Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Kematian hanya dapat dialami oleh organisme hidup. Secara medis, kematian merupakan suatu proses dimana fungsi dan metabolisme sel organ-organ internal tubuh terhenti. Setiap sel tubuh memiliki perbedaan waktu untuk mengalami kematian sel yang disebabkan oleh perbedaan metabolisme seluler didalamnya. Pada tubuh akan terjadi kematian sel demi sel dan kematian secara keseluruhan akan terjadi dalam beberapa jam.1 Memperkirakan saat kematian yang mendekati ketepatan mempunyai arti penting, khususnya bila dikaitkan dengan proses penyidikan. Dengan demikian penyidik dapat lebih terarah dan selektif dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka tindak pidana. Banyak cara yang dapat digunakan dalam memperkirakan saat kematian salah satunya adalah penggunaan cairan sinovial. Dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar karya-karya telah terkonsentrasi pada perubahan biokimia yang terjadi dalam cairan tubuh yang berbeda, tetapi penelitian terbaru dari cairan sinovial telah menarik perhatian ahli biokimia forensik dan patologis.1,2 Pemeriksaan kimia post mortem dari cairan tubuh terbatas pada bagian bagian tertentu yang tidak terlalu terekspos autolysis, seperti darah. Bagian bagian tersebut misalnya rongga sendi pada lutut dimana cairan sinovial dapat diambil dalam jumlah cukup dengan melakukan pungtuasi pada sendi.2 Diperkirakan bahwa zat kimia pada cairan sinovial post mortem dapat digunakan untuk memperkitakan interval post mortem yang lebih akurat. Walaupun jarang digunakan sebagai penelitian postmortem, cairan sinovial dapat digunakan sebagai substitusi jika vitreous humor tidak tersedia.

1.2

Tujuan Penulisan Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang hubungan

cairan sendi post mortem dikaitkan dengan waktu kematian serta sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik bagian forensik.

1.3

Batasan Masalah Makalah ini membahas tentang definisi cairan sinovial dan fungsinya, serta

perubahanperubahan yang ditemukan pada cairan sinovial dikaitkan dengan waktu kematian.

1.4

Metode Penulisan Makalah ini disusunmenggunakan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk ke

berbagai literatur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Cairan Sendi (Sinovial) Cairan sinovial adalah cairan yang dihasilkan oleh membran sinovial pada kapsul sendi.Cairan ini merupakan transudat dari air dan zat terlarut dari darah dan oleh karena itu memiliki komposisi serupa dengan cairan interstisial jaringan pada umumnya. Cairan ini memberi nutrisi pada tulang rawan sendi yang tidak mengandung pembuluh darah.3 Karakteristiknya adalah sangat kental dan jernih seperti kuning telur, tidak membeku, dan tidak bewarna atau bewarna kekuningan.3,4 Kapsul sendi terdiri dari 2 lapisan, yaitu5 : 1. Lapisan terluar : terbentuk dari jaringan ikat fibrosa rapat bewarna putih yang memanjang sampai bagian periosteum tulang yang menyatu pada sendi. 2. Lapisan terdalam : membran sinovial yang melapisi keseluruhan sendi, kecuali pada kartilago artikular. 2.2 Fisiologi Cairan Sendi Cairan sendi (sinovia) adalah lapisan cairan tipis yang mengisi ruang sendi normal, cairan sendi ini memberikan nutrisi esensial dan membersihkan sisa metabolism dari kondrosit di dalam rawan sendi. Selain itu sinovia juga berfungsi sebagai pelumas dan perekat. Sinovia (cairan sendi) normal berwarna kekuningan, bening mengandung leukosit dan tidak membeku karena tidak mengandung fibrinogen. Cairan sendi mempunyai viskositas yang tinggi. Hal ini disebabkan karena cairan sendi mengandung asam hyaluronat yang disekresi oleh fibroblast-like B cells didalam sinovium. Sinovium adalah jaringan yang menutupi seluruh permukaan sendi, kecuali weight bearing surface sendi diartrodial manusia normal.6

Gambar 1.Sendi synovial. Sendi synovial biasanya terdiri dari kartilago, sinovium dan cairan synovial.6 Cairan sendi normal adalah ultra filtrate atau dialisat dari plasma. Dengan demikian kadar ion ion dan molekul molekul kecil ekivalen dengan kadarnya di dalam plasma, sedang protein kadarnya lebih rendah. Cairan sendi juga mengandung leukosit biasanya normal < 200 sel/mm dengan jumlah sel PMN < 25%, glukosa normal kadar glukosa di cairan sendi < 10% dari glukosa darah dan asam organic seperti asam laktat dan asam suksinat.6

Tabel 1. Gambaran Analisis Cairan Sendi Normal6 Cairan Sendi PH Jumlah Leukosit PMN Limfosit Monosit Sel synovia Protein Total g/dl Albumin (%) Globulin (%) Hyaluronat g/dl Nilai Normal 7,3 7,43 13 180 0 25 0 78 0 71 0 12 1,2 3,0 56 63 37 44 0,3

2.3 Perubahan Cairan Sendi Setelah Mati Dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar karya-karya telah terkonsentrasi pada perubahan biokimia yang terjadi dalam cairan tubuh yang berbeda, tetapi penelitian terbaru dari cairan sendi telah menarik perhatian ahli biokimia forensik dan patologis. Cairan sinovial merupakan kompartemen cairan yang baik untuk diselidiki dalam ilmu reumatologi dan banyak dijadikan sebagai buku pegangan analisis cairan sendi yang tersedia. Namun hanya sedikit penelitian yang menyangkut kepentingan hukum medikolegal pada cairan synovial. Studi berkaitan dengan estimasi interval postmortem sesuai dengan perjalanan waktu aktivitas ion kalium dalam cairan sinovial kadaver.7 Dalam penelitian ini cairan sinovial disedot dari sendi lutut dengan prosedur standar sesuai diadopsi oleh DJU Plesis (1975) dari 123 kasus dengan waktu yang diketahui sejak kematian yang menjadi sasaran mediko otopsi hukum di kamar mayat dari Departemen Kedokteran Forensik dan toksikologi di Mahatma Gandhi Institute of Medical Sciences, Sevagram selama periode satu tahun Jan 2004-Desember 2004.Kondisi untuk eksklusi adalah, Mayat, yang disimpan dalam cold storage, Kasus cedera lutut, kondisi infektif sendi (rematik, arthritis dll) dan waktu yang tidak diketahui kematian dibuang. Sampel, di mana cairan sinovial berawan, berdarah, kuning sampai kehijauan berawan, keruh dan perdarahan di dalam dibuang.7

Burkahrd Madea et al (2001) mempelajari cairan sinovial dan vitreous humor, dan membandingkan kedua cairan.Kalium, natrium, klorida, kalsium, kreatinin, glukosa, urea dianalisis. Hasilnya konsentrasi kalium dalam cairan sinovial menunjukkan sedikit lebih tinggi dari vitreous humor namun kedua cairan kompartemen menunjukkan peningkatan kadar kalium dalam kursus hampir sejajar. Sahoo PC; 1998 mempelajari 84 kasus dan menunjukkan kadar kalium dalam cairan sinovial meningkat sampai 48 jam setelah

kematiannya. Akibatnya menunjukkan, cairan sinovial dapat digunakan sebagai alat pemeriksaan post mortem.Evaluasi data dalam hal program waktu selama periode postmortem berguna.Kalium memiliki korelasi cukup tinggi dan positif dengan selang waktu. Analisis cairan sinovial merupakan hal yang sedikit lebih rumit karena viskositas yang lebih tinggi.7 Cairan synovial terdiri dari (oleh Moro D.S dan Arryo M. C, 1985) glukosa, urea, nitrogen, asam urat, total protein, albumin, alkaline phosphatase, asam laktat dehidrogenase dan GOT dalam kaitannya dengan penyebab kematian dan mengamati bahwa parameter biokimia cairan sinovial yang dimodifikasi. meskipun ini modifikasi terkait lebih langsung dengan durasi proses patologis yang mengarah ke kematian daripada dengan sifat proses itu sendiri. Tingkat natrium dan glukosa dalam cairan sinovial pada mayat memiliki perubahan yang tidak teratur dengan peningkatan dalam waktu sejak kematian dan tidak ada yang signifikan korelasi ada untuk sodium dan glukosa dalam kaitannya dengan waktu sejak kematian dan tidak ada yang pasti. Persamaan bisa berkembang tanpa pengaruh umur, seks dan penyebab kematian lebih konsentrasi glukosa dan ion natrium dengan waktu sejak kematian.7,8 Perbandingan premoterm dan posmoterm cairan telah menunjukkan komponen tetap relatif konstan, yang diprediksi mengalami perubahan dan telah banyak digunakan untuk diagnostik.2 Setelah kematian , banyak perubahan physiochemical seperti Algor mortis , rigor mortis , hypostasis dan dekomposisi terjadi mengarah ke pembubaran semua jaringan lunak . Kornea berkabut terjadi setelah kematian dengan peningkatan intensitasnya sampai kornea kehilangan turgor nya apakah kelopak mata tetap terbuka atau tidak. Thanatochemistry adalah perubahan kimia yang terjadi setelah kematian .Hal ini digunakan untuk menggambarkan perubahan yang terjadi dalam komposisi kimia dari mayat manusia secepat kematian terjadi. Hal ini dapat memberikan kuantitatif pengukuran untuk menentukan interval postmortem ( PMI ).7,8 Kalium merupakan salah satu analit postmortem yang dipilih untuk

diselidiki.Konsentrasi intraselular K+ setinggi 2-40 kali konsentrasi K+ dalam plasma.Setelah

kematian, kembali ke ekuilibrium terjadi pada tingkat yang stabil karena mekanisme pemompaan tidak aktif dan dinding sel menjadi membran semipermeabel yang memungkinkan K+ bocor melalui membran untuk mendekati keseimbangan.Hipoksantin adalah produk degradasi vital metabolisme purin. Hal ini meningkatkan pada periode postmortem dan terutama berdifusi dari retina ke pusat vitreous humor.7,8,10

2.4 Perkiraan Saat Kematian Berdasarkan Perubahan Cairan Sendi Dalam 20 tahun terakhir cairan tubuh banyak digunakan untuk menetukan post mortem interval, diantaranya cairan vitrous, cairan liquor dan cairan synovial. Dalam suatu studi komparatif, menggunakan biokimia cairan synovial diantaranya sodium, potasium, klorida, kalsium, kreatinin, glukose, and urea. Pada studi ini paramater yang digunakan adalah potasium dan glukosa.Dalam penelitian lain oleh Nishat et,al. menjelaskan perkiraan dari sodium dan glukosa pada cairan synovial yang didapat dari 123 sendi lutut kadaver mengungkapkan tidak ada perubahan yang signifikan. Berbagai parameter yang banyak digunakan untuk menilai cairan sendi untuk memperkirakan waktu kematian sampai saat ini seperti glukosa, urea, nitrogen, asam urea, total protein, albumin, pospat alkalin dan asam laktat dehidrogenase. Dari 84 kasus telah memperlihatkan potassium cairan synovial meningkat hingga mencapai maksimum pada 48 jam setelah kematian.7,8 Banyak peneliti telah mempelajari tentang perubahan biokimia dilihat dari berbagai aspek dengan berbagai hasil dan beberapa perdebatan, beberapa berpendapat cairan synovial dianggap lebih terlindung dan kurang berpaparan terhadap perubahan atmosfer jika dibandingkan dengan cairan tubuh yang lain seperti cairan serebrospinal dan darah. Dengan demikian perubahan biokimia post mortem dari cairan synovial mungkin sangat membantu dalam memperkirakan post mortem interval yang bisa dikatakan mendekati akurat.8 Hasil dari suatu studi tentang pengaruh umur, jenis kelamin, sebab kematian dan konsentrasi glukosa dan sodium pada cairan synovial dan hubungannya dengan waktu kematian menyimpulkan tidak ada hubungan secara langsung.Burkahrd Madea et al (2001) meneliti cairan synovial dan cairan vitreus, tujuan penelitian adalah membandingkan kadar potassium, natirum, klorida, kalsium, kreatinin, glukosa, dan analisa urea pada kedua cairan ini, hasilnya didapatkan konsentrasi potassium pada cairan synovial memperlihatkan kadar yang sedikit tinggi dibanding dengan konsentrasi potassium cairan vitreus, tetapi secara keseluruhan peningkatan kadar potassium dari nilai normal terjadi pada kedua cairan ini.8,9

Pada jurnal Post Mortem Biochemistry- Sampling And Preservation dikatakan pengambilan sampel dan persiapan cairan bilogkal untuk analisis setelah kematian merupakan bagian penting pada pemeriksaan postmortem. Dimana analisis tersebut dapat membantu dalam menentukan penyebab kematian dan waktu kematian.Cairan sendi paling banyak diambil pada bagian supra-patear pouch, iaspirasi sebanyak 20-50mL. Cairan sinovial harus segera diperiksa beberapa jam setelah diaspirasidalam. Jika penundaan memang tidak dapt dihindari, maka sebaiknya cairan sendi disimpan dalam heparin.11 Menurut Sharana ghouda dalam Jurnal Determination of time since death by estimating sodium and potassium levels in synovial fluid pemeriksaan cairan sinovial berkaitan dengan berbagai cara kematian serta estimasi selang waktu setelah kematian. Dimana penulis melakukan penelitian dengan tujuan untuk menentukan interval postmortem dan waktu kematian dengan memperkirakan kadar natrium dan kalium dalam cairan sendi.12 Estimasi natrium dan kalium dilakukan dengan sinar fotometri di systronic mediflame dengan sinar photometer 127.Kadar natrium dan kalium dalam interval waktu yang berbeda menunjukkan korelasi positif antara waktu sejak kematian dan tingkat natrium dan kalium dalam cairan sinovial.Korelasi ini ditemukan tidak signifikan secara statistic.12 Dalam kasus kematian karena cedera mekanis waktu rata-rata sejak kematiannya adalah 19.38 jam. Tingkat rata-rata natrium dan kalium ditemukan menjadi 112.38mEq / L dan 5.14mEq / L. Ada korelasi positif antara waktu sejak kematian dan tingkat sodium (0,0502) dan kalium (0,4627). Hubungan antara waktu sejak kematian dan tingkat kalium dalam cairan sinovial ditemukan signifikan secara statistik (P <0,05) pada kematian karena cedera mekanis.12 Madea dkk ( 2001) mempelajari keduanya, cairan sinovial dan humor vitreous . Tujuannya adalah untuk membandingkan kadar kalium , natrium , klorida , kalsium , kreatinin , glukosa dan urea di kedua cairan . Disimpulkan bahwa konsentrasi kalium dalam cairan sinovial menunjukkan sedikit meningkat dan lebih dari humor vitreous.Meskipun demikian, kedua kompartemen cairan menunjukkan peningkatan konsentrasi kalium. Sahoo P.C et al mengamati bahwa kadar kalium dalam sinovial menunjukkan kenaikan yang mantap sampai maksimal 48 jam setelah kematian. 12 Hasil penelitian Sharana ghouda dkk.menunjukkan bahwa cairan sinovial dapat digunakan sebagai alat pemeriksaan postmortem. Kalium memiliki korelasi positif dan cukup

tinggi dengan selang waktu kematian.Analisis cairan sinovial agak lebih rumit karena viskositas yang lebih tinggi.Oleh karena itu formula pasti ini berkembang dengan kalium dalam kaitannya dengan waktu sejak kematian akibat cedera mekanis.12 Nishat A. Sheikh dkk. memperkirakan postmortem interval kematian dengan sodium dan glukosa dalam cairan sendi, untuk mendapatkan petunjuk untuk keandalan dan untuk menetapkan nilai acuan untuk cairan sinovial. Mereka edapatkan hasil Interval post mortem berkisar 0-48 + Jam, kasus diklasifikasikan menurut interval waktu sejak kematian (gambar 1) pertama itu dapat dinyatakan bahwa pemeriksaan parameter adalah mungkin dengan bahan yang dikumpulkan.Mereka juga menemukan tidak ada hubungan linear ada antara glukosa, natrium dan waktu sejak kematian.Sodium dan Glukosa tidak memiliki korelasi positif dengan selang waktu dan karenanya tidak ada formula yang pasti atau persamaan dapat berkembang dalam kaitannya dengan memperkirakan waktu sejak kematian.8 Sahoo P.C, 1998 mempelajari 84 kasus dan menemukankan kenaikkan signifikan kalium sinovial hingga maksimum 48 jam dari kematian. Nishat A. Sheikh dkk mencoba untukmempelajari berkorelasi efek usia, jenis kelamin, penyebab kematian terhdap konsentrasi glukosa dan natrium dalam kaitannya dengan waktu sejak kematian. mereka menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh usia, jenis kelamin dan penyebab kematian lebih konsentrasi glukosa dan natrium ion dengan waktu sejak kematian.8 Akhirnya mereka menyimpulkan tingkat sodium dan glukosa dalam kadaver cairan sinovial memiliki perubahan yang tidak teratur dengan peningkatan dalam waktu sejak kematian dan tidak ada korelasi yang signifikan untuk sodium dan glukosa dalam kaitannya dengan waktu sejak kematian dan tidak ada yang pasti persamaan dapat berkembang tanpa pengaruh umur, seks dan penyebab kematian lebih konsentrasi glukosa dan ion natrium dengan waktu sejak kematian.8 Nishat A. Sh dalam Estimation of postmortem interval according to time course of potassium ion activity in cadaveric synovial fluid memperkirakan selang postmortem dari kadar kalium dalam cairan sendi.10 Analisis nilai kalium dengan penyebab kematian dalam kaitannya dengan waktu sejak kematian , tidak ada korelasi bisa dibuat dalam penyakit termal dan asphyxial karena kurang jumlah kasus yang telah dipelajari. Tapi cedera mekanik , keracunan dan Natural menyebabkan rumus itu berkembang dalam kaitannya dengan penyebab yang spesifik. 10

Ia mendapatkan hubungan kadar kalium dengan waktu kematian sebagai berikut: 10 1. Dalam kasus kematian akibat cedera mekanik, formula pasti telah berkembang dengan kalium dalam kaitannya dengan waktu sejak kematian . Yt = 13.12 + 0,20 ( K + ) 2. Dalam kasus kematian akibat keracunan , formula yang telah berkembang dengan kalium dalam kaitannya dengan waktu sejak kematian Yt = 5.44 + 2.03 ( K + ) 3. Dalam kasus kematian karena penyebab alami , formula yang telah berkembang dengan kalium dalam kaitannya dengan waktu sejak kematian . Yt = -5,16 + 3,97 ( K + ) Yt = 5.28 + 2.20 ( k + ) Dimana k + = konsentrasi kalium dalam cairan sinovial di mEq / L Yt = diperkirakan kali sejak kematian. 5.28 = nilai statistik konstan. 2.20 = koefisien regresi . Ia menyimpulkan Ada ada positif co - hubungan yang signifikan untuk ion kalium dalam kaitannya dengan waktu sejak kematian dan persamaan yang pasti bisa berevolusi untuk perhitungan interval postmortem . Standarisasi yang ketat dari metode eksperimen kemungkinan akan menghasilkan persamaan yang lebih akurat . Penelitian ini menekankan perlunya penelitian lebih lanjut tentang cairan sendi , dengan sifat pengaruh suhu lingkungan dan sejumlah besar kasus kedua kematian alami dan tidak wajar . Persamaan kami dapat digunakan dan dapat membantu peneliti untuk sampai pada diagnosis tertentu dalam berhubungan perubahan biokimia cairan sinovial dalam kaitannya dengan waktu dan penyebab kematian , yang bisa melalui lebih banyak cahaya pada pemecahan masalah medico legal yang berkaitan dengan waktu kematian . Akurasidapat diperoleh dengan menggunakan prosedur yang digariskan dalam penelitian ini. 10

Cara pemeriksaan kadar Kalium dan Natrium


Pemeriksaan kadar kalium dan natrium dalam cairan biologikal biasanya diperiksa dengan alat flame photometer yakni sebuah metode tradisional dan sederhana untuk menentukan kalium dalam cairan biologis melibatkan teknik flame fotometri . Hal ini berdasarkan prinsip bahwa garam metal alkali ditarik ke flame (api) non-luminous akan mengionisasi, menyerap energi dari nyala api dan kemudian memancarkan cahaya dengan panjang karakteristik gelombang sebagai atom yang dipancarkan. Intensitas emisi sebanding dengan konsentrasi unsur dalam larutan. Kita mungkin akrab dengan fakta bahwa jika kita taburi garam meja ( NaCl ) ke dalam api maka akan bersinar oranye cerah (KCl memberikan warna ungu). Ini merupakan prinsip dasar fotometri api. Sebuah fotosel mendeteksi cahaya yang dipancarkan dan mengkonversi ke tegangan, yang dapat direkam. Karena K + memancarkan cahaya dari panjang gelombang yang berbeda (warna), dengan menggunakan penyaring warna tertentu emisi K+ (dalam hal ini konsentrasi K+) dapat diukur. Salah satu kelemahan dari fotometeri Api, bagaimanapun, adalah bahwa mereka merespon secara linear konsentrasi ion selama rentang konsentrasi yang agak sempit sehingga pengenceran biasanya harus dipersiapkan. Pemakaian alat agak rumit dan relatif mahal. 1. Buatlah dilusi 1/50 cairan yang akan diperiksa dengan memasukan cairan sebanyak 2ml cairan tambahkan dengan 100ml aquades. 2. Pastikan bahwa drain fotometer yang mengarah ke wastafel dan bahwa instrumen terhubung ke pasokan gas, air dan listrik. Pastikan listrik keran pasokan gas tidak aktif. 3. Nyalakan kontrol "Sensitivitas " dan instrumen " Gas " mengontrol sepenuhnya berlawanan 4. Masukkan sodium filter optik . 5. Nyalakan instrumen dan lepaskan galvanometer dengan memutar berlawanan. 6. Buka jendela mika, aktifkan sumber gas utama, sinari gas dan tutup jendela . 7. Nyalakan kontrol pasokan udara dan atur tekanan udara sampai 10 lb/in2. Biarkan selama 1-2 menit untuk menstabilkan . 8. Tempatkan gelas air suling ke posisi di sisi kiri dari instrumen dan masukkan tabung kecil dalamnya untuk memungkinkan cairan untuk melewati fotometer. ( CATATAN: jika telah diatur, fotometer harus memiliki air mengalir melalui itu setiap saat ketika cairan diukur). Tingkat penyerapan cepat, jadi pastikan selalu ada cukup air dalam

gelas beaker , fotometer harus memiliki air yang mengalir melalui itu setiap saat ketika garam. 9. Atur gas untuk memberikan api dengan kerucut biru sentral besar kemudian, dengan air yang melewati instrumen, perlahan-lahan tutup kontrol gas sampai terbentuk sepuluh kerucut biru. 10. Atur galvanometer sampai nol menggunakan " Set nol " kontrol. 11. Ganti air suling dengan 5 mM NaCl standar dan menyesuaikan " Sensitivitas " 12. kontrol sampai galvanometer membaca 100 . 13. Secara cepat tapi hati-hati, gantikan 5 mM NaCl standar dengan standar penurunan konsentrasi dari 4 mM hingga 0,25 mM dan perhatikan pembacaan pada tabel di bawah ini . 14. Jalankan air melalui instrumen lagi selama 1-2 menit kemudian tempatkan tabung imbang dalam gelas kimia yang berisi larutan yang diencerkan 50 kali (yang diperiksa) dan perhatikan pembacaan galvanometer. 15. jalankan air melalui instrumen lagi dan mengganti natrium dengan filter kalium. 16. Ulangi prosedur di atas dengan standar KCl , pengaturan 100 dengan 2,0 mM KCl , kemudian baca yang lain dalam urutan terbalik. Kemudian baca larutan yang diperiksa. 17. Plot pembacaan galvanometer terhadap Na + dan K + konsentrasi pada kertas grafik yang disediakan (grafik terpisah untuk setiap ion) dan dari kurva kalibrasi ini menentukan konsentrasi Na + dan K+ dalam cairan yang diperiksa. Terakhir, hitung konsentrasi Na + + dan K dalam larutan. Volume minimal : 2 mL untuk pemeriksaan kimia klinik Penggunaan heparin tidak di perlukan jika sampel diperiksa < 1 Jam setelah pengambilan.Sampel dapat langsung dari cairan aspirasi.

BAB III PENUTUP Kesimpulan Perkiraan waktu kematian adalah salah satu masalah yang paling penting bagi kedokteran forensik dan kepentingan hukum.Perubahan fisik dan biokimia postmortem dievaluasi bersama-sama dalam memperkirakan waktu kematian.Sebuah kompartemen terisolasi mirip dengan vitreous humor adalah cairan sinovial, yang hingga kini masih jarang digunakan untuk analisa kimia postmortem. Ion kalium dalam cairan sinovial digunakan untuk estimasi interval postmortem dan untuk menetapkan nilai referensi untuk cairan sinovial.Terdapat hubungan positif yang signifikan untuk ion kalium dalam kaitannya dengan waktu kematian dan persamaan pasti bisa berevolusi untuk perhitungan interval postmortem. Aktivitas total LDH meningkat secara linear dan signifikan secara statistik setelah kematian dan peningkatan konsentrasi alkali fosfatase terjadi hampir 2 kali dan pada 8 jam paska kematian dan 3 kali pada 18 jam paska kematian. Dengan mengambil plasma manusia normal sebagai standar, cairan sinovial postmortem selanjutnya ditandai dengan beberapa perubahan.

Anda mungkin juga menyukai