiasis adalah infeksi oleh larva lalat. Jaringan mata mungkin cedera akibat transmisi mekanik organisme penyebab penyakit atau oleh aktivitas parasit larva dalam jaringan mata. Larva memasuki jaringan nekrotik maupun sehat. Bayi dan anak-anak kecil, pecandu alkohol dan pasien yang hiegene tidak baik adalah sasaran umum infeksi lalat penyebab myiasis. Larva ini dapat mempengaruhi permukaan mata, jaringan intraokular atau jaringan orbita yang lebih dalam. Hal ini dapat disebabkan oleh Musca domestica (lalat rumah), Fannia (lalat jamban), dan Oestrus evis (lalat domba). Lalat ini meletakkan telurnya di tepian palpebra inferior atau kantus internus, dan larva menetap di permukaan mata, menimbulkan iritasi, nyeri dan hiperemia konjungtiva. Pengobatan myiasis permukaan mata adalah dengan menyingkirkan larva secara mekanik.

2. Konjungtivitis Imunologik

Reaksi Hipersensitivitas Humoral Segera Konjungtivitis Hay Fever

Radang konjungtiva non-spesifik ringan umumnya menyertai hay fever (rhinitis alergika). Biasanya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu hewan, dan lain-lain. Gejala: gatal, kemerahan, berair mata, dan mengatakan matanya seakan-akan tengelam di jaringan sekitarnya. Pengobatan: dilakukan dengan penetesan vasokonstriktor-antihistamin topical, antihistamin per oral. Keratokonjungtivitis Vernal

Penyakit yang dikenal juga sebagai catarrh musim seni, konjungtivitis musiman atau konjungtivitis musim kemarau, adalah penyakit alergi bilateral yang jarang; biasanya mulai tahun-tahun prepubertas dan berlangsung selama 5-10 tahun. Penyakit ini sering di daerah hangat daripada di daerah sedang dan hampir tidak ada di iklim dingin. Penyakit ini lebih parah pada musim semi, musim panas, dan musim gugur daripada di musim dingin. Gejala: sangat gatal dengan kotoran mata berserat-serat. Konjungtiva tampak putih susu, banyak papilla halus di konjugtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebralis superior sering menampilkan papilla raksasa berbentuk polygonal, dengan atap rata, dan mengandung berkas kapiler. Pengobatan: Dapat sembuh sendiri. Obat-obatan hanya dapat mengurangi gejala. Steroid topical atau sistemik dapat mengurangi rasa gatal tetapi komplikasi (glaucoma, katarak, dll) sangat merugikan. Kombinasi antihistamin penstabil sel mast bermanfaat sebagai agen profilaktik dan terapeutik pada kasus sedang hingga berat. Keratokonjungtivitis Atopik

Pasien dermatitis atopic sering kali juga menderita keratokonjungtivitis atopic. Biasanya ada riwayat alergi pada pasien atau keluarganya. Keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi.

Gejala: sensasi terbakar, pengeluaran secret mukoid, merah, dan fotofobia. Tepi palpebra eritematosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papila-papila halus, tetapi papilla raksasa kurang nyata. Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan penyakit lebih lanjut.. Pada kasus lebih berat, seluruh kornea tampak kabur dan mengalami vaskularisasi, ketajaman penglihatan menurun. Pengobatan: Terapi topical jangka panjang dengan obat penstabil sel mast, antihistamin oral, NSAID, steroid topical jangka pendek, dan pada kasus lebih lanjut dengan komplikasi kornea, diperlukan transplantasi kornea. Konjungtivitis Papilar Raksasa

Penderita dapat ditemui pada pengguna lensa kontak atau mata buatan dari plastic. Ini kemungkinan suatu penyakit hipersensitivitas tipe lambat yang kaya basofil dengan komponen IgE humoral. Memakai kaca mata bukan lensa kontak dapat menyembuhkan. Jika lensa kontak tetap harus dipakai, diperlukan tindakan tambahan. Perawatan lensa kontak yang baik, termasuk zat bebas pengawet sangat penting. Disinfeksi dengan hydrogen peroksida dan pembersihan lensa kontak secara enzimatik juga menolong. Pemakaian lensa kontak ke jenis weekly-disposable atau daily disposable diperlukan jika cara lain tidak menolong. Jika tidak membantu, pemakaian lensa kontak harus dihentikan. Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat Fliktenulosis

Merupakan respon hipersensitivitas tipe lambat terhadap protein mikroba, termasuk protein dari basil tuberkel, Staphylococcus spp, Candida albicans, Coccidioides immitis, Haemophilus aegyptis, dan Chlamydia trachomatis serotype L1, L2, dan L3. Timbul sebagai lesi kecil yang keras, merah, meninggi dan dikelilingi zona hyperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga, denga apeks mengarah ke kornea. Di sini terbentuk pusat putih-kelabu, yang segera menjadi ulkus dan mereda dalam 10-12 hari. Pengobatan: Steroid hanya dipakai untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea yang menetap.

Konjungtivitis Ringan Sekunder Akibat Blefaritis Kontak

Blefaritis kontak dapat disebabkan oleh atropine, neomycin, antibiotic spectrum luas, dan obat topical lain sering diikuti oleh konjungtivitis infiltratif ringan yang menimbulkan hyperemia, hipertrofi papilla ringan, secret mukoid ringan, dan sedikit iritasi. Pengobatan: diarahkan pada penemuan agen penyebab dan menghilangkannya. Cepat membaik dengan kortikosteroid topical, tetapi pemakaiannya harus dibatasi. 3. Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun Keratokonjungtivitis Sika (pada Sindrom Sjogren)

Sindrom Sjogren adalah penyakit sistemik yang ditandai dengan trias gangguan: keratokonjungtivitis sika, xerostomia, dan disfungsi jaringan ikat (artritis). Untuk menegakkan diagnosis, sedikitnya harus ada dua dari tiga gangguan tersebut. Lebih banyak menyerang wanita menjelang atau sesudah menopause. Keratokonjungtivitis sika ditandai dengan hyperemia konjungtiva bulbaris dan gejala-gejala iritasi jauh lebih berat daripada`tanda-tanda peradangan yang ringan. Keadaan ini sering berawal sebagai konjungtivitis ringan dengan secret mukoid. Lesi-lesi epitel berbercak muncul di kornea, lebih banyak di belahan bawahnya, dan mungkin tampak filamen-filamen. Nyeri semakin terasa di malam hari dan hilang di pagi hari. Film air mata berkurang dan sering mengandung berkas mucus. Pengobatan: Mempertahankan dan mengganti film air mata dengan air mata buatan, dengan menutup puncta, dan dengan pelindung samping, moisture chambers dan pelindung Buller. Pemfigoid Sikatrikal

Penyakit ini biasanya muncul sebagai suatu konjungtivitis kronik non-spesifik yang resisten terhadap terapi. Konjungtivitis menimbulkan parut yang progresif, penutupan forniks-forniks, dan entropion dengan triakiasis. Pasien mengeluh nyeri, iritasi dan penglihatan kabur. Kornea turut terlibat karena adanya trikiasis dan film air mata prakornea yang berkurang. Pemfigoid sikatrikal khas terjadi pada usia pertengahan dan jarang terjadi sebelum usia 45 tahun. Pada wanita, penyakit dapat berlanjut hingga berakibat pada kebutaan dalam satu tahun atau kurang.

4. Konjungtivitsi Kimia atau Iritatif Konjungtivitis Iatrogenik Akibat Pemberian Obat Topikal

Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltratif, yang diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian jangka panjang dipivefrin, miotik, idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet yang toksik hinge menimbulkan iritasi. Pengobatan: penghentian agen penyebab dan pemakaian tetesan yang ringan atau sama sekali tanpa tetesan. Konjungtivitis Pekerjaan Oleh Bahan Kimia dan Iritan

Asam, alkali, asap, angina, dan hampir semua substansi iritan yang masuk ke saccus conjunctivalis dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan yang dapat umum, yaitu pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan berbagai bahan asam dan alkali. Pada luka karena asam, asam mengubah sifat protein jaringan dan efeknya langsung timbul. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup ke dalam jaringan, serta menetap di dalam jaringan konjungtiva. Perlekatan antara konjungtiva bulbaris dan palpebralis dan parut kornea lebih mungkin terjadi pada agen penyebab alkali. Konjungtivitis Karena Bulu Ulat

Kadang-kadang bulu ulat masuk ke dalam saccus conjunctivalis dan membentuk satu atau lebih granuloma di tempat itu. Pada pembesaran, setiap granuloma tampak mengandung sebuah benda asing kecil. Penanganan efektif dengan mengeluarkan bulu satu per satu. 5. Konjungtivitis yang Penyebabnya Tidak Diketahui Folikulosis

Gangguan konjungtiva non-inflamasi bilateral, jinak, yang tersebar luas, yang ditandai dengan hipertrofi folikular. Keadaan ini lebih umum pada anak-anak daripada orang

dewasa, dan gejala minimal. Tidak ada pengobatan karena akan menghilang spontan setelah berlangsung selama 2-3 tahun. Konjungtivitis Folikular Kronik

Penyakit mata bilateral pada anak yang menular dan ditandai oleh banyak folikel di konjungtiva tarsal superior dan inferior. Terdapat eksudat konjungtiva dan peradangan, tetapi tidak ada komplikasi. Penyakit ini sembuh sendiri dalam 2 tahun. Rosacea Okular

Komplikasi acne rosacea yang sering terjadi pada orang berkulit putih berbanding orang berkulit gelap. Pasien mengeluh hyperemia ringan dan iritasi. Seringkali terdapat bersama blefaritis stafilokok. Pembuluh darah tepian palpebra melebar, dan konjungtiva hiperemis, terutama daerah interpalpebrae yang terpajan. Penanganan dengan menghindari makanan pedas dan minuman beralkohol, yang menyebabkan dilatasi pembuluh daerah muka. Psoriasis

Psoriasis vulgaris umumnya mengenai daerah-daerah kulit yang tidak terpajan matahari; namun pada sekitar 10% kasus, lesi muncul di kulit palpebra, dan plaknya dapat meluas ke konjungtiva, tempat mereka menimbulkan iritasi, sensasi benda asing, dan berair mata. Psoriasis dapat menyebabkan konjungtivitis kronik non-spesifik dengan secret mukoid cukup banyak. Lesi konjungtiva dan kornea mengikuti besar kecilnya lesi di kulit dan tidak dipengaruhi oleh terapi spesifik. Eritema Multiforme Mayor (Sindrom Steven-Johnson)

Penyakit yang menyerang membrane mukosa dan kulit. Lesi kulit berupa erupsi bullosa urtikaria eritematosa yang muncul mendadak dan sering tersebar secara simetris. Manifestasi pada mata yang biasa ditemukan adalah konjungtivitis bilateral, seringkali membranosa. Pasien mengeluh nyeri, iritasi, belekan, dan fotofobia. Kornea biasa terkena secara sekunder, adanya vaskularisasi dan parut akan sangat menurunkan penglihatan.

Dermatitis Herpetiformis

Penyakit kulit yang jarang dan ditandai oleh kelompokan lesi vesicular, papulovesikuler, atau bullosa eritematosa yang simetris. Penyakit ini memiliki predileksi di lipatan aksilar posterior, daerah sacral, bokong, dan lengan bawah; terasa sangat gatal. Erupsi kulit dan konjungtivitis umumnya berespon baik terhadap sulfone atau sulfapyridine sistemik. Epidermolisis Bullosa

Penyakit ini merupakan kelainan herediter yang jarang, ditandai oelh vesikel, bula, dan kista epidermal. Lesi terutama timbul pada permukaan ekstensor sendi dan daerah-daerah lain yang terpajan trauma. Keratokonjungtivitis Limbik Superior

Penyakit ini umumnya bilateral dan terbatas pada tarsus superior dan limbus superior. Keluhan utama adalah iritasi dan hyperemia. Tanda-tandanya adalah hipertrofi papilar tarsus superior, kemerahan pada konjungtiva bulbaris superior, penebalan dan keratinisasi limbus superior, keratitis epithelial, filament superior yang rekuren, dan mikropannus superior. Pada sekitar 50% kasus, keadaan ini dihubungkan dengan fungsi abnormal kelenjar tiroid. Konjungtivitis Ligneosa

Merupakan konjungtivitis membranosa atau pseudomembranosa, kronik atau rekuren, bilateral yang muncul di awal kehidupan, terutama pada anak gadis dan menetap selama bertahun-tahun. Sering disertai granuloma, dan palpebra teraba sangat keras. Terapi masa depan difokuskan pada pemberian plasminogen topical. Sindrom Reiter

Sindrom Reiter terbentuk dari trias manifestasi penyakit uretritis non-spesifik, arthritis, dan konjungtivitis atau iritis. Penyakit ini jauh lebih sering dijumpai pada pria dibandingkan wanita. Konjungtivitisnya papilar dan biasanya bilateral. Tidak ada terapi

yang memuaskan meskipun obat anti-inflamasi non steroid bias efektif. Penyakit ini ternyata berhubungan dengan antigen HLA-B27. 6. Konjungtivitis yang Berhubungan dengan Penyakit Sistemik Konjungtivitis Pada Penyakit Tiroid

Pada penyakit Graves orbital, konjungtiva mungkin merah dan kemotik dan pasien mengeluh berair-mata berlebihan. Dalam perjalanannya, kemosis meningkat; pada kasus lanjut, konjungtiva yang kemotik bias menonjol keluar di antara palpebra. Terapi diarahkan pada pengendalian penyakit tiroid dan usaha dikerahkan untuk melindungi konjungtiva dan kornea. Konjungtivitis Gout

Pasien gout sering mengeluh mata panas selama serangan. Pada pemeriksaan ditemukan konjungtivitis ringan. Gout juga berkaitan dengan episkleritis atau skleritis, iridosiklitis, keratitis, kekeruhan vitreus, dan retinopati. Pengobatan ditujukan pada pengendalian serangan gout dengan colchicin dan allopurinol. Konjungtivitis Karsinoid

Pada karsinoid, konjungtiva kadang-kadang mengalami kongesti dan sianotik sebagai akibat sekresi serotonin oleh sel-sel kromafin di saluran gastrointestinal. KEKERUHAN KORNEA Kekeruhan kornea merupakan suatu kondisi dimana hilangnya transparasi normal dari kornea yang dapat terjadi di berbagai macam kondisi. Penyebab: Kekeruhan bawaan Penyembuhan luka di kornea Penyembuhan ulkus kornea

Tipe-tipe dari kekeruhan kornea Tergantung dengan densitasnya, kekeruhan kornea dibagi atas nebula, macula, dan leukoma Nebular corneal opacity; merupakan kekeruhan yang samar yang dihasilkan dari bekas luka yang dangkal (superficial scar) melibatkan lapisan bowman dan superficial stroma. Macular corneal opacity; kekeruhan semi-dense dihasilkan ketika scarring melibatkan setengah dari stroma kornea Leucomatous corneal opacity; kekeruhan putih padat dihasilkan ketika scarring melibatkan lebih dari setengah stroma kornea Adherent leucoma; terjadi ketika penyembuhan terjadi setelah perforasi kornea dengan inkarserasi iris

Fig. 5.19. Diagramatic depiction of corneal opacity: A, nebular; B, macular; C, leucomatous; D, adherent leucoma

ILUSTRASI KASUS IDENTITAS PASIEN Nama Usia Pekerjaan Alamat ANAMNESIS Keluhan Utama Pasien mengeluh penglihatan mata kiri gatal, merah, berair, dan merasa ada sesuatu yang mengganjal sejak 3 hari yang lalu Riwayat Penyakit Sekarang 3 hari SMRS pasien mengeluh mata kirinya gatal, merah, berair, dan merasa ada sesuatu yang mengganjal disertai belek berwarna kekuningan ketika sehabis bangun tidur. Pasien menyangkal adanya riwayat alergi. Pasien juga tidak mengeluh buram pada kedua mata. Tidak terdapat riwayat demam ataupun batuk 3 hari SMRS. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) Riwayat penyakit mata sebelumnya disangkal. Tidak terdapat riwayat hipertensi, DM, dan minum obat dalam jangka waktu yang lama. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) Tidak terdapat riwayat seperti ini sebelumnya di keluarga PEMERIKSAAN FISIK TandaVital Keadaan umum Kesadaran : tidak tampak sakit : compos mentis : Tn. S : 59 tahun : Wiraswasta (jualan di pinggir jalan) : Rawasari

Status Oftalmologi Okuli Dekstra 6/15 Ortoforia Palpebra injeksi tenang, konjungtiva Visus Kedudukan Mata Palpebra, Konjungtiva Okuli Sinistra 6/15 Ortoforia Palpebra (-), bagian (+), Normal segala arah Terdapat bercak putih di arah jam 5 Dalam Bulat(+), sentral(+) Jernih RESUME Tn. S usia 59 tahun datang dengan keluhan mata kirinya gatal, merah, dan merasa ada sesuatu yang mengganjal sejak 3 hari SMRS. Pasien tidak mengeluhkan pandangan kabur atau menjadi buram pada kedua mata. Tidak terdapat riwayat demam maupun batuk 3 hari SMRS dan riwayat hipertensi, DM, dan alergi pun disangkal. Pada pemeriksaan didapatkan visus OD dan OS adalah 6/15. Bola mata dalam posisi ortoforia dan gerakan bola mata baik pada OD dan OS adalah normal ke segala arah. Pada OD pasien didapatkan palpebra tenang dan terdapat injeksi konjungtiva, sedangkan pada OS pasien terdapat benjolan di daerah bagian nasal, injeksi konjungtiva, dan tidak terdapat folikel maupun pseudomembran. Terdapat bercak putih di arah jam 5 pada korna OD pasien, sedangkan kornea OS pasien jernih. Bilik mata depan OD dan OS dalam. Iris dan pupil OD dan OS pada pasien ini berbentuk bulat dan sentral. Lensa kedua mata pun jernih. Dari hasil pemeriksaan diatas dapat disimpulkan bawha pasien mengalami konjungtivitis akut. Gerakan Bola Mata Kornea Bilik Mata Depan Iris, Pupil Lensa folikel oedema terdapat nasal, (-),

Bola

(-), injeksi silier (-)

benjolan di daerah injeksi konjungtiva pseudomembran (-) Normal segala arah Jernih Dalam Bulat(+), sentral(+) Jernih

DIAGNOSIS KERJA OS: Konjungtivitis akut OD: Leukoma DIAGNOSIS BANDING Skleritis Episkleritis PENYINGKIRAN DIAGNOSIS BANDING Pada episkleritis biasanya mengenai satu mata dan umumnya terjadi pada perempuan usia pertengahan dengan bawaan penyakit rematik. Pasien episkleritis datang dengan keluhan mata terasa kering, rasa sakit yang ringan, mengganjal, dan konjungtiva yang kemotik. Episkleritis biasnya terdapat riwayat berulang. Tn. S mengeluh mata merah, berair, gatal, mengganjal, dan tidak pernah sebelumnya menderita penyakit yang sama sebelumnya, maka dapat disimpulkan Tn. S tidak menderita episkleritis. Skleritis biasanya disebabkan oleh kelainan atau penyakit sistemik. Lebih sering disebabkan oleh penyakit jaringan ikat, pasca herpes, sifilis, dan gout. Kadang-kadang disebabkan pula oleh tuberculosis, bakteri, sarkoidosis, hipertensi, benda asing, dan pasca bedah. Skleritis biasanya terlihat bilateral dan juga sering terdapat pada perempuan. Skleritis juga tidak mengeluarkan kotoran. Pada pasien Tn. S ini, tidak terdapat adanya riwayat hipertensi , dan terdapat sekret kotoran yang keluar setelah bangun tidur, maka skleritis dapat disingkirkan. PERENCANAAN Diberikan antibiotik spectrum luas atau salep mata (sulfasetamid 10-15% atau kloramfenikol) dalam 4-5x sehari

PROGNOSIS OD Ad vitam : ad bonam

Ad sanactionam Ad functionam OS Ad vitam Ad sanactionam Ad functionam

: ad bonam : ad bonam

: ad bonam : ad malam : ad bonam

DAFTAR PUSTAKA 1. Whitcher. JP, Eva PR. Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury. Edisi 17. Jakarta. 2010. ECG. Halaman 5-6, 97-119.

2. Wijana N. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke 3. Jakarta. 1983. Halaman 37-48. 3. Ilyas H.S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke 3. Jakarta. Fakultas Kedokteranm Universitas Indonesia. Halaman 121-36. 4. Khurana, A. K. Opthalmology 4th ed. 2007. Halaman 121-22

Anda mungkin juga menyukai