Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN HASIL SOSIALISASI PANGAN LOKAL DI SMAN 1 TENGGARANG, BONDOWOSO

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN LOKAL

disusun oleh: KELOMPOK A2 NUR KHOTIJA RIZKI KURNIAWAN EMI KURNIWATI SEPTI WULANDARI NUR WAHYU HIDAYANTI (121710101008) (121710101009) (121710101021) (121710101042) (121710101043)

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2014

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan rumah

tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Pangan merupakan salah satu dari tiga kebutuhan primer yang harus dipenuhi. Demi mewujudkan ketahanan pangan yang baik, maka perlu dicanangkan beberapa program. Salah satunya memajukan pangan lokal. Indonesia kaya akan pangan lokal yang pada masing-masing daerah memiliki potensi pangan lokal yang berbeda-beda. Pangan lokal merupakan produk pangan yang telah lama diproduksi, berkembang dan dikonsumsi di suatu daerah atau suatu kelompok masyarakat lokal tertentu. Umumnya produk pangan lokal diolah dari bahan baku lokal, teknologi lokal, dan pengetahuan lokal pula. Di samping itu, produk pangan lokal biasanya dikembangkan sesuai dengan preferensi konsumen lokal pula. Produk pangan lokal ini berkaitan erat dengan budaya lokal setempat, sehingga produk ini sering kali menggunakan nama daerah, seperti gudek jokya, dodol garut, jenang kudus, beras cianjur, dan sebagainya. Pangan lokal menjadi identitas dan berpotensi meningkatkan perekonomian masyarakat di wilayah tersebut. Inovasi dan kreativitas sangat diperlukan dalam pemanfaatan pangan lokal agar kualitas yang melimpah juga dapat diimbangi dengan pemanfaatan yang maksimal. Namun kendala saat ini adalah masyarakat tidak memanfaatkan pangan lokal yang ada secara maksimal. Hampir sebagian masyarakat masih berpaku pada satu produk yang dapat dihasilkan dari pangan lokal tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya pensosialisasian tentang pemanfaatan pangan lokal secara maksimal, sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.

1.2

Tujuan Tujuan dari sosialisasi di SMAN 1 Tenggarang, Bondowoso adalah untuk

mengenalkan pangan lokal kepada siswa SMA. Sehingga harapannya pemahaman tentang pemanfaatan pangan lokal dapat tertanam kepada mereka dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari hari.

1.3

Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh dari sosialisasi di SMAN 1 Tenggarang

adalah sebagai berikut : a. Siswa memahami pentingnya mengkonsumsi pangan lokal yang ada di Indonesia, b. Siswa memahami pentingnya diversifikasi pangan dan pengoptimalan pangan lokal daerah, dan c. Memperkenalkan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Jember ke siswa/siswi SMAN 1 Tenggarang.

BAB 2. REVIEW LITERATUR

2.1 Pangan lokal Pangan lokal merupakan produk pangan yang telah lama diproduksi, berkembang dan dikonsumsi di suatu daerah atau suatu kelompok masyarakat lokal tertentu. Umumnya produk pangan lokal diolah dari bahan baku lokal, teknologi lokal, dan pengetahuan lokal pula. Di samping itu, produk pangan lokal biasanya dikembangkan sesuai dengan preferensi konsumen lokal pula. Sehingga produk pangan lokal ini berkaitan erat dengan budaya lokal setempat. Karena itu, produk ini sering kali menggunakan nama daerah, seperti gudek jokya, dodol garut, jenang kudus, beras cianjur, dan sebagainya (Hariyadi, 2010) Aneka ragam pangan lokal tersebut berpotensi sebagai bahan alternatif pengganti beras. Sebagai contoh, di Papua ada beberapa bahan pangan lokal setempat yang telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai bahan baku pengganti beras, seperti ubi jalar, talas, sagu, gembili, dan jawawut. Produk pangan lokal tersebut telah beradaptasi dengan baik dan dikonsumsi masyarakat Papua secara turun temurun (Wahid Rauf dan Sri Lestari, 2009). Selain di Papua, beberapa pangan lokal yang telah dimanfaatkan oleh masyarakatnya sebagai bahan pengganti beras adalah jagung di Madura dan Gorontalo. Pangan lokal atau pangan tradisional dapat berperan sebagai survival strategi bagi masyarakat golongan ekonomi lemah dalam sistem ketahanan pangan. Pola pangan tradisional dapat menjadi pelengkap makanan pokok selain beras, Adanya penggunaan bahan lokal yang biasanya lebih terjamin ketersediaanya sebagai makanan pokok yang murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat setempat, berdampat pada penambahan pendapatan riil rumah tangga.

2.2 Deversifikasi pangan Terdapat berbagai pengertian tentang diversifikasi pangan. Menurut Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015, penganekaragaman pangan atau diversifikasi pangan adalah upaya peningkatan konsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang.

Diversifikasi pangan menurut Peraturan Pemerintah Nomor. 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan adalah upaya peningkatan konsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang. Prinsip dasar dari diversifikasi konsumsi pangan adalah bahwa tidak satupun komoditas atau jenis pangan yang memenuhi unsur gizi secara keseluruhan yang diperlukan oleh tubuh. Namun, dengan adanya peranan pangan sebagai pangan fungsional seperti adanya serat, zat antioksidan dan lain sebagainya sehingga dalam memilih jenis makanan tidak hanya mempertimbangkan unsure gizi seperti kandungan energy protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral tetapi juga mempertimbangkan pangan dengan peranan sebagai pangan fungsional. Menurut Suhardjo (2009) semakin beragam konsumsi pangan maka kualitas pangan yang dikonsumsi semakin baik. Oleh karena itu dimensi diversifikasi pangan tidak hanya terbatas pada pada diversifikasi konsumsi makanan pokok saja, tetapi juga makanan pendamping. Soetrisno (2009) mendefinisikan diversifikasi pangan lebih sempit (dalam konteks konsumsi pangan) yaitu sebagai upaya menganekaragamkan jenis pangan yang dikonsumsi, mencakup pangan sumber energi dan zat gizi, sehingga memenuhi kebutuhan akan pangan dan gizi sesuai dengan kecukupan baik ditinjau dari kuantitas maupun kualitasnya. Beberapa pengertian tentang diversifikasi pangan adalah sebagai berikut: a. Diversifikasi pangan dalam rangka pemantapan produksi padi. Hal ini dimaksudkan agar laju peningkatan konsumsi beras dapat dikendalikan, setidaknya seimbang dengan kemampuan peningkatan produksi beras. b. Diversifikasi pangan dalam rangka memperbaiki mutu gizi makanan penduduk sehari-hari agar lebih beragam dan seimbang. Menurut Hafsah(2009) pangan perlu beragam karena beberapa alasan, yaitu: a. Mengkonsumsi pangan yang beragam adalah alternative terbaik untuk pengembangan sumber daya manusia berkualitas. b. Meningkatkan optimalisasi pemanfaatan sumber daya pertanian dan kehutanan.

c.

Memproduksi pangan yang beragam mengurangi ketergantungan kepada impor pangan.

d.

Mewujudkan ketahanan pangan yang merupakan kewajiban bersama pemerintah dan masyarakat. Diversifikasi pangan tidak dimaksudkan untuk menggantikan beras, tetapi

mengubah pola konsumsi masyarakat sehingga masyarakat akan mengkonsumsi lebih banyak jenis pangan dan lebih baik gizinya. Dengan menambah jenis pangan dalam pola konsumsi diharapkan konsumsi beras akan menurun. Pada saat ini mayoritas masyarakat hanya mengkonsumsi bahan pangan tertentu, sehingga ragam makanan yang dikonsumsi pun menjadi terbatas begitu pula gizi yang diperoleh dari makanan tersebut. Manfaat diversifikasi pada sisi konsumsi adalah semakin beragamnya asupan zat gizi, baik makro maupun mikro, untuk menunjang pertumbuhan, daya tahan, dan produktivitas fisik masyarakat. Keragaman pangan juga meningkatkan asupan zat-zat antioksidan, serat, serta penawar terhadap senyawa yang merugikan kesehatan seperti kolesterol. Di samping itu, keragaman juga memberikan lebih banyak pilihan kepada masyarakat untuk memperoleh pangan sesuai preferensinya. Manfaat diversifikasi dari aspek penyediaan adalah semakin beragamnya alternatif jenis pangan yang dapat ditawarkan, tidak terfokus pada pangan tertentu saja.
Masyarakat Indonesia memiliki sistem budaya dan gaya hidup yang berbeda, sehingga dimungkinkan bahwa kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan pokok non beras yang saat ini mulai disosialisasikan akan berbeda. Makanan pokok berupa beras saat ini dapat digantikan dengan bahan makanan lain, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Jagung adalah tanaman golongan rumputan kedua yang paling luas dibudidayakan di Indonesia setelah padi. Komoditas ini memiliki potensi untuk menyangga kebutuhan pangan non beras karena kandungan terbesar biji jagung adalah karbohidrat, dan potensial digunakan sebagai bahan baku industri. 2. Ubi kayu/singkong menjadi bahan pokok setelah beras dan jagung. Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. 3. Ubi jalar (ketela rambat) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi.

Selain makanan pokok berupa beras, diversifikasi juga dapat dilakukan terhadap makanan pokok lain seperti kedelai. Kedelai adalah salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung. Kedelai merupakan bahan pangan sumber protein nabati utama bagi masyarakat. Kedelai mengandung protein 35% bahkan pada varitas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40-43%. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering. Impor kedelai untuk memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia diketahui mencapai 70%. Oleh karena itu perlu adanya diversifikasi bahan pangan kedelai agar ketergantungan bahan pangan impor menjadi berkurang dengan bahan makanan sebagai berikut : 1. Kacang Tunggak Kacang tunggak dapat dikonsumsi pada setiap tahap pertumbuhannya sebagai sayuran. Daunnya merupakan sumber makanan penting di Afrika sebagai sayuran hijau seperti bayam. Polong mudanya seringkali dicampur dengan bahan makanan lainnya (Davis, 1991) Biji kacang tunggak yang telah matang pada pengukuran 100 g mengandung 10 g air, 22 g protein, 1,4 g lemak, 51 g karbohidrat, 3,7 g vitamin,3,7 g karbon, 104 mg kalsium dan nutrisi lainnya. Energi yang dihasilkannya sekitarnya sekitar 1420 kj/100 g. Pada biji yang masih muda dalam 100 g mengandung 88,3 air, 3 g protein, 0,2 g lemak, 7,9 g karbohidrat, 1,6 vitamin, 0,6 karbon, dan energi yang dihasilkannya sekitar 155 kj/100 g (Van der Maesen, 1993). 2. Kacang Gude Kacang gude mengandung energi sebesar 336 kilokalori, protein 20,7 gram, karbohidrat 62 gram, lemak 1,4 gram, kalsium 125 miligram, fosfor 275 miligram, dan zat besi 4 miligram. Selain itu di dalam kacang gude juga terkandung vitamin A sebanyak 150 IU, vitamin B1 0,48 miligram dan vitamin C 5 miligram. Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram kacang gude, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 %.

2.3 MOCAF (Modified Cassava Flour) MOCAF adalah produk turunan dan tepung ubi kayu yang menggunakan prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. Mikroba yang tumbuh akan

menghasilkan enzim pektinolitik dan sellulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong, sedemikian rupa sehingga terjadi liberasi granula pati. Proses liberasi ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan (Subagyo, 2006) Granula tersebut akan mengalami hidrolisis yang menghasilkan

monosakarida sebagai bahan baku untuk menghasilkan asam-asam organik. Senyawa asam ini akan terimbibisi dalam bahan, dan ketika bahan tersebut diolah akan dapat menutupi aroma dan citarasa ubi kayu yang cenderung tidak menyenangkan konsumen. Menurut Sbagio (2006), selama proses fermentasi terjadi pula penghilangan komponen penimbul warna, seperti pigmen (khususnya pada ketela kuning), dan protein yang dapat menyebabkan warna cokelat ketika pemanasan. Dampaknya adalah warna MOCAF yang dihasilakan lebih putih jika dibandingkan dengan warna tepung ubi kayu biasa. Secara teknis, produksi MOCAF sangat sederhana, mirip dengan tepung ubi kayubiasa tetapi disertai dengan fermentasi. Ubi kayu dibuang kulitnya, dikerok lendirnya dan dicuci sampai bersih. Selanjutnya, ukuran diperkecil dengan ukuran tertentu, dan dilakukan fermentasi selama 12-72 jam tergantung dari bahan baku dan produk apa. Ubi kayu terfermentasi selanjutnya dikeringkan baik dengan sinar matahari maupun pengering artifical. Namun, mutu prima akan dihasilkan dengan pengeringan sinar matahari. Bahan yang telah kering kemudian digiling dan diayak pada ukuran 80-120 mesh (Subagio, 2006). 2.3.1 Aplikasi MOCAF Menurut Subagio (2006), selama ini tepung ubi kayu digunakan secara terbatas untuk food ingredient, seperti subtitusi terigu sebesar 5% pada mie instant yang menghasilkan produk dengan mutu rendah, atau pada kue kering. Namun tepung ini sangat luas penggunaannya untuk bahan baku industri non pangan, seperti lem. Dengan karakteristik khasnya, MOCAF dapat digunakan sebagai food ingredient dengan dengan penggunaanya yang luas. Hasil uji coba menunjukkan bahwa MOCAF dapat digunakan sebagai bahan baku dari berbagai makanan, mulai dari mie, bakerry, cookies hingga makanan semi basah. Namun demikian, yang perlu dicatat adalah bahwa produk ini tidak sama persis karakteristiknya

dengan terigu, beras, atau yang lainnya. Sehingga dalam aplikasinya diperlukan sedikit perubahan dalam formula, atau prosesnya sehingga akan menghasilkan produk yang bermutu optimal. Kue brownies, kue kukus, dan kue bolu dapat dibuat dengan berbahan baku 100% MOCAF sebagai tepungnya. Produk yang dihasilkan mempunyai karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan produk yang dibuat menggunakan terigu tipe berprotein rendah (soft wheat). Kue-kue berbahan baku MOCAF ini mempunyai ketahanan tehadap dehidrasi yang tinggi, sehingga mampu dismpan dalam 3-4 hari tanpa perubahan tekstur yang berarti (Subagio, 2006). Menurut Subagio (2006), MOCAF juga diujicoba digunakan beragam kue kering, seperti cookies, nastar, dan kastengel, diman 100% tepungnya menggunakan MOCAF. Hasilnya menunjukkan bahwa kue kering yang dihasilkan mempunyai karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan produk yang dibuat dengan terigu tipe berprotein rendah. Hanya saja, MOCAF memerlukan margarin atau mentega yang lebih banyak dibandingkan terigu untuk mendapatkan tekstur yang baik. Untuk kue basah, telah diuji coba aplikasi MOCAF pada kue lapis tradisional yang umumnya berbahan baku tepung beras, atau terigu dengan ditambah tapioka. Hasilnya menunjukkan bahwa MOCAF dapat menggantikan tepung beras maupun terigu 100%. Kue lapis yang dihasilkan bertekstur lembut dan tidak keras. Untuk cita rasanya, hasil uji organoleptik dengan resep standar menunjukkan bahwa panelis tidak mengetahui bahwa kue-kue tersebut dibuat dari MOCAF yang berasal dari ubi kayu (Subagyo, 2006) Beberapa produk bakery yang menghasilkan gluten untuk meningktkan pengembang volume produksi, seperti roti, sphagheti, dan molen, dapat menggunakan MOCAF sebesar 20% sebagai pengganti terigu. Pada pembuatan mie basah dan mie kering, MOCAF dapat menggantikan terigu sebanyak 40% (Sunarsih, 2011). Sementara pada pembuatan cake, MOCAF dapat menggantikan terigu sebanyak 70% (Luciana, 2006) dan pada donat, MOCAF dapat menggantikan sebanyak 70% (Aliya, 2006). Pada pembuatan snack, terigu dapat disubtitusi oleh MOCAF sebanyak 60% serta makaroni dan pia sebesar 50%.

Selanjutnya untuk nugget dan siomay penggunaan MOCAF sebesar 40%. Penggunaan terigu pada pembuatan tepung bumbu dapat disubtitusi oleh MOCAF sebanyak 20%. Selain itu, untuk pembuatan produk gorengan dan keripik penggunaan terigu dapat disubtitusi oleh MOCAF sebanyak 75%, pada pangsit, prol tape, dan wafer sebanyak 50%, dan bakpao yaitu sebanyak 20%. Pada pembuatan produk biskuit, MOCAF dapat menggantikan terigu sebanyak 100%, sedangkan pada kerupuk, martabak telur, dan manis adalah sebanyak 50% (Sunarsih, 2011) 2.3.2 Proses Produksi MOCAF Prinsip pembuatan mocaf adalah dengan memodifikasi sel singkong dengan cara fermentasi, sehingga menyebabkan perubahan karakteristik yang dihasilkan berupa naiknya viskositas (daya rekat), kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan solubility (kemampuan melarut) sehingga memiliki tekstur yang lebih baik dibandingkan dengan tepung tapioca atau tepung singkong biasa. Singkong (Manihot esculanta) adalah bahan baku pembuatan MOCAF, Indonesia memiliki kapasitas produksi bahan baku singkong yang cukup tinggi dan tersebar diseluruh Indonesia dengan harga per kilogramnya yang variatif. Proses pembuatan MOCAF dimulai dengan pengupasan biasa, cara ini dapat dillakukan secara manual atau dengan menggunakan mesin pengupas, kemudian singkong dicuci bersih untuk menghilangkan kotoran dan asam sianida. Setelah bersih, singkong dipotong dengan mnggunakan mesin perajang (slicer) menjadi

potongan-potongan ukuran 0,2 - 0,3 cm (chip). Selanjutnya dilakukan proses perendaman dengan ditambahkan bakteri asam sitrat, setelah itu dijemur selama 4 5 dengan menggunakan tampah atau dengan menggunakan mesin pengering. Cip yang sudah kering kemudian digiling dengan menggunakan mesin penepung, kemudian hasilnya diayak sehingga didapatkan tepung MOCAF yang halus. Kehalusan tepung akan berpengaruh terhadap daya rekat tepung pada saat dgunakan (Afandi, 2010).

ubi kayu

Pengupasan Air pencucian Pengecilan ukuran Asam sitrat Perendaman


Penggaraman 5 menit

Kulit Limbah cair

Limbah cair Limbah cair

Larutan garam 0,1%

Pengeringan matahari penepungan

pengayakan

sortiran

MOCAF

Gambar 2.2 Diagram Alir Pembuatan MOCAF

2.3.3 Sifat-sifat Fisikokimia MOCAF MOCAF adalah tepung cassava atau tepung singkong yang telah dimodifikasi dengan perlakuan fermentasi. Banyak teknik untuk memodifikasi bahan berkadar pati tinggi antara lain dengan menggunakan bakteri asam laktat. Dengan perlakuan fermentasi tersebut dihasilkna tepung singkong yang memiliki tekstur lembut, putih dan tidak berbau khas singkong. Selain itu, MOCAF juga memiliki daya gelasi, viskositas yang lebih baik dari pada tepung singkong biasa. Sehingga memiliki karakteristik ddengan terigu. Namun memiliki perbedaan yang mendasar yaitu MOCAF tidak memilikizat gluten seperti yang ada pada terigu, g;iyen merupaka zat yang terkandung dalam protein, terigu kaya akan protein

sedangkan MOCAF memiliki kandungan protein yang sangat sedikit (Afandi, 2010). MOCAF memiliki kandungan karbohidrat yang tnggi, namun rendah protein hal ini menyebabkan MOCAF memiliki kemampuan gelasi, rehidrasi dan viskositas yang lebh rendah dibandingkan terigu, namun masih lebih baik dibandingkan dengan tepung singkong biasa atau tepung gaplek. Terigu juga mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat komplek yang tiak larut dalam air. Jenis terigu dibedakan atas kandungan protein yang dimiliki oleh terigu, kandungan protein dalam terigu menentukan kandungan gluten. Kualitas protein serta gluten ditentukan dengan oleh kualitas Janis gandum. Protein sangat terkait denga gluten, dimana gluten sendiri adalah suatu zat yang ada pada terigu, sifatnya zat ini adalah elastic dan kenyal. Semakin tinggi kadar proteinnya maka semakin banyak gluten yang ada pada tepung tersebut, begitu pula sebaliknya (Yunus, 2009). Kualitas terigu juga dipengaruhi oleh jumlah kadar air (moisture) pada terigu. Kadar air berpengaruh besar sekali terhadap kualitas tepung. Bila kadar air pada terigu tinggi maka tepung akan mudah rrusak disebabkan oleh pertumbuhan jamur, dan bau apek. Bila kadar air tinggi maka kualiitas rendah dan harga jual juga rendah. Kualitas terigu juga dipengaruhi oleh kadar abu yang ada paad terigu, dimana kadar abu ini sangat mempengaruhi warna produk akhir. Kadar abu yang tinggi menunjukkan terigu memiliki kualitas yang rendah. Tabel 1. Perbedaan Komposisi Kimia MOCAF dengan Tepung Ubi Kayu Komposisi Air (%) Protein (%) Abu (%) Pati (%) Serat (%) Lemak (%) HCN (%) MOCAF Max. 13 Max. 1,0 Max. 0,2 85-87 1,9-3,4 0,4-0,8 Tidak terdeteksi Tepung Ubi Kayu Max. 13 Max. 1,2 Max. 0,2 82-85 1,0-4,2 0,4-0,8 Tidak terdeteksi

Tabel 2. Perbedaan Sifat Fisik dan Organoleptik MOCAF dengan Tepung Ubi Kayu Parameter Besar butiran/ mesh Derajat keputihan (%) Kekentalan (mPa.s) MOCAF Max. 80 88-91 52-55 (2% pasta panas) 75-77 (2% pasta dingin) Warna Aroma Rasa Putih Netral Netral Tepung Ubi Kayu Max. 80 85-87 20-40 (2% pasta panas) 30-50 (2% pasta dingin) Putih agak kecoklatan Kesan ubi kayu Kesan ubi kayu

BAB 3. METODOLOGI SOSIALISASI

3.1

Waktu dan Tempat Sosialisasi dilakukan di SMAN 1 Tenggarang yang bertempat di Jalan

Raya Situbondo No 9, Kecamatan Tenggarang, Kabupaten Bondowoso. Sosialisasi dilakukan pada Sabtu, 22 Februari 2014 pukul 10.30 12.30 WIB.

3.2

Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam sosialisasi adalah viewer, speaker, dan laptop

sedangkan bahan yang digunakan adalah kuisioner dan contoh produk olahan mocaf.

3.3

Meode Sosialisasi Metode yang dilakukan dalam sosialisasi adalah metode tutorial, tanya

jawab, dan debat.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sosialisasi mengenai pangan local dilaksanakan pada hari sabtu 22 Februari 2014, tepatnya di SMA Negeri 1 Tenggarang kabupaten Bondowoso. Tema yang diangkat untuk sosialisasi adalah Cintai Pangan Lokal Indonesia. Sosialisasi di mulai dari jam 10.15-12.45 .Adapun rincian dari kegiatan sosialisasi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Persiapan Adapun persiapan yang dilakukan oleh kelompok 2 adalah mencari ruangan dan juga menyiapkan viewer untuk presentasi. Hal ini dilakukan sendiri oleh kelompok dua, karena pada saat itu sekolah sedang sibuk menghadapi ujian praktek untuk kelas XII. Penyiapan ruangan dan viewer dibantu oleh para staf-staf SMA Negeri 1 Tenggarang. Salah satunya adalah pak Rusdi. Walaupun saat jam 10.15 WIB sempat ada kendala, yaitu pak Rusdi yang bertanggung jawab menyiapkan viewer ternyata masih ada kepentingan yang lain. Namun, Masih ada staf yang lain yang membantu kita dalam persiapan ini. Sehingga pukul 10.20 kita sudah bisa memasuki ruang kelas XI IPA 4. 2. Pembukaan Acara sosialisasi pangan local dibuka dan dipandu oleh seorang moderator. Penanggung jawab sebagai moderator adalah Emi Kurniawati. Acara dibuka dengan cukup meriah sehingga tidak membosankan. Tanggapan dari audiens juga sangat antusias dalam menyambut kedatangan kelompok dua. Hal itu dibuktikan dengan bagaimana mereka bersikap. Sebenarnya sebelum kita memasuki ruang kelas, siswa XI IPA 4 sedang melaukan kerja bakti pembuatan taman dalam rangka menghadapi sekolah adiwiyata. Kami sempat pesimis melihat keadaan itu, karena setidaknya mereka sudah lelah dengan kegiatan sebelumnya. Tetapi dugaan kami salah. Ketika kami sampai di XI IPA 4 dan kami berbicara dengan ketua kelasnya, seketika suasana berubah. Dengan cepat dan cekatan mereka berusaha merapikan diri mereka untuk mengikuti acara kami. Selain diisi dengan perkenalan dari kelompok dua dan juga beberapa siswa IPA 4, pada acara pembukaan juga ditampilkan video universitas jember. Hal ini dilakukan agar

mereka mengenal almamater kita terlebih dahulu dan juga untuk menghindari kebosanan. Para siswa cukup antusias dalam menyimak video yang kami tampikan. Beberapa siswa mengajukan pertanyaan seputar Universitas Jember. 3. Materi 1 Sekitar pukul 10.30 acara inti pun di mulai. Moderator mempersilahkan pemateri satu untuk membawakan materi tentang potensi pangan local dan pembuatan MOCAF. Materi disampaikan oleh Rizki Kurniawan. Penyampaian materi dilakukan dengan cara presentasi power point dan juga pemutaran video tentang pembuatan mocaf. Selain itu, pemateri juga sangat memahami kondisi kelas dengan tetap berkomunikasi dengan audience. Beberapa kali Rizki menanyakan tentang materinya kepada para siswa, dan siswa pun sangat antusias dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Rizki. Tidak hanya itu, terdapat beberapa siswa yang juga mencatat maateri yang disampaikan oleh Rizki. Materi berlangsung selama 30 menit. 4. Ice Breaking Setelah penyampaian materi, acara dikembalikan kepada moderator. Untuk menghilangkan sedikit kejenuhan, moderator melanjutkan acara ice breaking. Acara ini dilaksanakan dengan melatih konsentrasi audience dengan sebuah permainan sederhanan. Adapun permainan yang dilakukan adalah permainan warna. Yaitu jika moderator mengatakan hijau, maka audience harus bertepuk satu kali, merah dua kali dan jika warna biru harus bertepuk tiga kali. Ice breaking berlangsung cukup meriah. Ada lima siswa yang tidak berkonsentrasi saat permainan. Dan kelima siswa tersebut diberi hukuman sesuai dengan kesepakatan bersama. Dan hukumannya adalah bernyanyi di depan kelas. Acara bernyanyi semakin meriah dengan adanya sang gitaris elas IPA 4. 5. Materi 2 Setelah acara ice breaking selesai maka dilanjutkan dengan penyampaian materi ke 2 yaitu tentang pembutan kue brownies dari tepung mocaf. Materi ke 2 ini disampaikan oleh Nur Khotija. Penyampaian materi ke 2 dari Nur Khotija lumayan serius tetapi tetap santai sehingga siswa-siswi SMAN 1 TENGGARANG dapat menerima materi dengan baik pula. Bahan-bahan yang digunakan dalam

pembuatan brownies ini juga sederhana yaitu tepung mocaf, telur, baking powder, coklat bubuk, gula, minyak goreng dan susu kental manis. Pembuatan kue brownies ini juga mudah dan bisa dilakukan oleh semua orang. Berikut skema kerja pembuatan kue brownies:

tepungmocaf, coklatbubukdan baking powder

telur, guladangara m

DCC

Mixerhingga mengembang Ayak adukdengan spatula

Cairkan dg minyakgoren g

SKM

5 sendok adonan

adonan

sisaadonan

Aduk rata

Tuang dlmloyang

Tuang

kukus 20 kukus 5 kukus 10 Angkat dinginkan

Antusiasme siswa-siswi Tenggarang sangat tinggi dalam menerima materi, hal itu dibuktikan dengan adanya beberapa siswa yang mencatat resep dari pembuatan brownies untuk dapat diaplikasikan sendiri dirumah.

6.

Diskusi Acara diskusi dipandu oleh Nur Wahyu Hidayat. Diskusi dilakukan

dengan cara tanya jawab antara peserta dan pemateri.Saat diskudi berlangsung, antusias para siswa sangat tinggi. Terdapat lebih dari 10 siswa yang mangangkat tangan saat sesi diskusi di mulai. Namun karena waktu yang dimiliki juga terbatas, maka pemandu diskusi hanya memilih 7 siswa untuk bertanya. Pertanyaan yang diajukan cukup berbobot. Yaitu mengenai pembuatan mocaf, diversifikasi pangan, dan juga potensi pangan local. Salah satu siswa yang sangat aktif dalam sesi diskusi adalah Andi dengan nomor absen 5. Hehe, segitu deketnya kita dengan mereka ya. Padahal baru pertama kali bertemu dengan mereka. Sesi diskusi berjalan cukup meriah. Tidaj hanya tanya jawab atar siswa dan pemateri, tetapi juga ada beberapa tanggapan dari pra siswa. 7. Game Game dipandu oleh Emi dan Nur. Game yang dilaksanakan bertema

tentang pangan local yang dinamakan game berjodoh. Sebelum kami berangkat ke SMA Negeri 1 tenggarang, kami sudah menyiapkan gulungan kertas sesuai dengan jumlah siswa di IPA 4. Adapun gulungan kertas tersebut terdiri dari dua kata yang berbeda. 17 kertas berisi tulisan Pangan Lokal dan 18 kertas lainnya berisitulisan Indonesia. Gulungan keras tersebut dibagi secara acak oleh semua anggota kelompo dua. Kemudian, pemandu game meminta kepada siswa untuk membuka gulungan kertas secara bersamaan. Jika kertas mereka berjodoh antara pangan local dan Indonesia maka pasangan berjodoh segera maju untuk menunjukkan gulumgan kertas kepada peandu game. Siapa yang tercepat,, maka pasagan tersebut adalah pemenangnya. Dan pemenang tersebut sebenarnya adalah korban. Karena mereka harus menjelaskan ulang mengenai pangan local. Hehe, jebakan sih. Siswa cukup antusias dalam mengikuti game ini. Walaupun kedua

pasangan yang bertugas menjelaskan, namun beberapasiswa juga mengajukan diri untuk menambahkan penjelasan mereka.

8.

Debat pangan local Debat pangan local yang dilkukan oleh kelompok dua bertema Pangan

Lokal vs pangan import. Hal ini dilaukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan mereka mengenai materi yang sudah disampaikan pada acara tersebut. Dan debat pangan local ini bisa dikatakan berhasil. Kaena para peserta sangat berantusias dalam mengikuti debat panggan local. Sistem debat ini dilaksanakan dengan pembagian kelompok pro dan kontra. Untuk para siswa IPA 4, kita setting sebagai kelompo pro terhadap pangan local. Sementara kami berlaku sebagai kelompok kontra. Acara ini dimulai dengan pemberian pendapat dari Rizki dan tetap dipandu oleh moderator yang berperan untuk menengahi jalannya acara. Pada acara ini, semua anggota kelompok kami berperan dan mengikuti acara. Acara berjalan cukup meriah dan sengit. Para siswa tidak pernah menyerah dalam membela pangan local, dan kami juga tetap memancing mereka agar wawasan mereka tentang pangan local semakin terbuka. Saat debat berlangsung, banyak hal yang disampaikan oleh mereka. Yaitu mengenai kelebihan pangan local, potensi pangan local di daerah masing-masing dan juga produk-produk pangan local. 9. Pembagian kuisioner Untuk menyakinkan kembali bahwa pemikiran mereka tentang pangan local sudah bertambah. Kami juga melakukan pembagian kuisioner kepada para siswa. Pemberian kuisioner dilakukan oleh septi. Selain itu, septi juga berperan sebagai fotografer yang mengabadikan acara kami :D. Adapun isi dari kuisioner tersebut adalah sebagai berikut ; Saat pembagian kuisioner berlangsung, kami juga melakukan pembagian brownies mocaf sebagai percobaan produk dan juga untuk mengetahui tingkat kesukaan mereka terhadap brownies yang dibuat dari mocaf. Untuk

memperkenalkan tentang THP, kita juga menampilkan video yang berisi profil THP dan kgiatan-kegiatan kami di THP. 10. Pembagian hadiah Pembagian hadiah ditujukan untuk memberikan reward kepada peserta yang aktif dan juga memenangkan permainan. Pemberian hadiah ini dilaksanakan

oleh moderator. Sedangkan yang memberikan hadiah adalah Rizki, dan Nur Wahyu. Selain pemberian hadiah, kami juga memberikan kenang-kenangan

kepada IPA 4. Pemberian kenang-kenangan dilakukan oleh septi yang kemudian diserahkan kepada wakil ketua kelas IPA 4. 11. Penutup Acara sosialisasi kami berjalan cukup lancar dan menyenangkan. Semua materi sudah tersampaikan dengan baik. Para siswa-siswi SMAN 1 Tenggarang juga dapat menerima materi dengan baik. Tibalah saatnya kami diacara terakhir yaitu penutupan. Sebelum moderator menutup acara sosialisasi, kami kelompok dua bersama-sama menyampaikan jargon yang telah kami buat. Jargon dari kami berbunyi SMAN 1 Tenggarang, cinta pangan lokal Indonesia. Awalnya kami mempraktekkan jargon kepada siswa-siswi terlebih dahulu, setelah itu kami bersama-sama menyerukan jargon tersebut, dan akhirnya semua bertepuk tangan dan bergembira bersama. Setelah itu moderator menutup acara sosialisasi kami. Tak lupa sebelum kita meninggalkan ruang kelas kita semua berfoto bersama sebagai bentuk kekeluargaan dan kenang-kenangan . 12. Penempelan poster Sebelum kami meninggalkan SMAN 1 TENGGARANG kami tak lupa menempelkan beberapa poster yang telah kami buat tentang pangan lokal dan tepung mocaf. Poster hanya ditempel pada salah satu mading saja yaitu pada mading pengumuman. Penempelan mading dilakukan oleh Emi Kurniawati dan Rizki Kurniawan.

BAB 5. PENUTUP

4.1

Kesimpulan Berdasarkan hasil sosialisasi dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Sosialisasi penting dilakukan dengan tujuan pengenalan pangan lokal ke masyarakat umum khususnya siswa di kalangan remaja b. Sosialisasi dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, yaitu persentasi, tanya jawab, diskusi, relaksasi, dan debat. c. Sosialisasi yang dilakukan di SMAN 1 Tenggarang Kabupaten Bondowoso berjalan dengan lancar tanpa kendala yang dialami.

4.2

Saran Kegiatan sosialisasi dapat diterapkan pada mata kuliah lainnya untuk

meningkatkan public speaking mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor Ilmu

Aliya. 2006. Mengenal Teknik Penjernihan Air. Semarang : CV Aneka Ilmu. Almilia, Luciana Spica dan Lailul L. Sifa. 2006. Reaksi Pasar Publikasi Corporate Governance Perception Index pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi 9. Padang.

Davis, M. L. dan Cornwell, D. A. 1991. Introduction to Environmental Engineering . Second edition. Mc-Graw-Hill, Inc. New York Hafsah, Mohammad Jafar. (2004), Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah, Infokop, No. 25, Tahun XX

Hariyadi, P. 2010. Mewujudkan Keamanan Pangan Produk-Produk Unggulan Daerah.

Rauf, A. Wahid, Sri Lestari. 2009. Pemanfaatan Komoditas Pangan Lokal Sebagai Pangan Alternatif Di Papua. Jurnal Litbang Pertanian, 28(2), 2009

Subagio, A. 2006. Industrialisasi Modified Cassava Flour (MOCAF) sebagai Bahan Baku Industri Pangan untuk Menunjang Diversifikasi Pangan Pokok Nasional.Fakultas Teknologi Pertanian.Universitas Jember. Jember.

Suhardjo. 2009. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta.

Sunarsih. (2001). Kepemimpinan Transformasional Dalam Era Perubahan Organisasi. Jurnal Managemen dan Bisnis. Vol 5 No.2. Desember 2001 : 106-116.

Sutrisno, Edy. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Pertama, Cetakan Pertama. Penerbit Kencana, Jakarta

Van der Maesen dan Somaatmadja S, 1993. Proses Sumber Daya Nabati Asia Tenggara l. gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Yunus, Cengel. 2009. Heat Transfer. New York : Americas.

Lampiran

Pembukaan dan Perkenalan

Pemutaran Video Universitas Jember

mengenai

Penyampaian materi Pangan Lokal

(Potensi

Ice breaking

Materi 1 ( pembuatan mocaf)

Penampilan dari siswa XI IPA 4

Penyampaian materi 2 ( pembuatan Brownies Mocaf)

Andi (salah satu penanya saat diskusi

Antusiasme siswa mengikuti materi

Antusiasme siswa saat sesi diskusi

Salah satu siswa yang berantusias mencatat materi

Antusiasme siswa saat sesi diskusi

Menjawab prtanyaan

Penempelam poster di mading

Menjawab pertanyaan

Pemenang game pangan lokal

Review materi

Foto Bersama

Presensi kehadiran

Hasil Pengisian kuisioner

Hasil pengisian kuisioner

Hasil Pengisian Kuisioner

Anda mungkin juga menyukai