Anda di halaman 1dari 5

Seruan Hizbut Tahrir Indonesia Pasca Ramadhan 1433 H

Hadhrat al-Muhtaramin Rahikamul-Lah Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah Swt yang telah memberikan kesempatan kepada kita berjumpa dengan bulan Ramadhan hingga usai. Juga, memberikan kekuatan untuk menjalankan shaum dan berbagai ibadah lainnya di bulan mulia tersebut. Kita berharap, semua amal ibadah yang kita jalankan itu diterima ALlah Swt, membuat dosa-dosa kita diampuni, dan diganjar dengan pahala, surga, dan ridhaNya. Kita juga berharap, ibadah shaum sebulan penuh itu menjadikan kita semakin bertakwa. Takwa yang sebenar-benarnya, yakni sikap tunduk, patuh, dan taat terhadap seluruh syariah-Nya, tanpa terkecuali. Hadhrat al-Muhtaramin Rahikamul-Lah Di antara kewajiban yang hingga kini belum tuntas ditunaikan adalah tegaknya khilafah dalam kehidupan. Semenjak diruntuhkan oleh Laknatul-Lh alayh Musthafa Kemal pada 28 Rajab 1342 H (3 Maret 1924 M) umat ini hidup tanpa khilafah. Padahal, keberadaan khilafah merupakan perkara yang diwajibkan Allah Swt atas seluruh kaum Muslimin. Kewajiban tersebut didasarkan banyak dalil dan telah dijelaskan oleh para ulama dalam banyak kitab mutabar. Bahkan, tidak ada ikhtilaf di antara mereka tentang hal itu. Imam al-Qurthubi rahimahul-Lh, misalnya, ketika menafsirkan QS al-Baqarah [2]: 30 menegaskan:

Dan tidak ada perbedaan tentang kewajiban tersebut (yakni mengangkat imam dan khalifah yang didengar dan ditaati), baik di kalangan umat maupun para imam, kecuali apa yang diriwayatkan dari al-Asham, lantaran dia ashamm (tuli) dari syariah. Lebih dari itu, khilafah merupakan tharqah (metode baku) yang ditetapkan Islam untuk menerapkan seluruh sistem dan hukumnya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dengan tegaknya khilafah, hukum-hukum Islam dalam nidzm al-uqbt (sistem sanksi), nidzm al-hukm (sistem pemerintahan), al-nidzm al-iqtishad (sistem ekonomi), siysat al-talm (politik pendidikan), al-siysat al-khrijiyyah (politik luar negeri), dan lain-lain dapat diterapkan. Oleh karena itu, ketika khilafah tidak ada, semua hukum tersebut terlantar dan terabaikan. Rasulullah saw bersabda:


Sungguh, ikatan-ikatan Islam itu benar-benar akan terurai satu persatu satu. Setiap satu ikatan terurai, maka orang-orang akan bergantung dengan ikatan berikutnya. Ikatan yang pertama terurai adalah pemerintahan dan yang terakhir adalah shalat (HR Ahmad dari Abu Umamah al-Bahili ra). Dalam hadits ini, hukum-hukum Islam digambarkan dengan ikatan-ikatan. Laksana ikatan, hukum-hukum Islam itu akan terurai satu per satu. Ditegaskan juga, ikatan pertama yang akan terurai adalah pemerintahan Islam. Ketika ikatan tersebut terurai, yakni pemerintahan Islam lenyap, maka membuat ikatan-ikatan lainnya pun terurai, hukum-hukum-hukum Islam lainnya terlepas; hingga ikatan terakhir, yakni shalat. Penjelasan Rasulullah ini menunjukkan bahwa ketiadaan pemerintahan Islam merupakan sebab yang mengakibatkan terlantarnya hukum-hukum Islam lainnya, termasuk shalat. Di samping itu, khilafah juga berguna sebagai penjaga dan pelindung bagi umat Islam. Rasulullah saw bersabda:

Sesungguhnya Imam/Khalifah itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya (HR Muslim, al-Nasai, dan Ahmad, ). Dengan khilafah, umat Islam dapat terlindungi darah, harta, negeri, kekayaan, kehormatan, dan agama mereka. Sebaliknya, ketika khilafah tidak ada seperti saat ini, umat Islam hidup tanpa pelindung. Akibatnya, darah mereka begitu mudah ditumpahkan, negeri mereka bisa dijajah dan diduduki, kekayaan alam mereka banyak dijarah dan dirampok, kehormatan mereka dapat dinodai dan diinjak-injak, dan agama mereka pun dilecehkan. Tak ada institusi yang melindungi. Ironisnya, para penguasa di negeri-negeri Islam yang mengaku sebagai pemimpin itu justru menempatkan diri menjadi antek dan kaki tangan negara-negara kafir penjajah.

Hadhrat al-Muhtaramin Rahikamul-Lah Oleh karena itu, khilafah bukan hanya fardhu, namun tj al-furdh (mahkota kewajiban). Khilafah juga bukan sekadar wajib, namun ahamm al-wjibat (kewajiban yang paling penting). Inilah yang dapat dipahami dari sikap para sahabat radhiyal-Lh anhum. Ketika mendengar Rasulullah saw wafat, mereka segera berkumpul di Saqifah Bani Saidah guna membahas dan mengangkat khalifah yang menjadi pengganti Nabi saw sebagai kepala negara. Bahkan demi segera tertunaikannya kewajiban tersebut, mereka harus menunda pemakaman jenazah Rasulullah saw. Padahal, siapa pun tahu bahwa mengurus dan memakamkan jenazah termasuk perkara yang harus disegerakan. Oleh karena itu, tindakan para sahabat yang lebih memilih sibuk mengurusi pengangkatan

khalifah menunjukkan perkara tersebut merupakan kewajiban amat penting untuk disegerakan pelaksanaannya. Pentingnya mengangkat khalifah semakin jelas terlihat dari sikap Sayyidina Umar ibn al-Khatththab ra yang disetujui oleh para sahabat. Ketika yakin ajalnya taka lama akan tiba, beliau segera memilih enam sahabat Nabi saw sebagai Ahl al-Syr yang bertugas membahas pengganti beliau sebagai khalifah. Keenam sahabat itu diberikan batas waktu tiga hari. Dalam wasiatnya Sayyidan Umar ra menyatakan:

Bermusyawarahlah kalian selama tiga hari, dan (selama itu) Shuhaib mengimami shalat masyarakat. Dan jangan sampai datang hari keempat kecuali sudah ada pemimpin dari kalian (Imam al-Thabari, dalam Trkh al-Umam wa al-Mulk, 5/581) Batasan tiga hari itu menjadi ketentuan yang bersifat jzim. Buktinya, apabila dalam tiga hari tersebut belum ada kesepakatan tentang seorang khalifah, maka orang yang tidak sepakat itu harus dibunuh. Beliau menegaskan:


Jika lima orang telah bersepakat dan meridhai seseorang (untuk menjadi khalifah), sedangkan ada satu orang yang menolaknya, maka penggallah kepalanya dengan pedang. Dan jika empat orang telah bersepakat dan meridhai seseorang dari mereka (untuk menjadi khalifah), sedangkan ada dua orang yang menolaknya, maka penggallah kepala keduanya (Imam al-Thabari, dalam Trkh al-Umam wa al-Mulk, 5/581) Tak hanya itu, Umar ibn al-Khaththab ra pun menunjuk lima puluh orang dari kaum Muslim untuk melaksanakan tugas tersebut, yaitu membunuh orang (Ahl al-Syr) yang tidak sepakat. Padahal Ahl al-Syr yang diancam hukuman mati itu adalah para Sahabat senior. Peristiwa ini dilihat dan didengar oleh seluruh Sahabat; dan tidak diberitakan adanya seorang pun dari mereka yang tidak sepakat atau mengingkarinya. Maka berdasarkan Ijma Sahabat, kaum Muslimin tidak boleh kosong dari kekhilafahan lebih dari tiga hari tiga malam. Hadhrat al-Muhtaramin Rahikamul-Lah Kita sekarang berada pada tahun 1433 H. Itu berarti, sudah 91 tahun umat Islam hidup tanpa khilafah. Jauh melampaui batas waktu yang diperbolehkan syara bagi umat ini kosong dari khilafah. Realitas ini mengharuskan kita untuk mengerahkan segala daya dan kemampuan untuk menegakkan khilafah. Tidak ada alasan bagi kita untuk berdiam diri dan berpangku tangan dari kewajiban tersebut. Tidakkah kita takut terhadap ancaman keras yang disampaikan Rasulullah saw terhadap orang yang mati tanpa ada khilafah? Rasulullah saw bersabda:

Siapa saja yang mati tanpa ada imam atau khalifah, maka ia mati seperti kematian Jahiliah (HR Ahmad). Celaan berupa seperti kematian Jahiliah ini untuk menunjukkan besarnya dosa bagi orang yang hidup tanpa khilafah. Maka bagi siapa pun yang ingin terbebas dari dosa tersebut, bahkan bisa mendatangkan pahala bagi pelakunya, tidak ada pilihan lain kecuali harus aktif berjuang menegakkan kembali khilafah dengan penuh kesungguhan. Patut diingat, perjuangan menegakkan khilafah itu mustahil dilakukan secara sendiri-sendiri. Perjuangan tersebut wajib dilaksanakan dalam jamaah yang berjuang untuk itu. Jamaah tersebut juga harus benar dan ikhlas. Benar fikrah dan thariqahnya, berasaskan Islam, dan tidak menyimpang sedikit pun dari Islam, baik ushl dan fur-nya, mujmal dan tafshl-nya. Ikhlas berjuang semata mengharapkan ridha Allah Swt semata. Bukan oleh dorongan materi dan tendensi duniawi. Hadhrat al-Muhtaramin Rahikamul-Lah Maka pada kesempatan yang mulia ini kami kembali menyampaikan ajakan dan seruan kepada seluruh umat untuk berjuang bersama menegakkan khilafah. Bersatu dalam barisan untuk menyongsong tegaknya khilafah yang dijanjikan Allah Swt dan dikabarkan Rasulullah saw. Kami juga mengajak para ulama untuk mengambil bagian lebih besar dalam perjuangan ini. Sebab, ulama adalah orang-orang yang memiliki kelebihan dalam ketakwaan dan ilmu. Ulama adalah orang yang disebut al-Quran sebagai hamba Allah Swt yang takut kepada-Nya. Ulama juga dinyatakan Rasulullah sawbagai warats al-anbiya, pewaris para nabi. Semua kelebihan inilah yang membuat ulama dijadikan sebagai rujukan dan panutan bagi umat, khususnya dalam urusan dn. Maka, ketika para ulama menyatakan dengan tegas bahwa sekularisme, kapitalisme, liberalisme, demokrasi, sosialisme, dan semua ideologi selain Islam adalah kufur dan sesat; haram mengambilnya, menerapkannya, menyebarluaskannya, umat akan mengikutinya. Mereka tidak akan ragu untuk membuang semua ideologi dan hukum kufur tersebut. Demikian juga ketika ulama mengatakan bahwa hukum Islam adalah satu-satunya hukum yang haq dan wajib diterapkan secara kaffah, baik dalam kehidupan individu, bermasyarakat, maupun bernegara; tidak boleh diambil sebagian dan ditinggalkan sebagian lainnya; umat akan mengikutinya. Mereka bersemangat memperjuangkan syariah dan menolak propaganda sesat yang tidak menginginkan syariah. Ketika ulama mengatakan bahwa umat Islam adalah umat yang satu; aqidah mereka satu, aqidah Islamiyyah; hukum mereka satu, syariah Islamiyyah; negara mereka juga satu, khilafah Islamiyyah; umat akan mengikutinya. Mereka juga tidak akan keberatan segera menyingkirkan semua sekat yang memecah belah umat. Juga ketika para ulama menyerukan bahwa khilafah adalah satu-satunya sistem pemerintahan yang sah secara syari. Bukan republik, kerajaan, kekaisaran, atau lainnya; Kaum Muslimin wajib berjuang sungguh-sungguh dalam gerakan yang benar dan ikhlas

memperjuangkan tegaknya kembali khilafah; apalagi para ulama itu pun ikut terjun dalam perjuangan khilafah, maka umat akan menyambut seruan tersebut. Umat segera bangkit mengikuti jejak panutan mereka dan berbondong-bondong menyatukan diri dalam gerakan yang memperjuangkan tegaknya khilafah. Inilah kedudukan ulama di mata umat. Maka para ulama wajib menggunakan kedudukannya yang mulia itu untuk kemuliaan Islam dan umatnya, untuk izzul Islam walMuslimin. Hadhrat al-Muhtaramin Rahikamul-Lah Khilafah adalah wadul-Lh wa busyr Raslil-Lh (janji Allah dan kabar gembira dari Rasulullah saw). Allah Swt tidak akan mengingkari janji-Nya. Kabar gembira Rasulullah saw juga merupakan kebenara. Maka, kita memohon agar Allah Swt agar segera menurunkan pertolongan-Nya, berupa tegaknya khilafah al minhj al-nubuwwah al-tsniyyah. Kita juga memohon agar diberikan kekuatan, kesabaran, keikhlasan, dan istiqamah dalam memperjuangkannya hingga ajal menjemput kita. Kita juga memohon kepada-Nya agar diberikan kesempatan untuk menyaksikan tibanya pertolongan itu, tegaknya kembali khilafah. Amn, Ya Mujib al-siln.

Anda mungkin juga menyukai