Anda di halaman 1dari 44

PROSPEK OBAT

TRADISIONAL
PROSPEK OBAT TRADISIONAL
• AMANAH GBHN TAHUN 1993
Pengobatan tradisional yang secara medis dapat
dipertanggungjawabkan, terus dibina dalam
rangka perluasan dan pemerataan kesehatan.
Pemeliharaan dan pengembangan obat
tradisional sebagai warisan budaya bangsa terus
ditingkatkan dan didorong pengembangan serta
penemuan obat-obatan termasuk budidaya obat
tradisional yang secara medis dapat
dipertanggungjawabkan
INTINYA:
• Pemanfaatan dengan tujuan perluasan dan
pemerataan pelayanan kesehatan.
• Pengembangan dengan penemuan obat baru
• Pembinaan
• Masuk dalam pelayanan kesehatan formal :
syarat : - AMAN
- KHASIAT
- MUTU
tujuan : FITOFARMAKA
OBAT TRADISIONAL

1. Zat aktif tunggal khasiat drastis - Preventif 48,98 %


2. Obat dari bahan alam khasiat lebih - Promotif 22,47 %
lengkap
3. Efek samping obat bahan alam kecil
- Kuratif 21,78 %
- Rehabilitatif ?

1. Penelitian dan Pengembangan O.T / simplisia


2. Penetapan spesifikasi dan standardisasi simplisia
3. Penilaian dan Pengujian khasiat O.T / simplisia
4. Pembudidayaan dan Pelestarian sumber bahan
Alam untuk obat
5. Penilaian mutu O.T / simplisia sebelum diedarkan
6. Pembinaan produsen O.T / simplisia
Obat Bahan Alam Indonesia adalah Obat Bahan Alam
yang diproduksi di Indonesia.
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan
dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia
No. HK. 00.05.4.2411 Tanggal : 17 Mei 2004

Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim


penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat
Bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi :
a. Jamu
b. Obat Herbal Terstandar
c. Fitofarmaka
JAMU
(Empirical based herbal medicine)
• Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara
tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil,
dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang
menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara
tradisional.
• Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada
resep peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai
tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar
antara 5 – 10 macam bahkan lebih.
• Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai
dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris.
• Jamu yang telah digunakan secara turun-menurun selama
berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun,
telah membuktikan keamanan dan manfaat secara
langsung untuk tujuan kesehatan tertentu
JAMU
(Empirical based herbal medicine)
Jamu adalah sediaan bahan alam yang khasiatnya belum
dibuktikan secara ilmiah, namun khasiat tersebut dipercaya
oleh orang berdasarkan pengalaman empiric.
Bahan baku yang digunakan belum mengalami
standarisasi karena masih menggunakan seluruh bagian
tanaman.

Jamu harus memenuhi kriteria :


a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;
b. Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris;
c. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
Kelompok Jamu harus mencantumkan logo dan tulisan
“JAMU”
1. Logo:
• berupa “RANTING DAUN TERLETAK DALAM
LINGKARAN”, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah
kiri dari wadah / pembungkus/brosur :
• dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih
atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna
logo
2. Tulisan “JAMU” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak
dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain
yang menyolok kontras dengan tulisan “JAMU”;
Produk jamu di Indonesia: ribuan
Contoh: ProRhoid (Nodiar)
khasiat: meringankan wasir
- 750 mg Curcuma domestica rhizome
(rimpang kunyit)
- 750 mg Grapthophyllum pictum folium
(daun ungu)
- 1000 mg Centella asiatica herb
(pegagan)

Kandungan utama : pegagan


Pegagan secara empiric sebagai obat wasir :
merebus 3-4 pohon pegagan dengan 2 gelas air
selama 5 menit lalu diminum.

Kandungan kimia:
asiaticoside. thankuniside, isothankuniside,
madecassoside, brahmoside, brahmic acid,
brahminoside, madasiatic acid, meso-inositol,
centelloside, carotenoids, hydrocotylin, vellarine,
tanin serta garam mineral seperti kalium, natrium,
magnesium, kalsium dan besi.
Dosis proRhoid yang digunakan dalam 1x
pakai adalah dua kapsul pada awal
pemakaian, selanjutnya satu kali pakai, satu
kapsul. Setiap kapsul proRhoid mengandung
1 g herba pegagan. Apabila dibutuhkan dosis
sebanyak 2 kapsul, maka herba pegagan
yang akan masuk ke dalam tubuh adalah 2 g.
Jika dikonversikan ke dosis hewan uji berupa tikus, maka:
dosis=(70 kg)/(60 kg)×2 g×0,018=(0,042 g)⁄(200 g BB) tikus
=(0,00021 g)⁄gBB tikus

Apabila diketahui berat tikus adalah 210 g, maka:


dosis= (0,00021 g)⁄(gBB )×210 g=0,0441 g
tablet=(0,0441 g)/(1 g)×1 tablet=0,0441 tablet.
Jadi, dosis 0,0441 g setara dengan 0,0441 tablet, sehingga
tikus dengan berat 210 memerlukan 0,0441 tablet.
OBAT HERBAL TERSTANDAR
(Scientific based herbal medicine)
• Adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak
atau penyarian bahan alam yang dapat berupa
tanaman obat, binatang, maupun mineral.
• Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan
peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal,
ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung
dengan pengetahuan maupun ketrampilan
pembuatan ekstrak.
• Ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa
penelitian-penelitian pra-klinik seperti standar
kandungan bahan berkhasiat, standart pembuatan
ekstrak tanaman obat, standart pembuatan obat
tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akut
maupun kronis.
OBAT HERBAL TERSTANDAR
(Scientific based herbal medicine)

• merupakan sediaan obat bahan alam yang


telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya
secara ilmiah dengan uji praklinik (uji khasiat
dan uji manfaat) dan bahan bakunya telah di
standarisasi.
• memiliki grade setingkat di bawah fitofarmaka.
• belum mengalami uji klinis, namun bahan
bakunya telah distandarisasi untuk menjaga
konsistensi kualitas produknya.
Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria :
a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;
b. Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/pra klinik;
c. Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku
yang digunakan dalam produk jadi;
d.Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
Obat Herbal Terstandar harus
mencantumkan logo dan tulisan “OBAT HERBAL
TERSTANDAR” 1. Logo berupa “JARI – JARI DAUN (3
PASANG)
TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada
bagian atas sebelah kiri dari wadah /pembungkus /brosur;
• jari – jari daun dalam lingkaran dicetak dengan warna hijau
di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok
kontras dengan warna logo;
• Tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” harus jelas dan
mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar
warna putih atau warna lain yang menyolok kontras
dengan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR”.
5 macam uji praklinis:
• uji eksperimental in vitro
• uji eksperimental in vivo
• uji toksisitas akut: mencari besarnya dosis
tunggal yang membunuh 50% dari kelompok
hewan coba (LD50), diamati gejala toksik
dan perubahan patologik organ
• uji toksisitas subkronik
Jangka panjang
• uji toksisitas kronik
meneliti efek toksik pada hewan coba setelah pemberian
obat secara teratur dalam jangka panjang. penelitian
terhadap sistem reproduksi termasuk teratogenisitas dan
mutagenisitas, serta uji ketergantungan
Di Indonesia terdapat ±17 macam OHT,
Contoh: Diapet
khasiat : anti diare, dgn memadatkan feces yang
cair, sekaligus mengatasi rasa mulas
Kandungan:
144 mg Psidii folium
120 mg Curcumae domesticae rhizome (rimpang kunyit)
246 mg Coicis semen
48 mg Chebulae fructus
42 mg Granati pericarpium

Utama : daun jambu biji (Psidi folium): antidiare (empiris)


17,4% tanin, bekerja sbg astrengent, yaitu melapisi mukosa
usus (khususnya usus besar). Tanin juga menjadi penyerap
racun dan dapat menggumpalkan protein.
Secara Tradisional (empiris):
Merebus 15-30 g daun kering jambu biji dalam 150-
300 mL air selama 15 menit setelah air mendidih.
Hasil rebusan disaring dan siap untuk diminum
sebagai obat diare.

Dalam bentuk segar, diperlukan 12 lembar daun


segar, dicuci bersih, ditumbuk halus, ditambah ½
cangkir air masak dan garam secukupnya. Hasil
tumbukan diperas, disaring, lalu diminum. Supaya
terasa enak, ke dalamnya bisa ditambahkan madu.
Diapet memiliki dosis dua kapsul dalam sekali pakai.
Setiap tablet berat komposisinya adalah 600 mg.

Bila dosis 2 tablet tersebut dikonversikan ke dosis hewan uji


berupa tikus, dengan faktor konversi dari dosis manusia
dengan berat 70 kg, ke dosis tikus dengan berat 200 g
sebesar 0,018 maka dosisnya menjadi:
(70 kg)/(60 kg)×1200 mg×0,018=25,2 mg/200 g BB tikus
= 0,1275 mg/g BB tikus.

Apabila diketahui berat badan tikus sebesar 210 g, maka:


dosis=(0,1275 mg)⁄g×210 g=26,775 mg
kapsul=(26,775 mg)/(600 mg)×1 kapsul=0,045 kapsul

Jadi, dosis 26,775 mg setara dengan 0,044 tablet, sehingga


tikus dengan berat 210 g memerlukan 0,045 kapsul.
FITOFARMAKA
(Clinical based herbal medicine)
• Merupakan bentuk obat tradisional dari bahan
alam yang dapat disejajarkan dengan obat
modern karena proses pembuatannya yang telah
terstandar,
• ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji
klinik pada manusia.
• Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para
profesi medis untuk menggunakan obat herbal di
sarana pelayanan kesehatan.
• Masyarakat juga bisa didorong untuk
menggunakan obat herbal karena manfaatnya
jelas dengan pembuktian secara iLmiah.
FITOFARMAKA
(Clinical based herbal medicine)
merupakan sediaan obat bahan alam yang
telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya
secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji
klinik, bahan baku dan produk jadinya telah
distandarisasi. Salah satu syarat agar suatu
calon obat dapat dipakai dalam praktek
kedokteran dan pelayanan kesehatan
formal (fitofarmaka) adalah jika bahan baku
tersebut terbukti aman dan memberikan
manfaat klinik.
Fitofarmaka harus memenuhi kriteria :
a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;
b. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji
klinik;
c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku
yang
digunakan dalam produk jadi;
d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

Untuk membuktikan keamanan dan manfaat, perlu:


• uji farmakologi (pembuktian efek atau pengaruh
obat)
• uji toksikologi (pembuktian syarat keamanan obat
secara formal)
Uji klinik (pada manusia) dilakukan:
• setelah pengujian pada hewan (pra-klinik).
• jika syarat keamanan diperoleh dari pengujian
toksisitas pada hewan serta syarat mutu sediaan
memungkinkan untuk pemakaian pada manusia.
• dalam beberapa fase yaitu :
Fase I :
Dilakukan pada sukarela sehat untuk melihat
apakah efek farmakologi, sifat farmakokinetik
yang diamati pada hewan juga terlihat pada
manusia. Pada fase ini ditentukan hubungan
dosis dengan efek yang ditimbulkan dan profil
farmakokinetik obat pada manusia.
Fase II :
Dilakukan pada kelompok pasien secara terbatas (100-200
pasien) untuk melihat kemungkinan penyembuhan dan
pencegahan penyakit. Pada fase ini rancangan penelitian
masih dilakukan tanpa kelompok pembanding (kontrol),
sehingga belum ada kepastian bukti manfaat terapetik.

Fase III :
Dilakukan pada pasien dengan rancangan uji klinik yang
memadai, memakai kontrol sehingga didapat kepastian ada
tidaknya manfaat terapetik.

Fase IV :
Pemantauan pasca pemasaran (surveilan post marketing)
untuk melihat kemungkinan terjadinya efek samping yang
tidak terkendali pada waktu pengujian pra klinik atauklinik
fase 1 , 2 , 3.
di Indonesia telah terdapat lima macam fitofarmaka yang telah terdaftar
Contoh: Nodiar (dari Kimia Farma).
khasiat sebagai anti diare nonspesifik
Kandungan:
300 mg Attapulgite
50 mg ekstrak Psidii folium (daun jambu biji)
7,5 mg ekstrak Rhizoma Curcuma domesticae (rimpang kunyit)

Dosis 2 kapsul sesudah buang air besar, maksimal 3x sehari.

Jika dosis sebanyak 2 kapsul dikonversikan ke dosis hewan uji berupa tikus
dengan berat 200 g, maka:
dosis = (70 kg)/(60 kg)×715 mg×0,018=15,015 mg/200g tikus.
= 0,075 mg/g BB tikus.

Jika diketahui berat tikus adalah 210 g, maka dosisnya menjadi:


dosis = (0,075 mg)⁄g×210 g=15,75 mg
kapsul =(15,75 mg)/(357,5 mg)×1 kapsul=0,044 kapsul

Jadi, dosis 15,75 mg setara dengan 0,044 kapsul. Maka, tikus dengan berat 210 g
memerlukan 0,044 kapsul.
Secara empiris:
9 lembar daun jambu biji dibuat infusa bersama dengan kunyit sebanyak 1
jari, 4 butir biji kedawung (disangrai), 4 g rasuk angin, 110 mL air. Diminum
2 kali sehari, yaitu pagi dan sore. Setiap kali minum 100 mL, dan diulang
selama 4 hari.

Daun jambu biji mengandung:


• total minyak 6%
• minyak atsiri 0,365% (pinene limonene, menthol, terpenyl acetate,
isopropyl alcohol, longicyclene, caryophyllene, bisabolene,
caryophyllene oxide, copanene, farnesene, humulene, selinene,
cardinene dan curcumene, nerolidiol, sitosterol, ursolic, crategolic,
guayavolic acids, cineol,empat triterpenic acids, flavonoid quercetin, 3-L-
4-4- arabinofuranoside (avicularin).
• resin 3,15%
• tannin 8,5%, dan lain-lain.

Kuersetin menunjukkan efek antibakteri dan antidiare dengan


mengendurkan otot polos usus dan menghambat kontraksi usus. Kuersetin
juga dapat menghambat pelepasan asetilkolin di saluran cerna.
Kelompok Fitofarmaka harus mencantumkan logo dan tulisan
“FITOFARMAKA”
1. Logo berupa “JARI-JARI DAUN (YANG
KEMUDIAN MEMBENTUK BINTANG) TERLETAK DALAM
LINGKARAN”, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri
dari wadah /pembungkus / brosur;
• jari-jari daun dalam lingkaran dicetak dengan warna hijau di
atas dasar putih atau warna lain yang menyolok kontras
dengan warna logo;
• Tulisan “FITOFARMAKA” harus jelas dan mudah dibaca,
dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau
warna
lain yang menyolok kontras dengan tulisan “FITOFARMAKA”.
PENANDAAN
• PADA PEMBUNGKUS , WADAH, ETIKET DAN
BROSUR OBAT TRADISIONAL HARUS
DICANTUMKAN KATA “JAMU, OBAT HERBAL
TERSTANDAR, atau FITOFARMAKA” YANG
TERLETAK DALAM LINGKARAN DAN
DITEMPATKAN PADA BAG. ATAS SEBELAH KIRI
• KATA JAMU, OBAT HERBAL TERSTANDAR, atau
FITOFARMAKA HARUS JELAS DAN MUDAH
DIBACA
• UKURAN HURUF MIN.TINGGI 5mm, dan TEBAL
0.5mm
• WARNA HITAM DI ATAS WARNA PUTIH ATAU
BERISI INFORMASI TENTANG :
• NAMA OBAT TRADISIONAL ATAU
NAMA DAGANG
• KOMPOSISI
• BOBOT, ISI, ATAU JUMLAH OBAT
TIAP WADAH
• DOSIS PEMAKAIAN
• KHASIAT ATAU KEGUNAAN
• KONTRA INDIKASI (BILA ADA)
• KADALUWARSA
• NOMOR PENDAFTARAN
• NOMOR KODE PRODUKSI
• NAMA INDUSTRI ATAU ALAMAT
SEKURANG-KURANGNYA NAMA
KOTA DAN KATA INDONESIA
UJI TOKSISITAS
OBAT TRADISIONAL
DRUG TOXICITY TEST
PRACLINIC TOXICITY TEST ONLY:

1. GENERAL TOXICITY TEST


a. Acute toxicity test
b. Subacute toxicity test
c. Chronic toxicity
2. SPECIFIC TOXICITY TEST :
a. Teratogenic Test
b. Carcinogenic Test
c. Mutagenic Test
TOXICITY TEST : à
Test safety of drugs on animals
experimental before the drugs use on
human or animals husbandry or pet
animals
REGULATION OF ACUTE TOXICITY OF DRUGS :
• Uses in single dose or repeated dose , but do
not more than 24 hours
• Route of administration : 2 route, yakni clinical
use (sesuai yang disarankan), and InVitro
route(bila memungkinkan) à untuk to know
sistemic safety of drug.
• To measure of LD50 yakni dosis yang
menyebabkan kematian 50% hewan coba
untuk dibandingkan dengan obat lain.
• To measure of maximum dose yang tidak
menyebabkan kematian.
• Pengamatan dilakukan dalam waktu 14 hari,
Semua hewan coba di korbankan à
pengamatan makroskopis dan mikroskpis
thd. organ vital.
Pelaksanaan Uji Toksisitas Akut :
• Hewan coba : Dua spesies mamalia, termasuk non
rodent (bila memungkinkan) jantan & betina.
• Dosis : maksimum yang tidak mematikan.
• Pengamatan dilakukan dalam 24 jam
• Hewan coba separo dikorbankan di amati
perubahan2 makroskopis dan mikroskopis
• Separo hewan coba lain di amati setiap hari
selama 14 hari terhadap : Perub. BB dan
perubahan makroskopis.
• Setelah hari ke 14 semua hewan coba
dikorbankan à di amati perub.Makroskopis
dan mikroskopis pada jantung, paru2, hati,
ginjal, limpa dan jaringan lainya.
• Dibuat kurva dosis – respon.
PENENTUAN LD50

LD50 = Anti log ( log A + (B x log C)


Keterangan :
A = Dosis dibawah 50%
B = Jarak Proporsional yakni :
50% kematian-% kematian dibawahnya
% kematian diatas 50% - % dibawah 50%
C = Penambahan Dosis yakni :
Dosis diatas LD50%
Dosis dibawah LD50%
Klasifikasi Toksisitas

Urutan Klasifikasi LD50 pada Manusia

6 supertoxic <5 mg/Kg BB

5 extremely toxic 5 – 50 mg/Kg BB

4 very toxic 50 – 500 mg/Kg BB

3 moderately toxic 0,5-5 g/Kg BB

2 slightly toxic 5-15 g/Kg BB

1 practicaly nontoxic >15 g/Kg BB

Dikutip dari : Gossel TA, Bricker D12


Pengujian Toksisitas Berulang
(Sub akut dan kronis) :
Tujuan : Menentukan toksisitas kumulatif dan perubahan
fisiologis dan patologis hewan coba.
mengetahui lebih jauh karakteristik pengaruh toksik spesifik
dari senyawa kimia pada organ atau jaringan.

Hewan coba : minimal 2 spesies hewan berbeda


Dose : sedikitnya tiga tingkat dosis, maximal effect tidak
mematikan.
Cara pemberian : seperti dipakai di klinik.
Lama pengujian :
Untuk pemakaian klinik 1-3 hari à lama pengujian 14 hari.
Untuk pemakaian klinik 7 hari àlama pengujian 28 hari.
Untuk pemakaian klinik 4 minggu à lama pengujian 90 hari.
Untuk pemakaian ³ 1 bulan à lama pengujian 6 bulan.
• Pengamatan mikroskopis secara histopatologi dari preparat sel
X dengan skoring derajat histopatologi.
• Gambaran mikroskopis sel yaitu rerata skor histopatologi sel X
yang dihitung berdasarkan skor derajat perubahan struktur
histopatologi sel X
• Skor 1: tingkat perubahan normal, tampak sel berbentuk
poligonal, sitoplasma berwarna merah homogen dan dinding
sel berbatas tegas.
• Skor 2: tingkat perubahan degenerasi parenkimatosa, tampak
sitoplasma keruh karena terdapat endapan protein.
• Skor 3: tingkat perubahan degenerasi hidropik, tampak vakuola
pada sitoplasma sel maupun di sekeliling inti sel.
• Skor 4: tingkat perubahan nekrosis, tampak inti sel piknotik dan
sitoplasma sel menggumpal.
• .
• Kalau yg diamati perubahan struktur yang
terjadi akibat kerusakan sel : gambaran
mikroskopis nekrosis.
• Nekrosis: proses degenerasi yang menyebabkan
kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah
hilang, ditandai dengan pembengkakan sel,
denaturasi protein dan kerusakan organ yang
menyebabkan disfungsi berat jaringan.
SKOR PENILAIAN DERAJAT HISTOPATOLOGI
NEKROSIS SEL HEPAR
Tingkat Perubahan Skor

Normal, tidak ada perubahan patologis 0

Degenerasi hepatosit dengan nekrosis yang jarang 1

Area kecil nekrosis centrilobular ringan di sekitar vena sentral 2

Area nekrosis centrilobular ringan lebih berat daripada skor 2 3

Nekrosis centrilobular lebih berat dari skor 3 4

(Dai, et al., 2018).


Uji Karsinogenik :
1. Untuk obat-obat yang digunakan jangka lama atau terapi
penyakit kronis.
2. Zat kimia yang potensial menimbulkan karsinogenik.
Dosis yang dipakai : Dosis tinggi (100x dosis terapi)
Lama Uji : pada tikus 24 bulan pada mencit 18 bulan.

FDA (Food and Drug Administration): BPOM US


à per kelompok minimal 25 ekor per jenis kelamin, dan
harus hidup sampai akhir percobaan.
Kematian tak lebih 50% bukan karena kanker. Dosis
yang dipakai adalah dosis tertinggi yang tidak
menyebabkan kematian.
Evaluasi : adanya Neoplasma dibandingkan kontrol.
Neoplasma: pertumbuhan sel abnormal (bukan kanker) yg
mungkin dpt tjd diseluruh bagiian tubuh. ® tumor jinak
Uji Toksisitas pada Reproduksi
Pengamatan uji meliputi pengaruh pada :
1. Gametogenesis: proses diploid & haploid yg mengalami
pembelahan sel dan diferensiasi utk membentuk gamet
haploid dewasa
2. Embriogenesis: proses pembentukan dan perkembangan
embrio
3. Implantasi: tanda awal kehamilan
4. Organogenesis: proses pembentukan organ
5. Pertumbuhan fetus: perkembangan setelah fase embrio
dan sebelum kelahiran
6. Kelahiran

Anda mungkin juga menyukai