Pendahuluan
Acquired immune deficiencyd syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit relatif baru yang ditandai dengan adanya kelainan yang kompleks dari sistem pertahanan seluler tubuh dan menyebabkan korban menjadi sangat peka terhadap mikroorganisma oportunistik. Gambaran klinik yang menyolok dari AIDS ialah adanya infeksi oportunistik dan neoplasia pada individu yang sebelumnya sehat. Infeksi oportunistik dan neoplasia pada penderita AIDS merupakan penyakit yang menimbulkan kematian dengan harapan hidup selama 23 tahun setelah timbulnya secara penuh manifestasi klinik (full-blown) AIDS.
Pendahuluan
AIDS merupakan persoalan kesehatan masyarakat yang sangat penting di beberapa negara dan bahkan mempunyai implikasi yang bersifat internasional dengan angka mortalitas yang persentasenya di atas 80 persen pada penderita 3 tahun setelah timbulnya manifestasi kliniks AIDS. Etiologi AIDS ialah human immunodeficiency virus (HIV), suatu nama yang berdasarkan konvensi telah diterima pada tahun 1986. Sebelumnya virus tersebut dinamai untuk pertama kalinya sebagai Lymphadenopatyassociated virus (LAV) atau Human T-lymphotropic virus type III (HTLV-III).
Pendahuluan
Virus AIDS bersifat limfotropik khas dan mempunyai kemampuan untuk merusak sel darah putih spesifik yang disebut limfosit Thelper atau limfosit pembawa factor T4 (CD4). Virus ini dapat mengakibatkan penurunan jumlah limfosit T-helper secara progresif dan menimbulkan imunodefisiensi serta untuk selanjutnya terjadi infeksi sekunder atau oportunistik oleh kuman, jamur, virus dan parasit serta neoplasma. Sekali virus AIDS menginfeksi seseorang, maka virus tersebut akan berada dalam tubuh korban untuk seumur hidup.
Pendahuluan
Individu yang telah terinfeksi oleh HIV dapat diklasifikasikan menjadi empat golongan, yaitu: 1. Tanpa adanya tanda-tanda imunosupresi pembawa virus asimptomatik 2. Dengan limfadenopati pada ketiak, leher dan lain-lain: persistent generalized lymphadenopathy( PGL). 3. Simptomatik dengan gejala kelelahan, demam dan kerusakan sistem imunitas: AIDS-related complex (ARC). 4. Simptomatik dengan ancaman jiwa (life threatening) akibat adanya infeksi oportunistik dan sarcoma kaposi: full-blown AIDS.
Definisi
AIDS atau Sindrom Kehilangan Kekabalan Tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia sesudah sistem kekebalannya dirusak oleh virus HIV. Akibat kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena berbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit, dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. Selain itu penderita AIDS sering sekali menderita keganasan, khususnya sarkoma Kaposi dan limfoma yang hanya menyerang otak.
Epidemiologi
Penderita pada umumnya berumur antara 15-60 tahun tanpa penyakit imunodefisiensi maupun mendapat terapi obat imunosupresi. Menurut laporan pada bulan September 1985, di AS kasus penyakit ini sudah mencapai 13.000. Di Eropa peningkatan kasus juga sangat cepat. Pada akhir tahun 1984 di Perancis ditemukan 3 kasus baru per minggu. Di Jerman Barat dan Inggris angka ini 2 kasus tiap minggu, sedangkan di Swiss dan Belanda tiap minggu ditemukan 1 kasus AIDS.
Epidemiologi
Menurut catatan hingga 31 Maret 2006 jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di seluruh indonsia ialah HIV 4332, AIDS 5822, semuanya 10.154. Kasus HIV/AIDS yang terbanyak di DKI Jakarta 3601, peringkat II Papua 1633, peringkat III Jawa Timur 1031. Di seluruh dunia lebih dari 40 juta orang terkena AIDS pada tahun 2004.
Aspek virologi AIDS Etiologi AIDS secara virology termasuk golongan Retrovirus, yaitu family Retroviridae. Virus AIDS termasuk golongan virus RNA, mula-mula dimasukkan dalam subfamilia Oncovirinae, tetapi kemudian dikoreksi oleh Gonda dan kawan-kawan, menjadi subfamily Lentivirinae. Retrovirus sangat dikenal karena kemampuannya untuk menginduksi terjadinya tumor.
Cara menginaktifkan virus AIDS HIV dapat ditemukan dalam darah, produk darah (serum, plasma, fraksi VIII), semen, saliva, air mata, otak dan kelenjar limfe. Virus AIDS dalam bahan tersebut dapat bertahan hidup sampai 7 hari pada suhu kamar. Inaktivasi kimiawi terhadap HIV dapat dilaksanakan dengan menggunakan etanol 25% dan glutaradehid 1%.
Cara menginaktifkan virus AIDS HIV dapat diinaktifkan pada suhu 560C selama 30 menit HIV tidak dapat diinaktifkan dengan radiasi sinar gamma yang berkekuatan 2.5 x 105 rad atau dengan sinar ultraviolet dosis tinggi. Hambatan pada proses replikasi virus merupakan langkah yang sangat penting dalam proses penyembuhan AIDS
Patogenesis
Cara penularan terutama melalui darah, cairan tubuh, dan hubungan seksual. Virus HIV ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan sperma dan darah, sedangkan dalam jumlah kecil ditemukan dalam air liur dan air mata. HIV menginfeksi sistem imun terutama sel CD4 dan menimbulkan destruksi sel tersebut. Sistem imun dikuasai oleh virus yang berproliferasi cepat di seluruh tubuh. Bila sel CD4 turun di bawah 100/l, infeksi oportunistik dan keganasan meningkat. Demensia HIV dapat terjadi akibat bertambahnya virus di otak.
Gejala klinis dan kriteria diagnosis Tingkat Klinis 1 (Asimptomatik / Limfadenopati Generalisata Persisten (LGP) ) - Tanpa gejala sama sekali - LGP Pada tingkat ini penderita belum mengalami kelainan dan dapat melakukan aktivitas normal.
HIV akut/primer 500 1000 Asimtomatis Simptomatis dini Simptomatis lanjut 200 750 100 500 0 200
Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan odha terdiri atas : Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat ARV Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai penyakit infeksi HIV, seperti jamur, TBC, toksoplasma, sarcoma, limfoma dan kanker serviks Pengobatan suportif, yaitu makanan, psikososial dan agama serta juga tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersiahan.
Penatalaksanaan
Golongan/nama obat Nucleoside RTI Abacavir (ABC) Didanosine (ddl) 300 mg setiap 12 jam 400 mg sekali sehari, jika BB < 60 kg 250 mg 250 mg juga diberikan jika dikombinasi dengan TDF 150 mg setiap 12 jam atau 300 mg sekali sehari 40 mg setiap 12 jam, jika BB < 60 kg 30 mg 300 mg setiap 12 jam 300 mg sekali sehari Dosis
Lamivudine (3TC) Stavudine (d4T) Zidovudine (ZDV atau AZT) Nucleotide RTI Tenofovir (TDF)
Penatalaksanaan
Non-nucleoside RTIs Efavirens (EFV) 600 mg sekali sehari
Nevirapine (NVP)
Protease inhibitors Indinavir/ritonavir (IDV/r)
Lopinavir/ritonavir (LPV/r)
400 mg/100 mg setiap 12 jam, (533 mg/133 mg setiap 12 jam bila dikombinasi dengan EFV atau NVP
1250 mg setiap 12 jam
Nelfinavir (NFV)
Saquinavir/ritonavir (SQV/r)
Ritonavir (RTV, r)
Penatalaksanaan
A. Tujuan pengobatan ARV a) Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat b) Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan HIV c) Memperbaiki kualitas hidup ODHA d) Memulihkan fungsi kekebalan tubuh e) Menekan replikasi virus secara maksimal dan secara terus menerus
Penatalaksanaan
B. Indikasi ARV ARV segera dimulai manakala infeksi HIV telah ditegakkan secara laboratoris disertai salah satu kondisi dibawah ini : Infeksi HIV stadium IV, tanpa memandang jumlah CD4 Infeksi HIV stadium III dengan jumlah CD4 <350/mm3 Infeksi HIV stadium I atau II dengan jumlah CD4 <200/mm3
Penatalaksanaan
Pada pedoman WHO terdahulu (Aplil 2002) direkomendasikan bahwa rejimen lini pertama terdiri atas dua NRTI ditambah salah satu NNRTI atau abacavir, atau protease inhibitor. EFV dapat dipakai sebagai NNRTI pilihan untuk pasien dengan koinfeksi TB-HIV, sedangkan NVP merupakan pilihan terbaik bagi perempuan usia subur atau hamil.
Penatalaksanaan
Perlu pula mempertimbangkan peggunaan ARV dalam bentuk kombinasi tetap yang terjamin mutunya (Fixed dose combination/FDC). Ada 4 kemungkinan rejimen kombinasi tetap yaitu : AZT+3TC+NVP d4T+3TC+NVP AZT+3TC+EFV d4T+3TC+EFV
Penatalaksanaan
Jika gagal pada pengobatan lini pertama maka diganti dengan TDF/ABC+ddl+LPV/r atau SQV/r Untuk umur <3 tahun atau BB <10kg, berikan NVP+3TC+d4T/AZT sedangkan jika usia >3 tahun atau BB >10 kg berikan NVP/EFV+3TC+AZT/d4T. Sedangkan untuk pemberian ARV terhadap pasien TBC harus diperhatikan interaksi antara OAT dengan ARV, terutama efek hepatotoksisitasnya.
Penatalaksanaan
CD4 Rejimen yang dinjurkan Keterangan
CD4 <200/mm3
Mulai terapi TBMulai ARV segera setelah Dianjurkan ARV terapi TB dapat ditoleransi (antara 2 minggu hingga 2 bulan). Kombinasinya AZT/d4T+3TC+EFV. Setelah OAT selesai maka bila perlu EFV dapat diganti dengan NVP. Bila NVP terpaksa harus digunakan bersama dengan OAT maka dilakukan pemantauan funsi hati (SGOT/SGPT) secara ketat. Pertimbangkan ARV
Tunda ARV
Mulai terapi TB
Pertimbangkan ARV