Anda di halaman 1dari 13

KONSEP BAHAN PANGAN LOKAL TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN LOKAL

di susun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Teknologi Pengolahan Pangan Lokal

Disusun Oleh: Kelompok A1 / Kelas THP A Hidayati Pratiwi Hera Fatmawati Astrid Gita Karina Susi Dwi Yani Rizki Nur Achmad P. M (121710101002) (121710101006) (121710101011) (121710101014) (121710101036)

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2014

ABSTRAK Indonesia merupakan negara agraris yang

mempunyai banyak sektor pertanian yang dapat digunakan untuk sumber pangan. Sumber pangan di Indonesia sangat beraneka ragam. Namun, terdapat permasalahan di Indonesia yaitu belum dapat memanfaatkan sumber pangan secara penuh karena sebagian besar lebih mengonsumsi bahan pokok beras. Hal ini yang memicu rendahnya ketahanan pangan di Indonesia. Maka dari hal tersebut pemerintah mengupayakan pembangunan ketahanan pangan seperti dengan menjalankan program diversifikasi pangan, pola konsumsi dan AKG. Hal ini bertujuan untuk mencapai Indonesia yang makmur. Kata kunci : Pangan, Ketahanan Pangan, diversivikasi, Gizi Nasional PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris sehingga banyak sektor yang dapat digunakan untuk bahan pangan. Bahan pangan adalah bahan yang dibutuhkan untuk memenuhi konsumsi manusia. Bahan pangan di Indonesia sangat beraneka ragam sehingga dapat dijadikan potensi untuk mensejahterakan masyarakatnya. Namun, masyakat Indonesia belum dapat memanfaatkannya secara penuh karena sebagian besar hanya mengonsumsi bahan pokok beras. Hal ini yang memicu rendahnya ketahanan pangan di Indonesia.

Ketahanan

pangan

merupakan

suatu

keadaan

terpenuhinya kebutuhan pangan yang sehat, aman dan layak konsumsi oleh masyarakat. Maka dari hal ini memicu pemerintah mengupayakan pembangunan ketahanan pangan seperti dengan menjalankan program diversifikasi pangan. Hal ini juga mendorong terbentuknya pola konsumsi dan angka kecukupan gizi (AKG) di masyarakat meningkat. Oleh karena itu, pembangunan ketahanan pangan sangat penting karena dapat mensejahterakan, mencerdaskan, dan memenuhi gizi masyarakat. TINJAUAN PUSTAKA A. Isu kebijakan pemerintah Suatu Negara dapat dikatakan makmur apabila kebutuhan pangannya dapat tercukupi dengan baik. Indonesia memiliki sumber pangan sangat melimpah namun kurang dapat dimanfaatkan dengan baik. Dulu di Indonesia

kebanyakan penduduknya memanfaatkan potensi sumber pangan yang ada di daerahnya untuk dijadikan sumber bahan pangan pokok seperti sagu, jagung, dan singkong. Namun, beberapa tahun lalu pemerintah lebih banyak mengalihkan bahan pokok tersebut dengan beras. Dan hal inilah yang memicu rendahnya ketahanan pangan di Indonesia. Setelah diketahui tingkat ketahanan pangan melemah maka

pemerintah gencar menjalankan upaya ketahan pangan dan

diversivikasi pangan dengan menerapkan beberapa kebijakan mengenai hal tersebut. Menurut Rahardjo (1993), Pada tahun 1974,

dikeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1974 tentang Usaha Perbaikan Menu Makanan Rakyat (UPMMR) yang selanjutnya ditegaskan kembali melalui Inpres No 20 Tahun 1979 tentang UPMMR. Tujuan dikeluarkannya instruksi presiden tersebut adalah untuk menindaklanjuti upaya penganekaragaman jenis pangan dalam rangka

meningkatkan mutu gizi makanan rakyat, baik secara kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 1996, dikeluarkan UndangUndang No 7 Tahun 1996 tentang Pangan yang memberikan amanat untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. Selanjutnya, dikeluarkan pula Undang-Undang No 25 Tahun 2000 tentang Propenas yang di dalamnya mulai

mengisyaratkan upaya diversifikasi tanaman pangan, baik untuk konsumsi maupun produksi. Oleh karena itu, diversifikasi pangan ataupun produksi pangan keduanya saling berkaitan dengan kebijakan ketahanan pangan nasional. Keduanya bertujuan untuk mencapai terpenuhinya gizi nasional dengan harga yang terjangkau dan kualitas gizi yang tinggi.

B. Definisi 1. Ketahanan Pangan Nasional Pangan merupakan hak asasi manusia. Pangan juga menentukan kualitas sumberdaya manusia suatu bangsa dan pangan merupakan pilar ketahanan nasional. Ketahanan pangan merupakan pilar pembangunan sektor lainnya (Azhari, 2008). Menurut Nainggolan (2008), Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah dan mutunya, aman, merata dan terjangkau yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumberdaya lokal. 2. Diversifikasi Pangan Menurut Riyadi (2003), mendevinisikan diversifikasi pangan sebagai suatu proses pemilihan pangan yang tidak hanya tergantung pada satu jenis pangan, akan tetapi memiliki beragam pilihan (alternatif) terhadap berbagai bahan pangan. Menurut Kasryno, et al (1993) memandang

diversifikasi pangan sebagai upaya yang sangat erat kaitannya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia,

pembangunan pertanian di bidang pangan dan perbaikan gizi masyarakat, yang mencakup aspek produksi, konsumsi, pemasaran, dan distribusi.

Menurut

Suyastiri

(2008),

penganekaragaman

tanaman pangan ataupun konsumsi pangan memiliki dua bentuk tujuan dari aspek pelaksanaan, yaitu tujuan

berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan tujuan berdasarkan aspek kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan diversifikasi konsumsi pangan

diharapkan akan mampu mendukung keseluruhan aspek di dalam ketahanan pangan. Melalui penganekaragaman

konsumsi pangan akan memberikan pilihan konsumsi, sesuai dengan golongan pendapatan maupun pontensi tanaman lokal (daerah). 3. Pola Konsumsi Pola makan atau pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Yayuk, 2004). Pola konsumsi pangan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jenis, frekuensi dan jumlah bahan pangan yang dimakan tiap hari oleh satu orang atau merupakan ciri khas untuk sesuatu kelompok masyarakat tertentu (Santoso, 2004). Konsumsi, jumlah dan jenis pangan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Harper et al. (1986), faktor-faktor

yang sangat mempengaruhi konsumsi pangan adalah jenis, jumlah produksi dan ketersediaan pangan. Pendapat para pakar yang berbeda tersebut dapat diartikan secara umum bahwa pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atas sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada factorfaktor sosial, budaya dimana mereka hidup. 4. AKG ( Angka Kecukupan Gizi ) Menurut Hardinsyah dan Tampubolon (2004),

Kecukupan gizi adalah rata-rata asupan gizi harian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi hampir semua (97,5%) orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis memenuhi kebutuhan gizi mencakup 50% orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu disebut dengan kebutuhan gizi. AKG juga berguna untuk mengukur tingkat konsumsi, perencanaan konsumsi pangan dan ketersediaan pangan dan untuk menentukan fortifikasi zat gizi dalam makanan. C. Teori Teori Pola Konsumsi Pangan Masyarakat Dan Akg Metode Pengukuran Pola Makan Metode pengukuran pola makan untuk individu, antara lain :

1.

Metode Food recall 24 jam Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan

mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Metode recall 24 jam cenderung bersifat kualitatif. 2. Metode penimbangan makanan (food weighing) Pada metode penimbangan makanan, responden atau petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi responden selama 1 hari. Bila terdapat sisa makanan setelah makan maka perlu juga ditimbang sisa tersebut untuk mengetahui jumlah sesungguhnya makanan yang dikonsumsi. 3. Metode dietary history Metode ini bersifat kualitatif karena memberikan gambaran pola konsumsi berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama (bias 1 minggu, 1 bulan, 1 tahun). Buckle (1974) menyatakan bahwa metode ini terdiri dari tiga komponen yaitu : a. Komponen pertama adalah wawancara (termasuk recall 24 jam). b. Komponen kedua adalah tentang frekuensi

penggunaan dari sejumlah bahan makanan dengan memberikan daftar (check list).

c. Komponen ketida adalah pencatatan konsumsi selama 2-3 hari sebagai cek ulang. 4. Metode frekuensi makanan (food frequency) Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun. AKG (Angka Kecukupan Gizi) Kecukupan energi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, status fisiologis, kegiatan, efek termik, iklim dan adaptasi. Untuk kecukupan protein dipengaruhi oleh faktor-faktor umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, status fisiologi, kualitas protein, tingkat konsumsi energi dan adaptasi (Hardinsyah dan Tampubolon 2004). D. Diversivikasi konsumsi pangan Diversivikasi konsumsi pangan memiliki banyak macam seperti pada sumber bahan pokok yaitu jagung, sagu, umbi-umbian. Sumber protein hewani seperti ikan, sumber protein nabati seperti kacang-kacangan, zat mikro seperti vitamin. Diversivikasi pangan jangung. Jagung merupakan tanaman yang mudah ditanam sehingga di Indonesia banyak

terdapat tanaman tersebut. Selain itu, jagung juga mempunyai kandungan yang hampir sama dengan beras. Jagung merupakan salah satu serelia yang strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras. Kandungan kerbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Selain sebagai sumber utama karbohidrat, jagung juga mengandung zat gizi lain seperti, energi, protein, lemak, kalsium, fosfor, serat, besi, vitamin A, vitamin B1 dan air (Djuwardi, 2010). Jagung memiliki potensi besar sebagai alternatif makanan pokok selain beras. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan sumberdaya terutama lahan irigasi yang menjadi permasalahan pada produksi beras, relatif tidak terjadi pada jagung. Jagung merupakan tanaman yang relatif lebih tahan terhadap kekurangan air daripada padi. Dalam bentuk biji utuh, jagung dapat diolah misalnya menjadi tepung jagung, nasi jagung, dan makanan ringan (pop corn dan jagung marning). Dengan demikian diharapkan beras jagung dapat menyukseskan program diversifikasi pangan pemerintah dan mengurangi ketergantungan Indonesia

terhadap beras sehingga menciptakan swasembada pangan dan mewujudkan ketahanan pangan.

E. Pangan Lokal Pangan lokal menurut UU pangan No.18 tahun 2012 adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal. Ruang lingkup pangan lokal Pangan fungsional adalah produk pangan atau bahan pangan yang mengandung komponen aktif yang mampu mencegah, bahkan menyembuhkan suatu penyakit tertentu untuk mencapai kesehatan tubuh yang lebih optimal. Makanan atau bahan pangan dapat digolongkan kedalam bahan pangan fugsioanal jika: 1. Berupa produk pangan (bukan kapsul, tablet, atau bubuk) yang berasal dari bahan / ingredients yang terdapat secara alami. 2. Produk tersebut dapat dan selayaknya dikomsumsi sebagai diet atau menu sehari-hari.

3. Produk tersebut mempuyai fungsi tertentu pada waktu


dicerna, memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, seperti memperkuat sistem pertahanan tubuh, mencegah penyakit tertentu, membantu tubuh mengembalikan kondisi tubuh setelah diserang penyakit tertentu, menjaga kondisi fisik dan mental serta memperlambat proses penuaan.

KESIMPULAN Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Masyarakat yang makmur dapat ditandai dengan

ketahanan pangannya yang cukup. b. Upaya ketahanan pangan dapat dilakukan dengan

diversivikasi, pola konsumsi dan AKG. c. Semua upaya ketahanan pangan saling berkaitan. d. Upaya-upaya tersebut bertujuan untuk mensejahterakan rakyat. DAFTAR PUSTAKA Anne Lies Ranti dan Santoso Soegeng. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : PT. Asdi Mahasatya. Azhari. 2008. Pilar Ketahanan Pangan. Jakarta : Penebar Swadaya. Buckle, K. A., et al. 1974. Ilmu Pangan. Terjemahan oleh H. Purnomo dan Adiono. Jakarta : UI. Djuwardi. 2010. Cassava: Solusi Pemberagaman

Kemandirian Pangan. Jakarta: Grasindo. Hardinsyah dan Tampubolon. 2004. Kecukupan Gizi dan Protein Serta Penilaian Mutu Gizi Konsumsi Pangan. Bogor : Jurusan GMSK IPB. Harper, L. J. et al., 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Penerjemah Suhardjo. Jakarta : UI-Press.

Kasryno, F. dkk, 1993. Ekonomi Padi dan Beras Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta : Departemen Pertanian. Nainggolan, Susan, 2008. Pengaruh Variabel Fundamental Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Medan : Universitas Sumatera Utara. Rahardjo. 1993. Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa. Bandung : Mizan Riyadi. 2003. Kebiasaan Makan Masyarakat dalam Kaitannya dengan Penganekaragaman Konsumsi Pangan.

Jakarta: Prosiding Simposium Pangan dan Gizi serta Kongres IV Bergizi dan Pangan Indonesia. Santoso. 2004. Aspek Pengetahuan dan Sosio Budaya dalam Rangka Ketahanan Pangan Rumah tangga. Laporan Lokakarya Ketahanan Pangan Rumah Tangga.

UNICEF : Departemen Pertanian RI. Suyastiri, N. M. 2008. Diversifikasi Konsumsi Pangan Berbasis Potensi Lokal dalam Mewujudkan

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pedesaan di kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol 13 (2008): 51-60. Yayuk Farida Baliwati. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta : Penebar Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai