Anda di halaman 1dari 4

Wakil Rakyat yang Sibuk Memikirkan Daging

Banyak pihak yang menilai bahwa kenaikan harga daging sapi yang terjadi sudah diluar kewajaran dan tidak ada kaitannya dengan aktifitas penawaran dan permintaan pasar. Hal ini bisa dilihat dari fakta bahwa harga sapi hidup tidak mengalami lonjakan yang berarti tetapi mengapa harga daging sapi melonjak begitu tinggi. Pedagang sapi menuding para pengusaha sengaja menyimpan cadangan sapi hidup mereka hingga terjadi kelangkaan dan meroketnya harga daging sapi. Sementara para pengusaha khususnya para importir sapi menuding hal ini terjadi karena kebijakan pemerintah yang menurunkan jumlah kuota impor daging sapi secara drastis, sementara peternak lokal belum mampu meng antisipasi permintaan pasar. Hal ini terkait dengan kebijakan Kementerian Pertanian yang menurunkan jumlah impor sapi dari 100 ribu ton pada tahun 2011 menjadi 34 ribu ton saja pada tahun 2012. Bahkan tahun 2013 impor daging sapi akan diturunkan hingga 14 ribu ton saja. Kebijakan ini dilakukan dalam rangka upaya mewujudkan swasembada daging pada tahun 2014 mendatang. Karena itulah, pihak importir meminta pemerintah untuk kembali membuka kran impor sapi untuk mengantisipasi kelangkaan pasar. (Tempo.co, 12/11/2012). Pihak Kementrian Pertanian menolak bahwa pihaknya menjadi penyebab langsung kelangkaan daging sapi di pasar-pasar. Pengurangan kuota impor menurut mereka sudah melalui perhitungan yang matang terkait jumlah stok sapi yang ada di tanah air. Stok sapi di feedloter di Jabodetabek masih tersedia sebanyak 130 ribu ekor sapi. Jumlah tersebut terdiri dari sapi lokal sebanyak 38 ribu ekor dan sapi eks-impor sebanyak 92 ribu ekor. Pasokan juga diprediksi akan berangsur normal karena pada November dan Desember akan masuk 15 ribu ekor sisa impor kuartal empat. Dengan demikian dari segi jumlah ketersediaan, stok jumlah sapi tercukupi. Menurut pihak Kementan,lonjakan harga daging sapi bukan disebabkan oleh pemangkasan kuota impor, tetapi lebih pada persoalan infrastruktur logistik pengangkutan sapi dari sentra produksi ke daerah konsumen seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat, dan Banten. (Tempo.co, 17/11/2012). Sementara itu, Pengamat pertanian dan peternakan dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, menduga kelangkaan pasokan serta naiknya harga daging sapi disebabkan oleh permainan para importir. Sebab, sejak pemerintah memangkas kuota impor daging sapi, merekalah yang paling dirugikan. pemangkasan kuota impor dalam jumlah yang

luar biasa besar, dari 100 ribu ton daging sapi di 2011 menjadi 34 ribu ton sapi di 2012, telah menguras rezeki para importir tersebut. Dengan demikian, tak menutup kemungkinan para importir dengan sengaja membuat kelangkaan pasokan. Dugaan ini bukannya tak beralasan. Pasalnya, menurut dia, data stok daging sapi di Kementerian Pertanian, pasokan daging sapi sudah cukup dan aman. Selain itu, jika harga daging sapi melonjak naik pun, Khudori tidak melihat adanya satu fenomena ekonomi yang bisa menyebabkan kenaikan sedemikian tinggi dan tidak wajar. Kebijakan pemangkasan daging sapi impor ini, Khudori melanjutkan, juga merugikan negara-negara yang menjadikan Indonesia sebagai outlet daging sapi mereka, seperti Australia. Saya rasa mereka tak akan tinggal diam karena tentunya ini juga akan merugikan mereka, katanya.(Tempo.co 19/11/2012). Fakta di Lapangan Namun desakan menambah kuota impor daging tak membuat pemerintah mengubah keputusan. Pemerintah sendiri punya alasan. Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS), populasi sapi di Indonesia mencapai 14,8 juta ekor. Jumlah tersebut mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri yang hanya sekitar 450 ribu hingga 480 ribu ton/tahun. Dengan alasan mendorong swasembada daging, pemerintah memang secara bertahap menurunkan alokasi impor. Pada tahun 2009, impor daging masih mencapai 63 persen dari konsumsi nasional. Tahun 2010 diturunkan tinggal 48 persen dari kebutuhan nasional, tahun 2011 menjadi 34 persen. Tahun 2012, kuota impor hanya 18,5 persen atau 85 ribu ton (238 ribu ekor sapi bakalan dan 34 ribu ton daging sapi beku) Tahun ini, pemerintah kembali mengurangi alokasi impor tinggal 14-15 persen atau hanya sebanyak 80 ribu ton. Jumlah itu terdiri dari 60 persen sapi bakalan atau sebanyak 267 ribu ekor (setara dengan 48 ribu ton daging) dan 40 persennya daging sapi atau sebanyak 32 ribu ton. Dari alokasi impor daging sapi tersebut, untuk kebutuhan industri dan horeka (hotel, restoran dan catering) pada semester I 2013, pemerintah telah menetapkan sebanyak 19.200 ton (60 persen) dan semester II sebanyak 12.800 ton (40 persen). Dari jumlah tersebut untuk kebutuhan horeka selama setahun sebanyak 12.600 ton. Dalam bentuk prime cut (40 persen), secondary cut (35 persen) dan fancy dan variety meat (25 persen).

Adapun alokasi kebutuhan industri selama 2013 telah disepakati sebanyak 19.400 ton dalam bentuk CL65 dan CL 85. Dari hasil perhitungan Kementerian Perindustrian untuk kebutuhan anggota NAMPA (National Meet Producer Asosiation) sebanyak 14.500 ton, Asosiasi Distributor Daging Indonesia (ADDI) sebanyak 1.700 ton. Sedangkan untuk anggota Asosiasi Produsen Mie dan Bakso (APMISO) sebanyak 1.400 ton dan anggota ASPEDATA sekitar1.800ton. Kronologi Suap Impor Daging Sapi Hakim menilai Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHPidana. Juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dakwaan kedua, Pasal 3 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Fathanah dianggap terbukti menerima uang Rp 1,3 miliar dari Direktur PT Indoguna Utama terkait kepengurusan kuota impor daging sapi. Hakim menjelaskan, Fathanah awalnya mempertemukan teman dekatnya yang merupakan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi dan Direktur Utama PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman.

Dalam pertemuan itu, Maria meminta Luthfi membantu memuluskan agar Menteri Pertanian Suswono memberikan rekomendasi agar PT Indoguna Utama mendapat tambahan kuota daging sapi sebanyak 8.000 ton.

Luthfi kemudian menyanggupi akan mempertemukan Maria dengan Suswono. Kemudian Fathanah meminta agar disediakan akomodasi untuk pertemuan di Medan. Atas permintaan Fathanah, Maria memberikan Rp 300 juta.

Fathanah juga menelepon Luthfi untuk menanyakan kapan akan mempertemukan Maria dan Suswono. Fathanah menyampaikan bahwa Maria akan memberikan fee sebesar Rp 5.000 per kilogram daging apabila berhasil memberikan tambahan kuota sebanyak 8.000 ton sehingga total fee yang akan diterima Rp 40 miliar.

Selain telah menerima Rp 300 juta, Fathanah juga telah menerima Rp 1 miliar dari Maria

untuk kelancaran pengurusan penambahan kuota impor daging sapi.

Hakim Djoko Subagyo menambahkan bahwa Fathanah terbukti melakukan perbuatan tindak pidana korupsi bersama Luthfi selaku penyelenggara negara.(Kompas.com, 4/11/2013) Solusi Islam Islam dengan serangkaian hukumnya mampu merealisasi kestabilan harga dan swasembada pangan. Harga stabil dengan dua cara: menghilangkan distorsi mekanisme pasar syariah yang sehat seperti penimbunan, intervensi harga, dsb; dan menjaga kesimbangan suply dan demand. Disamping itu Islam tidak membenarkan adanya intervensi terhadap harga. Rasul bersabda: Siapa saja yang melakukan intervensi pada sesuatu dari harga-harga kaum Muslimin untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada Hari Kiamat kelak (HR Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqi) Kesimpulan Praktik seperti ini bisa terjadi, dan dilakukan oleh politikus dari partai politik, karena memang aktivitas politik yang dilakukannya membutuhkan biaya besar. Maka, cara-cara seperti inilah yang banyak dilakukan. Bahkan, telah menjadi rahasia umum. Praktik seperti ini jelas merupakan pelanggaran hukum syara. Tidak hanya itu, karena pelanggaran ini melibatkan nasib rakyat, di mana partai dan para penguasa itu seharusnya mengurusi urusan rakyat, malah menari di atas penderitaan rakyat, maka tindakan ini juga bisa disebut mengkhianati rakyat. Mengenai pakta integritas yang ditandatangani pejabat, ini tidak akan ada nilainya, jika sistemnya tetap bobrok. Karena itu, pakta integritas yang dibuat dalam sistem seperti ini, tak lebih hanya sebagai upaya pencitraan semata. Terutama, setelah citra politisi dan partainya anjlok. Ini berbeda, jika sistemnya baik, maka pakta integritas tersebut akan bisa diwujudkan.

Anda mungkin juga menyukai