Anda di halaman 1dari 23

EPISTAKS IS

Pembimbing: Dr.H. Djoko Prasetyo A, Sp.THT-KL Penyusun: I Made Setiadji 03009 Dhimas Akbar Mulia 03009069 Lailil Indah Seftiani 03009134

ANATOMI HIDUNG
Hidung luar Hidung dalam

A.Hidung luar
Hidung luar dibentuk oleh tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.

B. Hidung dalam

Perdarahan

Persarafan
Saraf motorik
Cabang n. fascialis yang mempersarafi otot-otot hidung bagian luar.

Saraf sensoris
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n. etmoidalis anterior, yang berasal dari n. oftalmika ( N.V-1 ). Rongga hidung lainnya , sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n. maksila melalui ganglion sfenopalatina.

Saraf otonom
Terdapat 2 macam saraf otonom yaitu : Saraf post ganglion saraf simpatis ( Adrenergik ). Serabut saraf preganglion parasimpatis ( kolinergik ). Peranan saraf parasimpatis ini terutama terhadap jaringan kelenjar yang menyebabkan sekresi hidung yang encer dan vasodilatasi jaringan erektil.

Olfaktorius (penciuman)

FISIOLOGI HIDUNG
Fungsi respirasi Fungsi fonetik Fungsi penghidu Refleks nasal

Fungsi respirasi
Nares anterior konka media nasofaring. Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir. Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga sekitar 37 derajat Celcius. Fungsi pengatur ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas. Partikel debu, virus, bakteri, dan jamur yang terhirup bersama udara akan disaring di hidung oleh : Rambut pada vestibulum nasi Silia Palut lendir Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikelpartikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin.

Fungsi penghidu
Dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum Dengan cara :

Difusi
Menarik napas kuat

Fungsi fonetik
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara.

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau menghilang sehiingga terdengar sengau (rinolalia)
Pada pembentukan konsonan nasal (m,n, ng) rogga mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.

Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler, dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti. Rangsang bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

EPISTAKSIS
DEFINISI
ETIOLOGI
Perdarahan yang keluar dari lubang hidung, rongga hidung dan nasofaring.
Trauma, Infeksi

LOKAL

Idiopatik, kelainan kongenital


Neoplasma Infeksi Penyakit kardiovaskular

SISTEMIK

Kelainan darah

Gangguan endokrin
Medikamentosa

Berasal dari pleksus Kiesselbach atau A. Ethmoidalis anterior. Dapat berhenti sendiri dan mudah diatasi. Terutama pada anak-anak dan dewasa muda.

Berasal dari A. Sfenopalatina dan A. Ethmoidalis posterior. Perdarahan hebat dan jarang berhenti sendiri. Sering pada pasien dengan penyakit kardiovaskular.

DIAGNOSIS EPISTAKSIS
ANAMNESIS PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN PENUNJANG

ANAMNESIS
Riwayat perdarahan sebelumnya. Lokasi perdarahan. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak. Lamanya perdarahan dan frekuensinya. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga. Hipertensi, diabetes melitus, gangguan koagulasi, penyakit hati. Trauma hidung yang belum lama. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum Tanda vital Rinoskopi anterior Rinoskopi posterior

Pemeriksaan darah, Faktor pembekuan darah Foto Ro tengkorak kepala, hidung dan sinus paranasal CT-scan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

PENATALAKSANAAN
Hentikan perdarahan

3 PRINSIP

Cegah komplikasi
Cegah berulangnya epistaksis

Menentukan sumber perdarahan


Bersihkan hidung dari bekuan darah.

Pasang tampon kapas yang telah dibasahi adrenalin 1:10000 & lidocain/ pantocain 2%.

Biarkan tampon selama 3-5 menit.

EPISTAKSIS ANTERIOR

Anestesi lokal dengan tampon kapas yang telah dibasahi dengan kombinasi lidokain 4% topikal dengan epinefrin 1 : 100.000 atau kombinasi lidokain 4% topikal dan penilefrin 0.5 %. Biarkan 5-10 menit.

Kauterisasi

Kauterisasi secara kimia menggunakan larutan perak nitrat 20 30% atau dengan asam triklorasetat 10%. Selain zat kimia dapat digunakan elektrokauter atau laser. Menggunakan kapas atau kain kassa yang diberi vaselin atau salap antibiotik. Tampon dipertahankan selama 3 4 hari dan pasien diberikan antibiotik spektrum luas

Tampon anterior

EPISTAKSIS POSTERIOR

Tampon posterior/ Bellocq

Tampon balon
Ligasi arteri Angiorafi & embolisasi
Ligasi Arteri Karotis Eksterna Ligasi Arteri Maksilaris Interna Ligasi Arteri Etmoidalis

MEDIKAMENTOSA

Analgetik Sedatif Antibiotik broad spectrum

KOMPLIKASI
Syok Anemia Iskemi cerebri, insufisiensi koroner dan infark miocard. Peningkatan PCO2 & penurunan PO2 pada pasien dengan riwayat paru atau jantung dapat menimbulkan IMA & gangguan pembuluh darah otak.

Akibat epistaksis

Akibat pemasangan tampon

Tampon anterior Sinusitis Bloody tears Septikemia Tampon posterior Otitis media Haemotympanum Laserasi palatum mole dan sudut bibir

KESIMPULAN
Epistaksis adalah perdarahan yang keluar dari lubang hidung, rongga hidung dan nasofaring. Penyakit ini disebabkan oleh kelainan lokal maupun sistemik dan sumber perdarahan yang paling sering adalah dari pleksus Kiessel-bachs. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium dan radiologik. Prinsip penanggulangan epistaksis adalah menghentikan perarahan, mencegah komplikasi dan kekambuhan. Epistaksis anterior ditanggulangi dengan kauter dan tampon anterior, sedangkan epistaksis posterior dengan tampon Bellocq dan ligasi arteri atau embolisasi.

DAFTAR PUSTAKA

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai