Anda di halaman 1dari 31

MANAJEMEN HEPATITIS C

Putri Nuraini Pembimbing: dr. Edi Mulyana, Sp.PD

PENDAHULUAN

Sebelum ditemukannya virus hepatitis C (VHC), dunia medis mengenal 2 jenis virus sebagai penyebab hepatitis, yaitu hepatitis A (VHA) dan virus hepatitis B (VHB). Namun demikian, terdapat juga peradangan hati yang tidak disebabkan oleh kedua virus ini dan tidak dapat dikenal pada saat itu sehingga dinamakan hepatitis Non-A, Non-B (hepatits NANB)

PATOGENESIS

Kurang lebih 80% pasien dengan infeksi HCV akan menjadi infeksi kronis

Faktor risiko hepatitis C kronik: Laki-laki Usia > 25 tahun saat terjadi infeksi infeksi akut yang asimptomatik etnik afrika-amerika infeksi HIV Imunosupresi

KONSELING PADA ORANG TERINFEKSI UNTUK MENCEGAH TRANSMISI HCV

Orang yang terinfeksi harus menutup luka dan menggunakan disinfektan Orang yang terinfeksi tidak boleh mendonorkan darah ataupun organ Bagi orang yang menggunakan pengobatan injeksi harus dijelaskan mengenai risiko penularan HCV Muntahan atupun sekresi cairan tubuh lain dari pasien yang terinfeksi HCV harus dibuang dengan disinfektan Risiko penularan HCV dari transmisi seksual itu rendah. Pasangan hidup sebaiknya berhati-hati untuk menekan risiko Transmisi HCV melalui air susu ibu sangat rendah, sehingga sebaiknya pemberian ASI tidak di stop Kontak rumah tangga dan kontak fisik tidak berisiko menularkan HCV, sehingga orang yang terinfeksi HCV dapat beraktifitas seperti biasa.

PENCEGAHAN PADA LINGKUNGAN DAN FASILITAS KESEHATAN:


Semua darah yang didonorkan harus melalui screening HCV Pada fasilitas kesehatan, harus menggunakan alat-alat steril untuk prosedur invasif, dan sterilisasi peralatan Penting untuk memberi edukasi pada pembuat tatto, pemangkas rambut, pekerja foot/hand care dan yang mempraktekan terapi elternatif mengenai cara meminimalisir kontaminasi darah. Termasuk mengenai prosedur sterilisasi yang mencakup penetrasi kulit atau permukaan mukosa. Transmisi HCV melalui injeksi mengalami peningkatan, sehingga penting untuk mengedukasi mengenai bahaya penggunaan obatobatan, terutama pada anak-anak sekolah. Siapapun yang menerima terapi gigi atau pembedahan mempunyai risiko tinggi terkena infeksi infeksi HCV dan sebaiknya di tes.

Individu dengan riwayat transfusi darah mempunyai risiko tinggi terinfeksi HCV dan sebaiknya di tes. Pasien hepatitis C kronik harus di vaksin hepatitis B setelah melakukan screening. Penggunaan injeksi pada fasilitas kesehatan yang profesional; sebaiknya 1 jarum suntik hanya digunakan sekali pakai. Semestinya terdapat protokol pada luka akibat jarum suntik pada seluruh rumah sakit Semua lesi kulit pada tangan petugas medis harus ditutup dengan sarung tangan anti air, dan jika memungkinkan menggunakan dua sarung tangan Para petugas medis harus divaksinasi HBV

DIAGNOSIS DAN SKRINING


Tes skrining pada hepatitis C kronik adalah enzyme immunoassay (EIA) atau chemiluminescence immunoassay (CIA) untuk anti-HCV. Diagnosis hepatitis C akut berdasarkan: Peningkatan ALT (lebih dari sepuluh kali) Dengan atau tanpa kuning Serum HCV RNA terdeteksi Diikuti dengan anti-HCV beberapa minggu kemudian

SISTEM SKORING
Sistem skoring Metavir digunakan untuk menilai pasien dengan hepatitis C. Tingkatan tersebut berdasarkan derajat inflamasi yang terjadi pada hepar antara lain: 0: yaitu tidak ada luka 1: luka yang minimal 2: luka yang terjadi dan meluas ke area dari hepar termasuk pembuluh darah 3: fibrosis sudah mulai menyebar dan menghubungkan dengan area lain 4: sirosis dengan luka tingkat lanjut

TUJUAN TERAPI

Tujuan pengobatan infeksi HCV adalah untuk menekan komplikasi. Tujuan ini diraih dengan mengeradikasi virus agar mencapai SVR (sustained viral response). Pasien yang mencapai SVR telah menyingkirkan virus, dan sedikit kesempatan virus untuk reaktifasi.

TERAPI
Respon buruk pengobatan pada: Obesitas Sindrom metabolik/resisntensi insulin Ras hitam Fibrosis hepar yang melanjut Koinfeksi dengan HBV atau HIV

MONITORING TERAPI
Pemeriksaan yang berkelanjutan harus dilaksanakan selama pemberian terapi: Melihat adanya efek samping obat dan lakukan pemeriksaan setiap kali kunjungan Pemeriksaan laboratorium pada minggu ke-4 dan ke-12 Pemeriksaan darah lengkap tiap 4 minggu Pemeriksaan serum HCV RNA kualitatif untuk melihat respon terapi pada minggu ke-4 dan ke-12 Melakukan pemeriksaan TSH pada bulan ke-6 (dengan indikasi klinis) Evaluasi psikiatri (jika diindikasikan) Foto rontgen dada, pemeriksaan optalmikus atau audiogram (jika diindikasikan) Pemeriksaan jantung (jika diindikasikan) Ulangi nasehat mengenai perlunya kontrasepsi selama dan paling tidak 6 bulan setelah pengobatan

Monitoring Setelah Terapi Jika respon ETR tercapai, maka harus dilakukan pemeriksaan dan serum HCV RNA secara kualitatif akan negatif dalam 24 jam setelah terapi Pada pasien yang mengkonsumsi ribavirin kontrol kelahiran yang efektif harus dilanjutkan paling tidak 6 bulan

Yg menurunkan respon terapi

Kontraindikasi IFN/RBV

Laki-laki obesitas, BMI >35 Genotif 1,4,6 dan yang tidak dapat dikategorikan Infeksi ganda dengan HCV/HBV Kambuh atau tidak respon terhadap terapi IFN dan ribavirin

Kejang yang tidak terkontrol Dekompensasi hepatik Kehamilan atau pasangan yang tidak dapat menggunakan kontrasepsi yang adekuat Penyakit jantung yang berat

KATEGORI DAN ALUR TERAPI

Pasien dengan hepatitis C kronik yang menggunakan terapi berdasarkan kriteria diagnostik dibagi dalam 6 kategori genotif, pernah atau tidak merima terapi, gagal terapi, respon terapi, dan penghentian pengobatan.

RINGKASAN, REKOMENDASI DAN EVIDENCE LEVELS


Rekomendasi untuk terapi infeksi HCVdengan resource dan evidence levels: Pasien hepatitis C kronik genotif 1 Terapi dengan PEG-IFN/RBV selama 48 minggu dan perawatan standar (resourcesensitive, level B) Terapi dengan triple terapi DAA 12 minggu, PEG-IFN/RBV 48 minggu (resource-rich, level A) Tidak respon/kambuh setelah PEG-IFN: terapi dengan triple terapi (level A)

Infeksi hepatitis C kronik genotif 2 atau 3 yang belum pernah diterapi Terapi dengan PEG-IFN/RBV selama 24 minggu atau 48 minggu, berdasarkan RVR (resource-rich, level A) Terapi konvensional IFN/RBV selama 24 minggu, berdasarkan EVR (resource-sensitive, level C) Hepatitis C kronik genotif 4,5,6 dan tidak terdeteksi Terapi PEG-IFN/RBV selama 48 minggu (level A) Genotif 4 dapat diterapi selama 24 minggu, berdasrakan RVR pada pasien (level B)

Hepatitis C kronik genotif 2 atau 3 yang tidak respon atau kambuh setelah terapi PEG-IFN/RBV Terapi dengan PEG-IFN/RBV selama 48 minggu Dapat di terapi dengan PEG-IFN selama 72 minggu (resourcesensitive, level C) IFN yang lebih baru (contoh: konsensus IFN atau albinterferon/albuferon), respon terapi biasanya rendah (resource-rich, level C) tunggu and lihat survei pada sirosis dan hepatitis C kronik dengan USG hepar, computed tomography (CT), alpha-fetoprotein (AFP) dan platelets sebagai protokol (resource-sensitive, level C)

Infeksi HCV akut Mulai terapi pada saat terdiagnosis, dengan PEG-IFN monoterapi atau kombinasi terapi selama 12 minggu untuk genotif 2 atau 3 dan 24 minggu untuk genotif 1 (resource-rich, level A) Mulai terapi dengan dosis tinggi IFN selama 24 minggu (resource-sensitive, level C) terapi untuk hepatitis C akut dapat ditunda selama 8 sampai 16 minggu untuk spontan clearance pada infeksi HCV, terutama pada pasien yang disertai gejala (resource-sensitive, level B)

Terapi infeksi HCV pada anak-anak Transmisi perinatal pada infeksi HCV adalah sekitar 3-7%. Diagnosis infeksi HCV yg didapat pada perinatal adalah didapatkannya pemeriksaan antibodi anti-HCV yang positif setelah usia 18 bulan. HCV RNA menjadi positif pada usia 1 atau 2 bulan dan ini harus digunakan sebagai kriteria awal diagnosis. Usia terapi biasanya pada 2 sampai 17 tahun. Terapi dengan PEG-IFN/RBV selama 2448 minggu, berdasarkan genotif.

Dosis PEG-IFN harus dimodifikasi berdasarkan luas permukaan tubuh dan untuk RBV 15 mg/kg/day

DAFTAR PUSTAKA

Gani, Rino A. Hepatitis C. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus S, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi ke-5. Jakarta: FKUI; 2009. h. 441-444. World Gastroenterology Organisation Global Guidelines (WGO). Diagnosis, Management and Prevention of Hepatitis C. 2013. (diakses 08 Oktober 2013). Tersedia dari: http://www.worldgastroenterology.org/assets/export/userfiles/WGO_Hepatitis%20C _Final%20Version.pdf Asian Pacific Association for the Study of the Liver (APASL): APASL consensus statements and management algorithms for hepatitis C virus infection. 2012. (diakses 15 Oktober 2013). Tersedia dari: http://www.lcgdbzz.org/UpFiles/Article/2012420125912.pdf European Association for the Study of the Liver (EASL). Management of hepatitis C virus infection. 2011. (diakses 08 Oktober 2013). Tersedia dari: http://www.easl.eu/assets/application/files/4a7bd873f9cccbf_file.pdf American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD). Diagnosis, management, and treatment of hepatitis C: an update. 2009. (diakses 08 Oktober 2013). Tersedia dari: http://www.aasld.org/practiceguidelines/Documents/Bookmarked%20Practice%20 Guidelines/Diagnosis_of_HEP_C_Update.Aug%20_09pdf.pdf

Anda mungkin juga menyukai