Anda di halaman 1dari 5

MICROFINANCE AS BUSINESS

Microfinance adalah penyediaan layanan keuangan untuk kalangan berpenghasilan rendah, termasuk konsumen dan wiraswasta, yang secara tradisional tidak memiliki akses terhadap perbankan dan layanan terkait. Microfinance saat ini dianggap sebagai cara yang efektif dalam pengentasan kemiskinan. Serta penyedia jasa keuangan bagi pengusaha kecil dan mikro serta berfungsi sebagai alat pembangunan bagi masyarakat pendesaan. Keuangan mikro biasanya di anggap sebagai layanan keuangan untuk klien berpenghasilan rendah dan miskin. Umumnya, istilah ini disebut lebih dekat dengan pinjaman dan jasa keuangan lainnya dari jasa perusahaan yang di akui sebagai lembaga keuangan mikro. Model bisnis keuangan mikro termasuk metode seperti persyaratan tabungan pra-pinjaman, pinjaman kelompok dan akses ke pinjaman baru, jika pinjaman sebelumnya dilunasi. Lembaga keuangan mikro muncul, ketika adaptasi miskin untuk kredit ini di sebabkan kerumitan yang terlibat dalam modus operasi lembaga keuangan dan kebutuhan keuangan masyarakat berpenghasilan rendah. Lembaga pemberi pinjaman komersial membutuhkan peminjam yang memiliki pendapatan sangat stabil dimana pokok dan bunga dapat dengan mudah di bayar ditetapkan periode waktu. Selain itu, bankir juga menetapkan jaminan dengan judul yang jelas, yang sebagian besat masyarakat berpenghasilan rendah tidak memiliki.

Pemberdayaan Usaha Mikro (UM)


Pemberdayaan LKM haruslah mencakup dua aspek ,yaitu aspek regulasi dan aspek penguatan kelembagaan. Kedua aspek ini tidak boleh berdiri sendiri harus saling terkait dan mendukung, sehingga mampu membentuk sinergi dalam pengembangan usaha mikro. Dalam aspek regulasi, berdasarkan studi kasus dan pengalaman selama ini masih terbatasnya layanan kerangka hukum keuangan mikro, kurang memadainya peraturan pengawasan, serta masih diterapkannya bentuk kredit bersubsidi dengan target sasaran tertentu, tanpa mendesain system tabungan sebagai investasi masyarakat. Sedangkan dalam aspek kelembagaan secara ekonomi di tingkat pedesaan belum tersentuhnya kelembagaan yang memungkinkan masyarakat turut serta berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengelolaannya. Oleh karena itu

instrumen yang dibutuhkan dengan menghadirkan pembentukan Badan Usaha yang dapat mengayomi kesempatan berusaha bagi masyarakat yakni melalui BUMDes.

PERKEMBANGAN BISNIS KEUANGAN MIKRO DI INDONESIA


Permasalahan yang dihadapi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah keterbatasan akses permodalan, pemasaran, teknologi dan manajemen usaha. Menurut hasil survey Wilijo Wiro Wijino (2005), menunjukkan bahwa UMKM memanfaatkan sumber permodalan berasal dari koperasi 20% , lembaga keuangan non bank 10%, bank 6%, perorangan 21%, intern keluarga 17%, dan sisanya berasala dari Modal Ventura dan sumber permodalan lainnya. Sedangkan menurut data dari kementrian KUMKM tahun 2010, jumlah Lembaga Keuangan Mikro (LKM) baik yang berbentuk Koprerasi dan bukan Koperasi (LKM B3K) sebanyak 627.888 unit, jumlah ini tentu saja sangat timpang jika dibandingkan dengan jumlah Usaha Mikro dan Kecil yang memerlukan permodalan yang jumlahnya kurang lebih 52,7 juta Usaha Mikro dan Kecil, jika merujuk pada data Bank Dunia (2010), sebanyak 131 orang penduduk Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa supply Keuangan Mikro masih sangat kecil jika dibandingkan dengan demand untuk bidang ini. Banyaknya jenis Lembaga Keuangan Mikro yang tumbuh dan berkembang di Indonesia menunjukkan bahwa Lembaga Keuangan Mikro sangat dibutuhkan masyarakat, terutama kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Kebijakan Nasional keuangan mikro yang ada pada saat ini masih belum mampu mengatasi berbagai keterbatasan keuangan mikro dalam memperluas pelayanan dalam mendukung permodalan bagi UMKM. Oleh karena itu, diperlukan rumusan kebijakan keuangan mikro yang mencakup regulasi, penguatan permodalan , SDM yang dapat menumbuhkembangkan keuangan mikro secara efisien dan berkelanjutan. Berkembangnya perekonomian Indonesia mendorong meningkatnya daya beli dan menggairahkan dunia usaha termasuk sector perikanan dan pertanian. Agar perkembangan di sector ini dapat berjalan dengan sector lainnya, maka keberadaaan Lembaga Keuangan Mikro akan sangat diperlukan. Hal ini merujk pada fakta bahwa supply lebih kecil dari pada Demand pada Bisnis Keuangan Mikro. Saat ini kebutuhan tehadap Lembaga Keuanga Mikro sudah sedemikian mendesak, namun ternyata SDM yang kompeten untuk bidang ini sangat langka. Hal ini merupakan kesempatan bagi pihak terkait untuk menyiapkan Lembaga Keuangan Mikro.

Tiga pilar utama dalam Bisnis Keuangan Mikro :

1. Tabungan mikro 2. Kredit mikro 3. Asuransi mikro

Karakteristik Usaha Mikro dan Kecil (UMK) berbeda dengan Usaha Menengah Besar (UMB). Pada kelompok UKM unsure social budaya masih melekat sangat kuat sehingga dalam kurikulum pendekatan-pendekatan social budaay merupakan pelajaran dasar sebelum pelajaran-pelajaran manajemen, teknis operasioanal dan teknologi. Sesuai dengan UKM, maka Koperasi sebagai sebuah konsep ideologi, manajemen dan bisnis tentunya merupakan wadah dari pelajaran yang akan dikembangkan oleh Koperasi di Indonesia.

Bisnis yang Di Jalankan Microfinance untuk Mendapatkan Profit


Kajian ilmiah dari para peneliti microfinance pada buku ini menunjukkan bahwa seluruh bank yang menjadi obyek kajian memperoleh keuntungan yang signifikan dari menjalankanmicrofinance. Bahkan bidang usaha microfinance terbukti tetap tegar walau terdapat krisis yang menimpa perekonomian. BRI sebagai contoh, yang telah memisahkan Divisi Microfinance secara mandiri dari segi usaha, berhasil menyelamatkan bank secara keseluruhan, karena adanya microfinance. Hal ini disebabkan karena microfinance tetap menghasilkan profit semasa krisis dan dapat menyediakan pendanaan yang memadai bagi Divisi non-Micro. Sementara di Ekuador pada tahun 1999, di mana 45% dari seluruh lembaga keuangan ditutup, Banco Solidario yang memfokuskan usahanya pada microfinance, tidak saja dapat menghindari penutupan, namun juga berhasil menghasilkan laba . Hal di atas menunjukkan bahwa, apabila di masa krisis saja microfinance dapat menghasilkan keuntungan, apalagi bila dijalankan secara benar pada kondisi perekonomian yang normal. Pertanyaannya sekarang, mengapa hal tersebut dapat terjadi?Kajian pada Sonali Bank di Bangladesh menunjukkan bahwa microfinance merupakan bisnis yang baik, cara meninjau dari besarnya repayment dan tabungan yang didapatkan dari orang miskin. Hal tersebut disebabkan karena orang miskin merupakan peminjam yang lebih baik dari orang kaya. Selanjutnya di antara orang miskin, perempuan adalah peminjam yang lebih baik dari pria. Untuk itulah tidak mengherankan bila banyak lembaga keuangan mikro yang mengkhususkan untuk memberikan kredit kepada perempuan.

Di samping itu, orang miskin khususnya pengusaha mikro, tidak terlalu memperhitungkan besarnya suku bunga kredit yang dibebankan kepada mereka, asalkan kredit tersedia kepada mereka pada saat dibutuhkan. Karena itu tidak mengherankan bila kredit mikro tetap diambil oleh orang miskin walaupun adakalanya suku bunga kredit mikro lebih tinggi dibandingkan kredit komersial. Hasil penelitian menjelaskan bahwa secara simultan variabel kompensasi yang terdiri dari gaji, insentif, tunjangan ndan jaminan kesehatan mempunyai pengaruh secara simultan terhadap kepuasan kerja karyawan LKM Artha Pratama dan Kusuma Abadi Malang, sedangkan secara parsial variabel kompensasi yang mempunyai pengaruh adalah gaji, insentif dan jaminan kesehatan dan variabel yang tidak mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja adalah tunjangan.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.depdagri.go.id/article/2011/09/12/ BLOGNYA CHAYANK MANKTABBBSSS
http://www.powershow.com/view/a0b7ZGM2M/PEMBIAYAAN_PERTANIAN_MELALUI_PENGEMBANGAN_LEMBAGA_KEUANGAN_MIKRO_A GRIBISNIS_LKMA_DALAM_UPAYA_MENINGK_powerpoint_ppt_presentation http://agus.arijanto.staff.mercubuana.ac.id/dl.php http://repository.unand.ac.id/428/

Anda mungkin juga menyukai