Anda di halaman 1dari 9

TUGAS

FARMAKOGALENIKA

OLEH :

NAMA : NURMIATI

STAMBUK : 15020150129

KELAS : C2

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2017
1. Perbedaan jamu, OHT dan fitofarmaka

a. Jamu
Jamu adalah obat tradiosonal dari Indonesia yang terbuat
dari bahan-bahan alami yang digunakan secara tradisional dan
telah digunakan secara turun-temurun yang telah dibukatikan
khasiatnya dari generasi ke genarasi. Contohnya antangin, De
Cough, Mensen, Amurat, Buyung upik, Sehat wanita
Arti logo jamu :
Bentuk lingkaran melambangkan sebuah proses, juga
sebuah tanda untuk menyatakan aman. Warna hijau merupakan
perwujudan kekayaan sumber daya alam indonseia
(keanekaragaman hayati). Stilsasi jari-jari daun (tiga pasang)
melambangkan serangkaian proses yang sederhana yang
merupakan visualisasi proses pembuatan jamu. Contohnya Kiranti
sehat datang bulan, Diapet, tolak angin cair, Lelap, Virogun.
b. Obat Herbal Terstandar (OHT)
OHT adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan
bahan bakunya telah distandarisasi. Contohnya Stimuno,
Rheumaneer, X-gra, Nodiar, Tensigard.
Arti logo OHT :
Bentuk lingkaran melambangkan sebuah proses tanda untuk
menyatakan aman. Stilisasi jari-jari dan melambangkan
serangkaian proses dalam pembuatan OHT yaitu uji eksperimental
invitro, uji invivo dan uji toksisitas.

c. Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji
praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di
standarisasi.
Arti logo fitofarmaka :
Bentuk lingkaran melambangkan sebuah proses, dan
menyatakan aman. Warna hijau dan kuning merupakan
perwujudan kekayaan simber daya alam (keanekaragaman hayati).
Stilisasi jari-jari daun (yang membentuk bintang) melambangkan
serangkain proses yang cukup proses yang kompleks dalam
pembuatan fitofarmaka (uji laboratorium, uji toksisitas, uji praklinis
dan uji klinis).
2. Sediaan obat jamu (De Cough)

Komposisi:

Thymus vulgaris herba 400 mg

Abrus prectorius fplium 40 mg

Foniculum vulgare dry fruit 20 mg

Indikasi: Untuk meredakan batuk

a. Cara pembuatan sirup herbal


Pengambilan dan Penyiapan Sampel
Bunga kasumba turate diperoleh dari Kabupaten Bone, buah
markisa dari Malino, Kabupa-ten Gowa, Sulawesi Selatan. Masing-
masing dibersihkan lalu dikeringkan. Bahan kering lalu diserbukkan
dan siap digunakan sebagai bahan penelitian. Markisa dicuci
bersih dan dikerok dari kulit-nya lalu diekstraksi dengan fruit
extractor. Sari murni markisa yang diperoleh selanjutnya ditim-
bang dan dicampur dengan air suling untuk pengenceran sesuai
dengan perlakuan pengenceran, siap untuk diformulasi.
Pembuatan sirup dimulai dengan pembuatan larutan koloidal
karagenan dengan cara memasukkan karagenan ke dalam wadah
yang telah berisi aquades kemudian diaduk dengan pengaduk
elektrik hingga homogen. Sirup USP dibuat dengan melarutkan
sukrosa ke dalam aquades yang dipanaskan pada suhu 80 0C.
Sirup USP ditambahkan ke dalam seduhan kasumba turate, diaduk
hingga homogen, kemudian ditambah larutan koloidal karagenan,
diaduk hingga homogen. Tahap akhir adalah penambahan secara
berturut-turut pengawet, dan flavor, lalu diaduk kemudian
dicukupkan volumenya dengan aquades.
b. Standarisasi simplisia
Simplisia yaitu bahan alam yang digunakan sebagai obat dan
belum mengalami perubahan apapun, kecuali dinyatakan lain.
Umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan
Proses obat herbal
1. GAP adalah sebuah teknis penerapan sistem sertifikasi proses
produksi pertanian yang menggunakan teknologi maju ramah
lingkungan dan berkelanjutan, sehingga produk panen aman
dikonsumsi, kesejahteraan pekerja diperhatikan dan usahatani
memberikan keuntungan ekonomi bagi petani.
Empat komponen yaitu keamanan konsumsi pangan,
pengelolaan lingkungan dengan benar, keamanan, kesehatan
dan kesejahteraan pekerja lapang, jaminan kualitas produk dan
traceability produk, bila diperlukan.
GAP ini meliputi: Benih, Pemupukan, Panen, Pemeliharaan
dan Tanah
2. GCP: Suatu standar kualitas etik dan ilmiah internasional untuk
desain, melaksanakan, mencatat dan melaporkan uji klinik
dengan melibatkan manusia sebagai subyek. Dengan adanya
standar akan memberi rasa”tenang” pada publik bahwa hak,
keamanan, kesejahteraan subyek penelitian akan terlindungi.
Penyediaan produk harus sesuai dengan GMP. GCP dapat
dilihat pada GCP dalam proses pengembangan tanaman
menuju sediaan galenik harus memperhatikan proses:
Pencucian, Pengeringan, Pemotongan, Pengemasan dan
Transportasi
3. GMP: pengaturan tentang cara untuk mencapai kualitas yang
konsisten dalam produk yang dibuat. Kualitas tersebut harus
memenuhi harapan konsumen, yakni antara kenyataan dengan
apa yang tertera di label atau klaim harus sesuai. GMP tidak
memiliki standar khusus yang global, jadi masing-masing
Negara memiliki GMP masing-masing, di Indonesia GMP di
atur oleh BPOM yang oleh BPOM dibagi lagi ranahnya. Untuk
GMP pada produk obat tradisional disebut Cara Pembuatan
Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Fungsi dari GMP ini akan
meningkatkan kepercayaan masyarakat mengenai keamanan
dan khasiat dari produk. GMP pada proses pengembangan
obat herbal mencakup: Sortasi, Pencucian, Pengeringan,
Pemotongan, Pengeringan, Pengemasan dan Distribusi.
Obat herbal yang beredar haruslah obat yang aman,
berkhasiat, dan bermutu. Keamanan dibuktikan dengan toksisitas
akut, khasiat dibuktikan berdasarkan uji klinis dan praklinis, serta
mutud ditentukan dari standarisasinya.
Keamanan obat herbal dapat dilihat dari:
a. Internal, berdasarkan pemastian jenis dari kandungan glikosida
glikosida sianogenik dan glikosida jantung (sehingga tanaman
tidak tertukar).
b. Eksternal, berdasarkan ada tidaknya cemaran missal pestisida,
logam berat, bakteri, jamur, dan bagian dari tanaman lain.
Keamanan obat herbal juga dapat ditentukan dari:
a. Efek samping
b. Reaksi yang tidak dikehendaki
c. Interaksi, baik dengan makanan, herbal lain, peralatan, atau
obat. Contoh, bayam direbus dengan panci tiba-tiba warna air
rebusan berubah coklat kehitaman, ini disebabkan bahan panci
yang digunakan tidak baik/kualitas buruk, sehingga terjadi
interaksi farmasetik.
c. Evaluasi Kestabilan Sirup
Sirup kasumba turate sebelum dievaluasi diberikan kondisi
penyimpanan dipercepat yaitu penyimpanan pada suhu 5 0C dan
350C masing-masing selama 12 jam sebanyak 10 siklus, kemudian
dilakukan pengujian-pengujian berikut :
1. Pemeriksaan organoleptik
Pemeriksaan meliputi perubahan warna dan bau. Sirup yang
telah dibuat diperiksa bau dan warnanya sebelum dan sesudah
dilakukan penyimpanan yang dipercepat, tiap satu siklus.
2. Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH-meter
terhadap pH karagenan, pH seduhan kasumba turate, pH sirup
sebelum dan sesudah kondisi penyimpanan yang dipercepat.
Pengujian pH merupakan salah satu parameter yang penting
karena nilai pH yang stabil dari larutan menunjukkan bahwa
proses distribusi dari bahan dasar dalam sediaan merata. Nilai
pH yang dianjurkan untuk sirup adalah berkisar antara 4 – 7.
3. Pengukuran viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan terhadap sirup yang telah
dibuat sebelum dan sesudah kondisi penyimpanan dipercepat.
Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan
viskometer Brookfield pada 50 putaran per menit (rpm),
menggunakan “spindle” no 1. Uji ini dilakukan untuk
mengetahui kemudahan tuang sediaan saat nanti akan
dikonsumsi. Uji ini berhubungan erat dengan kekentalan suatu
sediaan. Jika kekentalan yang rendah menjadikan cairan akan
semakin mudah dituang dan sebaliknya, jika
viskositas/kekentalan semakin besar, maka cairan akan
semakin sukar dituang
4. Uji Responden
Sirup dicobakan kepada 20 orang responden dan kemudian
responden diminta untuk mengisi kuisioner yang isinya meliputi
rasa, aroma dan penampilan

Menurut kepala BPOM No. 12 Tahun 2014 RI Tentang Persyaratan


Mutu Obat Tradisional untuk Cairan Obat Dalam yautu:

a. Organoleptik
Pengamatan dilakukan terhadap bentuk, rasa, bau dan warna.
b. Keseragaman bobot untuk Cairan Obat Dalam
 Volume terpindahkan:
Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak
kurang dari 100%, dan tidak satupun volume wadah yang kurang
dari 95% dari volume yang dinyatakan pada penandaan.
Jika dari 10 wadah yang diukur terdapat volume rata-rata
kurang dari 100% dari yang tertera pada penandaan akan tetapi
tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95% dari volume
yang tertera pada penandaan, atau terdapat tidak lebih dari satu
wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90% dari
volume yang tertera pada penandaan, dilakukan pengujian
terhadap 20 wadah tambahan.
Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 30 wadah tidak
kurang dari 100% dari volume yang tertera pada penandaan, dan
tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi
tidak kurang dari 90% seperti yang tertera pada penandaan.
 Penentuan kadar alkohol
Dengan cara destilasi dilanjutkan dengan kromatografi gas.
 Penentuan BJ dan pH seperti pada Farmakope Indonesia
c. Cemaran mikroba
 Angka Lempeng Total : ≤ 104 koloni/g
 Angka Kapang Khamir : ≤ 103 koloni/g
 Eschericia coli : negatif/g
 Salmonella spp : negatif/g
 Shigella spp : negatif/g
 Pseudomonas aeruginosa : negatif/g
 Staphylococcus aureus : negatif/g
Untuk Cairan Obat Dalam satuan dihitung per mL.
d. Aflatoksin total (aflatoksin B1, B2, G1 dan G2)
Kadar aflatoksin total (aflatoksin B1, B2, G1 dan G2) ≤ 20 g/kg dengan
syarat aflatoksin B1 ≤ 5 g/kg.
e. Cemaran logam berat
 Pb : ≤ 10 mg/kg atau mg/L atau ppm
 Cd : ≤ 0,3 mg/kg atau mg/L atau ppm
 As : ≤ 5 mg/kg atau mg/L atau ppm
 Hg : ≤ 0,5 mg/kg atau mg/L atau ppm
f. Bahan Tambahan
Penggunaan pengawet, pemanis, dan pewarna yang diizinkan
tercantum dalam Anak Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan ini.

Anda mungkin juga menyukai