Anda di halaman 1dari 37

FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN

OBAT HEWAN BENTUK CAIR


KELOMPOK 1
Muhammad Taufiq A 183 025
Melina A 183 024
Bella Siti F A 161 096
Nurul Hadilah A 161 104
Ati Setiasih A 161 041
Tanti Rezika A 161 050
Fakhri Humaidi A 161 061
Jesicha D.Y Manobi A 161 066
Hasna Jauza A 161 070
Formulasi Sediaan Obat Hewan Bentuk Cair (Liquid)

Menurut Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan


Tahun 2009:
Obat hewan adalah sediaan yang digunakan untuk
mengobati hewan, membebaskan gejala, atau memodifikasi
proses kimia dalam tubuh yang meliputi sediaan biologi,
farmasetika, sintetis, dan sediaan alami.
Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik
Cara pembuatan obat hewan yang baik (CPOHB) menyangkut
seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu serta bertujuan
untuk menjamin agar produk obat hewan yang dibuat senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai
dengan tujuan penggunaannya.

CPOHB ini merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan


agar sifat dan mutu obat hewan yang dihasilkan sesuai dengan
yang dikehendaki, bila perlu dapat dilakukan penyesuaian syarat
bahwa standar mutu obat hewan yang telah ditentukan tetap
dicapai.
Tujuan Penerapan CPOHB

CPOHB diterapkan untuk memperoleh jaminan mutu


obat hewan sehingga diharapkan dapat meningkatkan
daya saing obat hewan produk dalam negeri. Mutu
obat hewan tergantung dari bahan awal,cara produksi,
cara pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan
personalia serta terkendalinya cara produksi dan
pemantauannya.
Manfaat penerapan CPOHB

CPOHB yang diterapkan dengan baik akan memberikan


manfaat bagi produksi serta konsumen itu sendiri. Manfaat
CPOHB yang diterapkan dengan baik antara lain :
•Jaminan kualitas
•Jaminan pelayanan
Penerapan CPOHB dalam bidang industri
obat hewan
A. Produk dan Proses Produksi
Aspek yang dilihat yaitu mulai dari bahan baku obat hewan,
proses produksi, hingga menjadi produk obat yang sudah jadi.

B. Pekerja
Aspek pekerja diterapkan untuk peningkatan kompetensi pekerja
melalui perbaharuan pengetahuan dan kemampuan baik hardskill 
(teknis) maupun dari segi softskill (sikap dan motivasi diri) harus selalu
dilakukan agar pengetahuan mengenai hal-hal yang baru dalam system
CPOHB dapat diketahui dan diterapkan oleh pekerja.
LANJUTAN

C. Lingkungan
Aspek lingkungan ini ditujukan untuk kelestarian lingkungan di
sekitar industry serta masyarakat di sekitar industry berada.

D. Inspeksi Diri
Inspeksi diri berkala dapat dilakukan melalui audit internal yang
dilakukan untuk mengevaluasi setiap lini atau poindalam proses produksi.
Tujuannya untuk melaksanakan CPOHB dengan baik, mengetahui gambaran
keberhasilan pelaksanaan CPOHB dalam perusahaan, serta untuk
mengetahui kekurangan dan memberikan masukan agar CPOHB bias
diterapkan lebih baik lagi.
LANJUTAN

E. Dokumentasi dan Penanganan Keluhan


Setiap proses produksi yang berlangsung, bahan baku, dan
produk obat hewan jadi yang dihasilkan selaluter dokumentasi.
OBAT DALAM BENTUK CAIR
Obat-obat dalam bentuk cair lebih cepat siap diserap
oleh saluran gastrointestinal dari pada obat dalam
bentuk adat.
SIRUP
Sediaan cair berupa larutan yang
mengandung sakarosa, kecuali
dinyatakan lain, kadar sakarosa
C12H22O11, tidak kurang dari 64% dan
tidak lebih dari 66%.
(FI III, 1979)
Pemberian obat berupa larutan pada
hewan dilakukan dengan cara
menyiapkan obat dan alat tetes.
Kemudian buka mulut hewan dan
masukan alat tetes yang telah berisi obat,
hingga semua larutan obat masuk dan
dicerna oleh hewan.
SIRUP BLOATEX
 Komposisi setiap ml larutan mengandung:
Simethicone 1% b/v
 Indikasi Untuk mengobatikembung (bloat, timpani) yang disebabkan oleh
pembentukan gas yang berlebihan dalam rumen sapi, kambing dan domba.
 Dosis dan Cara Pemakaian Sapi dan kerbau: 100 ml tiap 500 ml air dicekokkan
langsung ke dalam mulut. Kambing dan domba: 25 ml tiap 250 ml air dicekokkan
langsungke dalam mulut. Pada kasus yang berat, dosis dapat ditingkatkan dengan
penambahan 50% dari dosis yang dianjurkan atau menurut petunjuk dokter hewan.
Kemasan Botol isi 100 ml Deptan RI No. D 0203043 PTC Obat bebas terbatas.
EVALUASI SEDIAAN

Evaluasi pada sediaan larutan


a. Viskositas
b. Uji mudah tidak dituang
c. Uji intensitas warna
d. Stabilitas mikrobiologi
e. Stabilitas farmakologi
f. Stabilitas toksikologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi
stabilitas sediaan sirup.

1.Faktor Internal 2. Faktor Eksternal


a.Formulasi a.Suhu
b.Kemasan atau wadah b.pH
primer. c.Pelarut
d.Kelembaban
e.Intensitas Cahaya
SUSPENSI
Sediaan cair yang mengandung
partikel tidak larut dalam bentuk
halus yang terdispersi ke dalam
fase cair (Syamsuni, 2007:135).
Sediaan suspensi pada hewan
biasanya digunakan untuk
mengobati
penyakit akibat mikroba atau
parasit pada hewan.
SIRUP BLOATEX
 Komposisi
Setiap liter mengandung Albendazole 125 g (12,5%)
 Indikasi
Mencegah dan mengobati infeksi cacing pada sapi, kambing, domba, kuda, babi
dan unggas seperti:
Cacing hati Fasciola gigantica, Fasciola hepatica dan Dicrocoelium lanceatum,
Cacing paru Dictyocaulus viviparous dan D.Filaria, Cacing pita moniezia sp,
Raillietina tetragona.
 Dosis dan cara pemakaian
Diberika secara oral
Sapi: 6 ml/100 kg BB
Kambing dan Domba: 2 ml / 50 kg BB
Kuda: 4 ml / 100 kg BB
Babi: 2-4 ml/50 kg BB
Unggas: 0,2 ml/kg BB
Evaluasi Sediaan Suspensi

Tampilan Warna, Bau, dan Rasa


Penetapan Bobot Jenis Volume Sedimentasi dan

Penetapan Bobot per Mililiter Kemampuan Redispersi

Homogenitas Uji Batas Mikroba

Volume Terpindahkan Pengukuran partikel

Penetapan Kekentalan Uji disolusi


Ph
INJEKSI

Injeksi biasanya diberikan secara intravena,


intra muskular, intraperitonial, dan subcutan.
Biasanya obat-obat yang diberikan berupa vitamin,
antivirus dan antibakteri.
Sulpidon merupakan produk yang mengandung
dipyrone dan lidocaine dalam bentuk cairan injeksi.
Dipyrone bekerja secara langsung pada susunan
syaraf pusat, sehingga sangat efektif untuk
menurunkan panas (antipiretik), menghilangkan
rasa sakit (analgesik) dan kejang-kejang
(antispasmodik) aeperti pada kasus kolik intestinal
pada hewan.
INJEKSI SULPIDON
 Komposisi
Tiap ml Sulpidon mengandung
Dipyrone 250 mg
Lidocaine 2 %
 Indikasi
Sulpidon digunakan sebagai analgesik, antipiretik dan antispasmodik pada sapi,
kuda, kambing, domba, babi, anjing dan kucing.
 Perhatian
Air susu sapi boleh dikonsumsi 2 hari setelah pengobatan dihentikan.
 Sediaan
Cairan Injeksi
Evaluasi Sediaan Injeksi
1. Evaluasi Fisik
a. Penetapan Ph
Nilai pH darah normal pada unggas 7,2 – 7,3 dan karnivor lebih asam.
b. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah
Bertujuan untuk menetapkan volume injeksi yang dimaksudkan dalam
wadah agar volume injeksi yang digunakan tepat/sesuai dengan yang
tertera pada penandaan (volume injeksinya itu harus dilebihkan. Kelebihan

volume yang dianjurkan dipersyaratkan dalam FI IV).


Lanjutan
c. Bahan partikulat dalam injeksi
Bertujuan untuk larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi dari zat
padat steril untuk penggunaan parenteral, harus bebas dari partikel yang dapat
diamati pada pemeriksan secara visual.
d. Uji kebocoran
Bertujuan untuk memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan
volume serta kestabilan sediaan.
e. Uji kejernihan dan Warna
Setiap larutan obat suntik harus jernih dan bebas dari kotoran sehingga
diperlukan uji kejernihan secara visual.
Lanjutan
f. Kejernihan Larutan
Bertujuan untuk sediaan infus atau injeksi yang berupa larutan harus jernih
dan
bebas dari kotoran, maka perlu dilakukan uji kejernihan secara visual.
g. Uji Keseragaman Sediaan
Ada 2 metode, yaitu keseragaman bobot dan keseragaman kandungan.
Dasar Pemilihan Sediaan
Veteriner

Berdasarkan Faktor- faktor yang mempengaruhi konsentrasi suatu obat dalam


plasma, termasuk :
1. Ukuran takaran
2. Formulasi sediaan obat
3. Rute pemakaian
4. luasnya distribusi
5. Kebiasaan makan
6. Ikatan protein plasma
7. pH urin
8. Absorpsi obat
9. Volume distribusi
10. Kecepatan eliminasi
Pemilihan Sediaan
Veteriner Berdasarkan Kriteria Tertentu :

1. Tipe kulit
2. Endokrinologi
3. Pernapasan
4. Perilaku
5. Perbandingan spesies memakai konsep-konsep farmakokinetik
Waktu Henti Obat

a. Definisi
Waktu Henti Obat (withdrawal times) merupakan kurun waktu dari saat
pemberian obat terakhir hingga ternak boleh dipotong atau produknya dapat
dikonsumsi. Waktu henti antibiotik berbeda-beda tergantung jenis antibiotiknya.
Proses eliminasi antibiotik ini membutuhkan waktu tertentu, dalam periode
eliminasi ini sebaiknya produk ternak seperti daging dan susu jangan
dikonsumsi terlebih dahulu, jika dikonsumsi maka produk peternakan
tersebut akan mengandung residu.
Tabel Waktu Henti Obat
PADA BABI
Residu
a. Residu
Residu antibiotik adalah senyawa asal dan/atau metabolitnya yang terdapat dalam
jaringan produk hewani dan termasuk residu hasil uraian lainnya dari antibiotik
tersebut, sehingga residu dalam bahan makanan (terutama jaringan ternak untuk
konsumsi) meliputi senyawa asal yang tidak berubah (non-altered parent drug),
metabolit dan/atau konjugat lainnya. Residu ini dapat ditemukan di daging, telur, susu,
dan produk peternakan lainnya. Residu yang terkandung dalam produk peternakan bisa
berupa antibiotik murni atau hasil pemecahan antibiotik itu sendiri.
b. Faktor Keberadaan Residu
1. Tidak diperhatikannya waktu henti obat
2. Penggunaan antibiotik melebihi dosis dan tidak dibawah pengawasan dokter hewan
3. Kurangnya pengetahuan akan dampak kesehatan akibat mengkonsumsi produk yang
mengandung residu
4. Tidak ada penyuluhan pada penggunaan antibiotik yang baik dan benar
5. Tipe dari peternakan ada yang intensif atau ekstensif
c. Dampak dari Residu
1. Aspek toksikologis, bersifat racun thdp ginjal, hati dan pusat hemopoietika
2. Aspek Mikrobiologis, bersifat mengganggu flora normal pada sal. Pencernaan sehingga
mengganggu proses metabolisme
3. Aspek imunopatologis, dapat menjadi faktor pemicu reaksi alergi dari ringan sampai berat
4. Menimbulkan gangguan pada sistem saraf dan kerusakan jaringan
KESIMPULAN

Pada pembuatan obat hewan, pengawasan menyeluruh adalah sangat esensial


untuk menjamin bahwa konsumen hanya mempergunakan obat hewan yang
bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dapat dibenarkan bagi
obat hewan yang digunakan untuk menyelamatkan atau memulihkan atau
memelihara kesehatan hewan.
Penerapan CPOHB dalam industri obat hewan, sekurang kurangnya mencakup
hal-hal berikut ini :
 Produk dan Proses Produksi
 Pekerja
 Lingkungan
 Inspeksi Diri
 Dokumentasi dan Penanganan Keluhan
 CPOHB maupun CPOB semua mempunyai inti yang sama yakni gmp
(good manufacturing pharmaceutical) karna hal demikian untuk formulasi dan
evaluasi sediaan veteriner memiliki kesamaan prosedur sesuai literature
pembuatan dan evaluasi hanya yang membedakan diantara keduanya adalah
dosis yang digunakan untuk setiap formulasi dan uji evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia
Edisi ketiga. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia
Edisi keempat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta
Rowe, R.C., Sheckey, P.J., and Quinn, M.E., Handbook of Pharmaceutical
Excipients, Sixth Edition, Pharmaceutical Pess and America Pharmacists
Assosiation : London
Sweetman, S.C., 2009. Martindale The Complete Drug Reference 36.
Pharmaceutical Press : London, Chicago.
William, A. 1985. Pato Fisiologi. Edisi ke-7. Jilid 11. Terjemahan, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai