Anda di halaman 1dari 11

Pembuatan Minuman Sinbiotik Sari Bengkuang ( Pachyrhizus erosus) (Kajian Lama Fermentasi dan Kecepatan Agitasi) Production of Synbiotic

Drink from Yam-bean Juice (Pachyrhizus erosus) (Study on Fermentation Time and Agitation Speed) Ryan Pieter Imanuel Nalle 1)*, Dr. Ir. Joni Kusnadi, M. Si 2), Dian Widya N. STP. MP 3) 1) Alumni Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya, Malang 2) Staf Pengajar Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya, Malang 3) Staf Pengajar Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya, Malang Email: ia_cishu@yahoo.co.id ABSTRAK Minuman sinbiotik adalah produk minuman fermentasi BAL yang mengandung komponen prebiotik dan probiotik. Bakteri Lactobacillus plantarum digunakan sebagai probiotik pada produk ini karena memiliki enzim inulinase yang mampu menghidrolisis kandungan inulin pada bengkuang, yang merupakan sumber prebiotik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan lama fermentasi dan kecepatan agitasi yang tepat pada pembuatan minuman sinbiotik sari bengkuang. Kedua perlakuan tersebut mempengaruhi mutu produk ditinjau dari sifat fisik, kimia, mikrobiologi, dan organoleptiknya. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua factor, yaitu lama fermentasi (16 ,18, dan 20 jam) dan h kecepatan agitasi (0 dan 50 rpm). Analisa data dilakukan dengan metode Analysis of Varian (ANOVA). Jika terdapat interaksi kedua faktor berbeda nyata dilakukan uji DMRT, dan jika tidak terdapat interaksi kedua faktor dilakukan uji BNT 5%. Analisa organoleptik diuji dengan skala kesukaan Hedonik. Perlakuan terbaik dipilih menggunakan metode De Garmo. Perlakuan terbaik adalah pada formulasi perlakuan lama fermentasi 18 jam dan kecepatan agitasi 50 rpm (A2S2) dengan nilai derajat keasaman pH 4,31; total asam 1,39%, total gula 4,43%, total inulin 1,88%, total padatan terlarut (TPT) 13,68 0Brix, viskositas 12,30 d.Pas, dan total BAL L.plantarum 6,52x109(cfu/ml). Parameter organoleptik menunjukan nilai kesukaan rasa yaitu 4,30 (netral), aroma 4,25 (netral), tekstur 3,55 (netral) dan warna 4,30 (netral). Kata Kunci : bengkuang, sinbiotik, Lactobacillus plantarum, inulin, lama fermentasi, kecepatan agitasi. ABSTRACT Along with the increasement of public awareness about health, nowadays fermentation products rapidly developed. One of them is symbiotic product, a combination of pre- and probiotics. Inulin in yam-bean act as prebiotic, and isolate Lactobacillus plantarum as probiotic. Lactobacillus plantarum was chosen as isolate for production synbiotic drink from yam-bean juice because its ability to hydrolyze inulin used inulinase enzym. The objective of this research is to get the best fermentation time and agitation speed in production of synbiotik drink from yam-bean. The experimental design for this research used a randomized block design (RBD) with the 2 factors. Factor I consist of 2 levels: agitation speed 0 and 50 rpm, and factor II consist of 3 levels: fermentation time of 16, 18, and 20 hours with 3 times replications. Data were analyzed using analysis of vanance (ANOVA) with RBD. If there was significant difference in the interaction between the treatment, followed by DMRT (Duncan's Multiple Range Test) and if there is no interaction performed, followed by different test LSD with 5% significance level. Data of organoleptic test were analyzed by Hedonic scale preference. The best treatment was selected by De Garmo method. The best treatment was found in treatment 18 hours fermentation and agitation speed 50 rpm (A2S2). It has pH 4,31; acid concentration 1,39%, sugar concentration 4,43%, total soluble solid 13,68 oBrix, viscosity 12,30 d. Pa s, inulin concentration 1,88%, and total amount of LAB ( L. plantarum) 6,52x109(cfu/ml). The organoleptical parameters showed the assessment of the taste parameter 4.30 (neutral), aroma 4,25 (neutral), texture 3,55 (neutral) and color 4.30 (neutral). Keywords: yam-bean, synbiotic, Lactobacillus plantarum, inulin, fermentation time, agitation speed.

PENDAHULUAN Tanaman bengkuang (Pachyrrhizus erosus) merupakan tanaman yang tidak asing lagi bagi masyarakat. Tanaman bengkuang menghasilkan umbi yang biasa disebut sebagai buah bengkuang, yang umumnya sering dikonsumsi oleh masyarakat. Bengkuang banyak dibudidayakan di daerah dataran rendah, dengan kondisi tanah yang baik yaitu tanah gembur dan mengandung banyak humus. Umbi bengkuang telah diketahui mempunyai berbagai macam manfaat bagi kesehatan manusia serta mengandung vitamin dan antioksidan yang mampu menjaga kesehatan tubuh manusia (Anonymous, 2011b). Salah satu cara untuk memanfaatkan umbi bengkuang adalah dengan membuat minuman sinbiotik. Menurut Gibson and Fuller (1999), minuman sinbiotik adalah minuman kesehatan yang merupakan salah satu makanan fungsional berupa suplemen yang mempunyai efek menguntungkan terhadap tubuh dengan cara menyumbangkan zat-zat dalam pencernaan yang dikonsumsi manusia dalam bentuk cairan minuman. Keunggulan dari produk ini dibandingkan dengan produk-produk sejenis adalah tersedianya dua komponen sekaligus yaitu inulin yang berasal dari umbi bengkuang yang berperan sebagai komponen prebiotik dan kultur starter Lactobacillus plantarum yang berperan sebagai komponen probiotik sehingga setelah mengkonsumsi produk ini diharapkan memperoleh efek sinbiotik di dalam sistem pencernaan manusia (Susanto, 2011). Berdasarkan penelitian Akhadiana (2012), bengkuang juga diketahui memiliki kandungan inulin yang memiliki kemampuan yang efektif untuk berperan sebagai prebiotik. Prebiotik adalah bahan atau senyawa yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia yang menghasilkan pengaruh menguntungkan terhadap manusia dengan cara menstimulir secara selektif pertumbuhan mikroba terbatas pada saluran pencernaan sehingga dapat meningkatkan kesehatan manusia. Menurut Damayanti (2010), kandungan inulin pada umbi bengkuang sebesar 2,20 %. Melihat potensi dan manfaat bengkuang, dalam penelitian ini minuman

kesehatan yang dikaji berupa sari umbi bengkuang yang difermentasi dengan kultur Lactobacillus plantarum. Pada penelitian ini bengkuang yang digunakan adalah jenis bengkuang gajah, karena banyak dibudidayakan di daerah kediri serta memiliki masa panen yang lebih cepat. Bakteri Lactobacillus plantarum milik laboratorium Mikrobiologi THP-UB dipilih sebagai isolat dalam pembuatan minuman sinbiotik karena bakteri ini bersifat prebiotik dan menurut Saulnier (2007) diketahui bahwa Lactobacillus plantarum memiliki enzim inulinase yaitu fructofuranosidase yang dapat memecah inulin. Dalam penelitian Akhadiana (2012) juga telah dibuktikan bahwa pertumbuhan Lactobacillus plantarum meningkat dengan adanya penambahan inulin dari umbi bengkuang. Produk yang dihasilkan dari penelitian ini dapat dikatakan pangan fungsional karena mengandung Lactobacillus plantarum sebagai probiotik yang bermanfaat bagi kesehatan dan juga mengandung inulin sebagai prebiotik dari sari umbi bengkuang. Kombinasi dari probiotik dan prebiotik yang disebut dengan sinbiotik. Menurut Gibson and Fuller (1999), minuman sinbiotik adalah minuman kesehatan yang merupakan salah satu makanan fungsional berupa suplemen yang mempunyai efek menguntungkan terhadap tubuh dengan cara menyumbangkan zat-zat dalam pencernaan yang dikonsumsi manusia dalam bentuk cairan minuman. Dalam pembuatan minuman sinbiotik sari bengkuang diharapkan adalah kandungan probiotik yang tinggi. Salah satu cara untuk memaksimalkan jumlah sel kultur dalam produk adalah dengan proses agitasi. Selain itu, lama waktu fermentasi juga berpengaruh terhadap jumlah kultur bakteri. Permasalahan yang dihadapi dalam pembuatan minuma sinbiotik sari bengkuang yaitu belum diketahui waktu fermentasi dan kecepatan agitasi yang tepat pada pembuatan minuman sinbiotik sari bengkuang sehingga perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi dan kecepatan agitasi.

BAHAN DAN METODE Bahan Umbi bengkuang (Pachyrhizus erosus) dari Pasar Blimbing Malang. Kultur Lactobacillus plantarum dari Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya, MRSA, MRSB, glukosa, alkohol 70%, spiritus, etanol 80%, aquades, susu skim (toko Avia Malang), sukrosa(merk Gulaku), gelatin dan CMC. Dalam analisa digunakan beberapa bahan kimia larutan penetrasi NaOH, buffer pH 4 dan pH 7, indicator PP, larutan H2SO4 pekat, asam oksalat, larutan NaOH 45%, media MRS (de Mann Rogossa Agar), alcohol 70%, reagen anthrone, etanol 96%, pereaksi sistein-carbazole. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah plastik, pisau, timbangan digital (Denver Instrument M-310), juicer, termometer, kain saring, corong, spatula kaca, spatula besi, gelas ukur, kompor listrik (Maspion S-300 220V), autoklaf (HL-36 AE Hiramaya, Jepang), kulkas, inkubator (Binder DB53 Jerman), Laminar Air Flow, tabung reaksi, beaker glass, erlenmeyer, pipet ukur, bunsen, jarum ose, vortex, kuvet, cawan petri, karet hisap, pH meter (model pHS-3C), spektrofotometer (Unico, uv-2100 Spectrophotometer), thermometer, mikropipet, pHmeter, colony counter, color reader , water shaker bath. Rancangan Percobaan Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktrial menggunakan dua factor yaitu proporsi bengkuang : air (1:1; 1:2; 1:3) dan konsentrasi sukrosa (6% dan 8%) dengan tiga kali perulangan. Metode Penelitian Pembuatan Kultur Starter Stok kultur dari agar miring digores lalu dipindahkan dalam 10ml medium MRS cair steril, diinkubasi suhu 37oC selama 2 hari. Setelah inkubasi semua kultur dipindahkan dalam 100 ml media steril berupa sari bengkuang 0,2% dan (NH4)2HPO4 0,2% +

Glukosa 2% dan didapatkan kultur starter siap pakai. Pembuatan Sari Bengkuang Umbi bengkuang disortir kemudian dicuci. Setelah itu dilakukan pengupasan dan pengecilan ukuran sebelum diblanching dengan suhu 80oC selama 3 menit. Selanjutnya umbi dihancurkan dengan juicer hingga didapatkan sari umbi bengkuang murni. Pembuatan minuman sinbiotik sari bengkuang Dilakukan penambahan air ke dalam sari umbi bengkuang 1:2. Dilanjutkan dengan penambahan bahan lain berupa susu skim 5%b/v; gelatin 0,1%b/v, CMC 0,2% dan sukrosa 8%. Campuran dihomogenisasi dengan pengadukan 5 menit sebelum dipanaskan dengan suhu 85oC selama 15 menit dan dilanjutkan dengan pendinginan hingga suhu 37oC. Setelah mencapai suhu 37C, kultur starter ditambahkan sebanyak 2% secara aseptis sebelum diinkubasi 37oC selama 16, 18, dan 20 jam pada inkubator (0 rpm) dan water shaker bath (50 rpm). Minuman sinbiotik nantinya akan disimpan dalam lemari es suhu 5oC sebelum dilakukan analisa lebih lanjut. Pengamatan dan analisa Pengamatan dan analisa pada kultur starter meliputi penghitungan jumlah awal starter kultur. Setelah proses fermentasi pengamatan dan analisa meliputi pengamatan kimia (pH, total gula, kandungan inulin, total asam), fisika (viskositas,TPT, warna) dan tambahan pengamatan mikrobiologi (total BAL) serta orgaoleptik (rasa, aroma, kenampakan, warna).

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa mikrobiologi (Total BAL) minuman sinbiotik Analisa total BAL minuman sinbiotik dilakukan untuk mengetahui perubahan total BAL setelah fermentasi. Rerata total bakteri asam laktat pada stater minuman sinbiotik sari bengkuang sebelum fermentasi adalah 3,15x107 cfu/ml dan pada produk setelah fermentasi berkisar antara 3,77x108 sampai 6,52x109 cfu/ml. Gambar 1

menunjukkan pengaruh lama fermentasi dan kecepatan agitasi terhadap perubahan jumlah total BAL

Gambar 1. Pengaruh Lama Fermentasi dan Kecepatan Agitasi terhadap Jumlah Total L.plantarum Gambar 1 terlihat adanya peningkatan jumlah total bakteri asam laktat (BAL) L.plantarum akibat perlakuan lama fermentasi dan kecepatan agitasi. Semakin lama waktu fermentasi maka terlihat jumlah total BAL cenderung naik hingga jam ke-18 lalu menurun pada jam ke-20. Diduga pada jam ke-18 pertumbuhan L.plantarum mencapai akhir fase log dan masuk fase stationer. Pada fase ini pertumbuhan L.plantarum mencapai titik jumlah pertumbuhan koloni maksimal. Menurut hasil penelitian Mijayani (2008), waktu fermentasi yang terlalu lama yaitu melewati masa fase logaritma akan mengakibatkan penurunan jumlah sel yang diakibatkan oleh berkurangnya sumber nutrisi dalam medium fermentasi yang cukup untuk mendukung pertumbuhan mikroba. Sedangkan jika fermentasi dilakukan dengan lama waktu yang tepat yaitu hingga kondisi fase logaritma

maka akan didaptkan jumlah sel terbanyak sesuai dengan yang diinginkan. Jumlah total L.plantarum terbesar terdapat pada perlakuan kecepatan agitasi 50 rpm. Pada kecepatan agitasi 50 rpm akan tercipta kondisi fermentasi aerob dimana perlakuan agitasi akan memberikan aerasi oksigen secara kontinyu sehingga kebutuhan oksigen L.plantarum untuk kegiatan respirasi terus berlangsung. L.plantarum adalah bakteri fakultatif anaerob, yang berarti bakteri ini dapat tumbuh pada kondisi adanya oksigen maupun tidak. Produksi sel ditemukan meningkat pada kondisi aerob, sedangkan produksi asam laktat lebih tinggi pada kondisi anaerob. Menurut Gupta, dkk (2010) semakin tinggi kecepatan agitasi akan meningkatkan transfer massa yang menghasilkan biomassa yang lebih tinggi. Hal ini dapat menjelaskan mengapa peningkatan kecepatan agitasi dari 0 rpm (kondisi mikroaerofilik) ke 50 rpm (kondisi aerobik) menghasilkan peningkatan log CFU/ml sebesar 4%. Selain itu, proses agitasi akan mningkatakan homogenitas dan pemerataan substrat sehingga lebih mudah digunakan oleh mikroorganisme untuk kegiatan metabolism. Akibatanya semakin tinggi pertumbuhan l.plantarum. Analisa kimia minuman sinbiotik (pH, Total Asam, total gula, kadar inulin) Hasil analisa kimia sari bengkuang sebelum fermentasi dan minuman sinbiotik dapat dilihat dalam tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisa kimia sari umbi bengkuang dan minuman sinbiotik Lama Fermentasi (Jam) Kecepatan Agitasi (rpm) Parameter Analisa Kimia Total Total Total Asam Gula gula akhir(%) awal akhir (%) (%) 1,17 5,99 1,29 9,35 4,77 1,45 3,71 1,21 6,72 1,39 9,35 4,43 1,44 3,93

pH awal

pH akhir

Total Asam awal(%)

Kadar inulin awal

Kadar inulin akhir 1,97 1,88 1,89 2,06 1,88 1,79

16 18 20 16 18 20

6,51

50

6,51

4,513 4,390 4,290 4,45 4,31 4,28

0,49%

2,07

0,49%

2,07

Dari table 1 terlihat bahwa rerata pH terendah diperoleh pada waktu fermentasi 20 jam sedangkan rerata pH tertinggi terdapat pada waktu 16 jam. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu fermentasi semakin banyak substrat yang dapat diubah menjadi asam. Substrat yang ada seperti sukrosa dan inulin yang ada dirombak menjadi gula sederhana yang kemudian diubah menjadi asam laktat yang berpengaruh terhadap nilai pH. Selain itu susu skim juga berpengaruh terhadap penurunan pH dimana laktosa yang ada akan diubah menjadi asam laktat yang akan meningkatkan jumlah asam dalam produk fermentasi sehingga menurunkan nilai pH. Menurut Palupi (1999), semakin lama waktu fermentasi tingkat keasaman makin tinggi sehingga nilai pH akan semakin rendah. Hal ini disebabkan semakin lama waktu fermentasi, terjadi penumpukan hasil metabolisme berupa asam yang akan menurunkan nilai pH. Meskipun terjadi penurunan total BAL dari jam 18 ke jam 20 namun jumlah asam terus meningkat sehingga menurunkan nilai pH. Hal ini menyebabkan nilai pH pada jam ke 20 lebih rendah dari jam ke 18 meskipun jumalah total BAL pada jam ke 18 lebih tinggi. Kecepatan agitasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan nilai pH. Gambar 2 menunjukkan pengaruh lama fermentasi dan kecepatan agitasi terhadap nilai pH sinbiotik sari bengkuang.

pertumbuhan L.plantarum semakin meningkat. Semakin tinggi aktifitas metabolisme L.plantarum merombak sumber karbon menjadi gula sederhana sehingga menghasilkan asam laktat. Akumulasi asam laktat akan meningkatkan total asam laktat. Menurut Helferich and Westhoff (1980), pada metabolisme karbohidrat laktosa akan dihidrolisis oleh bakteri asam laktat dengan enzim -galaktosidase menjadi glukosa dan galaktosa. Glukosa akan langsung dapat digunakan untuk memproduksi asam laktat sedangkan galaktosa terakumulasikan. Peningkatan asam laktat menyebabkan keasaman minuman sinbiotik sari bengkuang yang dihasilkan meningkat pula. Mijayani (2008) menyatakan total asam meningkat seiring dengan lama fermentasi. Hal ini diakibatkan semakin lama fermentasi, maka mikroba akan mempunyai kesempatan lebih lama untuk mengubah subtrat menjadi asam. Asam laktat yang terbentuk akan dieksresikan keluar sel dan terakumulasi dalam media fermentasi sehingga semakin lama waktu fermentasi, jumlah total asam yang terakumulasi semakin meningkat dan menurunkan pH. Perbedaan kecepatan agitasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai total asam. Gambar 3 menunjukkan pengaruh lama fermentasi dan kecepatan agitasi terhadap perubahan total asam minuman sinbiotik sari bengkuang.

Gambar 2. Grafik Pengaruh Lama Fermentasi dan Kecepatan Agitasi terhadap pH Minuman Sinbiotik Sari Bengkuang Nilai total asam minuman sinbiotik sari umbi bengkuang cenderung cenderung meningkat seiring dengan semakin lama waktu fermentasi serta semaki tinggi kecepatan agitasi. Diduga semakin lama waktu fermentasi maka

Gambar 3. Grafik Pengaruh Lama Fermentasi dan Kecepatan Agitasi terhadap Total Asam Minuman Sinbiotik Sari Bengkuang Berdasarkan Tabel 1 terlihat semakin lama waktu fermentasi , maka jumlah total gula cenderung menurun. Hal ini diduga terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme yang memecah gula kompleks menjadi gula sederhana. Mijayani (2008) menyatakan total

gula menurun dengan semakin lama waktu fermentasi. Penurunan ini dikarenakan gula dimanfaatkan oleh mikroba sebagai sumber karbon dan energy untuk pertumbuhan dan selanjutnya dirombak menjadi asam laktat. Aktivitas mikroorganisme dalam fermenasi dapat diketahui dari berkurangnya kadar gula dalam medium. Kultur yang tumbuh optimal mampu bermutltiplikasi dengan baik dan membutuhkan lebih banyak gula untuk dirombak, sehingga gula yang tersisa pada produk semakin sedikit dan terukur sebagai total gula yang rendah (Mijayani, 2008) Perlakuan kecepatan agitasi yang berbeda menunjukan terjadi penurunan jumlah total gula meskipun tidak menunjukan pengaruh nyata (=0,05). Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa semakin lama waktu fermentasi dan semakin tinggi kecepatan agitasi maka kadar total inulin cenderung menurun. Diduga semakin lama waktu fermentasi dan semakin tinggi kecepatan agitasi, pertumbuhan mikroorganisme semakin tinggi sehingga kebutuhan nutrisi untuk mendukung pertumbuhan semakin meningkat. Oleh karena itu bakteri L.plantarum akan memanfaatkan berbagi sumber nutrisi yang tersedia termasuk inulin. Hal ini menyebabkan jumlah total inulin semakain menurun Inulin merupakan prebiotik yang dapat dimanfaatkan bakteri L.plantarum sebagai bakteri probiotik sebagai sumber energi. Hasil penilitian Sauliner,dkk (2007) mendapatkan bahwa bakteri Lactobacillus plantarum mampu memecah inulin dengan mengunakan enzim inulinase yang dimiliki, yaitu enzim Fructofuranosidase. Enzim Fructofuranosidase akan memecah inulin menjadi unit-unit fruktosa dan yang lebih sederhana. Monomer fruktosa ini akan dimanfaatkan oleh L.plantarum untuk fermentasi menjadi asam laktat serta sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan. Hal inilah yang menyebabkan kadar inulin semakin menurun. Penurunan kadar inulin yang cukup rendah ini sesuai dengan harapan peneliti dimana dengan masih adanya inulin dalam minuman sinbiotik sari bengkuang, maka diharapkan dapat tercapai efek sinbiotik di dalam sistem pencernaan manusia, yaitu tersedianya prebiotik (inulin) dan probiotik (L.plantarum) dalam produk yang dapat mendukung serta

meningkatkan pertumbuhan mikroflora alami dala pencernaan manusia. Pengaruh perlakuan lama fermentasi dan kecepatan agitasi terhadap perubahan total inulin dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Pengaruh Lama Fermentasi dan Kecepatan Agitasi terhadap Kadar Total Inulin Minuman Sinbiotik Sari Bengkuang Analisa Fisik Total Padatan Terlarut (TPT) Total padatan terlarut (TPT) minuman sinbiotik sari bengkuang sebelum fermentasi berkisar antara 13,93Brix, setelah proses fermentasi, total padatan terlarut minuman sinbiotik berkisar antara 12,73-13,83Brix Gambar 5 menunjukkan pengaruh perlakuan lama fermentasi dan kecepatan agitasi terhadap TPT minum sinbiotik sari bengkuang.

Gambar 5. Pengaruh Konsentrasi Sukrosa dan Susu Skim terhadap Total Padatan Terlarut (TPT) Minuman Sinbiotik Sari Bengkuang Dari Gambar 5 terlihat bahwa semakin lama fermentasi dan kecepatan agitasi yang berbeda akan menyebabkan total padatan terlarut cenderung meningkat. Mijayani (2008) menyatakan total padatan terlarut (TPT) akan meningkat seiring dengan lama fermentasi. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu fermentasi, semakin banyak

substrat yang dirombak oleh mikroba menjadi asam laktat dan sisa metabolism lain sehingga meningkatkan kadar TPT. Asam laktat dan sisa pemecahan gula seperti galaktosa yang larut dalam medium fermentasi akan terhitung sebagai total padatan terlarut. rerata total padatan terlarut terendah setelah fermentasi terdapat pada perlakuan lama fermentasi 16 jam sedangkan rerata tertinggi TPT pada perlakuan fermentasi 18 jam. Diduga semakin lama waktu fermentasi, semakin banyak komponen nutrisi yang dirombak dan dipecah sehingga menghasilkan berbagai asam organik, seperti asam laktat, yang akan meningkatkan niai TPT. Pada waktu fermentasi lebih dari 18 jam , yaitu pada jam ke20 terlihat terjadi penurunan TPT yang diduga karena semakin berkurangnya sumber nutrisi yang ada sehingga proses metabolism L.plantarum tidak semaksimal pada jam ke-18. Viskositas Viskositas minuman sinbiotik sari bengkuang akibat perlakuan lama fermentasi dan kecepatan agitasi berkisar antara 11,63-12,3 d.Pas. Pengaruh kedua perlakuan terhadap viskositas minuman sinbiotik sari bengkuang dapat diamati pada Gambar 6.

disamping pigmen, asam-asam organik dan protein. Peningkatan viskositas seiring dengan semakin lama fermentasi. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu fermentasi, semakin banyak asam laktat yang dihasilkan dari metebolisme L.plantarum sehingga meningkatkan keasaman dan menurunkan pH yang menyebabkan protein susu terkoagulasi. Spreer (1998) menyatakan seiring dengan penurunan pH (<5,0) sistem gel agan mulai terbentuk hingga mencapain titik isoelektrik protein pada pH 4,65. Dengan adanya koagulasi yang membentuk sistem gel akan meningkatkan viskositas produk fermentasi susu. Rerata viskositas tertinggi terdapat pada perlakuan kecepatan Agitasi 50 rpm. Pada kecepatan agitasi 50 rpm terjadi kondisi aerob dalam sistem fermentasi. Pada kondisi aerob, bakteri L.plantarum akan memproduksi asam asetat sehingga dapat menurunkan pH minuman sinbiotik sari bengkuang. Kondisi asam akan menyebabkan protein dari susu skim menggumpal sehingga meningkatkan viskositas. Analisa Organoleptik Uji organoleptik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji hedonik dengan tujuan untuk menilai respon subjektif panelis dalam hal penerimaan terhadap karakteristik minuman sinbiotik sari bengkuang yang disajikan. Analisa Rasa Rerata nilai kesukaan panelis terhadap rasa minuman sinbiotik sari bengkuang akibat perlakuan konsentrasi sukrosa dan susu skim pada berbagai tingkat berkisar antara 4,40 (netral/biasa) - 5,50 (menyukai). Gambar 6 merupakan histogram kecenderungan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa minuman sinbiotik sari bengkuang.

Gambar 6. Pengaruh Konsentrasi Sukrosa dan Susu Skim terhadap Viskositas Minuman Sinbiotik Sari Bengkuang Dari Gambar 6 dapat diketahui bahwa viskositas akan meningkat seiring dengan semakain lama waktu fermentasi serta semakin tinggi kecepatan agitasi. Diduga semakin lama waktu fermentasi masa semakin banyak komponen hasil metabolisme L.plantarum yang larut sehingga meningkatkan viskositas. Menurut Setiyowati (2004), komponen terlarut yang semakin besar dalam suatu larutan akan meningkatkan viskositas. Komponen padatan terlarut yang dominan adalah sukrosa

bengkuang.

Gambar 6. Grafik Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Rasa Minuman Sinbiotik Sari Bengkuang Analisa Aroma Aroma ata bau dapat timbul karena adanya suatu senyawa volatil atau bersifat menguap yang menimbulkan bau. Rerata nilai kesukaan panelis terhadap aroma minuman sinbiotik sari bengkuang akibat perlakuan lama fermentasi dan kecepatan agitasi pada berbagai tingkat berkisar antara 3,35 (agak tidak menyukai) - 4,55 (menyukai). Gambar 7 merupakan histogram kecenderungan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma minuman sinbiotik sari bengkuang.

Gambar 8. Grafik Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Tekstur Minuman Sinbiotik Sari Bengkuang Analisa Warna Rerata nilai kesukaan panelis terhadap warna minuman sinbiotik sari bengkuang akibat perlakuan lama fermentasi dan kecepatan agitasi pada berbagai tingkat berkisar antara 3,45 (netral) - 5,00 (agak menyukai). Gambar 9 merupakan histogram kecenderungan tingkat kesukaan panelis terhadap warna minuman sinbiotik sari bengkuang.

Gambar 7. Grafik Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Aroma Minuman Sinbiotik Sari Bengkuang Analisa Tekstur Rerata nilai kesukaan panelis terhadap tekstur minuman sinbiotik sari bengkuang akibat perlakuan lama fermentasi dan kecepatan agitasi pada berbagai tingkat berkisar antara 3,55 (netral) - 3,85 (netral). Tesktur yang diamati oleh panelis adalah kekentalan dan homogenitasi dari produk minuman sinbiotik sari bengkuang. Gambar 8 Merupakan histogram kecenderungan tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur minuman sinbiotik sari

Gambar 9. Grafik Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Warna Minuman Sinbiotik Sari Bengkuang Pemilihan perlakuan terbaik Pemilihan perlakuan terbaik pada produk akhir minuman sinbiotik sari umbi bengkuang ini meliputi paramater fisik, kimia, mikrobiologi dan organoleptik metode indeks efektivitas De Garmo. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan lama fermentasi memberikan pengaruh nyata (=0,05) terhadap parameter pH, total asam,

total gula, total inulin, total padatan terlarut (TPT), viskositas, warna, dan parameter organoleptik rasa, warna dan aroma serta total BAL. sedangkan perlakuan kecepatan agitasi memberikan pengaruh nyata (=0,05) untuk parameter total BAL, viskositas, dan organoleptik rasa, warna, dan aroma. Perlakuan terbaik dari analisa fisik, kimia, dan mikrobiologi adalah pada formulasi perlakuan lama fermentasi 18 jam dan kecepatan agitasi 50 rpm (A2S2) dengan nilai derajat keasaman pH 4,31; total asam 1,39%, total gula 4,43%, total inulin 1,88%, total padatan terlarut (TPT) 13,680Brix, viskositas 12,03 d.Pas, dan total BAL L.plantarum 9 6,52x10 (cfu/ml). Parameter organoleptik perlakuan A2S2 memiliki nilai kesukaan rasa yaitu 4,30 (netral), aroma 4,25 (netral), tekstur 3,55 (netral) dan warna 4,30 (netral). Saran Perlu adanya perlakuan homogenasi dengan alat homogenizer sehingga produk bersifat lebih homogen. Perlu dilakukan pengujian kemampuan inulin sebagai prebiotik secara in vivo.

DAFTAR PUSTAKA Adams, M. R. and M. O. Moss, 2000. Food Microbiology 2nd ed. Royal Society of Chemistry. Cornwall, UK Alais. C , G. Linden. 1991. Food Biochemistry.Ellis Horword. New York Anggriawan A, Shodiq F, Rahmatika P, Heidir H. 2012. Uji Kadar Inulin Dalam Bengkoang (Pachyrhizus erosus L.) dari Beberapa Sentra Produksi Menggunakan Pengekstraksi Etanol. Jurusan Agroteknologi Fakultas PertanianPeternakan Universitas Muhammadiyah Malang. Anonymous. 1996. Lembar Informasi Pertanian: Teknik Budidaya Mendapatkan Bengkuang Raksasa. Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan: Kadu GedeKuningan. , 2011a. Manfaat Buah Bengkuang. http://bakulatz.wordpress.com/2011/1

2/24/manfaat-buah-bengkuang. Diakses pada 04 Mei 2012 , 2011b. Manfaat Bengkoang Mencegah Diabetes Dan Kanker. http://id.shvoong.com/medicine-andhealth/alternative-medicine/2190932manfaat-bengkoang-mencegah-diabetesdan/. Diakses pada 08 Mei 2012 . 2011c. Lactobacillus plantarum. http://www.wikipedia.org. Tanggal akses 18 Juli 2011. . 2011d. Sugar (Sucrose) http://www.gvequine.com.au/more_o n_ frozen_semen.htm. Tanggal akses 18 Juli 2011. Apriyantono A., Fardiaz N.L., Puspita S., Sedarwati S. dan Budiyanto. 1989. Analisa Pangan. IPB Press. Bogor Badan Standarisasi Indonesia. 2009. Standar Nasional Indonesia (SNI): SNI 2981:2009). Jakarta Biliaderis, Costa G. Izydorczyk, Marta S. 2007. Functional Food Carbohydrates. CRC Press. New York Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, and M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta Budiwati, T. A. 2010. Pengembangan Proses Pembuatan Inulin Dari Umbi Tanaman Dahlia. Jakarta: Pusat Penelitian Kimia Buchanan R E, Gibbons N E, 1975 Bergey's manual of determinative bacteriology. 1st ed. Baltimore, Md: The Williams & Wilkins Co Damayanti, K. 2010. Pembuatan Tepung Bengkuang dengan Kajian Konsentrasi Natrium Metabisulfit (Na2S2O5) dan Lama Perendaman. Skripsi. Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional Jawa Timur. Surabaya. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1992. Kandungan Gizi Bengkuang. Jakarta Enan, G; Abdul A Al Amri. 2006. Novel Plantaricin UG1 Production By Lactobacillus plantarum UG1 In Enrichedwhey Permeate In Batch Fermentation Processes. WFL Publisher Fardiaz, S. 2003. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Fennema. O. R. 1996. Food Chemistry. Marcel Dekker, Inc. New York Fiane, A, 2011. Skripsi: Pembuatan Minuman Fermentasi Sari Buah Pepino (Solanum muricatum) (Kajian Konsentrasi Susu Skim Dan Sukrosa). Jurusan Ilmu Dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Malang. Fiorentini, M; Ernani S. SantAnna; Anna C.S. Porto; Jaciara Z. Mazo; Bernadette D.G.M. Franco. 2001. Influence Of Bacteriocins Produced By Lactobacillus plantarum Bn In The Shelf-Life Of Refrigerated Bovine Meat. http://www.scielo.br/scielo.php?pid= S151783822001000100010&script=sci_arttext. Diakses tanggal 27 Juli2012 Friedman, Y. 1996. Lactic Acid Bacteria as Food Preservation. (http://www.dna2z.com/project/lacid. html. Diakses tanggal 27 Mei 2012. Girindra, A. 1986. Biokimia I. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Gilliand, S.E. 1986 Bacterial Starter Cultures for Food. CRC Press Inc, Florida Gibson, G. R, and C. M. Williams. 2000. Functional Foods: Concept to Product. CRC Press. New York Gibson, G. R.and R,Fuller, 1999. Functional Foods: The Cunsumer, The Health, and The Evidence. Edited by Michele J. Salder and Michael Saltmars. The Royal Society of Chemistry, Cmbridge. UK Gupta, S; Nissreen Abu-Ghannam; Amalia G.M. Scannell.2010. Growth And Kinetics of Lactobacillus plantarum In The Fermentation of Edible Irish Brown Seaweeds. Dublin Institute of Technology Helferich, W and D. Westhoff. 1980. All About Yoghurt, dalam Setyaningsih, I. 1992. Pengaruh Jenis Kultur L. Casei, Penambahan Susu Skim dan Glukosa terhadap Mutu Yakult Kedelai. Skripsi. Fateta. IPB. Bogor Herman, J.R. 2004. Dietary Fiber Family and Consumer T-3138. http://www.konjacfoods.com/fiber/fib rous.pdf. Diakses pada 23 Mei 2012

Imeson, A.1992. Thickening and Gelling Agents for Food. Blackie Academic &Professional. New York Jacobs, M.B. 1968. Chemical Analysis of Food. D Van Nostrand Reinhold. New York Jardine, S. 2009. Ingredients Handbook Prebiotics and Probiotics 2nd Edition. Wiley-Blackwell Publishing Ltd. United Kingdom Jay, J. M. 1992. Modern Food Microbilogy. Chapman and Hall Book. New York Judoamidjojo, M, Abdul A.D. dan Endang G. 1992. Teknologi Fermentasi. Rajawali Press. Jakarta Kustianingrum, W. 2003. Pengaruh Jenis Starter dan Lama Fermentasi Terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Minuman Fermentasi Laktat Kecipir. Skripsi FP. Unila. Bandar Lampung Macfarlane,S., G.T. Macfarlane, G.R. Gibson, and J.M. Savedra. 1997. Probiotics and Intestinal Infection: Application and Practical Aspects. Chapman and Hall. London Mijayani, P.C.2008. Skripsi:Pembuatan Kefir Susu Kacang Hijau (Phaseoulus radiatus L.)Kajian Pengaruh Konsentrasi Susu Skim dan Lama Fermentasi terhadap Parameter Fisik, Kimia, dan Organolptik. Universitas Brawijaya. Malang Morelli, L., T. Matilla, S. Blum, J.K. Collins, C. Dunne, S. Salminen, A.V. Wright. 1999. Probiotics: Towards Deminstrating Efficacy. Journal Food and Science Technology 393-399 Nirawan, B. 2010.Pembuatan Asam Asetat. http://bagasvanirawan.wordpress.com. Diakses pada 29 Mei 2012 Nugroho, A. 2012. Skripsi: Studi Pembuatan Minuman Probiotik Sari Buah Pir (Pyrus L.) Varietas Ya-Lie Dengan Isolat Lactobacillus plantarum B2 (Kajian Susu Skim dan Sukrosa). Universitas Brawijaya. Malang Palupi, E. R. 1999. Pengaruh pH Medium dan Suhu Inkubasi Terhadap Sifat Fisiko Kimia Nata Dari Mollase. Skripsi. Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang

Pomeranz, Y and C.E. Meloan. 1991. Food Analysis. Chapman and Hall. New York. Pradeamchai, M; Cheunjit P; Sumate T. 2012. Glass Transition Temperature of Protective Agent That Affecting The Survival Of Lactobacillus plantarum Ft35 During Spray Dried. Faculty of Science, Chulalongkorn University. Bangkok. Thailand Rahman, A., 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Ray, B. 1996. Fundamental Food Microbiology. CRC Press. Bocaraton Saulnier, D.M.A., Molenaar, D. Dkk. 2007. Identification of Prebiotic Fructooligosaccharide Metabolism in Lactobacillus plantarum WCFS1 trough Microarrays. American Society for Microbiology. USA Sihaloho, J.E. 2008. Pengaruh Komponen Pembentuk Gel (KPG) Cincau Hijau dan Lama Fermentasi Terhadap Sifat Kimia dan Mikrobiologi Yoghurt Sinbiotik. Skripsi. Fakultas Pertanian. THP. Universitas Lampung. Bandar Lampung Soomoro, A. H., Masud, T and Anwar K. 2002. Role of Lactic Acid Bacteria (LAB) in Food Preservation and Human Healtha Review. Pakistan Journal of Nutrition1 (1) : 20-24, 2002. Spreer, E. 1998. Milk and Dairy Product Technology.Marcen Dekker Inc. USA Sriwidowati, 2003. Efektivitas Bakteri Asam Laktat Pada Pembuatan Produk Fermentasi Berbahan Baku Nabati. http://.unri.ac.id/jurnal/jurnal_natur/ vol(2)/Sri.pdf. Diakses tanggal 31 Juli 2012 Sudarmadji, S., B. Haryadi, dan Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta Suskovic, J.B. Kos, J. Goreta, and S. Mastosic. 2001. Role of Lactic Acid Bacteria and Bifidobacteria in Synbiotic Effect. Food Technology Biotechnology 39(3) 227-235. ISSN 1330-9862. Zagreb Susanto, A. 2011. Skripsi: Pemanfaatan Umbi Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) Untuk Minuman Sinbiotik. Universitas

Pembangunan Nasional Veteranjawa Timur. Surabaya Tamime, A. Y and H. C. Deeth. 1980. Yoghurt, dalam Anindita. 2002. Pembuatan Yakult Kacang Hijau. Kajian Tingkat Pengenceran dan Konsentrasi Sukrosa. Skripsi. Jurusan THP. FTP. Universitas Brawijaya. Malang Timotius, K.H. 1982. Mikrobiologi Dasar. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga Tungland, B.C. 2000. Inulin A Comprehensive Scientific Review. Duncan Crow Wholistic Consultan. available at http: //members.shaw.ca/duncancrow/inulin review.html. Tanggal akses 20 September 2011. Usmiati, S; Juniawati. 2011. Jurnal Gizi dan Pangan: Karakteristik Dadih Probiotik Menggunakan Kombinasi Lactobacillus casei, Lactobacillus plantarum, dan Bifidobacterium longum Selama Penyimpanan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Kampus Penelitian Cimanggu. Bogor Waspodo, I.S. 2003. Efek Probiotik, Prebiotik, dan Sinbiotik Bagi Kesehatan. http://www.kompas.com/kompascetak/0109/30/iptek/efk22.htm. Diakses pada 14 Mei 2012 Wibowo, D. 1990. Teknologi Fermentasi. PAU Pangan dan Gizi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Tama. Jakarta Wood, B. J. B. 1998. Microbiology of Fermented Foods. Vol I. 2nd edition. Blackie Academic & Professional. London. Young, R.J and S. Huffman. 2003. Probiotic Use in Children. J. Pediatr Helath Care 17(6):27-28. Zubaidah, E. 2004. Teknologi Pangan Fermentasi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. FTP. Unibraw. Malang

Anda mungkin juga menyukai