Anda di halaman 1dari 41

ETHNOVETERINARY

MEDICINE
15 Juni 2020
Definisi
 Ethnoveterinary medicine atau ethnovet atau
kedokteran hewan tradisional

 Adalah istilah ilmiah perawatan kesehatan


hewan secara tradisional, meliputi
pengetahuan, ketrampilan, metode, praktik
dan kepercayaan tentang perawatan
kesehata hewan yang ditemukan di
masyarakat
Unsur dan sifat ethnovet
Unsur :
 Kepercayaan

 Pengetahuan

 Praktik

 Ketrampilan perawatan ternak

Sifat :
 Ekosistem dan etnis masyarakat

 Tidak terdokumentasi rapi (lisan)

 Turun temurun

 Dosis (trial eror)


Syarat ethnovet
 Mudah di akses
 Mudah disiapkan dan dijalankan
 Berbiaya murah, bila perlu gratis
 Merupakan bagian dari budaya tradisional

masyarakat sekitar

 Dalam aplikasinya disebut Complementary


and Alternatife Veterinary Medicine (CAVM)
Pengobatan tradisional
 Adalah pengobatan dan atau perawatan
dengan cara obat dan pengobatmya yg
mengacu kepada pengalaman, ketrampilan
turun menurun, dan atau
pendidikan/pelatihan dan diterapkan sesuai
dengan norma yg berlaku dalam masyarakat
 (Kep Menkes No.1076/MENKES/SK/VI/2003)

 80% orang di negara berkembang tergantung


dgn praktik tradisional
Obat tradisional
 Adalah bahan atau ramuan bahan yg berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran bahan tsb yg secara khusus turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman
 (Kep Menkes No.1076/MENKES/SK/VI/2003
Complementary and Alternatife
Veterinary Medicine (CAVM)
 Adalah penyembuhan dan perawatan
kesehatan hewan yang tidak ditemukan pada
kurikulum perguruan tinggi kedokteran
hewan di dunia barat

 Disebut juga praktek kedokteran hewan


holistik pendekatan pengobatan
komplementer, alternatif, dan penggabungan
diagnostik konvensional
Complementary and Alternatife
Veterinary Medicine (CAVM)
Meliputi :
 Veterinary acupuncture and therapy (TCVM)
 Veterinary chiropratic
 Veterinary physical therapy
 Veterinary massage therapy
 Veterinary homeopathy
 Veterinary botanical medicine
 Veterinary nutriceutical medicine
Ethnoveterinary Pharmacology
 Adalah kajian ilmiah terhadap pengetahuan
lokal, masyarakat tradisional tentang
penyakit dan pengobatan pada hewan
menggunaman tanaman obat.

 Indonesia kaya akan aneka ragam hayati


(rempah-rempah, tanaman ) ekstrak herbal

 Pengobatan herbal menjadi solusi setelah


pegobatan konvensioanl tidak mjd solusi
Herbal (ekstrak herbal)
 Chinese medicine
 Kombinasi ramuan herbal

 Ramuan herbaL di indonesia  JAMU


 Jamu  digunakan untuk pemeliharaan

kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan


penyakit, pemulihan kesehatan, kebugaran,
kecantikan
Klasifikasi ramuan herbal
Klasifikasi herbal berdasar sifat :
 Ramuan herbal bersifat antioksidan
 Ramuan herbal bersifat antibiotik
 Ramuan herbal meningkatkan kekebalan

Klasifikasi berdasar kelas :


 Ramuan makan (food herbs)
 Ramuan obat (medicine herbs)
 Ramuan racun (poison herbs)
Ramuan makan (food herbs)
 Memiliki toksisitas sangat rendah, tidak
menimbulkan efek samping yang merugikan

 Contoh : lemon balm, peppermint,


marshmallow, gingger, garlic, chamomile,
hawthorn, rose hips, nettles, dandelion root
and leaf, fresh oat extract
Ramuan obat (medicine herbs)
 Bersifat lebih kuat, digunakan untuk tujuan
tertentu denhan dosis tertentu, jika salah
digunskan akan memberikan efek samping

 Contoh : andrographis, blue cohosh, cascara


sagrada, celandine, ephedra, goldenseal,
senna, oregon grape root
Ramuan racun (poison herbs)
 Berpotensi beracun dan perlu persetjuan
dokter medis untuk penggunaannya pada
kondisi tertentu

 Contoh : belladonna, bryonia, datura,


gelsemium, henbane, male fern, phytolscca,
podophyllum, veratrum
Kandungan herbal
 Anthelmentik  Anti jamur
 Anti cataral
 Pencahar
 Anti emetik
 Aromatik
 Anti inflamasi
 Diuretik
 Anti bakteri
 Stimulan, dll
Herbal di indonesia
 Sudah ada dari dulu, dokumentasi belum
rapi, penelitian mulai berkembang
 Organ tanaman : daun, akar, buah. Biji,

batang, getah, bunga


 Pengolahan ramuan : direbus, di tumbuk,

diseduh, dibakar, digunakan langsung


 Penggunaan : diminum, ditempel, dibalurkan,

dimakan, diteteskan
Aplikasi herbal di hewan
 Herbal berpotensi sebagai growth promotor
dan agen terapeutik
 Growth promototers pada pakan unggas dan

ternak
 Herbal sebagai growth promotor alami, aman

dikonsumsi manusia, karena tidak


meninggalkan residu pada produk hewan,
 Ekonomis  murah, menekan biaya pakan

 Contoh ; probiotik
Contoh herbal :
 Gingseng siberia : imunitas, stress
 Jamur shitake : imunitas
 Jahe dan minyak esensial : anti nematoda
 Bratawali : kandungan (pikroretin, berberin,

palmitin, glikosida, pikroretosid, dan pati)


obat kudis, demam ,rematik, luka
 Bawang kucay : obat sakit mata ruminansia
 Lidah buaya
 Cocor bebek
 Daun pegagan, tapak dara, daun sirih
 dll
Contoh herbal :

 Daun pegagan
 Daun tapak dara

 Daun sirih  Daun cocor bebek


Tanaman obat untuk pengobatan
ruminansia (Mutaqin et al., 2015)c
Tanaman obat untuk pengobatan
ruminansia (Mutaqin et al., 2015)
Tanaman obat untuk pengobatan
sapi (Chakraborty dan Pal, 2012)
Tanaman obat untuk pengobatan
ruminansia (Mutaqin et al., 2015)
Tanaman obat untuk pengobatan
ruminansia (Mutaqin et al., 2015)
Obat bahan alam
 Semua obat yg dibuat dari bahan alam yg
pada proses pembuatannya belum sampai
pada isolat murni maupun hasil
pengembangan dari isolat tsb

 Obat bahan alam dapat merupakan hasil


penemuan baru sama sekali. Obat asli, dn
obat tradisional serta hasil pengembangan
dari obat asli/obat tradisional tsb
Klasifikasi obat bahan alam di
Indonesia
Bersadarkan cara pembuatannya serta jenis
klaim penggunaan dan tingkat pembuktian
khasiat, di keompokkan :
1. Jamu
2. Obat herbal terstandar
3. fitofarmatika
Jamu
 Aman sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan
 Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data

empiris
 Memnuhi persyaratan mutu yang berlaku
Obat herbal terstandar
 Aman sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan
 Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/pra

klinik
 Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan

baku yang digunakan dalam produk jadi


Fitofarmatika
 Aman sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan
 Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan

uji klinik
 Telah dilakukan standariasai terhadap bahan

baku yang digunakan dala produk jadi


 Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Pengembangan obat tradisional
 JAMU  PEMBUKTIAN EMPIRIS
TURUN TEMURUN
(PEMILIHAN SIMPLISIA)

 OBAT TRADISIONAL  UJI PRA KLINIK


 SEDIAAN EKSTRAK  SIMPLISIA TELAH
TERSTANDARISASI
HERBAL ALAM

 FITOFARMATIKA  UJI KLINIK


Contoh obat herbal
 Mawar : sitrol, sitronelol, geraniol, linalol nerol,
eugenol, feniletila, alcohol farnesol, dan nonil
aldehide sakit mata dan awet muda pada
manusia

 Kucay : protein, lemak, minyak terbang


(dialildisulfida dan alilpropildisulfida), kalsium,
fosfor, besi, vitamin A, B1, dan C
 sakit mata pada manusia
Contoh obat herbal
 Cocor bebek : asam malat dan damar  bisul,
ambeian, encok, kencing kurang lancar, haid tidak
teratur, bengkakbengkak, badan ngilu dan luka-luka.

 Lidah buaya : aloin, aloenin, barbaloin, isobarbaloin,


aloesin, dan aloe-emodin  sembelit, kencing manis,
peluruh haid, sakit kepala, penyubur rambut, batuk
rejan, luka bernanah, dan bisul.
Pepaya
 serbuk biji pepaya matang : dosis 3 g/kg bobot
badan  penurunan Ascaris suum pada babi,
setaran dengan albendazol dosis tunggal 0,5
mg/kg bobot badan

 Ekstrak biji pepaya segar  anthelmentik pada


unggas terhadap cacing Ascaridia galli dan
Heterakis gallinae

 efikasi ekstrak biji pepaya anthelmentik


terhadap Oesophagostomum, Trichuris dan
Trichostrongylus (kambing, domba)
Tahapan uji Jamu
22 juni 2020
Prosedur agar Jamu diakui sebagai Obat Herbal
Berstandar dan Fitofarmaka:

Sebuah jamu sebelum diakui sebagai Herbal berstandar


( bentuk sediaan sudah berupa ekstrak dgn proses
pembuatan yang berstandarisasi ), harus melalui
beberapa tahap pengujian,dipakai hewan berupa tikus
atau kelinci yakni dalam:

1. Uji eksperimental in vitro, ekstrak herbal diuji


pada sebagian organ di atas cawan Petri,
diamati efek yang ditimbulkan pada organ tadi.

2. Uji eksperimental in vivo, diujikan pada hewan


percobaan, kelinci atau tikus tujuannya untuk
mengetahui khasiat herbal terhadap penyakit
tertentu.
3. Uji toksisitas akut , tujuannya untuk mengetahui nilai
LD50 (Lethal dosis) semakin tinggi angka L50
semakin aman.
4. Uji toksisitas subkronik, untuk mengetahui efek
kelainan akibat mengkonsumsi obat, diamati efek
akumulasi. Tiap 3 bulan berturut-turut hewan
percobaan diberi ekstrak herbal yang diuji.
5. Uji toksisitas khusus, untuk mengetahui keamanan
mengkonsumsi obat herbal dalam jangka panjang.
Apakah obat bersifat karsinogenik mutagenik,
teratogegenik ( aman bagi janin ) reproduksi atau
iritasi
Selanjutnya untuk diakui sebagai fitofarmaka, harus
melalui uji klinis fase 1, fase 2. fase 3 dan fase 4 ( diuji
pada manusia )

1. Uji klinis fase 1, untuk mengetahui dan mengklarifikasi


efek farmakokinetik ( nasib obat ) dalam tubuh manusia.
Diamati pola penyerapan, metabolisme dan ekskresi
pascakonsumsi obat.
2. Uji klinis fase 2, Obat diberikan pada orang yang sakit,
sesuai indikasi obat, untuk kontrol digunakan plasebo
sebagai pembanding.
3. Uji klinis fase 3, dipakai sukarelawan lebih banyak dan
lokasi pengujian diperluas. Obat yang diteliti dibandingkan
dengan obat yang sudah mapan di pasaran.
4. Uji klinis fase 4, setelah lulus fase 3, obat sudah boleh
dipasarkan.
Jadi sebuah jamu harus melalui uji-uji tersebut diatas
baru dapat diakui sebagai bagian dari fitofarmaka,
seperti tersebut diatas uji toksisitas, uji ekperimental
pada hewan, serta uji klinik fitofarmaka pada
manusia yang meliputi uji pada manusia sehat dan
uji pada pasien dengan penyakit tertentu, maka jamu
dapat di kategorikan sebagai fitofarmaka dan sudah
bisa disejajarkan
dengan obat modern.

Pengujian dari jamu sampai menjadi Herbal


berstandar butuh waktu 1 - 12 bulan,. Selanjutnya
dari Herbal berstandar sampai menjadi Fitofarmaka
membutuhkan waktu 3 – 20 tahun.
SEMOGA BERMANFAAT
TERIMAKSASIH

Anda mungkin juga menyukai