Anda di halaman 1dari 13

REFERAT STRATEGI PENANGANAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO STROKE MAUPUN STRATEGI PENCEGAHAN KEJADIAN RECURRENT STROKE SESUAI EVIDENCEBASED-MEDICINE

BAB I PENDAHULUAN

1. A. Latar Belakang Sampai saat ini stroke masih menjadi masalah di dunia. Di Amerika Serikat, stroke menduduki urutan ketiga penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker. Stroke menimbulkan dampak yang sangat besar dari segi ekonomi dan sosial karena biaya pengobatan dan perawatannya yang sangat tinggi, disamping itu stroke juga menimbulkan dampak sosial akibat gejala sisa sehingga penderita tidak mampu beraktifitas seperti sebelumnya. Di Indonesia data nasional stroke menunjukkan angka kematian tertinggi sebesar 15,4% dan di Jawa Tengah, kasus stroke tertinggi berada di kota Semarang yaitu sebanyak 3.986 kasus (17,1%) (Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas, 2007). Sekitar 85% dari semua stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau infark. Stroke iskemik pada dasarnya terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Pada keadaan normal, aliran darah otak adalah 58ml/100gram jaringan otak/menit. Bila hal ini turun sampai 18ml/100gram jaringan otak setiap menit maka aktivitas listrik neuron terhenti tapi struktur sel masih baik, sehingga gejala klinis masih reversibel. Penurunan aliran darah ini jika semakin parah dapat menyebabkan jaringan otak mati, yang sering disebut sebagai infark sehingga akan terjadi perubahan fungsi dan struktur otak yang reversibel (Gofir, 2009). Sejak kira-kira tahun 1970, penelitian cohort berskala besar memberikan informasi akan faktorfaktor risiko stroke, yang banyak diantaranya dapat dicegah baik dengan pola hidup sehat maupun dengan obat. Pada tahun-tahun tersebut beberapa penelitian untuk mengetahui prevensi stroke yang optimal banyak dilakukan. Kegagalan untuk mengidentifikasi dan menangani faktor

resiko stroke secara optimal akan berperan didalam kejadian recurrent stroke dan kematian karena penyakit cerebrovaskuler (Saccoet al, 2006). Upaya prevensi kejadian stroke ulang (recurrent stroke) merupakan salah satu perkembangan yang cukup berarti didalam manajemen pasien stroke pada 30 tahun terakhir ini. Hingga tahun 1977 belum ada strategi prevensi stroke yang terbukti. Upaya untuk prevensi stroke yang baik berupa prevensi primer maupun sekunder harus didasarkan pada evidence-based-medicine. Untuk itu penulis tertarik untuk membahas rekomendasi terbaru didalam strategi penanganan faktor-faktor resiko stroke maupun strategi pencegahan kejadian recurrent

stroke sesuai evidence-based-medicine pada tinjauan pustaka ini.

1. B.

Rumusan Masalah

Bagaimana strategi penanganan faktor-faktor rIsiko stroke maupun strategi pencegahan kejadian recurrent stroke sesuai evidence-based-medicine.

1. C. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui strategi penanganan faktor-faktor rIsiko stroke maupun strategi pencegahan kejadian recurrent stroke sesuai evidence-based-medicine.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. A. Definisi

Stroke menurut WHO adalah suatu sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit). Gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian. Sedangkan stroke iskemik ialah stroke yang timbul akibat thrombosis atau embolisasi yang terjadi dan mengenai pembuluh darah otak yang menyebabkan obstruksi aliran darah otak yang mengenai satu atau lebih pembuluh darah. Stroke iskemik akut adalah gejala klinis defisit neurologis fokal yang timbul akut dan berlangsung lebih lama dari 24 jam dan cenderung menyebabkan kematian ( Lumbantobing, 2011). 1. B. Prevensi Stroke pada atrial fibrilasi

Atrial fibrilasi (AF) merupakan gangguan irama yang banyak menyerang pria dewasa, AF ditemukan pada 1-1,5% populasi di Negara-negara barat dan merupakan salah satu faktor resiko independen stroke. Usaha prevensi primer baik dengan terapi farmakologi maupun nonfarmakologi ternyata dapat mengurangi kejadian stroke karena AF. Berbagai pendekatan terapi yang baru banyak dikembangkan namun prevensi kejadian AF yang berulang mungkin merupakan salah satu perlindungan terbaik untuk stroke karena AF dan mampu menurunkan prevalensi stroke hingga 25%.

Prevensi primer dan sekunder serangan stroke pada AF

Farmakoterapi 1) Terapi Upstream dan modifikasi factor resiko (ACEI, ARBs (sartan), statin,

digitalis, amiodarone, -bloker, calcium antagonis) 2) 3)


Platelet inhibitor (aspirin, clopidogrel, ticlopidine (dicabut)) Multitarget (inhibitor koagulasi) Antagonis vit K (warfarin, phenprocoumon, acenocumarol) Heparin (unfractionated Heparin (UFH), low molecular weight heparin (LMWH)) Selective inhibitors faktor-faktor koagulasi

4)

Factor Xa inhibitor:

Short-acting, direct inhibitors (rivaroxaban (BAY 597939)) Long-acting, indirect inhibitors (idraparinux, biotinylated idraparinux)

Factor IIa (thrombin) inhibitors. Direct oral thrombin inhibitors (ximelagatran/melagatran (dicabut karena toksisitas liver), dabigatran (BIBR-1048))

Non-farmakoterapi 1) 2) 3) 4) 5) Modifikasi faktor resiko Electrical cardioversion Electrical ablation of right atrial conductive tissue Percutaneous left atrial appendage occlusion (PLAATO) Minimally invasive surgical isolation of the LAA (Maize, COX procedure

1. C.

Prevensi Stroke pada Hipertensi

Setelah masa akut stroke terlampaui, semua guideline sepakat hipertensi harus dikendalikan untuk mencegah terjadinya stroke ulang (prevensi sekunder). Tekanan darah merupakan faktor prediktif yang sangat kuat untuk terjadinya stroke pertama maupun stroke ulang. JNC-7 merekomendasikan penggunaan ACEI dan/atau diuretik thiazide untuk prevensi sekunder pada pasien yang pernah mengalami TIA dan stroke (Messe, 2006) Evidence-based-medicine dalam pelayanan medic untuk prevensi stroke pada hipertensi berdasarkan Scottish Intercollegiate Guidelines Netwotk (2008) adalah sebagai berikut:

Pertanyaan

Rekomendasi

Terapi antihipertensi direkomendasikan untuk mencegah stroke rekuren dan kejadian vascular lainnya pada pasien yang pernah mengalami stroke iskemik dan diluar periode hiperakut. Class I Level of evidence A

Mengingat manfaat yang meluas pada pasien yang dengan atau tanpa riwayat hipertensi, rekomendasi ini harus dipertimbangkan untuk semua pasien stroke iskemik dan TIA Class IIa Level of evidence B

Target dan penurunan tekanan darah absolut tidak pasti dan bersifat individual, tetapi ada manfaat dengan penurunan ratarata -10/5 mmHg dan tingkat tekanan darah normal telah didefinisikan <120/80 oleh JNC-VII Class IIa Level of evidence B

Beberapa

modifikasi

gaya

hidup

dihubungkan

dengan Class IIb Level of evidence C

penurunan tekanan darah dan harus dimasukkan sebagai bagian dari pendekatan terapi komprehensif antihipertensi.

Regimen obat yang optimal masih belum diketahui dengan pasti, tetapi bukti yang ada mendukung penggunaan diuretik dengan ACE-I. pilihan obat dan target spesifik harus dibuat secara individual berdasarkan pada data klinis dan pertimbangan yang ada serta karakteristik pasien spesifik (seperti penyakit oklusif serebrovaskular ekstra kranial, gangguan ginjal, penyakit jantung, dan DM). Class I Level of evidence A

1. D.

Prevensi Stroke pada TIA

Pasien dengan transient ischemic attack (TIA) mempunyai resiko untuk mengalami short-term recurrent stroke, gangguan kardiovascular, dan kematian. Evidence-based medicine dalam pelayanan medik untuk prevensi stroke ulang pada TIA atau stroke berdasarkan pada American Heart Association/American Stroke Association(Sacco et al, 2006) adalah: Ads not by this site Pertanyaan Rekomendasi

Aspirin (50 hingga 325 mg/dL), kombinasi aspirin dan extendedrelease dipiridamol, serta coplidogrel, semuanya adalah pilihan yang dapat diterima untuk awal terapi awal* Class I, Level of Evidence A

Kombinasi aspirin dan extended-release dipyridamole lebih direkomendasikan daripada pemberian aspirin tunggal

Class I, Level of Evidence B

1. E.

Prevensi Stroke pada Diabetes Melitus

Penderita diabetes rentan terhadap komplikasi vaskuler termasuk stroke. Masih belum jelas apakah kontrol gula darah yang ketat pada pasien DM akan secara bermakna mengurangi resiko stroke terjadinya stroke yang pertama (prevensi primer) maupun stroke ulang (prevensi sekunder). Evidence-based-medicine dalam pelayanan medik untuk prevensi stroke ulang pada diabetes mellitus menurut Scottish Intercollegiate Guidelines Network (2008) adalah sebagai berikut: Pertanyaan Rekomendasi

Pengendalian tekanan darah dan kadar lemak yang ketat harus dipertimbangkan pada pasien dengan diabetes. Class IIa, Level Target kadar HBA1c seharusnya 7% of evidence B

Walaupun semua golongan antihipertensi utama sesuai untuk pengendalian tekanan darah, sebagian besar pasien memerlukan > 1 macam obat. ACE-I dan ARB lebih efektif dalam menurunkan progresivitas penyakit ginjal dan direkomendasikan sebagai obat pilihan pertama untuk pasien dengan diabetes mellitus. Class I, Level of evidence A

Class I, Level of Pengendalian glukosa direkomendasikan sampai kadar yang hampir normoglikemik pada pasien diabetes dengan stroke iskemik atau TIA untuk mengurangi komplikasi mikrovaskuler evidence A

1. F.

Prevensi Stroke pada Dislipidemia

walaupun hiperlipidemia meningkatkan resiko stroke akibat adanya aterosklerosis, terutama pada penderita stroke usia muda, namun peranannya pada stroke ulang masih belum jelas.

Evidence based medicine dalam pelayanan medik untuk prevensi stroke ulang pada TIA atau stroke iskemik dengan dislipidemia berdasarkan Scottish Intercollegiate Guidelines

Netwotk (2008) adalah sebagai berikut: Pertanyaan Rekomendasi

Statin dapat diberikan kepada pasien yang mengalami stroke iskemik, tanpa memandang tingkat kolesterolnya. A

Atorvastatin (80mg) dapat dipertimbangkan untuk pasienpasien dengan TIA atau stroke iskemik. A

Derivate statin yang lain (seperti simvastatin 40mg) mungkin juga digunakan untuk mengurangi resiko kejadian gangguan vaskular mayor A

Terapi statin untuk prevensi gangguan vascular berikutnya pada pasien pasca stroke haemoragik tidak direkomendasikan secara rutin, kecuali jika resiko gangguan vascular berikutnya tersebut lebih besar dari resiko perdarahan ulang. A

1. G.

Prevensi Stroke dengan Riwayat Stroke Perdarahan

Evidence-based-medicine dalam pelayanan medik untuk prevensi stroke ulang pada TIA atau stroke iskemik berdasarkan Scottish Intercollegiate Guidelines Netwotk (2008) adalah sebagai berikut: Ads not by this site Pertanyaan Rekomendasi

Pernurunan tekanan darah pasca PIS menggunakan kombinasi terapi ACE inhibitor dan diuretic tiazid (thiazide diuretic) dipertimbangkan untuk mencegah serangan/gangguan vascular A

Penggunaan

aspirin

pasca

PIS

untuk

mencegah

serangan/gangguan vaskuler tidak direkomendasikan jika resiko rendah terjadinya serangan ulang B

Penggunaan

aspirin

pasca

PIS

untuk

mencegah

serangan/gangguan vaskuler dipertimbangkan jika resiko tinggi terjadinya serangan ulang C

1. H.

Prevensi Stroke dengan Perubahan Pola Hidup

terjadinya stroke ulang maupun gangguan vascular lain yang muncul setelah mengalami serangan stroke maupun TIA dapat dicegah dengan penanganan terpadu, dengan pendekatan multifactorial. Evidence-based-medicine dalam pelayanan medic untuk prevensi faktor risiko stroke berdasarkan pada American Heart Assosiation/American Stroke Association (Sacco et al, 2006) adalah sebagai berikut:

Faktor Resiko Pertanyan Rekomendasi

Semua pasien stroke iskemik atau TIA yang pernah merokok dalam tahun sebelumnya sangat dianjurkan untuk tidak merokok Class I, Level of evidence C

Class IIa, Level Menghindari sebagai perokok pasif of evidence C

Konseling produk nikotin, dan obat oral untuk menghentikan merokok diketahui efektif untuk Merokok perokok Class IIa, Level of evidence B

Pasien dengan stroke iskemik sebelumnya atau TIA yang pernah menjadi peminum berat harus menghilangkan Alkohol alkohol atau mengurangi konsumsi Class I, Level of evidence A

Penurunan

berat

badan

mungkin

dapat

dipertimbangkan pada semua pasien stroke iskemik atau TIA dengan berat badan berlebihan untuk mempertahankan target BMI sebesar 18,5 hingga 24,9 kg/m2 dan lingkar pinggang <35 cm pada wanita dan <40cm pada pria. Dokter harus mendorong dilakukannya pengaturan Class IIb, Level of evidence C

keseimbangan intake kalori, aktivitas fisik dan Obesitas konseling perilaku.

Individu dengan stroke iskemik atau TIA yang mampu melakukan aktivitas fisik, setidaknya 30 menit latihan fisik dengan intensitas moderat setiap harinya dipertimbangkan untuk

menurunkan factor risiko dan kondisi lain yang meningkatkan kemungkinan rekurensi stroke. Individu Aktivitas fisik iskemik, dengan latihan disabilitas fisik setelah stroke dengan Class IIb, Level of evidence C

therapetik

pengawasan direkomendasikan.

BAB III PENUTUP

1. A. Kesimpulan Usaha prevensi faktor rIsiko stroke merupakan upaya yang cukup berarti untuk menurunkan kejadian stroke primer maupun sekunder (recurrent stroke), prevensi stroke berdasarkan evidence-based-medicine diharapkan dapat memberikan hasil yang maksimal dalam pencegahan kejadian stroke primer maupun sekunder. 1. B.

Saran

Sebagai dokter umum sebaiknya memahami dapat memberikan edukasi dalam pencegahan stroke primer maupun sekunder sesuai dengan faktor resiko pada pasien.

Sebaiknya pada pasien post stroke dan keluarga selalu diberi motivasi dan edukasi mengenai pentingnya prevensi faktor resiko agar dapat mengurangi kejadian recurrentstroke.

DAFTAR PUSTAKA

Gofir A., 2009. Klasifikasi Stroke dan Jenis Patologi Stroke, Dalam : Manajemen Stroke. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press hal.45-9. Lumbantobing S.M., 2011. Stroke, Dalam : Neurogeriatri. Jakarta : FKUI hal.95-103. Sacco, RL, Adam R, Chair V, Albers G, Alberts MJ, Benaventa O, Furie K, Goldstein LB, Gorelick P, Halperan J, Harbaugh R, Johnston SC, Katzan I, Kelly-hayes M, Kenton EJ, Marks M, Schamm LH, Tomsick T,2006. Guidelines for Prevention of Stroke in Patiens With Iskhemic Stroke or Transient Ischemic Attack. A Statement for Healthcare Profesionals from the American Heart Association/American Stroke Association Council on Stroke. Stroke, ;37:577617. Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2008. Management of patients with stroke or TIA: Assesment, intestigation, immediate management and secondary prevention.Edinburgh (Scotland). Scottish Intercollegiate Guidelines Network.

Anda mungkin juga menyukai