Anda di halaman 1dari 10

Tuberkulosis dalam Otorinolaringologi : Presentasi Klinis dan Tantangan Diagnostik

Rajiv C.Michael1 and o! ".Michael#

$%"TR$K
Tuberkulosis adalah penyakit mempengaruhi seluruh jaringan tubuh, meskipun beberapa lebih sering daripada yang lain. Tuberkulosis paru adalah jenis yang paling umum dari tuberkulosis sekitar 80% dari kasus tuberkulosis. Tuberkulosis otorinolaringeal adalah salah satu bentuk yang jarang dari tuberkulosis ekstrapulmonal tetapi masih merupakan klinis yang signifikan dan tantangan diagnostik. Selama tiga tahun, hanya 5 dari 121 pasien yang diduga mengidap tuberkulosis otorinolaringeal tanpa adenitis ser!ikal" yang terbukti memiliki kultur Mycobacterium tuberculosis #". Se$ara histologis % pasien terbukti menderita tuberkulosis. &anya satu pasien yang memiliki sputum tuberkulosis paru yang positif se$ara bersamaan. 'ntuk mendiagnosa tuberkulosis otorinolaringeal, kita perlu melihat dari berbagai ma$am aspek klinis dan laboratorium.

P&'D$()*)$'
(eskipun infeksi Mycobacterium tuberculosis dapat terjadi pada semua jaringan tubuh, infeksi tuberkulosis paru adalah jenis yang paling umum, sekitar 80% dari semua kasus tuberkulosis T)" *1+. (anifestasi yang paling umum dari tuberkulosis ekstrapulmonal adalah limfadenitis *2+. Tuberkulosis otorinolaringeal masih jarang terjadi tetapi bukan merupakan masalah klinis yang langka. (anifestasi yang paling sering ditemukan pada T) otorinolaringeal adalah tuberkulosis laring tanpa limfadenitis ser!ikal *,+. -aporan sebelumnya menyatakan bah.a sekitar 25/,0% pasien dengan T) otorinolaringeal juga memiliki T) paru *0+. 1amun, sejak tahun 1220, ditemukan laporan kasus pasien dengan T) otorinolaringeal tanpa infeksi
1

tuberkulosis paru. Tuberkulosis pada selule mastoid dan telinga tengah adalah manifestasi berikutnya yang paling umum. Tanda dan gejala tuberkulosis regio ini dapat menyerupai keganasan, dan karenanya, diagnosis dini sangat penting. 3ebanyakan dokter tidak menganggap T) sebagai diagnosis banding dari berbagai gejala otorinolaringeal, sehingga menyebabkan kesalahan diagnosis dan pengobatan yang tidak tepat. Selain itu, 456S, dan penyakit atau terapi imunosupresif juga meningkatkan kejadian tuberkulosis *2+. 6iagnosis T) terutama didasarkan pada s.ab mikobakterial dan kultur yang positif atau histopatologi yang menunjukkan adanya granuloma kronis7kaseosa. Sejak ditemukan angka yang berarti dari diagnosa banding untuk presentasi klinis tuberkulosis otorinolaringeal, kami melaporkan pengalaman klinis dan laboratorium kami dengan presentasi klinis, diagnosis, dan pengobatan tuber$ulosis otorinolaringeal.

M$T&R+ D$' M&TOD&


8enelitian ini merupakan analisis retrospektif dari sampel yang didapat dari regio otorinolaringeal, oleh -aboratorium (ikobakteriologi 6epartemen (ikrobiologi sejak tahun 200% sampai 2002, dari 6epartemen 9torinolaringologi di :hristian (edi$al :ollege, ;ellore, yang merupakan rumah sakit pendidikan pera.atan tersier besar di Tamil 1adu, 5ndia Selatan. -aboratorium (ikobakteriologi diakreditasi melalui kultur dan tes sensitifitas terhadap obat 6ST" oleh <e!isi 8rogram 3ontrol Tuberkulosis 1asional <1T:8" 8emerintah 5ndia dan di!isi tuberkulosis sentral :T6", 1e. 6elhi. 8asien dengan tanda dan gejala sugestif tuberkulosis otorinolaringeal menjalani pemeriksaan klinis menyeluruh di klinik ra.at jalan 6epartemen 9torinolaringologi :hristian (edi$al :ollege and &ospital. 8asien/pasien ini menjalani prosedur biopsi untuk diagnosis histopatologi dan atau diagnosis mikrobiologi. 8emeriksaan hitung sel darah putih lengkap, hitung jenis sel darah putih serta -=6 dilakukan untuk menilai kondisi umum pasien. 8asien dengan adenitis ser!ikal tidak dimasukkan dalam penelitian ini.
2

1. 8resentasi klinis. 6iagnosis tuberkulosis didasarkan pada gambaran klinis berikut. 1.1. Tuberkulosis Laring. >ejala yang mun$ul biasanya suara serak, odinofagia, dan disfagia bersamaan dengan penurunan berat badan dan penurunan nafsu makan. -aringoskopi indirek7 pemeriksaan laringoskopi fibroptik umumnya didapatkan eritema difus dan perubahan granulomatosa atau polipoid dari pita suara. >ambaran klinis klasik tuberkulosis laring jarang terlihat dalam praktek klinis yang modern, dan biopsi sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan keganasan. 8ada pasien yang diduga menderita T) dilakukan mikrolaringoskopi dan biopsi di ba.ah anestesi umum. Spesimen dikirim untuk pemeriksaan histopatologi, kultur mikobakteri, dan uji sensitifitas. 1.2. Tuberkulosis pada Telinga Tengah. >ejala yang mun$ul biasanya berupa otore yang persisten .alaupun telah diberikan beberapa antibiotik, otalgia, gangguan pendengaran, dan dalam kasus yang berat dapat berupa facial palsy. 8ada pemeriksaan fisik ditemukan banyak polipoid atau jaringan granulasi a!askular yang pu$at. 8ara pasien dengan liang telinga tengah pu$at dan mastoid yang bergranulasi dilakukan eksplorasi mastoid atau mastoidektomi kortikal, dan spesimen ini dikirim untuk pemeriksaan histopatologi, kultur mikobakteri dan uji sensitifitas. 1.,. Tuberkulosis pada nasal dan paranasal. >ejala yang umumnya tampak adalah hidung tersumbat dan rinore ber$ampur darah. Selain itu ditemukan pula gejala epistaksis dan sakit kepala. 8ada pasien dengan lesi granular di hidung dan nasofaring dilakukan pemeriksaan endoskopi nasal rigid dan biopsi lesi. Spesimen kemudian dikirim untuk pemeriksaan histopatologi, kultur mikobakteri dan uji sensitifitas. 2. 6iagnosis laboratorium Sampel jaringan dikirim ke laboratorium histopatologi dan laboratorium mikrobiologi untuk diteliti s.ab mikobakteri, kultur, dan tes sensitifitas terhadap obat. ?ika disertai T) paru, dibutuhkan , sampel dahak S8S untuk s.ab mikobakteri dan kultur.

8emeriksaan histopatologi dilakukan dengan pe.arnaan jaringan menggunakan hematoksilin eosin. 8atognomonik tuberkulosis adalah eksudat inflamasi granulomatosa kronis, dengan atau tanpa kaseasi. Sampel jaringan dikirim ke bagian mikobakteriologi dengan homogeni@er steril. (ikroskopi dilakukan dengan metode fluoresensi 4uramine A9A dan dinilai sesuai B&9 7 <1T:8 *5+. Sampel kemudian diolah dan didekontaminasi dengan metode 8etroff yang dimodifikasi dan diinokulasi ke media -o.enstein/?ensen -?" *C+. Tes sensitifitas terhadap obat dilakukan pada isolasi M. tuberculosis dengan metode proporsi 1% pada -? terhadap 5sonia@id, <ifampisin, Streptomisin, dan =tambutol *C+.

($"+*
Sebanyak 121 sampel diterima dari 6epartemen 9torinolaringologi ke 6epartemen (ikrobiologi untuk kultur mikobakteri dan uji sensitifitas selama , tahun dari 200% sampai 2002. Spesimen jaringan ini juga dikirim ke 6epartemen 8atologi untuk pemeriksaan histopatologi. Seperti terlihat pada Tabel 1, kami menerima sampel pasien suspek T) dari tiga regio, yaitu nasofaring 187,C", laring 1,7,,", dan telinga tengah 7 ka!itas mastoid 0C751". 6i antara 121 pasien, lima memiliki histopatologi dan kultur / terbukti T) / masing/masing satu dari nasofaring dan laring dan tiga dari telinga tengah. Tujuh pasien hanya memiliki histopatologi peradangan granulomatosa kronis yang sangat sugestif tuberkulosis. 6i antara pasien yang tersisa, %% memiliki histologi inflamasi non/spesifik dan kultur negatif untuk T).

Tabel 1D <ingkasan dari spesimen yang diterima di )agian (ikobakteriologi lebih dari , tahun dengan ke$urigaan T) regio otorinolaringeal. 1asofaring 1 -aring7pita suara 1 Telinga tengah7antrum mastoid ,

3ultur dan histopatologi terbukti T) &istopatologi terbukti T) 5nflamasi nonspesifik pada histologi 5nfeksi jamur 3eganasan Total

2 18 2 C ,C

0 1, , 12 ,,

1 05 1 1 51

<in$ian dari lima pasien dengan kultur M. tuberculosis positif dan histologi sugestif tuberkulosis ditampilkan pada Tabel 2. 8asien adalah orang de.asa dengan usia berkisar 22/C8 tahun dan dominan laki/laki 0D 1". Tingkat sedimentasi eritrosit -=6" merupakan indikator tidak langsung dari peradangan dan digunakan sebagai penanda untuk tuberkulosis. 8asien/ pasien ini memiliki -=6 mulai dari 15 mm 7 jam sampai 05 mm 7 jam. Tak satu pun dari lima pasien menderita T) paru.

Tabel 2D <in$ian lima pasien dengan spesimen otorinolaringeal kultur Mycobacterium tuberculosis positif.
1o 'mur ?enis kelamin Spesimen &5; -=6 mm" S.ab )T4 Spesimen jaringan dari tempat yang terkena 3ultur mikobakteri &istopato logi 6isesuaik an dengan s.ab sputum 1 22 4ntrum mastoid 2 25 4ntrum mastoid , ,1 4ntrum mastoid 0 C8 -aring 1egatif 18 1egatif 1egatif 25 1egatif 15 )T4 ,# 1egatif 1egatif 05 1egatif M. tuberculosis sedikit M. tuberculosis banyak M. tuberculosis sedikit M. tuberculosis 5 20 8 1aso faring 1egatif 21 1egatif sedikit M. tuberculosis sedikit 5nflamasi granulo matosa 5nflamasi granulo matosa 5nflamasi granulo matosa 5nflamasi granulo matosa 5nflamasi granulo matosa 1egatif 1egatif 1egatif 1egatif )T4 1egatif

Tabel ,D <in$ian tujuh pasien dengan histopatologi positif dan kultur mikobakteri negatif spesimen otorinolaringeal.
1o. 'mur ?enis kelamin &5; =S< mm " S.ab )T4 1 ,8 1egatif 5 Spesimen Spesimen jaringan dari tempat yang terkena 3ultur mikobakteri ada 5nflamasi granulomatosa 1egatif sugestif T) ada 5nflamasi granulomatosa 1egatif sugestif T) ada 5nflamasi granulomatosa 1egatif sugestif T) ada >ranuloma nekrotik 1egatif sugestif T) ada 5nflamasi granulomatosa 1egatif sugestif T) ada >ranuloma nekrotik 1egatif sugestif T) ada 5nflamasi granulomatosa kaseasi sugestif T) &istopatologi 6isesuaikan dengan s.ab sputum )T4 )T4 1#

Supraglotis 1egatif Tidak

pertumbuhan 2 1C 8 1egatif 10 8alatum 1egatif Tidak

pertumbuhan , 21 8 1egatif 15 4ntrum mastoid 0 55 8 1egatif 50 1asofaring 1egatif Tidak

pertumbuhan 1egatif Tidak

pertumbuhan 5 22 8 1egatif 15 Supraglotis 1egatif Tidak

pertumbuhan C 50 1egatif 15 -aring 1egatif Tidak

pertumbuhan % C2 1egatif % -aring 1egatif Tidak

pertumbuhan

Tabel , memberikan rin$ian dari pasien dengan gambar histopatologi sangat sugestif tuberkulosis, tetapi s.ab mikobakteri dan kultur jaringan negatif. 6i sini, hanya satu pasien dengan T) laring yang memiliki sputum kebetulan )T4 positif T) paru. -=6 berkisar antara 5 mm sampai 50 mm.

D+"K)"+
Tuberkulosis T)" merupakan salah satu infeksi granulomatosa yang paling umum yang melibatkan regio otorinolaringeal. 6engan mun$ulnya kemoterapi anti tuberkulosis, insidennya telah menurun se$ara signifikan, tetapi ada kekambuhan tuberkulosis ekstra pulmonal T)=8" yang termasuk tuberkulosis otorinolaringeal primer karena human immunodeficiency virus &5;". Selama , tahun, 12 dari 121 pasien yang menderita tuberkulosis, hanya 5 yang terbukti dengan kultur dan histopatologi, sisanya % yang histopatologinya sangat sugestif tuberkulosis. &anya 1 pasien yang juga menderita tuberkulosis paru. &al ini menyebabkan kesulitan dalam mendiagnosis kasus tuberkulosis ekstra pulmonal dengan pembuktian laboratorium. Selain itu, diagnosis klinis tuberkulosis regio otorinolaringeal juga dipersulit oleh gejala yang serupa dengan banyak infeksi lain dan kondisi patologis non infeksi lainnya. Tuberkulosis laring harus dibedakan dari infeksi kronis lain seperti sifilis, lepra, infeksi jamur, dan kondisi non infeksi seperti neoplasma, granulomatosis Begener, dan sarkoidosis. &al ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan histopatologi karena masing/masing kondisi ini memiliki gambaran karakteristik pada histologi. )eberapa bentuk tuberkulosis otorinolaringeal terutama tuberkulosis laring dan tuberkulosis telinga tengah se$ara kebetulan berhubungan dengan tuberkulosis paru *%+. 1amun, hasil peneliatian kami menyerupai laporan terbaru yang ada, di mana hanya satu dari pasien penelitian kami yang terbukti se$ara histopatologi sebagai tuberkulosis laring yang berdampingan dengan tuberkulosis paru. (ayoritas pasien kami menderita tuberkulosis otorinolaringeal primer. 9rang yang terinfeksi &5; memiliki peningkatan risiko yang nyata terjadinya tuberkulosis primer atau reakti!asi tuberkulosis terutama tuberkulosis ekstrapulmonal *8+. 8enelitian telah menunjukkan peningkatan risiko T) otorinolaringeal pada pasien dengan &5; *2+, tetapi dalam penelitian kami, tidak ada pasien yang terbukti dengan kultur atau histopatologi sebagai penderita T) otorinolaringeal yang memiliki infeksi &5;.

1ilai -=6E 10mm telah dikaitkan dengan T). 8asien kami yang terbukti dengan kultur dan histopatologi sebagai tuberkulosis otorinolaringeal memiliki -=6 rata/rata 20 $u mm 7 jam. Tingkat sedimentasi eritrosit -=6" merupakan penanda inflamasi nonspesifik yang umum digunakan selama pemeriksaan diagnostik a.al pasien dengan T) *10+. 6i -aboratorium (ikrobiologi, mikroskop smear digunakan untuk mendeteksi )a$il Tahan 4sam )T4" dan kultur digunakan untuk diagnosis. 3arena sampel ini termasuk pausibasiler, maka sering terjadi s.ab )T4 yang negatif. (eskipun organisme membutuhkan C minggu atau .aktu yang lebih lama untuk tumbuh pada media kultur padat misalnya, agar telur lo.enstein/?ensen atau agar/ brook %&10 atau %&11", pertumbuhan umumnya terjadi dalam .aktu %/21 hari dengan media kultur $airan. 3ultur juga diperlukan untuk melakukan tes sensitifitas terhadap obat. 6i sisi lain, teknik molekuler, seperti reaksi berantai polymerase, mendeteksi 614 atau <14 dari sampel dengan hasil yang jauh lebih $epat dari kultur dan sering dapat diperoleh dalam .aktu 20/08 jam *11+. 6alam penelitian kami, dari 12 pasien yang terbukti dengan kultur M. tuberculosis atau yang se$ara histopatologi sugestif T) masing/masing dirujuk langsung ke klinik 69TS Directly observed treatment short course" dan diperlakukan sesuai dengan 8rogram Tuberkulosis 1asional <e!isi <1T:8" 8edoman kategori 5 pengobatan dengan 0 obat *12+ fase intensif selama 2 bulan dengan 5sonia@id, <ifampisin, 8ira@inamid, dan =tambutol diikuti dengan 0 bulan fase lanjutan dengan 5sonia@id dan <ifampi$in. Tuberkulosis / (6< Tuberculosis Multiple Drug Resistant" merupakan masalah yang meningkat pada pasien dengan T) paru di negara kita. Sejauh ini, semua pasien dalam penelitian kami yang telah terinfeksi, sensitif terhadap obat M. tuberculosis. 3emoterapi antituberkulosis tetap menjadi landasan pengobatan untuk tuber$ulosis ekstrapulmonal, disertai peran operasi terutama untuk menetapkan diagnosis dini dan memulai pengobatan dini. 3esimpulannya, meskipun manifestasi tuberkulosis otorinolaringeal jarang terjadi dibandingkan sebelumnya, indeks ke$urigaan yang tinggi sangat diperlukan mengingat kesamaan dalam presentasi klinis khususnya keganasan pada kepala dan leher, penyakit non infektif kronis dan kondisi patologis infektif lainnya. Selain itu, lesi ekstraskrofula ekstrapulmonal dari substrat otorinolaringeal biasanya berupa pausibasiler. Tuberkulosis otorinolaringeal primer bisa didapat
9

tanpa bersamaan dengan tuberkulosis paru. 3ultur mikobakterial positif bersamaan dengan gambaran histopatologi yang khas tetap menjadi landasan bagi diagnosis. 9leh karena itu kami merekomendasikan bah.a semua spesimen dari kasus dugaan tuberkulosis otorinolaringeal harus memiliki representatif biopsi untuk pemeriksaan histopatologi serta kultur mikobakteri dan sensiti!itas. Studi yang diperlukan untuk melihat metode laboratorium yang baru dan lebih $epat dibandingkan sebelumnya dan diagnosis yang lebih akurat dari tuberkulosis ekstrapulmonal.

10

Anda mungkin juga menyukai