Anda di halaman 1dari 133

1

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN BINAHONG


(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) TERHADAP BAKTERI
Staphylococcus aureus DAN Pseudomonas aeruginosa.




SKRIPSI




Oleh :
MUFID KHUNAIFI
NIM. 03520025













JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2010


UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN BINAHONG
(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) TERHADAP BAKTERI
Staphylococcus aureus DAN Pseudomonas aeruginosa.






SKRIPSI





Diajukan kepada:
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)







Oleh :
MUFID KHUNAIFI
NIM. 03520025










JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2010

SURAT PERNYATAAN
ORISINALITAS PENELITIAN


Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Mufid Khunaifi
NIM : 03520025
Fakultas/Jurusan : Sains dan Teknologi/Biologi
Judul Penelitian :Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Binahong
(Anredera cordifolia (Ten) Steenis) Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus Dan Pseudomonas aeruginosa


Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa hasil penelitian saya ini
tidak terdapat unsur-unsur penjiplakan karya penelitian atau karya ilmiah yang
pernah dilakukan atau dibuat oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip
dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata hasil penelitian ini terbukti terdapat unsur-unsur jiplakan,
maka saya bersedia untuk mempertanggung jawabkan, serta diproses sesuai
peraturan yang berlaku.

Malang, 29 April 2010
Yang Membuat Pernyataan,



Mufid Khunaifi
NIM: 03520025



UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN BINAHONG
(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) TERHADAP BAKTERI
Staphylococcus aureus DAN Pseudomonas aeruginosa.





SKRIPSI



Oleh :
MUFID KHUNAIFI
NIM. 03520025


Telah Disetujui oleh :
Dosen Pembimbing I





Dr.Ulfah Utami,.M.Si
NIP. 196 50509 199903 2 002
Dosen Pembimbing II





Ach. Nashichuddin, MA
NIP.197 30705 200003 1 002


Tanggal, 14 April 2010

Mengetahui
Ketua Jurusan Biologi



Dr. Eko Budi Minarno, M.Pd
NIP. 196 30114 199903 1 001

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN BINAHONG
(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) TERHADAP BAKTERI
Staphylococcus aureus DAN Pseudomonas aeruginosa.



SKRIPSI


Oleh :
MUFID KHUNAIFI
NIM. 03520025

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi dan
Dinyatakan Diterima Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)


Tanggal 22 April 2010

Susunan Dewan Penguji : Tanda Tangan

1. Penguji Utama : Ir. Lilik Hariani, MP ( ..)
NIP.196 20901 199803 2 001
2. Ketua : Evika Sandi Savitri.M.Si (...)
NIP.197 41018 200312 2 002
3. Sekretaris : Dr. Ulfah Utami, M.Si (...)
NIP.196 50509 199903 2 002
4. Penguji Agama : Ach. Nashichuddin, MA. (...)
NIP.197 30705 200003 1 002

Mengetahui dan Mengesahkan
Ketua Jurusan Biologi




Dr. Eko Budi Minarno, M.Pd
NIP. 196 30114 199903 1 001

MOTTO


...

Setiap hari bertambah ilmu dan bergelimang dengan lautan yang berfaedah

(Talim Mutaalim)







Barang siapa ingin eksis dalam kehidupan global (dunia) maka
kuasailah ilmu pengetahuan, dan barang siapa ingin eksis dalam
kehidupan akhirat maka kuasailah ilmu pengetahuan, dan barang siapa
ingin eksis di dunia dan akhirat maka kuasailah ilmu pengetahuan

(Sayyidina Ali Bin Abi Thalib)

My Society Is My My Society Is My My Society Is My My Society Is My University University University University

(Prof. Dr. KH. Ahmad Mudlor, SH)



KATA PENGANTAR



Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT. Kerena atas Rahmat, Taufiq dan Hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana sains (S.Si). penulis menyadari bahwa banyak pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Untuk itu,
iringan doa dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan
kepada:
1. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor UIN MALIKI Malang.
2. Prof. Dr. Sutiman Bambang Sumitro, SU, Dsc selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi UIN MALIKI Malang.
3. Dr. Eko Budi Minarno, M.Pd selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi UIN MALIKI Malang
4. Dr. Ulfah Utami, M.Si karena atas bimbingan, pengarahan dan kesabaranya
sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Ach.Nasichuddin, MA. selaku dosen pembimbing agama yang telah
menyempatkan waku untuk membimbing dan mengarahkan sehingga
penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Ayah dan Ibunda tercinta yang dengan sepenuh hati senantiasa mendoakan
dan memberikan dukungan moril maupun spirituil sehingga penulisan skripsi

ini dapat terselesaikan. Adiku (Anik Fitrotin) tersayang yang selalu
memberikan dukungan untuk dapat menyelesaikan skripsi.
7. Prof. Dr. KH. Ahmad Muhdlor, SH. Pengasuh Lembaga Tinggi Pesantren
Luhur Malang yang dengan kesabaran dan keikhlasanya telah memberikan
samudra ilmunya. Semoga Allah SWT selalu memberikan nikmat kesehatan.
8. Seluruh Dosen Jurusan Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi yang telah
membimbing dan memberikan ilmunya dengan penuh kesabaran dan
keihlasan.
9. Laboran Kimia Fakultas Sains dan Teknologi (Abi, Taufik dan Kumala Dewi)
10. Laboran Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (bapak
Selamet Riyanto)
11. Teman-Teman Biologi terutama angkatan 2003, Saudara-saudaraku di KSR
PMI unit UIN MALIKI Malang. Teman-teman di Lembaga Tinggi Pesantren
Luhur Malang dan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu yang telah memberikan arahan, motivasi dan bantuan dalam
menyelesaikan skripsi ini,
Semoga Alla SWT menerima amal baik dan memberikan balasan yang
setimpal. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat menambah khazanah
ilmu pengetahuan.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Malang, April 2010

Penulis

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... viii
ABSTRAK....................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................... 7
1.3. Tujuan Penelitian....................................................................................... 7
1.4. Hipotesis Penelitian ................................................................................... 8
1.5. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 8
1.6. Batasan Masalah ........................................................................................ 9
1.7. Penegasan Istilah........................................................................................ 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Binahong Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.............................. 11
2.1.1. Deskripsi Tanaman Binahong ................................................................. 11
2.1.2. Klasifikasi Tanaman Binahong ................................................................ 13
2.1.3. Kandungan Dan Kegunaan Tanaman Binahong ....................................... 13
2.1.4. Zat Antimikroba Tanaman Binahong Anredera cordifolia (Ten.)
Steenis ....................................................................................................... 15
2.2. Ekstraksi Daun Binahong dengan Metode Maserasi ................................... 19
2.3. Tinjauan Tentang Bakteri Uji ..................................................................... 22
2.3.1. Bakteri Staphylococcus aureus ................................................................ 23
2.3.1.1 Morfologi bakteri Staphylococcus aureus ............................................. 23
2.3.1.2 Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus........................................ 24
2.3.1.3 Patogenistas Dan Gambaran Klinis Bakteri Staphylococcus aureus ...... 25
2.3.1.4 Pengobatan .......................................................................................... 26
2.3.2 Bakteri Pseudomonas aeruginosa............................................................. 26
2.3.2.1 Morfologi Bakteri Pseudomonas aeruginosa......................................... 26
2.3.2.2 Pertumbuhan Bakteri Pseudomonas aeruginosa .................................... 26
2.3.2.3 Patogenitas Dan Gambaran Klinis Bakteri Pseudomonas aeruginosa .... 27
2.3.2.4 Pengobatan............................................................................................ 28
2.4. Tinjauan Bahan Antimikroba ..................................................................... 28
2.5. Cara Kerja Zat Antimikroba....................................................................... 30
2.6. Faktor Yang Mempengaruhi Aktifitas Zat Antimikroba.............................. 32
2.7. Mekanisme Resistensi ............................................................................... 34
2.8. Uji Kepekaan Terhadap Antimikroba ........................................................ 34
2.9. Herbal Dalam Perspektif Islam................................................................... 36


BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian.................................................................. 43
3.2. Waktu Dan Tempat Penelitian.................................................................... 43
3.3. Variabel Penelitian..................................................................................... 44
3.4. Obyek Penelitian........................................................................................ 44
3.5. Alat dan Bahan Penelitian ......................................................................... 45
3.5.1.Alat Penelitian.......................................................................................... 45
3.5.2 Bahan Penelitian ...................................................................................... 45
3.6. Prosedur Penelitian .................................................................................... 45
3.6.1 Preparasi Sampel...................................................................................... 45
3.6.2 Ekstraksi Daun Binahong Dengan Metode Maserasi ................................ 46
3.6.3 Identifikasi Senyawa Aktif Pada Daun Binahong .................................... 46
3.7. Uji Aktivitas Antibakteri ............................................................................ 49
3.7.1 Sterilisasi Alat ......................................................................................... 49
3.7.2 Pembuatan Media .................................................................................... 49
3.7.2.1 MediA Nutrient Broth (NB) .................................................................. 49
3.7.2.2.Media Nutrient Agar (NA) ................................................................... 49
3.7.3. Peremajaan Biakan Bakteri ..................................................................... 50
3.7.4. Pembuatan Suspensi Bakteri.................................................................... 50
3.8. Uji Aktifitas Antibakteri Ekstrak Daun Binahong ...................................... 51
3.8.1.Uji Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Dan Konsentrasi Bunuh
Minimum (KBM) ................................................................................... 51
3.8.2. Penghitungan Data .................................................................................. 54
3.9. Analisa data ............................................................................................... 55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Ekstraksi Sampel ....................................................................................... 56
4.2. Identifikasi Golongan Senyawa Aktif......................................................... 57
4.3. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Binahong...................................... 59
4.3.1.Uji KHM Ekstrak Daun Binahong Terhadap Bakteri Staphylococcus
aureus dan Pseudomonas aureginosa....................................................... 59
4.3.2.Uji Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) Ekstrak Daun Binahong
Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ................................................. 62
4.3.3.Uji Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) Ekstrak Daun Binahong
Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa............................................. 66
4.4.Daya Antibakteri Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordiflia (Ten)
Steenis Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas
aeruginosa.................................................................................................. 70
4.5.Lingkungan Hidup Bakteri .......................................................................... 76
4.6 Pemanfaatan Daun Binahong Sebagai Antibakteri Dalam Persepektif
Islam........................................................................................................... 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan................................................................................................ 80
5.2. Saran saran.............................................................................................. 81
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 82
LAMPIRAN-LAMPIRAN................................................................................ 87

DAFTAR TABEL


Tabel 4.1 : Uji Fitokimia Ekstrak Daun Binahong Secara Kualitatif ................ 58
Tabel 4.2 : Uji Fitokimia Ekstrak Daun Binahong Secara Kuantitatif .............. 59
Tabel 4.3 : Tingkat Kekeruhan Yang Dihasilkan Pada Media Nutrient Agar
Oleh Koloni Bakteri Staphylococcus aureus Dalam Konsentrasi
Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) ......... 60
Tabel 4.4 : Tingkat Kekeruhan Yang Dihasilkan Pada Media Nutrient Agar
Oleh Koloni Bakteri Pseudomonas Aureginosa Dalam
Konsentrasi Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten)
Steenis) ......................................................................................... 61
Tabel 4.5 : Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Binahong (Anredera
cordifolia (Ten) Steenis Terhadap Jumlah Koloni Bakteri
Staphylococcus aureus Per ml (10
6
)............................................... 63
Tabel 4.6 : Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Binahong (Anredera
cordifolia (Ten) Steenis Terhadap Jumlah Koloni Bakteri
Pseudomonas aeruginosa Per ml (10
6
) ........................................ 67
















DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Daun Binahong Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.................. 12
Gambar 2.2 : Batang,Akar dan Daun Anredera cordifolia (Ten.) Steenis ...... 12
Gambar 2.3 : Morfologi Bakkteri Staphylococcus aureus ............................ 23
Gambar 2.4 : Morfologi Bakkteri Pseudomonas aeruginosa ......................... 26
Gambar 4.1 : Grafik Rerata Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus
Per ml (10
6
) Dengan Perlakuan Konsentrasi Ekstrak Daun
Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis).......................... 63
Gambar 4.2 : Grafik Rerata Jumlah Koloni Bakteri Pseudomonas
aeruginosa Per ml (10
6
) Dengan Perlakuan Konsentrasi
Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis).... 67

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Diagram alir kerja penelitian.................................................. 87
Lampiran 2 : Skema Kerja ......................................................................... 88
2.1. Preparasi Sampel............................................................. 88
2.2. Ekstraksi Daun Binahong Dengan Metode Maserasi ....... 89
2.3. Identifikasi Senyawa Kimia............................................. 90
2.4. Pengenceran Larutan Ekstrak Daun Binahong ................ 91
Lampiran 3 : Uji Aktivitas Antibakteri ....................................................... 92
3.1. Pembuatan Media............................................................ 92
3.2. Peremajaan Biakan Bakteri Murni ................................... 93
3.3. Pembuatan Suspensi Bakteri............................................ 93
3.4. Uji Aktivitas Antibakteri Dengan Metode Dilusi Tabung 94
Lampiran 4 :1. Data pengaruh pemberian Konsentrasi Ekstrak Daun
Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis Terhadap
penurunan Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus
Per ml (10
6
sel/ml)................................................................ 95

2.Data pengaruh pemberian Konsentrasi Ekstrak Daun
Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis Terhadap
penurunan Jumlah Koloni Bakteri Pseudomonas aeruginosa
Per ml (10
6
sel/ml) .............................................................. 95
Lampiran 5 : Data Penghitungan Analisa Variansi Dalam RAL ................. 96
Lampiran 6 : Analisis Data Dengan one way ANOVA............................... 100
Lampiran 7 : Perhitungan ANOVA Dengan Menggunakan Spss Versi 15.. 101
Lampiran 8 : Uji Korelasi Dan Regresi Linear .......................................... 107
Lampiran 9 : Kadar Bunuh Minimum per ml (10
6
sel/ml)
di kurangi 99,9% asal sub biakan 0%..................................... 111

Lampiran 10 : Gambar Alat Dan Bahan Penelitian ...................................... 112
Lampiran 11 : Ekstraksi Dengan Metode Maserasi ...................................... 114
Lampiran 12 :
: A. Hasil Uji Pendahuluan KHM ............................................. 115
: B. Hasil Uji KBM Terhadap Bakteri Staphylococus aureus .... 116
: C.Hasil Uji KBM Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa 117












ABSTRAK

Khunaifi, Mufid. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Binahong
(Anredera cordifolia (Ten) Steenis Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus Dan Pseudomonas aeruginosa. Pembimbing
Dr Ulfah Utami, M.Si. dan Ach. Nashichuddin, MA

Kata Kunci : Antibakteri, Ekstrak Daun Binahong, Staphylococcus aureus,
Pseudomonas aureginosa.

Penyakit Infeksi merupakan penyebab utama kematian di dunia terutama
di daerah tropis, seperti Indonesia. Salah satu penyebab penyakit infeksi adalah
bakteri. Pengobatan penyakit akibat infeksi bakteri menggunakan antibiotik
banyak menimbulkan resistensi, sehingga hal ini memerlukan produk baru yang
memiliki potensi tinggi sebagai antibiotik. Salah satu tanaman yang secara
empiris banyak digunakan untuk pengobatan adalah Binahong (Anredera
cordifolia (Ten) Steenis. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui
aktivitas daun Binahong sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa yang multi resisten obat. dengan mengetahui
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM),
serta untuk mengetahui senyawa kimia apa saja yang terkandung di dalam daun
binahong
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan
menggunakan metode tube dilution test. Rancangan penelitian yang di gunakan
adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan dan 3 kali ulangan.
Ekstrak daun binahong didapat dengan cara ekstraksi secara maserasi
menggunakan pelarut Etil asetat. Konsentrasi ekstrak daun binahong yang
digunakan adalah kontrol (0%), 25%, 30%, 35%, 40%, 45% dan 50% untuk
bakteri Staphylococcus aureus, sedangkan untuk bakteri Pseudomonas aeruginosa
menggunakan konsentrasi kontrol (0%), 50%, 60%, 70%, 80%, 90% dan 100%.
Data yang diperoleh di analisis dengan uji one way ANOVA, Korelasi dan
Regresi linear.
Hasil penelitian didapatkan KHM ekstrak daun binahong terhadap bakteri
Staphylococcus aureus pada konsentrasi 25%, sedangkan pada bakteri
Pseudomonas aeruginosa konsentrasi 50%. Pada uji KBM ekstrak daun binahong
terhadap bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 50%, sedangkan pada
bakteri Pseudomonas aeruginosa pada konsentrasi 100%. Hasil uji one way
ANOVA menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antar perlakuan sig
(0,000)<p(0,05). Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun binahong yang
diberikan, semakin besar kemampuan menghambat dan membunuh bakteri
Staphylococcus aureus (r-0,860) Pseudomonas aureginosa (r-0,860) Pemberian
konsentrasi ekstrak daun binahong berpengaruh terhadap penurunan jumlah
koloni bakteri Staphylococcus aureus per ml (10
6
) (R
2
=0,740) pada bakteri
Pseudomonas aeruginosa per ml (10
6
) (R
2
=0,739). Hasil Uji Fitokimia ekstrak
daun Binahong ditemukan senyawa Polifenol, Alkaloid dan Flavanoid.

ABSTRACT
Khunaifi, Mufid. 2010. Antibacterials Activity Test Binahong Leaf Extract
(Anredera cordifolia (Ten) Steenis Against Bacteria Staphylococcus
aureus and Pseudomonas aeruginosa. Advisors: Dr. Ulfah Utami.,
M.Si and Ach. Nashichuddin, MA
Keywords: Antibacterials, Binahong Leaf Extract, Staphylococcus aureus,
Pseudomonas aureginosa.
Infectious diseases are the main cause of death in the world, especially in
the tropics, such as Indonesia. One cause of disease is a bacterial infection.
Treatment of diseases caused by bacterial infection using antibiotics cause a lot of
resistance, so this requires a new product that has great potential as antibiotics.
One of the many plants that are empirically used for treatment is Binahong
(Anredera cordifolia (Ten) Steenis. The purpose of this study is to determine the
antibacterial activity of leaf Binahong against Staphylococcus aureus and
Pseudomonas aeruginosa which is multi-drug resistant. To know the Minimum
Inhibitory Concentration (MIC ) and the Minimum Kill Concentration (MBC),
and to detect any chemical compounds contained in the leaves Binahong
This research is an experimental research laboratory using the dilution test
tube method. The research design used was completely randomized design (CRD)
with a seven treatments and three replicates. Binahong leaf extract obtained by
maceration by extraction using ethyl acetate solvent. Binahong leaf extract
concentration used were control (0%), 25%, 30%, 35%, 40%, 45% and 50% for
Staphylococcus aureus, whereas, for Pseudomonas aeruginosa using the control
concentration (0%), 50%, 60%, 70%, 80%, 90% and 100%. The data obtained
were analyzed by one way ANOVA test, correlation and linear regression.
The results obtained MIC Binahong leaf extract against Staphylococcus
aureus at concentrations of 25%, while the Pseudomonas aeruginosa bacteria
concentration of 50%. In the MBC test Binahong leaf extract against
Staphylococcus aureus at concentrations of 50%, while the Pseudomonas
aeruginosa at a concentration of 100%. Results of one way ANOVA test showed
significant difference among the treatments sig (0.000) <p (0.05). The higher
concentration of leaf extract Binahong given, the greater the ability to inhibit and
kill bacteria Staphylococcus aureus (r-0, 860) Pseudomonas aeruginosa (r-0, 860)
The concentration of leaf extract Binahong effect on decreasing the number of
colonies of Staphylococcus aureus per ml (10
6)
( R
2
= 0.740) in Pseudomonas
aeruginosa per ml (10
6)
(R
2
= 0.739). Phytochemical test results Binahong leaf
extract polyphenol compounds found, alkaloids and Flavanoid.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dilaksanakan
berbagai upaya pembangunan dibidang kesehatan. Upaya tersebut bertujuan untuk
mendukung visi Indonesia sehat 2010. Banyak tantangan dan kendala yang
dihadapi dalam mencapai visi tersebut, salah satu kendalanya adalah masih
tingginya angka penyakit infeksi di masyarakat, lebih dari 4,5% kematian di
Negara ASEAN adalah penyakit infeksi (WHO 1998)
Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab penyakit dan
kematian di Negara berkembang, termasuk Indonesia. Bagi penderita selain
menyebabkan penderitaan fisik, infeksi juga menyebabkan penurunan kinerja dan
produktifitas, yang pada giliranya akan mengakibatkan kerugian materiil yang
berlipat-lipat. Bagi negara, tingginya kejadian infeksi di masyarakat akan
menyebabkan penurunan produktifitas nasional secara umum, sedangkan dilain
pihak menyebabkan peningkatan pengeluaran yang berhubungan dengan upaya
pengobatanya (Wahyono, 2007)
Gibson (1991), menjelaskan bahwa Infeksi karena bakteri masih
mendominasi potensi terjadinya infeksi berat, sepsis, syok septic, dan disfungsi
multiorgan. Kematian di ruang perawatan intensif di Amerika sebanyak 40%
disebabkan oleh bakteri gram positif dan 60% oleh bakteri gram negatif.
(Nasronuddin, 2007)

Nasronudin (2007) menambahkan, bahwa untuk mengatasi infeksi karena
bakteri, antibiotika mempunyai peranan penting, antibiotika diharapkan mampu
mengeliminasi bakteri penyebab infeksi. Tetapi perlu disadari bahwa upaya
mengeliminasi bakteri penyebab saja ternyata tidak cukup memadai, hal tersebut
antara lain dimungkinkan akibat kurang tepatnya pemilihan antibiotika,
munculnya resistensi, efek dari berbagai mediator, sitokin, yang ikut
mempengaruhi laju perjalanan infeksi. Pemilihan antibiotika untuk mengatasi
infeksi perlu mempertimbangkan beberapa hal termasuk antibiotika yang
mempunyai spectrum luas, mampu bekerja lebih awal, potensi menginduksi
resistensi minimal dan dapat dikombinasikan dengan antibiotika lain.
Lisa (2007) menyatakan bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas
aeruginosa merupakan patogen terpenting dan berbahaya di antara marga
Staphylococcus dan Pseudomonas. Keduanya sering resisten terhadap berbagai
jenis obat, sehingga mempersulit pemilihan antimikroba yang sesuai untuk terapi.
Resistensi terhadap beberapa antimikroba umumnya terjadi di rumah sakit, tempat
yang paling banyak menggunakan antimikroba. Hasil uji kepekaan terhadap
antimikroba yang digunakan di RSU Dr. Soetomo Surabaya selama bulan Agustus
2005 sampai dengan Februari 2006 menunjukan bahwa sebesar 74,1 % isolat
Staphylococcus aureus mengalami resistensi multiobat dan sebanyak 95,9% isolat
Pseudomonas aeruginosa mengalami resistensi multiobat. Dalam hal ini,
resistensi multiobat didefinisikan sebagai resistensi terhadap dua atau lebih jenis
antimikroba yang berbeda.

Timbulnya strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik pada penyakit
infeksi merupakan masalah penting. Kekebalan bakteri terhadap antibiotik
menyebabkan angka kematian semakin meningkat. Sedangkan penurunan infeksi
oleh bakteri-bakteri yang patogen dapat menurunkan angka kematian. Selain itu
cara pengobatan dengan menggunakan kombinasi berbagai antibiotik juga dapat
menimbulkan masalah resistensi (Jawetz et al.,1991)
Pengobatan penyakit infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten
terhadap antibiotik memerlukan produk baru yang memiliki potensi tinggi.
Penelitian zat yang berkhasiat sebagai antibakteri perlu dilakukan untuk
menemukan produk antibiotik baru yang berpotensi untuk menghambat atau
membunuh bakteri yang resisten antibiotik dengan harga yang terjangkau. Salah
satu alternatif yang dapat ditempuh adalah memanfaatkan zat aktif pembunuh
bakteri yang terkandung dalam tanaman obat .Widjayanti (1999) dalam Nur Iman
(2009) menjelaskan salah satu tanaman yang secara empiris digunakan sebagai
obat antibakteri adalah tanaman binahong.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan seperti saat ini, ternyata memang
banyak tumbuhan yang terbukti secara ilmiah bisa mengobati berbagai penyakit.
Dalam kisah nabi Yunus AS, juga dikisahkan bahwasannya Nabi Yunus pada
waktu dalam keadaan sakit (setelah ditelan ikan) diperintahkan oleh Allah SWT
untuk memulihkan kondisi tubuhnya dengan memakan tumbuhan dari sejenis
labu. Kisah ini terdapat dalam surat Ash-Shaaffat ayat 145-146 yang berbunyi:



, -9!, ') !., =s >: L)
Kemudian kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan
sakit. Dan kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu. (QS. Ash-
Shaaffat [37]: 145-146)

Dari ayat tersebut, manusia bisa mengambil suatu pelajaran bahwasanya di
dalam suatu tumbuhan selain mengandung sifat estetika juga terdapat manfaat
tertentu. Selain itu, antara tumbuhan yang satu dengan yang lainya tidaklah
mempunyai manfaat yang sama (Jauhari,1984).
Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) adalah tanaman
obat potensial yang dapat mengatasi berbagai jenis penyakit. Tanaman ini berasal
dari dataran Cina dengan nama asalnya adalah Dheng shan chi, dikenal dengan
sebutan Madeira Vine. (Manoi, 2009)
Bagian tanaman binahong yang bermanfaat sebagai obat pada umumnya
adalah rhizome, akar dan daun. Penelitian mengenai aktivitas antibakteri daun
binahong dan kandungan metabolit sekundernya pernah dilakukan, bahwa dalam
simplisia daun binahong terkandung senyawa alkaloid, polifenol, dan saponin
(Annisa dan nurul, 2007)
Menurut Tshikalange et al., (2005) ekstrak air akar binahong dengan dosis
50 mg/ml memiliki daya hambat terhadap bakteri Gram-positif
(B.pumilus,B.subtilis dan S.aureus) serta bakteri Gram-negatif (Enterobacter
cloacae, E.coli, Klebsiella pneumonia, Serratia marcescens, dan Enterobacter
aerogenes) pada dosis 60 mg/ml, tetapi tidak pada bakteri B.sereus.


Rachmawati (2007) telah melakukan skrining fitokimia daun Binahong
(Anredera Cordifolia (Ten ) Steenis dengan melakukan maserasi terhadap serbuk
kering daun dengan menggunakan pelarut n-heksana dan metanol didapatkan
kandungan kimia berupa Saponin triterpenoid, flavanoid dan minyak atsiri.
Rochani (2009), melakukan ekstraksi dengan cara maserasi daun binahong dengan
menggunakan pelarut petroleum eter, etil asetat dan etanol, setelah dilakukan uji
tabung ditemukan kandungan alkaloid, saponin dan flavanoid, sedangkan pada
analisis secara KLT ditemukan senyawa alkaloid, saponin dan flavanoid. Setiaji
(2009) telah melakukan ekstraksi pada rhizome binahong dengan pelarut etil
asetat, petroleum eter, dan etanol 70% di dapatkan senyawa alkaloid, saponin
flavonoid dan polifenol
Etil asetat merupakan pelarut semi polar dan dapat melarutkan senyawa
semipolar pada dinding sel seperti aglikon flavanoid (Harbone, 1987) etil asetat
sering digunakan sebagai pelarut karena etil asetat dapat menyari
senyawa-senyawa yang dapat memberikan aktivitas antibakteri diantaranya
flavonoid pilohidroksi dan fenol yang lain (Anonymous,2005). Telah diujikan
bahwa ekstrak etil asetat daun ceremai mempunyai aktivitas sebagai antibakteri
terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dan mempunyai aktivitas
antijamur terhadap Candida albicans dengan zona hambatan 20 mm, 15 mm dan
18 mm (Jagessar et al., 2008).
Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian ini bertujuan untuk
menguji aktivitas antibakteri dengan berbagai konsentrasi ektsrak daun binahong
Anredera cordifolia (Ten.) Steenis dengan menggunakan pelarut etil asetat dan

konsentrasi efektif ekstrak daun binahong Anredera cordifolia (Ten.) Steenis
terhadap bakteri Staphylococcus aureus multiresisten antiboitik yang mewakili
gram positif dan Pseudomonas aeruginosa multiresisten antibiotik yang mewakili
gram negatif. dengan demikian penelitian ini kami beri judul "Uji Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis
Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa


















1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)
mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa?
2. Berapa konsentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh
minimum (KBM) ekstrak daun binahong Anredera cordifolia (Ten.)
Steenis terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa?
3. Senyawa kimia apa yang terkandung di dalam ekstrak daun Binahong
(Anredera cordifolia (Ten) Steenis yang memiliki aktivitas sebagai
antibakteri?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun binahong Anredera
cordifolia (Ten.) Steenis terhadap Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa
2. Mengetahui konsentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh
minimum (KBM) ekstrak daun binahong Anredera cordifolia (Ten.)
Steenis terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.
3. Mengetahui senyawa kimia yang terkandung di dalam ekstrak daun
binahong yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri.


1.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang melandasi penelitian ini adalah:
1. Adanya aktivitas antibakteri ekstrak daun Binahong Anredera cordifolia
(Ten.) Steenis terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas
aeruginosa
2. Terdapat konsentrasi tertentu dari ekstrak daun Binahong Anredera
cordifolia (Ten.) Steenis yang mampu menghambat dan membunuh
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa
3. Ada senyawa kimia yang terkandung di dalam ekstrak daun binahong
yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri.

1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:
1. Memperkaya ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan adanya
daya antibakteri suatu tanaman.
2. Memberikan informasi bahwa ekstrak daun Binahong Anredera cordifolia
(Ten.) Steenis dapat digunakan sebagai zat antibakteri.
3. Memberikan motivasi pada masyarakat untuk menggunakan zat antibakteri
dari bahan alam.





1.6. Batasan Masalah
1. Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa multi resisten antibiotik yang di dapatkan dari
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Malang
2. Daun Binahong Anredera cordifolia (Ten.) Steenis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah daun binahong campuran tua dan muda yang sudah
dikeringkan dan tidak terserang penyakit didapatkan dari Balai Materia
Medika Batu Malang
3. Penelitian ini hanya dilakukan pada konsentrasi hambat minimum dan
konsentrasi bunuh minimum ekstrak daun Binahong Anredera cordifolia
(Ten.) Steenis yang ditunjukkan dengan adanya penghambatan
pertumbuhan bakteri ditunjukan dengan kejernihan media uji dan
penurunan jumlah koloni bakteri setelah pemberian konsentrasi ekstrak
daun binahong.
4. Konsentrasi ekstrak daun Binahong Anredera cordifolia (Ten.) yang
digunakan dalam penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak daun binahong
yang telah diencerkan sesuai dengan konsentrasi untuk masing-masing
bakteri.





1.7. Penegasan Istilah
1. Daya antibakteri adalah kemampuan suatu zat untuk mencegah
pertumbuhan atau aktivitas metabolisme mikroba.
2. Daya hambat adalah kemampuan suatu substansi untuk menghambat
pertumbuhan suatu mikroorganisme.
4. Konsentrasi efektif adalah konsentrasi terkecil yang mempunyai daya
hambat terbesar.
5. KHM (kadar hambat minimum) adalah konsentrasi ekstrak daun binahong
terendah yang mampu menghambat bakteri Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa yang ditandai dengan kejernihan dalam media
tabung atau cawan agar.
6. KBM (Kadar bunuh minimum) adalah konsentrasi ekstrak daun binahong
terendah yang mampu membunuh bakteri yang dibiakkan pada media
Natrium Agar atau kadar agen antibakteri terendah yang tidak
menunjukkan pertumbuhan atau ada penurunan 99,9% dari inokulum asal
sub kultur (Shulman et al.,1994) setelah dilakukan penggoresan 1 ml
biakan bakteri dengan ekstrak daun binahong konsentrasi tertentu dan
diinkubasi pada suhu 37C selama 18-24 jam.
7. Pengamatan kuantitatif digunakan untuk menentukan pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa secara kuantitatif
dengan cara menghitung koloni bakteri dengan menggunakan colony
counter.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tanaman Binahong Anredera cordifolia (Ten.) Steenis
2.1.1. Deskripsi Tanaman Binahong
Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) adalah tanaman
obat potensial yang dapat mengatasi berbagai jenis penyakit. Tanaman ini berasal
dari dataran Cina dengan nama asalnya adalah Dheng shan chi, di Inggris disebut
madeira vine. Sinonim Boussingaulatia gracilis Miers. Boussingaultia cordifolia
Boussingaultia basselloides. Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.)
Steenis) termasuk dalam famili Basellaceae merupakan salah satu tanaman obat
yang mempunyai potensi besar ke depan untuk diteliti, karena dari tanaman ini
masih banyak yang perlu digali sebagai bahan fitofarmaka. Tanaman ini berasal
dari Cina dan menyebar ke Asia Tenggara. Di Indonesia tanaman ini dikenal
sebagai gendola yang sering digunakan sebagai gapura yang melingkar di atas
jalan taman. Tanaman merambat ini perlu dikembangkan dan diteliti lebih jauh.
Terutama untuk mengungkapkan khasiat dari bahan aktif yang dikandungnya.
Berbagai pengalaman yang ditemui di masyarakat, binahong dapat dimanfaatkan
untuk membantu proses penyembuhan penyakit-penyakit berat (Manoi, 2009)
Tanaman binahong berupa tumbuhan menjalar, berumur panjang
(perenial), bisa mencapai panjang +/- 5 m. Akar berbentuk rimpang, berdaging
lunak. Batang lunak, silindris, saling membelit, berwarna merah, bagian dalam
solid, permukaan halus, kadang membentuk semacam umbi yang melekat di

ketiak daun dengan bentuk tak beraturan dan bertekstur kasar. Daun tunggal,
bertangkai sangat pendek (subsessile), tersusun berseling, berwarna hijau, bentuk
jantung (cordata), panjang 5 - 10 cm, lebar 3 - 7 cm, helaian daun tipis lemas,
ujung runcing, pangkal berlekuk (emerginatus), tepi rata, permukaan licin, bisa
dimakan. (Gambar 2.1) Bunga majemuk berbentuk tandan, bertangkai panjang,
muncul di ketiak daun, mahkota berwarna krem keputih-putihan berjumlah lima
helai tidak berlekatan, panjang helai mahkota 0,5-1 cm, berbau harum.
Perbanyakan generatif (biji), namun lebih sering berkembang atau
dikembangbiakan secara vegetatif melalui akar rimpangnya (Gambar 2.2)
(Mus, 2009)





Gambar 2.1. Daun Binahong Anredera cordifolia(Ten.) Steenis.







Gambar 2.2. Batang,Akar dan Daun Anredera cordifolia(Ten.) Steenis (Mus
2008) http://www.plantamor.com.

2.1.2. Klasifikasi Tanaman Binahong
Klasifikasi tanaman binahong Anredera cordifolia(Ten.) Steenis. Menurut
situs http://www.plantamor.com.adalah :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Hamamelidae
Ordo : Caryophyllales
Famili : Basellaceae
Genus : Anredera
Spesies : Anredera cordifolia (Ten.) Steenis

2.1.3. Kandungan Dan Kegunaan Tanaman Binahong
Manfaat tanaman ini sangat besar dalam dunia pengobatan, secara empiris
binahong dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Dalam pengobatan,
bagian tanaman yang digunakan dapat berasal dari akar, batang, daun, dan bunga
maupun umbi yang menempel pada ketiak daun. Tanaman ini dikenal dengan
sebutan Madeira Vine dipercaya memiliki kandungan antioksidan tinggi dan
antivirus. Tanaman ini masih diteliti meski dalam lingkup terbatas. Percobaan
pada tikus yang disuntik dengan bahan ekstrak dari binahong dapat meningkatkan
daya tahan tubuh, peningkatan agresivitas tikus dan tidak mudah sakit. Beberapa

penyakit yang dapat disembuhkan dengan menggunakan tanaman ini adalah:
kerusakan ginjal, diabetes, pembengkakan jantung, muntah darah, tifus, stroke,
wasir, rhematik, pemulihan pasca operasi, pemulihan pasca melahirkan,
menyembuhkan segala luka dalam dan khitanan, radang usus, melancarkan dan
menormalkan peredaran dan tekanan darah, sembelit, sesak napas, sariawan berat,
pusing-pusing, sakit perut, menurunkan panas tinggi, menyuburkan kandungan,
maag, asam urat, keputihan, pembengkakan hati, meningkatkan vitalitas dan daya
tahan tubuh, (Manoi, 2009)
Menurut Tshikalange et al., (2005). ekstrak air akar binahong dengan
dosis 50 mg/ml memiliki daya hambat terhadap bakteri Gram-positif
(B.pumilus,B.subtilis dan S.aureus) serta pada bakteri Gram-negatif (Enterobacter
cloacae, E.coli, Klebsiella pneumonia, Serratia marcescens, dan Enterobacter
aerogenes) pada dosis 60 mg/ml, tetapi tidak pada bakteri B.sereus.
Rachmawati (2007) telah melakukan skrining fitokimia daun Binahong
(Anredera Cordifolia (Ten ) Steenis dengan melakukan maserasi terhadap serbuk
kering daun dengan menggunakan pelarut n-heksana dan metanol didapatkan
kandungan kimia berupa saponin triterpenoid, flavanoiod dan minyak atsiri.
Rochani (2009). melakukan ekstraksi dengan cara maserasi daun binahong dengan
menggunakan pelarut petroleum eter, etil asetat dan etanol, setelah dilakukan uji
tabung ditemukan kandungan alkaloid, saponin dan flavanoid, sedangkan pada
analisisa secara KLT ditemukan senyawa alkaloid, saponin dan flavanoid. Setiaji
(2009) telah melakukan ekstraksi pada rhizome binahong dengan pelarut etil
asetat, petroleum eter, dan etanol 70% di dapatkan senyawa alkaloid, saponin,

flavonoid dan polifenol. Pada ekstrak dengan pelarut etil asetat pada konsentrasi 2
% dapat membunuh bakteri Staphylococcus aureus. Selain itu juga dijelaskan
(Uchida, et al.,2003) bahwa di dalam daun binahong terdapat aktifitas
antioksidan, asam askorbat dan total fenol yang cukup tinggi.

2.1.4. Zat Antimikroba Tanaman Binahong Anredera cordifolia (Ten.) Steenis
2.1.4.1. Flavanoid
Flavanoid merupakan senyawa polar yang umumnya mudah larut dalam
pelarut polar seperti etanol, menthanol, butanol, aseton, dan lain-lain.
(Markham,1988). Flavanoid dalam tumbuhan terikat pada gula sebagai glikosida
dan aglikon flavanoid, Gula yang terikat pada flavanoid mudah larut dalam air
(Harbone,1996). Flavanoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol,
senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri
dan jamur. Nurachman (2002) menambahkan bahwa senyawa-senyawa flavanoid
umumnya bersifat antioksidan dan banyak yang telah digunakan sebagai salah
satu komponen bahan baku obat-obatan. bahwa Senyawa flavanoid dan turunanya
memilki dua fungsi fisiologi tertentu, yaitu sebagai bahan kimia untuk mengatasi
serangan penyakit (sebagai antimikroba) dan anti virus bagi tanaman.
Ditambahkan oleh De Padua, et al., (1999) bahwa flavanoid mempunyai
bermacam-macam efek yaitu, efek anti tumor, anti HIV, immunostimulant,
analgesik, antiradang, antifungal, antidiare, antihepatotoksik, antihiperglikemik
dan sebagai vasolidator.


2.1.4.2. Saponin
Saponin dibedakan sebagai saponin triterpenoid dan saponin steroid.
Saponin triterpenoid umumnya tersusun dari sistem cincin oleanana atau ursana.
Glikosidanya mengandung 1-6 unit monosakarida (Glukosa, Galaktosa, Ramnosa)
dan aglikonnya disebut sapogenin, mengandung satu atau dua gugus karboksil.
(Louis, 2004). Robinson (1995) menyatakan saponin merupakan senyawa aktif
permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada
konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah.
Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba dan saponin tertentu menjadi
penting karena dapat diperoleh dari beberapa tumbuhan dengan hasil yang baik
dan digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis hormon steroid yang digunakan
dalam bidang kesehatan. Saponin merupakan glukosida yang larut dalam air dan
etanol, tetapi tidak larut dalam eter.
2.1.4.3. Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar.
Alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom
nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid
sering bersifat racun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi
yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid
biasanya terwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal
tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar
(Harbone,1987)

Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang
diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada
sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan
menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1995)
2.1.4.4. Terpenoid
Terpenoid atau isoprenoid merupakan salah satu senyawa organik yang
hanya tersebar di alam, yang terbentuk dari satuan isoprena ( CH3=C(CH3)-
CH=CH2). Senyawa terpenoid merupakan senyawa hidrokarbon yang dibedakan
berdasarkan jumlah satuan isoprena penyusunnya, group metil dan atom oksigen
yang diikatnya (Robinson, 1995)
Terpenoid banyak ditemukan dalam tumbuhan tingkat tinggi sebagai
minyak atsiri yang memberi bau harum dan bau khas pada tumbuhan dan bunga.
Selain itu terpenoid juga terdapat dalam jamur, invertebrata laut dan feromon
serangga. Sebagian besar terpenoid ditemukan dalam bentuk glikosida atau
glikosil ester (Thomson,1993)
Terpenoid dari tumbuhan biasanya digunakan sebagai senyawa aromatik
yang menyebabkan bau pada eucalyptus, pemberi rasa pada kayu manis, cengkeh,
jahe dan pemberi warna kuning pada bunga. Terpenoid tumbuhan mempunyai
manfaat penting sebagai obat tradisional, anti bakteri, anti jamur dan gangguan
kesehatan (Thomson, 2004)
2.1.4.5. Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan senyawa volatil yang dihasilkan oleh jaringan
tertentu suatu tanaman, baik berasal dari akar, batang, daun, kulit, bunga, biji-

bijian. bahkan putik bunga (Rahmawati, 2000). Pada umumnya minyak atsiri
mempunyai ciri-ciri mudah menguap pada suhu kamar, mudah mengalami
dekomposisi, memiliki bau harum sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, larut
dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (Guenther, 1987). Sedangkan
menurut Nurhayati (2004) minyak atsiri merupakan komponen campuran dari
bahan-bahan yang wangi atau campuran dari bahan wangi dengan bahan yang
tidak berbau. Komponen yang wangi merupakan senyawa kimia murni yang
menguap pada kondisi normal.
Ajizah (2004) menjelaskan, minyak atsiri berperan sebagai antibakteri
dengan cara menggangu proses terbentuknya membran atau dinding sel sehingga
tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna. Minyak atsiri yang aktif sebagai
antibakteri pada umumnya mengandung gugus fungsi hidroksil (-OH) dan
karbonil. Turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi
yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein
fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami penguraian, diikuti
penetrasi fenol kedalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein.
Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran
mengalami lisis.(Parwata, et al., 2008).
2.1.4.6. Tanin
Tanin adalah senyawa polifenol yang memiliki berat molekul antara 500-
3000 dalton yang diduga berperan sebagai antibakteri, karena dapat membentuk
kompleks dengan protein dan interaksi hidrofobik (Makkar,1991)

Tanin merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang bersifat fenol,
mempunyai rasa sepat dan mempunyai kemampuan menyamak kulit. Secara
kimia tanin dibagi menjadi dua golongan, yaitu tanin terkondensasi atau tanin
katekin dan tanin terhidrolisis (Robinson,1995). Tanin terkondensasi terdapat
dalam paku-pakuan, gimnospermae dan angiospermae, terutama pada jenis
tumbuh-tumbuhan berkayu. Tanin terhidrolisis penyebaranya terbatas pada
tumbuhan berkeping dua (Harbone, 1984)
Tanin memiliki aktivitas antibakteri, secara garis besar mekanismenya
adalah dengan merusak membran sel bakteri, senyawa astringent tanin dapat
menginduksi pembentukan ikatan senyawa kompleks terhadap enzim atau substrat
mikroba dan pembentukan suatu ikatan kompleks tanin terhadap ion logam yang
dapat menambah daya toksisitas tanin itu sendiri. (Akiyama, et al., 2001).
Ajizah, (2004) menjelaskan, aktivitas antibakteri senyawa tanin adalah dengan
cara mengkerutkan dinding sel atau membran sel, sehingga mengganggu
permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terganggunya permeabilitas, sel tidak dapat
melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhanya terhambat atau bahkan mati.

2.2. Ekstraksi Daun Binahong Dengan Metode Maserasi
Ekstraksi merupakan penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan
mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang akan
diinginkan larut (Ansel, 2005). Faktor-faktor yang menentukan hasil ekstraksi
adalah jangka waktu sampel kontak dengan cairan pengekstraksi (waktu
ekstraksi), perbandingan antara jumlah sampel terhadap jumlah cairan

pengekstraksi (jumlah bahan pengekstraksi), ukuran bahan dan suhu ekstraksi.
Semakin lama waktu ekstraksi, kesempatan untuk bersentuhan makin besar
sehingga hasilnya juga bertambah sampai titik jenuh larutan. Perbandingan jumlah
pelarut dengan jumlah bahan berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi, jumlah
pelarut yang berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak, namun dalam
jumlah tertentu pelarut dapat bekerja optimal. Ekstraksi akan lebih cepat
dilakukan pada suhu tinggi, tetapi hal ini dapat mengakibatkan beberapa
komponen mengalami kerusakan. Penggunaan suhu 50 C menghasilkan ekstrak
yang optimum dibandingkan suhu 40C dan 60 C. (Voight, 1994)
Salah satu metode ekstraksi bahan alam, yaitu metode maserasi. Maserasi
adalah metode perendaman. Penekanan utama pada maserasi adalah tersedianya
waktu kontak yang cukup antara pelarut dan jaringan yang diektraksi (Guenter,
1987). Maserasi merupakan cara yang sederhana, maserasi dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam pelarut. Pelarut akan menembus dinding sel
dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat-zat aktif sehingga zat aktif
akan larut. Karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam
sel, maka larutan yang pekat didesak keluar. Pelarut yang digunakan dapat berupa
air, etanol, air-etanol atau pelarut lain. (Ahmad, 2006) dan untuk mendapatkan
ekstrak dalam waktu yang relatif cepat dapat dilakukan pengadukan dengan
menggunakan shaker berkekuatan 120 rpm selama 24 jam (Yustina, et al., 2008)
Pelarut merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam proses
ekstraksi, sehingga banyak faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan
pelarut (Guenther, 2006). Terdapat dua pertimbangan utama dalam memilih jenis

pelarut, yaitu pelarut harus mempunyai daya larut yang tinggi dan pelarut tidak
berbahaya atau tidak beracun. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dapat
melarutkan ekstrak yang diinginkan saja, mempunyai kelarutan yang besar, tidak
menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen ekstrak, dan titik didih
kedua bahan tidak boleh terlalu dekat (Bernasconi, 1995).
Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan tingkat
kepolaranya yaitu pelarut etil asetat. Etil asetat merupakan pelarut semi polar dan
dapat melarutkan senyawa semipolar pada dinding sel seperti aglikon flavanoid
(Harbone, 1987) Etil asetat adalah senyawa organik yang merupakan ester dari
etanol dan asam asetat. Etil asetat adalah pelarut polar menengah yang volatil,
tidak beracun, dan tidak higroskokopis. Etil asetat sering digunakan sebagai
pelarut karena etil asetat dapat menyaring senyawa-senyawa yang dapat
memberikan aktivitas antibakteri diantaranya flavonoid polyhidroksi dan fenol
yang lain (Anonymous, 2005). Telah diujikan bahwa ekstrak etil asetat daun
ceremai mempunyai aktivitas sebagai antibakteri terhadap Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus dan mempunyai aktivitas antijamur terhadap Candida
albicans dengan zona hambatan 20 mm, 15 mm dan 18 mm (Jagessar et al.,
2008). (Pambayun, et al., 2007) telah melakukan maserasi pada bubuk gambir
dengan menggunakan berbagai pelarut didapatkan senyawa fenolat total yang
tertinggi dengan menggunakan pelarut etil asetat. Setiaji (2009) telah melakukan
ekstraksi pada rhizome binahong dengan pelarut etil asetat di dapatkan senyawa
alkaloid, saponin, flavonoid dan polifenol.


2.3.Tinjauan Tentang Bakteri Uji
Bakteri uji dapat dibedakan antara bakteri gram positif dan gram negatif.
Atas dasar teknik pewarnaan diferensiasial yang disebut pewarnaan gram, kedua
kelompok bakteri ini di bedakan terutama mengenai dinding selnya (Volk dan
weller,1993). Perbedaan nyata dalam komposisi dan struktur di dinding sel antara
bakteri gram positif dan bakteri gram negatif penting untuk dipahami karena
diyakini bahwa dinding sel itulah yang menyebabkan perbedaan kedua kelompok
bakteri ini memberikan respons. Bakteri gram negatif mengandung lipid, lemak
atau substansi seperti lemak dalam persentase lebih tinggi daripada yang
dikandung bakteri gram positif. Dinding sel bakteri gram negatif juga lebih tipis
daripada dinding sel bakteri gram positif. Dinding sel bakteri gram negatif
mengandung peptidoglikan jauh lebih sedikit, dan peptidoglikan ini mempunyai
ikatan silang yang kurang efektif dibandingkan dengan yang dijumpai pada
dinding bakteri gram positif. Pada saat pewarnaan dengan ungu kristal
pertumbuhan bakteri gram positif lebih dihambat dengan nyata daripada bakteri
gram negatif , demikian juga dengan kerentanan terhadap antibiotik, bakteri gram
positif lebih rentan terhadap penisilin daripada bakteri gram negatif (Pelczar dan
Chan,1986)






2.3.1. Bakteri Staphylococcus aureus






Gambar 2.3. Morfologi Bakkteri Staphylococcus aureus (Wikipedia,2008)

2.3.1.1. Morfologi Bakteri Staphylococcus aureus
Nama Staphylococcus aureus berasal dari kata Staphele yang berarti
kumpulan dari anggur dan kata Aureus dalam bahasa latin yang berarti emas.
Nama tersebut berdasarkan bentuk dari sel-sel bakteri yang berwarna keemasan.
Ciri-ciri bakteri ini adalah merupakan bakteri gram positif yang berbentuk
bulat (cocus) dengan ukuran diameter sekitar 1 m dan tersusun dalam kelompok
yang tidak beraturan, tidak membentuk spora dan tidak bergerak. Sel-selnya
terdapat dalam kelompok seperti buah anggur, akan tetapi pada biakkan cair
mungkin terdapat secara terpisah (tunggal), berpasangan berbentuk tetrad
(jumlahnya 4 sel) dan berbentuk rantai dan koloninya berwarna abu-abu sampai
kuning emas tua (Jawetz, 1996). Sedangkan menurut Bonang (1982) metabolisme
bakteri ini adalah aerob dan anaerob, katabolisme positif membentuk asam dari
hidrat arang tanpa gas, fakultatif anaerob dan koloninya berwarna abu-abu sampai
kuning emas tua.


2.3.1.2. Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus
Bakteri Staphylococcus aureus mudah tumbuh pada berbagai pembenihan
dan mempunyai metabolisme aktif, meragikan karbohidrat, serta menghasilkan
pigmen yang berfariasi dari putih sampai kuning tua. Bakteri ini dapat tumbuh
dengan baik pada suhu 37C, tapi membentuk pigmen yang paling baik pada suhu
kamar (20C). Koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat, halus, menonjol
dan berkilau-kilauan, membentuk barbagai pigmen. Staphylococcus aureus
berwarna kuning emas. (Jawetz, 1996). Beberapa media yang dapat digunakan
untuk penanaman Staphylococcus aureus antara lain Mueller Hinton Agar,
Gliseril Monostearat Agar, Msa, dan Nutrient Agar (Jawetz, 1989)
Staphylococcus aureus dapat tumbuh pada kisaran pH 4,0-9,8 dengan pH
optimum sekitar 7,0-7,5. Pertumbuhan pada pH 9,8 hanya mungkin bila
substratnya mempunyai komposisi yang baik untuk pertumbuhannya. Bakteri ini
membutuhkan asam nikotinat untuk tumbuh dan akan distimulir pertumbuhanya
dengan adanya tiamin. Untuk pertumbuhan optimum diperlukan 11 asam amino.
Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang tidak mengandung asam
amino atau protein (Supardi,1999). Menurut Jawetz (1996) Staphylococcus aureus
relatif resisten terhadap pengeringan panas (bakteri ini tahan terhadap suhu 50C
selama 30 menit), dan terhadap natrium klorida 9% tetapi dengan mudah
dihambat oleh zat-zat kimia tertentu seperti heksaklorofen 3%.




2.3.1.3. Patogenitas Dan Gambaran Klinis Bakteri Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus menginfeksi manusia terutama pada membran
mukosa daerah nasal, saluran pernafasan bagian atas dan saluran pencernaan. Sifat
khas infeksi Staphylococcus aureus yang bersifat patogen adalah penahanan lokal.
Infeksi ini antara lain, meningitis, endokarditis, perikarditis dan bisul. Infeksi
yang disertai penanahan akan sembuh dengan cepat bila nanah dikeluarkan.
Staphylococcus aureus membentuk enterotoksin yang stabil pada pemanasan.
Enterotiksin dapat menyebabkan gejala keracunan makanan seperti mual, diare,
dan muntah-muntah (Jawetz, 1996)
Sebagai penyebab penting keracunan makanan, enterotoksin khususnya
dihasilkan bila bakteri ini tumbuh pada makanan karbohidrat dan protein.
Enterotoksin mengakibatkan muntah-muntah dan diare pada manusia. Keracunan
makanan yang disebabkan oleh enterotoksin Staphylococcus aureus ditandai oleh
masa inkubasi yang pendek (1-8) jam, nausea hebat, muntah-muntah, diare dan
konvalesen yang cepat (Jawetz,1986)
Infeksi lokal Staphylococcus auereus muncul sebagai suatu pimple, infeksi
folikel rambut, atau abses. Biasanya reaksi peradangan berlangsung hebat,
terlokalisasi, dan nyeri yang mengalami pernanahan sentral. Infeksi
Staphylococcus aureus juga dapat disebabkan oleh kontaminasi langsung pada
luka, misalnya pada infeksi luka pasca bedah atau infeksi setelah trauma.(fraktur
terbuka, meningitis setelah fraktur tengkorak). Bila Staphylococcus aureus
menyebar dan terjadi bakterimia, dapat terjadi endokarditis, osteomielitis akut
hematogen, meningitis, atau infeksi paru-paru (Jawetz dkk,1996)

2.3.1.4. Pengobatan
Untuk terapi infeksi Staphylococcus aureus digunakan antibiotika. Selama
pengobatan umumnya cepat terjadi resistensi, sehingga menimbulkan kesulitan
untuk memberantasnya. Antibiotika yang sering digunakan yaitu sefalosporin,
vankomisin dan tetrasiklin (Jawetz, 2001)

2.3.2. Bakteri Pseudomonas aeruginosa
2.3.2.1. Morfologi Bakteri Pseudomonas aeruginosa.







Gambar 2.4. Morfologi Bakkteri Pseudomonas aeruginosa (Wikipedia, 2008)

2.3.2.2. Pertumbuhan Baksteri Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aureginosa tersebar luas di alam dan biasanya terdapat di
lingkungan yang lembab di rumah sakit. Ciri khas Pseudomons aeruginosa
bergerak dan berbentuk batang, berukuran 0,6 x 2 m. Bakteri ini gram negatif
dan terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan kadang-kadang membentuk
rantai yang pendek. Tumbuh baik pada suhu 37C-42C. Pertumbuhan pada suhu

42 C membedakan spesies ini dari jenis lain. Bakteri ini adalah aerob obligat
yang tumbuh dengan mudah pada banyak jenis pembenihan biakan, kadang-
kadang menghasilkan bau yang manis menyerupai anggur membentuk koloni
halus bulat dengan warna berfluoresensi kehijauan. Semua spesies Pseudomonas
dapat tumbuh baik dalam sample nutrient agar dan dalam kebanyakan media
selektif seperti Eosin Methylen Blue (EMB) dan Mc Conkey Agar (Jawetz, 1996).

2.3.2.3. Patogenesis Dan Gambaran Klinis Bakteri Pseudomonas aeruginosa
Bakteri Pseudomonas aeruginosa menimbulkan infeksi pada luka dan luka
bakar, menimbulkan nanah hijau kebiruan, meningitis, bila masuk bersama funksi
lumbal, dan infeksi saluran kemih, bila masuk bersama kateter dan instrumen lain
atau dalam larutan untuk irigasi. Keterlibatan saluran nafas karena larutan irigasi.
Penyerangan pada saluran nafas, khususnya respirator yang tercemar,
mengakibatkan Pneumonia netrotika, menyebakna infeksi mada mata, yang
mengakibatkan kerusakan mata secara cepat, biasanya terjadi setelah luka atau
operasi mata. Jawetz, et al., (2001) Anasrullah (2002) menyatakan bahwa bakteri
Pseudomonas aureginosa merupakan mikroorganisme etiologi infeksi luka bakar
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang selama periode 1998-2001.
Menurut Yuke (2002) infeksi dari kuman Pseudomonas aeruginosa dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit, seperti Endokarditis, dimana
Pseudomonas aeruginosa menyerang katup jantung terutama pada pemakai obat-
obatan per intravena dan pengguna katup jantung buatan. Kuman ini dapat

menyebabkan Endokarditis melalui penyebaran secara langsung dalam aliran
darah.

2.3.2.4. Pengobatan
Infeksi Pseudomonas aureginosa yang penting dalam klinik tidak boleh
diobati dengan terapi obat tunggal, karena keberhasilan terapi semacam itu rendah
dan bakteri dapat dengan cepat menjadi resisten. Penisilin yang bekerja aktif
terhadap bakteri Pseudomonas aureginosa, tikarsilin, mezlosilin, dan piperasilin
digunakan dalam kombinasi dengan aminoglikosida, biasanya gentamisin,
tobramisin atau amikasin. Obat lain yang aktif terhadap Pseudomonas aureginosa
antara lain azreonam, imipenem, kuinolon baru, termasuk siprofloksasin.
Sefalosporin generasi baru, seftazidim dan sefeperakson aktif melawan
Pseudomonas aeruginosa, seftazidim digunakan secara primer pada terapi infeksi
Pseudomonas aureginosa. Pola kepekaan Pseudomonas aureginosa bervariasi
secara geografik, dan tes kepekaan harus dilakukan sebagai pedoman untuk
pemilihan terapi antimikroba (Jawetz,1996)

2.4. Tinjauan Bahan Antimikroba
Bahan antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat
mengganggu pertumbuhan dan aktivitas mikroba, khususnya mikroba yang
merugikan manusia.
Antimikroba merupakan komponen kimia yang mempunyai kemampuan
dalam menghambat atau mematikan mikroorganisme. Antimikroba yang

mempunyai kemampuan membunuh mikroba misalnya bakterisidal, fungisidial.
Sedangkan antimikroba yang mempunyai kemampuan hanya menghambat
pertumbuhan mikroba misalnya bakteristatik, fungistatik (Volk and Welher,1998).
Pemakaian bahan antimikroba merupakan suatu usaha untuk
mengendalikan mikroorganisme. Pengendalian adalah segala kegiatan yang dapat
menghambat. membasmi atau menyingkirkan mikroorganisme. Menurut Pelczar
(1988) tujuan utama pengendalian adalah:
1. Mencegah penyakit dan infeksi.
2. Membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi
3. Mencegah pembusukan dan kerusakan bahan oleh mikroorganisme.
Menurut Pelczar (1986). Obat antimikroba sebaiknya mempunyai sifat-
sifat sebagai berikut:
1. Menghambat atau membunuh pathogen tanpa merusak hospes.
2. Bersifat bakterisidal dan bukan bakteriostatik.
3. Tidak menyebabkan resistensi pada kuman
4. Berspektrum luas
5. Tidak bersifat alergenik atau tidak menimbulkan efek samping bila
digunakan dalam jangka waktu yang lama
6. Tetap aktif dalam plasma,cairan tubuh
7. Larut di dalam air dan stabil
8. Kadar bakterisidal di dalam tubuh cepat tercapai dan bertahan dalam
waktu lama.


2.5. Cara Kerja Zat Antimikroba.
Zat antimikroba dalam melakukan efeknya, harus dapat mempengaruhi
bagian-bagian vital sel seperti membran sel, enzim-enzim dan protein struktural.
Pelczar (1988) menyatakan bahwa mekanisme kerja zat antimikroba dalam
melakukan efeknya terhadap mikroorganisme adalah sebagai berikut:
1. Merusak Dinding Sel
Pada umumnya bakteri memiliki suatu lapisan luar yang kaku disebut
dinding sel (peptidoglikan). Sintesis dinding sel ini melibatkan sejumlah
langkah enzimatik yang banyak diantaranya dihalangi oleh antimikroba.
Rusaknya dinding sel bakteri misalnya karena pemberian enzimlisosim
atau hambatan pembentukanya oleh karena obat antimikroba, dapat
menyebabkan sel bakteri lisis. Kerusakan dinding sel akan berakibat
terjadinya perubahan-perubahan yang mengarah pada kematian sel karena
dinding sel berfungsi sebagai pengatur pertukaran zat-zat dari luar dan
kedalam sel, serta memberi bentuk sel.
2. Mengubah Permeabilitas Membran sel.
Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh selaput yang disebut membrane
sel yang mempunyai permeabilitas selektif, membran ini tersusun atas
fosfolipid dan protein. Membran sel berfungsi untuk mengatur keluar
masuknya zat antar sel dengan lingkungan luar, melakukan pengangkutan
zat-zat yang diperlukan aktif dan mengendalikan susunan dalam diri sel.
Proses pengangkutan zat-zat yang diperlukan baik kedalam maupun keluar

sel dimungkinkan karena didalam membran sel terdapat enzim protein
untuk mensintesis peptidoglikan komponen membran luar.
Dengan rusaknya dinding sel, bakteri secara otomatis akan berpengaruh
pada membrane sitoplasma, beberapa bahan antimikroba seperti fenol,
kresol, detergen dan beberapa antibiotik dapat menyebabkan kerusakan
pada membrane sel, bahan-bahan ini akan menyerang dan merusak
membran sel sehingga fungsi semi permeabilitas membran mengalami
kerusakan. Kerusakan pada membran sel ini akan mengakibatkan
terhambatnya sel atau matinya sel.
3. Kerusakan Sitoplasma.
Sitoplasma atau cairan sel terdiri atas 80% air, asam nukleat, protein,
karbohidrat, lipid, ion anorganik dan berbagai senyawa dengan bobot
molekul rendah. kehidupan suatu sel tergantung pada terpeliharanya
molekul-molekul protein dan asam nukleat dalam keadaan alamiahnya.
Konsentrasi tinggi beberapa zat kimia dapat mengakibatkan kuagulasi dan
denaturasi komponen-komponen seluler yang vital.
4. Menghambat Kerja Enzim.
Didalam sel terdapat enzim dan protein yang membantu kelangsungan
proses-proses metabolisme, banyak zat kimia telah diketahui dapat
mengganggu reaksi biokimia misalnya logam-logam berat, golongan
tembaga, perak, air raksa dan senyawa logam berat lainnya umumnya
efektif sebagai bahan antimikroba pada konsentrasi relatif rendah. Logam-
logam ini akan mengikat gugus enzim sulfihidril yang berakibat terhadap

perubahan protein yang terbentuk. penghambatan ini dapat mengakibatkan
terganggunya metabolisme atau matinya sel.
5. Menghambat Sintesis Asam Nukleat Dan Protein
DNA, RNA dan protein memegang peranan amat penting dalam sel,
beberapa bahan antimikroba dalam bentuk antibiotik misalnya
cloramfenikol, tetrasiline, prumysin menghambat sintesis protein.
Sedangkan sintesis asam nukleat dapat dihambat oleh senyawa antibiotik
misalnya mitosimin. Bila terjadi gangguan pada pembentukan atau pada
fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel.

2.6. Faktor Yang Mempengaruhi Aktifitas Zat Antimikroba
Banyak faktor dan keadaan yang mempengaruhi kerja zat antimikroba
dalam menghambat atau membasmi organisme pathogen. Semuanya harus
dipertimbangkan agar zat antimikroba tersebut dapat bekerja secara efektif.
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kerja zat antimikroba menurut Pelczar
(1988), adalah sebagai berikut:
1. Konsentrasi Atau Intensitas Zat Antimikroba.
Semakin tinggi konsentrasi suatu zat antimikroba semakin tinggi daya
antimikrobanya, artinya banyak bakteri akan terbunuh lebih cepat bila
konsentrasi zat tersebut lebih tinggi.
2. Jumlah Organisme
Semakin banyak jumlah organisme yang ada maka makin banyak pula waktu
yang diperlukan untuk membunuhnya.

3.Suhu
Kenaikkan suhu dapat meningkatkan keefektifan suatu disinfektan atau
bahan microbial. Hal ini disebabkan zat kimia merusak mikroorganisme
melalui reaksi kimia. Reaksi kimia bisa dipercepat dengan meninggikan
suhu.
4. Spesies Mikroorganisme.
Spesies mikroorganisme menunjukkan ketahanan yang berbeda-beda
terhadap suatu bahan kimia tertentu.
5. Adanya Bahan Organik.
Adanya bahan organik asing dapat menurunkan keefektifan zat kimia
antimicrobial dengan cara menonaktifkan bahan kimia tersebut. Adanya
bahan organik dalam campuran zat antimikrobial dapat mengakibatkan:
a. Penggabungan zat antimikrobial dengan bahan organik membentuk
produk yang tidak bersifat antimikrobial.
b. Penggabungan zat antimikrobial dengan bahan organik menghasilkan
suatu endapan sehingga antimikrobial tidak mungkin lagi mengikat
mikroorganisme.
c. Akumulasi bahan organik pada permukaan sel mikroba menjadi suatu
pelindung yang akan menganggu kontak antar zat antimikrobial
dengan sel.




6. Keasaman (pH) Atau Kebasaan (pOH).
Mikroorgasnisme yang hidup pada pH asam akan lebih mudah dibasmi pada
suhu rendah dan dalam waktu yang singkat bila dibandingkan dengan
mikroorganisme yang hidup pada pH basa.

2.7. Mekanisme Resistensi
Pemakaian antibakteri yang berlebihan menyebabkan mikroba yang
semula sensitif terhadap antibiotik menjadi resisten. Oleh karena itu, senyawa
antibakteri diperlukan untuk mengatasi bakteri resisten tersebut (Lenny, 2006)
Resistensi sel mikroba ialah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba
oleh antimikroba. Sifat ini merupakan suatu mekanisme alamiah untuk bertahan
hidup. Resistensi dibagi dalam kelompok resistensi genetik, resistensi nongenetik
dan resistensi silang. Mekanisme resistensi terhadap antimikroba antara lain:
perubahan tempat kerja (target site) obat pada mikroba; mikroba menurunkan
permeabilitasnya hingga obat sulit masuk kedalam sel; inaktivasi obat oleh
mikroba; mikroba membentuk jalan pintas untuk menghindari tahap yang
dihambat oleh antimikroba; dan meningkatkan produksi enzim yang dihambat
oleh antimikroba (Ganiswara, 2003)

2.8. Uji Kepekaan Terhadap Antimikroba
Sebelum zat antimikroba digunakan untuk keperluan pengobatan maka
perlu diuji dahulu efeknya terhadap spesies bakteri tertentu. Aktifitas antijasad
renik diukur secara in vitro agar dapat ditentukan potensinya suatu zat sebagai anti

jasad renik dalam larutan, konsentrasi zat terhadap jasad renik serta kepekaan
suatu jasad renik terhadap konsentrasi-konsentrasi bahan antimikroba yang
diberikan (Jawetz,1986)
Menurut Lay (1994) Bahan antimikroba bersifat menghambat bila
digunakan dalam konsentrasi kecil, namun bila digunakan dalam konsentrasi
tinggi dapat mematikan, untuk itu perlu diketahui MIC (Minimum Inhibitori
Consentration) dan MKC (Minimum Killing Concentration) bahan antimicrobial
terhadap mikroorganisme.
1. Metode Dilusi Tabung
Cara ini digunakan untuk menentukan konsentrasi hambat minimum
(KHM) dan konsentrasi bunuh minimum (KBM) dari obat antimikroba. Prinsip
dari metode dilusi yaitu menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media
cair dan sejumlah tertentu sel mikroba yang di uji. Kemudian masing-masing
tabung diisi dengan obat yang telah diencerkan secara serial. Selanjutnya, seri
tabung diinkubasikan pada suhu 37C selama 18-24 jam dan diamati kekeruhanya
pada tabung. Konsentrasi terendah obat pada tabung yang ditunjukkan dengan
hasil biakan yang mulai nampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah
KHM dari obat. Selanjutnya biakan dari semua tabung yang jernih diinokulasikan
pada media agar padat, diinkubasikan dan keesokan harinya diamati ada tidaknya
koloni mikroba yang tumbuh. Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang
ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni bakteri adalah KBM dari
obat terhadap bakteri uji (Dzen dkk, 2003)

Menurut Bonang dan Koeswandoro (1982) konsentrasi ekstrak terkecil
yang menunjukan hambatan pertumbuhan mikroskopis disebut konsentrasi
penghambat minimum/MIC. Uji ini dilakukan dengan mengamati kekeruhan
campuran Nutrient broth yang sudah diinokulasi bakteri dengan konsentrasi
ekstrak sesuai dengan perlakuan, lalu diinkubasi selama 24 jam dan diamati
pertumbuhan bakterinya.

2.9. Herbal Dalam Perspektif Islam.
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat Ali-Imran ayat 190-191:
| ,=> ,.9 _{ #=.> 9 !]9 <`{ ,9{
%! `. < !% `-% ?s ,``> `6. ,=>
,.9 _{ !, ! )=> L, 7>, !) ,s !9
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-
orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia,
Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali-Imran [3]:
190-191:)
Dari firman Allah ini, terdapat perintah Allah SWT kepada manusia yang
telah diberi kelebihan akal untuk meneliti dan mengkaji segala sesuatu yang ada
di langit dan bumi, karena tidak ada hasil ciptaan Allah SWT yang sia-sia. Semua
ciptaan Allah memiliki manfaat dan harus dimanfaatkan. Allah menciptakan
manusia dan memuliakannya sebagai makhluk yang paling istimewa. Oleh karena
itu dengan akal dan pikiran diharapkan manusia dapat hidup seimbang dunia dan

akhirat, sehat jasmani dan rohani dengan cara memanfaatkan apa yang ada (bahan
alam) dan mencari rahasia yang terkandung di dalamnya.
Allah SWT menciptakan suatu penyakit, dan Allah pula telah memberikan
obatnya. Dalam sabda Nabi yang diriwayatkan jabir R.A.menyebutkan:
:
,

Setiap penyakit ada obatnya, apabila obat suatu penyakit telah tepat, sembuhlah
dia dengan izin Allah Azza wa jalla )


Hadist diatas merupakan hadist riwayat Jabir. R.A yang terdapat dalam
kitab Shahih Imam Bukhari (Al-Din, 2002). Oleh karena itu, jika ada penyakit,
manusia hendaknya berobat. Apabila penyakit tersebut belum ada obatnya, maka
manusia hendaknya mencari sesuatu yang bisa mengobati penyakitnya. Manusia
haruslah yakin bahwa semua penyakit pasti ada obatnya.
Sesungguhnya Nabi SAW merupakan contoh teladan yang baik dalam
memberikan petunjuk menuju kedokteran yang benar yang berdiri diatas ilmu dan
uji coba, bukan diatas khayalan dan omong kosong (Qordhawi,1998). Oleh karena
itu, hendaknya manusia selalu berusaha mencari obat suatu penyakit dengan ilmu
yang dia miliki, dalam hal ini ilmu yang di maksud adalah ilmu yang berkaitan
dengan kesehatan
Tanaman obat dalam sunnah Nabi sangat banyak, diantaranya adalah
jinten hitam, biji seladri, lidah buaya, bidara, biji sawi, seladri air dan masih
banyak yang lainnya. Beberapa tanaman yang telah digunakan Rasulullah sebagai
tanaman obat adalah (Faroqi, 2005):

a. Jinten Hitam
Jinten hitam (al-habbat as-auda) merupakan obat untuk banyak penyakit.
Nabi Muhammad SAW bersabda Jinten hitam adalah obat bagi segala penyakit
kecuali sam, dan sam adalah kematian (HR Bukhari, Muslim, Ibnu Majah dan
Ahmad). Jinten hitam juga digunakan sebagai bumbu makanan, sedangkan pada
pengobatan digunakan sebagai peluruh kentut, peluruh kencing, panas, demam,
batuk, asma, antibakteri dan masih banyak khasiat lain. Kandungan senyawa
dalam jinten hitam adalah saponin, minyak esensial dan lemak jenuh yang
memiliki fungsi obat yang sangat tinggi.
b. Lidah Buaya
Lidah buaya dapat dimanfaatkan sebagai penutup (bagian yang
terluka/terjangkit). Nabi Muhammad SAW bersabda kepada orang yang mengeluh
kondisi matanya ketika melaksanakan ibadah haji, Tutupi dengan lidah buaya
(HR As-Suyuthi). Istilah medis lidah buaya digunakan untuk saripati yang keluar
dari potongan melingkar daunya yang banyak mengandung air. Beberapa lidah
buaya yang berbau harum penuh digunakan untuk mengurapi mayat (mumi) orang
mesir. Lidah buaya dapat berfungsi sebagai obat pencahar, obat kuat, peningkat
gairah seks, pembunuh cacing parasit, radang mata, tumor dan beberapa penyakit
lain. Kandungan senyawa dalam lidah buaya berupa minyak esensial.
c. Bidara
Beberapa hadist yang disampaikan oleh Imam Jafar Shadiq dalam Syarai
al-Islam dan buku lainya mengindasikan bahwa daun sidr adalah dedaunan yang
mengandung zat antibakteri dan zat pembersih. Hadist Shahih Bukhari, Sunan

Tirmidzi dan kitab hadist lainya memberikan saran untuk mencampurkan duan
bidara (sidr) dengan air hangat yang dipakai untuk memandikan jenazah. Daunya
paling cocok untuk desinfektan karena mengandung minyak esensial yang sangat
manjur sebagai deodoran dan desinfektan.
Pada kenyataanya beliau juga memberikan nasihat serupa mengenai
beberapa obat lainya. Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW menegaskan
pentingnya penggunaan tanaman obat, sehingga suri teladan Rasulullah ini perlu
diteladani oleh umat-umatnya (Faroqi, 2005)
Pada saat ini, para ilmuwan banyak yang meneliti berbagai bahan alam
untuk dijadikan obat untuk suatu penyakit, salah satu bahan alam yang digunakan
tersebut adalah tumbuhan.Tanaman obat banyak digunakan masyarakat menengah
kebawah terutama dalam upaya pencegahan dan pengobatan suatu penyakit. Hal
ini dikarenakan, banyak orang beranggapan bahwa penggunaan tanaman obat
relatif lebih aman dibandingkan obat sintetis (Maheswari, 2002)
Menurut pengertian umum obat dapat didefenesikan sebagai bahan yang
menyebabkan perubahan dalam fungsi biologis melalui proses kimia
(Katzung, 1990). Dalam perkembanganya terdapat obat kimia (sintetis) dan obat
alami yang dewasa ini lebih dikenal sebagai obat alternatif. Kita tahu cikal bakal
obat kimia (sintetis) berawal dari obat alami. Dari obat alam dilakukan isolasi
untuk mengetahui senyawa akttif yang terkandung di dalamnya, kemudian
dilakukan sintetis dengan menggunakan bahan kimia untuk menghasilkan
senyawa yang sama dalam jumlah yang lebih besar, sehingga lebih

menguntungkan dari segi ekonomi. Akan tetapi obat kimia ini kadang
menghasilkan dampak yang negatif bagi kesehatan.(Hayati, 2007)
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan seperti saat ini, ternyata memang
banyak tumbuhan yang terbukti secara ilmiah bisa mengobati berbagai penyakit
Dalam kisah nabi Yunus AS, juga dikisahkan bahwasannya Nabi Yunus pada
waktu dalam keadaan sakit (setelah ditelan ikan) diperintahkan oleh Allah untuk
memulihkan kondisi tubuhnya dengan memakan tumbuhan dari sejenis labu. kisah
ini terdapat dalam surat Ash-Shaaffat ayat 145-146 yang berbunyi:
, -9!, ') !., =s >: L)

Kemudian kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan
sakit. Dan kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu (QS. Ash-
Shaaffat [37]: 145-146)


Dari ayat tersebut, manusia bisa mengambil suatu pelajaran bahwasanya di
dalam suatu tumbuhan selain mengandung sifat estetika juga terdapat manfaat
tertentu. selain itu, antara tumbuhan yang satu dengan yang lainya tidaklah
mempunyai manfaat yang sama (Jauhari,1984). Hal ini sebagaimana firman Allah
SWT yang terdapat dalam surat Ar-Radu ayat 4 yang berbunyi :
_{ _L% ,>. > s _ . s
. +`. !, > `. !.-, ?s _-, 2{ |
9 )9 =)-


Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun
anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak
bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebagian tanam-
tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya (dan
bentuknya).Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir (QS. Ar-Radu [13]: 4)


Menurut Shihab (2002) sebagai insan Ulul Albab harus mampu
mengejewantahkan semua yang telah diperoleh di bangku pendidikan dalam
kehidupan sehari-hari, mau berfikir dan memikirkan bahwa semua yang
diciptakan Allah SWT tidak akan sia-sia. Berkaitan dengan hal tersebut muncul
kebutuhan melakukan penelitian tentang manfaat suatu tanaman untuk digunakan
sebagai alternatif alami pengobatan sebuah penyakit.
Dalam Al-Quran telah dijelaskan tumbuhan yang sangat bermanfaat;
%! !: > :- s :'- 9 _9 !=.
`&#2 .9 !9 !,:.` s ,:.` =2 . |
. . )> !.> . | > .9
Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya).
makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir
miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang yang berlebih-lebihan (QS Al-Anam [6]:141)

Selain itu firman Allah yang menyebutkan tumbuhan atau hewan sebagai obat;
. ?. . ,.9 5=`! , 7, 9 _` !L, ',.
#=. 9 "!: _!=9 | 79 )9 `3.

"Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan
Tuhanmu yang Telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman
(madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang
menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.
(QS. An-Nahl [16]: 69)


Ayat ayat tersebut, membuktikan sesungguhnya pada zaman para nabi
pun telah Dikenal obat-obatan alami dengan penggunaan ukuran yang sesuai, hal
ini membuktikan bahwa Al-Quran adalah kitab yang didalamnya berisi berita dan
informasi yang semuanya terbukti kebenarannya. Al-Quraan dijadikan petunjuk
bagi manusia, sebagai sumber yang hakiki agar manusia selamat dunia dan
akhirat.
Seiring dengan perkembangan zaman, obat-obatan alami ini mengalami
kemunduran dan diganti dengan obat-obatan kimia. Akan tetapi seruan untuk back
to nature kembali bergaung guna mengurangi dampak negatif yang disebabkan
oleh obat-obatan kimia. Supriadi (2001) menyatakan Pemanfaatan tumbuhan dan
hewan sebagi alternatif pengobatan alami dewasa ini berkembang cukup pesat.
Sekitar 25 obat-obatan yang diresepkan negara industri maju mengandung bahan
senyawa aktif hasil ekstraksi tanaman obat.
Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Adalah salah satu bahan
alam yang sangat banyak sekali manfaatnya dan sebagai bahan alternatif alami
sebagai bahan Anti Mikroba. Dengan terungkapnya rahasia-rahasia alam melalui
hasil penelitian, selain mempertebal kayakinan akan kebesaran Allah sebagai
pencipta-Nya, juga menambah khasanah pengetahuan tentang alam untuk
dimanfaatkan bagi kesejahteraan umat manusia.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Dan Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode eksperiment.
Rancangan penelitian ini yaitu menguji konsentrasi ekstrak daun Binahong
Anredera cordifolia (Ten.) Steenis, dengan variasi konsentrasi terhadap
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Untuk
mengetahui daya antibakteri. semua kondisi perlakuan dibuat sama, kecuali
pemberian konsentrasi ekstrak daun Binahong Anredera cordifolia (Ten.) Steenis
yang dibuat berbeda. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah rancangan acak lengkap (RAL), dengan 7 perlakuan konsentrasi ekstrak
daun binahong konsentrasi (0%, 25%, 30%, 35%, 40%, 45% dan 50%) untuk
bakteri Staphylococcus aureus, dan konsentrasi (0%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%
dan 100%) untuk bakteri Pseudomonas aeruginosa, dan 3 ulangan pada masing-
masing bakteri.

3.2. Waktu Dan Tempat Penelitian.
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan
Kimia UIN MALIKI Malang dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran UNIBRAW Malang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-
April 2010.


3.3. Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini meliputi:
1. Variabel Bebas.
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak daun
Binahong Anredera cordifolia (Ten.) steenis dengan berbagai konsentrasi
2. Variabel Terikat.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat kekeruhan yang
dihasilkan pada media nutrient broth (KHM) dan jumlah koloni bakteri
yang dihasilkan pada media agar (KBM)
3. Variabel Terkendali
Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah variabel yang diusahakan
sama untuk setiap perlakuan meliputi, suhu inkubasi, waktu, pH dan
media.
3.4. Obyek Penelitian
Obyek penelitian adalah bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas
aeruginosa Multiresisten obat biakan murni yang diperoleh dari Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang dan Daun
Binahong Anredera cordifolia (Ten.) Steenis yang didapat dari Balai Materia
Medika Batu Malang





3.5. Alat Dan Bahan Penelitian
3.5.1. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat untuk
ekstraksi maserasi dan uji fitokimia: Timbangan analitik, oven, blender, shaker,
rotary evaporator vakum, penyaring buchner, gelas ukur 10 ml, erlenmeyer 500
ml, erlenmeyer 1 L, beacker glas 100 ml, tabung reaksi, mikro pipet, pengaduk
kaca, kertas saring/whatman, aluminium foil.
Alat-alat untuk uji antibakteri: Autoklaf, incubator, lampu bunsen, labu
erlenmeyer 250 ml, cawan petri, tabung reaksi, paper disk, gelas ukur, mikro
pipet, pinset, ent-kas, jangka sorong, koloni counter, jarum ose, stirer, kertas label,
kertas cakram, kapas dan kertas coklat, mikroskop, colony counter

3.5.2. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Binahong
Anredera cordifolia (Ten.) Steenis dan biakkan murni bakteri Staphylococcus
aureus dan Pseudomonas aeruginosa, media Nutrien Agar (NA), media cair
Nutrient Broth (NB), aquades, tween 80, Etil asetat dan Alkohol 70%.

3.6. Prosedur Penelitian
3.6.1. Preparasi Sampel
Daun binahong sebanyak 2 kg dicuci bersih dan ditiriskan, kemudian
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dan tidak terkena sinar matahari secara
langsung. Pengeringan dilanjutkan dengan cara menjemur daun binahong di

dalam screen house selama 5 hari tidak terkena sinar matahari secara langsung
dengan suhu di ruangan 35-37C, kemudian dihaluskan menggunakan blender
sampai terbentuk serbuk. Serbuk daun binahong ini disebut dengan sampel.

3.6.2. Ekstraksi Daun Binahong Dengan Metode Maserasi
Sebanyak 200 gram serbuk daun binahong yang telah dihaluskan
dimasukkan kedalam erlenmeyer dan ditambahkan pelarut etil asetat sebanyak
500 ml, kemudian digoyang selama satu jam untuk mencapai kondisi homogen
dalam shaker water bath dengan kecepatan 120 rpm (rotation per minutes) selama
1 jam. Selanjutnya larutan dimaserasi selama 24 jam pada suhu kamar, setelah 24
jam, larutan difiltrasi atau dipisahkan dengan menggunakan penyaring Buchner.
Kemudian residu penyaringan di angin-anginkan dan dilakukan remaserasi ulang
selama 24 jam, maserasi di ulang sampai 3 kali. Hasil saringan 1-3 dicampur dan
dipekatkan dengan Rotary vakum evaporator dengan suhu 50C sampai
didapatkan ekstrak pekat. Ekstrak pekat yang diperoleh digunakan untuk
identifikasi golongan senyawa aktif dalam daun binahong dan untuk uji
antibakteri.

3.6.3. Identifikasi Senyawa Aktif Pada Daun Binahong
Uji fitokimia kandungan senyawa aktif secara kualitatif dan kuantitatif. Uji
kualitatif dengan uji reagen dari ekstrak etil asetat daun binahong dilarutkan
dengan sedikit pelarut. Kemudian dilakukan uji alkaloid, flavonoid dan polifenol.
Untuk uji secara kuantitatif menggunakan Spektrofotometer dengan

membandingkan pada senyawa standar. Pengujian dilakukan di Laboratorium
Kimia Universitas Muhammadiyah Malang
a. Uji Alkaloid
Ekstrak pekat sebanyak 0.5 gram ditambahkan 0,5 HCL 2%. Larutan
dibagi dalam 2 tabung. Tabung 1 ditambahkan 2-3 tetes reagen Dragendrof,
tabung 2 ditambahkan 2-3 tetes reagen Mayer. Terbentuknya endapan jingga pada
tabung 1 dan endapan putih pada tabung 2 menunjukkan adanya alkaloid.
b. Uji Flavanoid
Ekstrak tanaman binahong dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian
dilarutkan dalam 1-2 ml methanol panas 50%. Setelah itu ditambah logam Mg dan
4-5 tetes HCL pekat. Larutan berwarna merah atau jingga yang terbentuk,
menunjukkan adanya flavanoid.
c. Uji Senyawa Polifenol
Dua ratus mg ekstrak dilarutkan dalam 10 mL air lalu dipanaskan selama
10 menit, larutan didinginkan, setelah dingin larutan disaring. Filtrate ditetesi
dengan FeCl3 sebanyak 3 tetes. Lalu diamati perubahan warnanya. Hasil positif
polifenol adalah terbentuknya larutan berwarna hijau kehitaman atau biru tua,
naka bahan tersebut mengandung polifenol.
d. Penentuan Flavonoid (Metode Spektrofotometer)
Ambil 0,2 0,5 g sampel ekstrak, lakukan hidrolisis dengan 25% HCl
dalam aseton selama 30 menit dengan suhu 100C dengan menggunakan
pendingin balik. Setelah itu tambahkan dengan larutan AlCl3 1% dalam metanol
gojog dengan vortex untuk melarutkan aglikon hasil hidrolisis. Ukur absorbansi

dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 425 nm. Gunakan quercetin
sebagai standar.



Absorbansi standar :0,233
Konsentrasi standar: 5,6 mg/10ml
Fp= 20 (0,2 g dilarutkan dalam 4 ml etanol)
e. Penentuan Polifenol (Metode Spektrofotometer)


Untuk bahan padat, terlebih dahulu dilarutkan dengan etanol lalu
disentrifuge pada kecepatan 6000 rpm selama 10 menit kemudian diambil
supernatannya. Untuk bahan cair dapat langsung diproses. Ambil 1 ml larutan
supernatan atau cairan sampel. Tambahkan 5 ml aquades dan 2 ml Folin C lalu di
homogenkan dan tunggu selama 5 menit. Tambahkan 2 ml Na
2
CO3 jenuh lalu
biarkan 1 jam. Amati absorbansi larutan pada panjang gelombang 646 nm. Untuk
standar gunakan asam galat.


Konsentrasi standar = 0,5 ppm
Absorbansi standar = 0.247
Fp = 25 (0,2 g dilarutkan dalam 5 ml metanol)




3.7. Uji Aktivitas Antibakteri
3.7.1. Sterilisasi Alat
Sterilisasi alat dilakukan sebelum semua peralatan digunakan, yaitu
dengan cara membungkus semua peralatan dengan menggunakan kertas coklat
kemudian dimasukan dalam Autoklaf pada suhu 121 C dengan tekanan 15 Psi
(Per Square Inchi) selama 15 menit.Alat yang tidak tahan panas tinngi disterilisasi
dengan alkohol 70 %.

3.7.2. Pembuatan Media.
3.7.2.1. Media Nutrient Broth (NB)
Pembuatan media cair nutrient broth (NB) dengan cara menyiapkan bahan-
bahan yaitu menimbang media NB sebanyak 6,5 gram kemudian dilarutkan
dilarutkan dengan aquadest sebanyak 500 mL dalam Erlenmeyer kemudian
ditutup dengan alumunium foil. Suspensi dipanaskan hingga mendidih lalu
dimasukkan kedalam tabung reaksi, masing-masing 5 ml kemudian ditutup
dengan kapas. Proses ini dilakukan secara aseptik,kemudian di sterilkan dalam
autoklaf pada suhu 121C dengan tekanan 15 psi selama 15 menit. Kemudian
diletakkan dalam posisi miring selama 1x 24 jam pada suhu ruang.

3.7.2.2. Media Nutrient Agar (NA)
Pembuatan media dilakukan dengan cara menyiapkan bahan-bahan untuk
medium yaitu dengan menimbang media Nutrient Agar (NA) sebanyak 14,5 gram
kemudian dilarutkan dengan aquadest sebanyak 500 mL dalam erlenmeyer

kemudian ditutup dengan alumunium foil. Suspensi dipanaskan hingga mendidih
lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi, masing-masing 10 ml dan 5 ml kemudian
ditutup dengan kapas. Proses ini dilakukan secara aseptik, kemudian di sterilkan
Dalam utoklaf pada suhu 121C dengan tekanan 15 psi selama 15 menit.
Kemudian diletakkan dalam posisi miring selama 1 x 24 jam pada suhu ruang.

3.7.2.3. Peremajaan Biakan Bakteri
Biakan murni bakteri diremajakan pada media agar padat dengan cara
bakteri diambil 1 ose lalu jarum ose yang mengandung bakteri Staphylococcus
aureus dan Pseudomonas aeruginosa digoreskan secara aseptis pada media
nutrient agar pada cawan yaitu dengan mendekatkan cawan pada nyala api saat
menggoreskan jarum ose. Kemudian cawan petri ditutup kembali dan diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 27C dalam inkubator, kemudian diambil 1 koloni dan
di tanam pada media NB, kemudian divortek supaya homogen, kemudian
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 27C dalam inkubator, ada pertumbuhan
bakteri jika media keruh, kemudian dibandingkan dengan media NB tanpa
bakteri.

3.7.2.4. Pembuatan Suspensi Bakteri
Diambil 1 ml dari hasil peremajaan biakan murni bakteri Staphylococcus
aureus dan Pseudomonas aeruginosa dimasukkan tabung reaksi yang berisi 5 ml
NaCl fisiologis 0,9% Kemudian di vortek supaya homogen, kemudian
dibandingkan dengan standart Mc Farland dengan kepadatan bakteri sebanyak

10
8
sel/ml. Kemudian diencerkan 100x pada media NaCl fisiologis 0,9% dan
media NB. didapatkan suspensi bakteri sebanyak 10
6
bakteri sel/ml, bakteri siap
diujikan (Murray, et al., 1999)

3.8. Uji Aktifitas Antibakteri Ekstrak Daun Binahong.
Uji kepekaan kuman terhadap antimikroba dilakukan dengan
menggunakan metode dilusi tabung (tube dilution test) untuk mengetahui
konsentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh minimum (KBM)
dengan melakukan penanaman bakteri pada media Nutrient Broht (NB) dan media
Nutrient Agar (NA) pada cawan petri dengan pemberian konsentrasi ekstrak daun
Binahong sesuai dengan perlakuan perhitungan konsentrasi ekstrak daun
Binahong pada (Lampiran 2.2.4).

3.8.1.Uji Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Dan Konsentrasi Bunuh
Minimu (KBM)


Uji KHM adalah konsentrasi terkecil obat yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri secara makroskopik (Edberg, 1983). langkah-langkah uji
KHM adalah:
1. Menyiapkan larutan ekstrak sebanyak 1 gram kemudian diencerkan dengan
aquades 10 ml dan ditambahkan larutan tween 80 sebanyak 100 L.(b/v)
2. Menyiapkan tabung reaksi sebanyak 8 tabung. 6 untuk perlakuan dan 2
kontrol.

3. Tabung reaksi 1 diisi dengan 1 ml bakteri uji dengan konsentrasi 10
6
bakteri/ml tanpa pencampuran dengan ekstrak daun binahong, tabung ini
sebagai kontrol bakteri (original inoculum)
4. Memasukkan media NB sebanyak 1 ml kedalam tabung 2 s/d 8, kemudian
larutan ekstrak dimasukkan pada tabung 2 dan 3 sebanyak 1 ml,
5. Pada tabung 3 di campur hingga rata, kemudian dipindahkan sebanyak 1 ml
kedalam tabung 4 dan diencerkan secara berseri sampai tabung ke-7
6. Pada tabung ke-7 setelah tercampur rata , larutan dibuang sebanyak 1 ml.
7. Pada tabung 3-7 ditambahkan perbenihan bakteri sebanyak 1 ml dari 10
8
bakteri/ml yang diencerkan 100 kali. Sehingga konsentrasinya menjadi 10
6
bakteri/ml. Maka didapat pengenceran dengan konsentrasi 100%,50%, 25%,
12,5%, 6,25% dan 3,125% .proses pengenceran sebagai berikut:



K(+) . 100% 50% 25% 12,5% 6,25% 3,125% K (-)
- Pada konsentrasi 100% bakteri yang disuspensikan adalah bakteri dari
media yang nutrisinya diperbanyak 2 kali
- Kontrol positif Tabung ke-1 berisi larutan NB dan inokulum
- Kontrol Negatif Tabung ke-8 yang berisi NB dan ekstrak.
K
K

2

3

4

5

6

7

8

- Seluruh tabung reaksi tersebut dinkubasi dalam inkubator pada suhu 37C
selama18-24 jam. Kemudian dilakukan pengamatan keseluruhan tabung
terhadap kejernihan tabung dengan melihat kontrol positif dan negatif.
Dari hasil pengamatan kemudian dilakukan pengujian ulang untuk
mengetahui KHM dan KBM dengan melakukan penurunan konsentrasi ekstrak
(untuk merapatkan dosis) diambil dari konsentrasi hasil uji dilusi tabung yang
menampakkan kejernihan. Pada bakteri Staphylococcus aureus diambil
konsentrasi 25%-50% (25%,30%,35%,40%,45% dan 50%) Pada bakteri
Pseudomonas aeruginosa pada konsentrasi 50%-100% (50%,60%,70%,80%,90%
dan 100%) dengan cara:
1. Menyiapkan tabung reaksi, kemudian diisi dengan media NB sebanyak 1 ml,
ditambahkan ekstrak sesuai dengan konsentrasi 1 ml, kemudian ditambahkan
suspensi bakteri sebanyak 1 ml, dan diinkubasi pada suhu 37C selama 18-24
jam.
2. Uji konsentrasi hambat minimum (KHM). adalah konsentrasi antimikroba
terendah yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri. ditandai dengan
adanya kejernihan (tidak ada bakteri yang tumbuh) pada media tabung setelah
pemberian ektrak pada masing-masing bakteri.
3. Uji konsentrasi bunuh minimum (KBM) sampel di Streak pada media nutrient
agar plate (NAP), sebelum di Streaking atau digores, sampel diencerkan.
Pengenceran di lakukan dengan melihat terlebih dahulu kepadatan sel bakteri
pada kamar hitung (Haemocytometer) dan diamati dengan menggunakan
Mikroskop.

4. Sampel diencerkan sebanyak 10
1
10
2
10
3
sampai 10
5
dengan cara mengambil 1
ml sampel kemudian dicampur kedalam larutan NaCL fisiologis 09% sebanyak
9 ml, kemudian divortek.
5. Hasil pengenceran kemudian di Streaking (penggoresan) pada media NAP dan
diinkubasi pada suhu 37C selama 18-24 jam.
6. Diamati ada tidaknya pertumbuhan (koloni) bakteri dan dilakukan
penghitungan koloni bakteri dengan menggunakan colony counter

3.8.2. Penghitungan Data
Setelah biakan di inkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37C lalu
dilakukan pengamatan biakan bakteri dan dihitung dengan menggunakan Colony
Counter. Biakan yang dihitung Diambil koloni yang tumbuh sesuai dengan
standar plat count yaitu 30-300 koloni per cawan.Adapun cara menghitung koloni
adalah sebagai berikut:
a. Satu koloni dihitung 1 koloni
b. Dua koloni yang bertumpuk dihitung 1 koloni
c. Beberapa koloni yang berhubungan dihitung 1 koloni
d. Dua koloni yang berhimpitan dan masih dapat dibedakan dihitung 2
koloni.
e. Satu kumpulan koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan,
dihitung sebagai 1 koloni
f. Satu koloni yang membentuk satu deretan atau rantai dan terlihat sebagai
satu garis tebal dihitung sebagai 1 koloni

g. Dari hasil penghitungan yang dilakukan, kemudian dihitung jumlah koloni
per ml dengan cara sebagai berikut:


Faktor pengenceran= pengenceran jumlah yang diencerkan.

3.9 Analisa data
Data yang diperoleh yaitu data konsentrasi ekstrak daun Binahong dan
jumlah koloni bakteri. Analisis yang digunakan adalah uji statistik one way
ANOVA, Uji Korelasi dan Uji Regresi Linear sederhana. Uji one way ANOVA
digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian berbagai konsentrasi
ekstrak daun Binahong terhadap pertumbuhan jumlah koloni bakteri
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Jika ada pengaruh, maka
dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut LSD (Least Significant Differences).
Sedangkan untuk mengetahui hubungan antara peningkatan konsentrasi ekstrak
daun Binahong terhadap jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa maka digunakan uji Korelasi. Sedangkan untuk
mencari kekuatan hubungan yang ada antara peningkatan konsentrasi ekstrak daun
Binahong dengan penurunan jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa digunakn uji Regresi linear. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan program SPSS for windows versi15.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstraksi Sampel
Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen aktif menggunakan
pelarut tertentu. Komponen aktif yang diambil adalah senyawa aktif dalam daun
binahong Anredera cordifolia (Ten) steenis. Metode ekstraksi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah maserasi. Maserasi adalah metode perendaman,
dilakukan dengan cara merendam serbuk sampel dalam pelarut. Pemilihan metode
maserasi dikarenakan senyawa polifenol rentan terhadap panas sehingga tidak
bagus menggunakan metode soxhlet. Penggunaan ekstraksi dengan metode
soxhlet dapat merusak senyawa polifenol dalam daun binahong.
Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut etil asetat, kerena
etil asetat merupakan pelarut semi polar dan dapat melarutkan senyawa semipolar
pada dinding sel seperti aglikon flavanoid (Harbone, 1987). Etil asetat juga adalah
pelarut polar menengah yang volatil, tidak beracun, dan tidak higroskokopis. Etil
asetat dapat menyaring senyawa-senyawa yang dapat memberikan aktivitas
antibakteri diantaranya flavonoid pilohidroksi dan fenol yang lain, (Anonymous,
2005) berdasarkan penelitian Setiaji (2009) telah melakukan ekstraksi pada
rhizome binahong dengan pelarut etil asetat di dapatkan senyawa alkaloid,
saponin, flavonoid dan polifenol.
Masersi dilakukan selama 1x24 jam dan di ulang 3 kali dengan
pengadukan menggunakan Shaker water bath pada kecepatan 120 rpm (rotation

per minutes). Pengadukan ini bertujuan untuk mempercepat kontak antara sampel
dengan pelarut. Larutan kemudian di saring menggunakan penyaring buchner dan
diperoleh filtrat dengan warna hijau tua kehitaman. Filtrat hasil penyaringan
dipekatkan dengan menggunakan rotary vakum evaporator. Tujuanya adalah
untuk memekatkan ekstrak dan memisahkan antara pelarut dengan senyawa aktif
dalam daun binahong. Hasil dari pemekatan adalah ekstrak pekat yang berbau
seperti jamu, dengan warna hijau kehitaman sebagaimana pada (lampiran 9)

4.2 Identifikasi Golongan Senyawa Aktif.
Uji fitokimia adalah uji kualitatif kandungan senyawa aktif dalam suatu
sampel. Analisis kandungan kimia daun binahong dilakukan Laboratorium Kimia
Universitas Muhammadiyah Malang, dengan melihat ada tidaknya reaksi
pengendapan dan perubahan warna yang terjadi pada uji tabung. Uji fitokimia
dengan metode tabung serta pendeteksian dengan menggunakan
Spectrofotometer, dari hasil uji didapatkan hasil bahwa ekstrak etil asetat daun
binahong mengandung senyawa Flavanoid, Alkaloid dan Polifenol.
Tabel 4.1. Hasil Uji Fitokimia Secara Kualitatif
Pereaksi
Golongan senyawa Mayer Dragendrof Mg HCL pekat feCl
3
1%.
Alkaloid + +
flavonoid + +
Polifenol +

Keterangan: (+) Menunjukkan Positif




Hasil uji kualitatif alkaloid dilakukan dengan menggunakan reagen mayer
memberikan hasil positif. Ekstrak yang mengandung alkaloid menurut Harbone
(1995) akan membentuk endapan jingga dengan reagen dragendroff membentuk
endapan putih dengan reagen mayer. Endapan terbentuk karena terjadi
pembentukan kompleks antara ion logam dari reagen dengan senyawa alkaloid.
Hasil uji kualitatif golongan senyawa flavanoid dilakukan dengan menggunakan
reagen atau pereaksi. Terjadinya perubahan warna berarti ekstrak positif
mengandung senyawa yang termasuk dalam golongan flavanoid. Reduksi dengan
Mg dan HCL pekat ini menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah
atau jingga pada flavonol, flavanon, flavanonol dan xanton (Robinson, 1985)
sedangkan uji fitokimia positif menunjukkan adanya senyawa polifenol
ditunjukkan dengan terbentuknya larutan berwarna hijau kehitaman ketika
ditambahkan FeCl
3
1 %.
Tabel 4.2 Uji Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Daun Binahong secara
Kuantitatif
a. Uji Flavanoid
Sampel Ul m smpl abs Flavonoid (ppm) Flavonoid (%)
Ekstrak Daun
binahong 1 0,213 0,426 96137,33906 9,614
2 0,211 0,422 96137,33906 9,614

b. Alkaloid
Sampel Ul m smpl abs Alkaloid (ppm) Alkaloid (%)
Ekstrak Daun
Binahong
1 0,203 0,362 31283,000 3,128
2 0,205 0,357 30501,614 3,050






c. Uji Polifenol

Sampel Ul m smpl abs Total Polifenolat
(ppm)
Total
Polifenolat (%)
Ekstrak Daun
Binahong
1 0,213 0,463 110005,512 11,001
2 0,207 0,466 113927,517 11,393


4.3. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Binahong
4.3.1 Uji Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Ekstrak Daun Binahong
Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa

Hasil uji pendahuluan penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM)
ekstrak daun binahong metode dilusi tabung secara serial dengan perlakuan
konsentrasi yang telah ditambahkan suspensi bakteri Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa dan ekstrak daun binahong setelah diinkubasikan pada
suhu 37C selama 18-24 jam dan dibandingkan dengan kontrol bakteri dan
kontrol media dengan melihat kekeruhan sampel uji, setelah dilakukan
pengamatan secara kualitatif didapatkan hasil (lihat lampiran 12A) sebagai
berikut:
Tabel. 4.3. Tingkat kekeruhan yang dihasilkan pada media Nutrient Agar oleh
koloni bakteri Staphylococcus aureus dalam konsentrasi ekstrak daun
Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis)

Konsentrasi Tingkat Kekeruhan Media Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus
100% Bening/ Tidak ada bakteri yang tumbuh
50% Bening/ Tidak ada bakteri yang tumbuh
25% Bening/ Tidak ada bakteri yang tumbuh
12.5% Keruh/ Ada bakteri yang tumbuh
6,25% Keruh/ Ada bakteri yang tumbuh
3,125% Keruh/ Ada bakteri yang tumbuh


Tabel 4.4 Tingkat kekeruhan yang dihasilkan pada media Nutrient Agar oleh
koloni bakteri Pseudomonas aureginosa dalam konsentrasi ekstrak
daun binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis)

Konsentrasi Tingkat Kekeruhan Media Pertumbuhan Bakteri
Pseudomonas aureginosa
100% Bening/ Tidak ada bakteri yang tumbuh
50% Bening/ Tidak ada bakteri yang tumbuh
25% Agak keruh/ Ada bakteri yang tumbuh
12.5% Keruh/ Ada bakteri yang tumbuh
6,25% Keruh/ Ada bakteri yang tumbuh
3,125% Keruh/ Ada bakteri yang tumbuh

Hasil pengamatan ini sulit untuk dievaluasi, karena hasil dari
pengenceran secara dilusi tabung pada konsentrasi 100% sampai dengan 3,125%,
menunjukkan tingkat kekeruhan yang sama pada semua tabung, hal ini
dikarenakan warna dasar dari ekstrak daun binahong adalah hijau kehitaman.
Maka Untuk mengetahui pengaruh pemberian konsentrasi ekstrak daun binahong
terhadap bakteri Staphylocoocus aureus dan Pseudomonas aeruginosa dilakukan
Streaking (penggoresan) pada media Nutrient Agar dengan menanamkan I Ose
dari hasil uji dilusi tabung. Setelah dilakukan Streaking didapatkan konsentrasi
hambat minimum (KHM) ekstrak daun binahong Anredera cordifolia (Ten)
Steenis terhadap bakteri Staphylococcus aureus yaitu pada konsentrasi
25%(250mg/ml), sedangkan konsentrasi hambat minimum (KHM) pada bakteri
Pseudomonas aureginosa pada konsentrasi 50% (500mg/ml) yang ditandai
dengan tidak adanya kekeruhan pada cawan. Menurut Taslihan (1986) bahwa
pada medium yang keruh berarti bakteri masih dapat tumbuh, berarti antibiotik
tidak efektif, sedangkan bila medium jernih berarti antibiotik efektif dalam
menghambat pertumbuhan bakteri.

Dari hasil uji pendahuluan kemudian dilakukan uji lanjut untuk
mengetahui konsentrasi bunuh minimum (KBM). Dengan menggunakan
Konsentrasi ekstrak daun binahong dari hasil uji KHM yaitu pada konsentrasi
25% (250 mg/ml) sampai dengan 50% (500mg/ml) untuk bakteri Staphylococcus
aureus. Sedangkan pada bakteri Pseudomonas aeruginosa dimulai dari
konsentrasi 50%(500mg/ml) sampai dengan konsentrasi 100% (1000mg/ml).
Untuk pengenceran konsentrasi ekstrak daun binahong (lihat lampiran 2.2.4).
Shulman, et al.,(1994) menjelaskan konsentrasi bunuh minimum (KBM)
ditentukan jika pada plate didapatkan penurunan jumlah koloni bakteri sampai
99,9% dari bakteri asal sub-biakan
Pada uji konsentrasi bunuh minimum (KBM) perlakuan konsentrasi
ekstrak diberi suspensi bakteri sebanyak 1 ml (10
6
) dan diinkubasi pada suhu
37C selama 18-24 jam. Kemudian diencerkan, Pengenceran di lakukan dengan
melihat terlebih dahulu kepadatan sel bakteri pada kamar hitung
(Haemocytometer) dan diamati dengan menggunakan Mikroskop. Sampel
diencerkan sebanyak 10
1
10
2
10
3
sampai 10
5
dengan cara mengambil 1 ml sampel
kemudian dicampur kedalam larutan NaCL fisiologis 09% sebanyak 9 ml,
kemudian divortek. Hasil pengenceran di Streaking (gores) pada media NAP dan
diinkubasi pada suhu 37C selama 18-24 jam, kemudian dihitung jumlah koloniya
dengan menggunakan colony counter.




4.3.2.Uji Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) Ekstrak Daun Binahong
Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus


Hasil pengamatan pengaruh konsentrasi ekstrak daun Binahong terhadap
pertumbuhan koloni bakteri Staphylococcus aureus pada media Nutrien Agar
plate (NAP) pada tiap perlakuan konsentrasi ekstrak daun binahong (lihat
lampiran 12B). Sedangkan pengaruh konsentrasi ekstrak daun Binahong terhadap
jumlah koloni bakteri Staphylococcus auereus per ml (10
6
) ditunjukkan pada
tabel 4.5. sebagai berikut:
Tabel 4.5 Pengaruh konsentrasi ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten)
Steenis terhadap jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus per ml
(10
6
)
Replikasi/Ulangan
Rerata Cfu/ml
Konsentrasi
Ekstrak Daun
Binahong I II III
Kontrol Positif(0%) 301.10
5
311.10
5
305.10
5
305.7717 3,0.10
7

25% 300.10
3
303.10
3
294.10
3
299.103 3,0.10
5

30% 297.10
2
285.10
2
290.10
2
290.7687 2,9.10
4

35% 186.10
1
179.10
1
155.10
1
173.4343 1,7.10
3

40% 144 129 138 137 1,4.10
2

45% 37 51 43 43.66667 4,4.10
1

50% 0 0 0 0 0
Kontrol Negatif 0 0 0 0 0

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah koloni bakteri
Staphylococcus aureus per ml (10
6
) yang dihasilkan pada media NAP berbeda
pada tiap perlakuan konsentrasi. Pada konsentrasi 0% rata-rata jumlah koloni
bakteri Staphylococcus aureus per ml (10
6
) adalah sebesar 305.7717. jumlah rata-
rata koloni bakteri Staphylococcus aureus per ml (10
6
) terus mengalami
penurunan. Mulai dari konsentrasi 25%, 30%, 35%, 40%, 45% sampai pada
konsentrasi 50%. Pada konsentrasi 50% tidak didapatkan pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus per ml (10
6
), ditunjukkan pada media NAP tidak ada
bakteri yang tumbuh.. Pada penelitian ini KBM ekstrak daun Binahong terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditentukan pada konsentrasi 50%. Shulman, et al.,
(1994) menyatakan bahwa konsentrasi bunuh minimum (KBM) ditentukan jika
pada plate tidak menunjukkan pertumbuhan koloni bakteri atau ada penurunan
99,9% dari inokulum asal pada sub-biakan.

Gambar 4.1 Grafik rerata jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus Per ml
(10
6
) dengan perlakuan konsentrasi ekstrak daun Binahong
(Anredera cordifolia (Ten) Steenis)

Gambar 4.1 menunjukkan variasi konsentrasi ekstrak daun binahong
terhadap jumlah koloni bakteri yang terbunuh memberikan pengaruh yang
berbeda. Pada konsentrasi 30%(300 mg/ml) sampai dengan konsentrasi 50%
(500mg/ml) terjadi penurunan jumlah koloni, dengan rata-rata 29066,670
CFU/ml sampai dengan 0,000 CFU/ml. Sedangkan pada konsentrasi 25% (250
mg/ml) terjadi perbedaan dengan konsentrasi 30% sampai dengan konsentrasi

50%, jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada konsentrasi 25% rata-rata 299.103
CFU/ml, mendekati jumlah koloni pada kontrol (0%).
Untuk mengetahui adanya pengaruh perbedaan konsentrasi ekstrak daun
binahong terhadap penurunan jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus maka
digunakan uji satatistik parametric one way ANOVA, tetapi sebelum dilakukan
analisa data dengan uji one way ANOVA, maka data terlebih dahulu harus di
lakukan uji kenormalan data dan homogenitas data. Dari hasil uji normalitas
menggunakan uji Kolmogorov-Sminornov (lampiran7A) didapatkan nilai
signifikansi 0,901>p(0,05) yang artinya data berdistribusi normal, setelah itu
dilakukan uji homogenitas menggunakan uji Lavene (lampiran 7A) didapatkan
nilai signifikansi (0,076>p(0,05) yang artinya bahwa varian data homogen,
dengan hasil tersebut maka dapat dilakukan pengujian lebih lanjut dengan
menggunakan uji one way ANOVA, Kerelasi dan Regresi.
Berdasarkan uji one way ANOVA (lampiran 7A) diketahui bahwa pada
variabel terikat jumlah koloni per ml (10
6
) nilai sig (0,000)<p(0,05) yang berarti
terdapat perbedaan yang bermakna atau ada pengaruh perlakuan konsentrasi
ekstrak daun binahong terhadap jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus per
(10
6
) yang dihasilkan pada media agar plate (NAP)
Setelah mengetahui bahwa ada perbedaan yang bermakna pada jumlah
koloni bakteri Staphylococcus aureus per ml (10
6
) yang dihasilkan pada media
nutrient agar plate (NAP) akibat pengaruh perlakuan dari ke-7 variasi konsentrasi
ekstrak daun binahong yang diberikan, kemudian untuk mengetahui konsentrasi
ekstrak daun binahong mana saja yang berbeda dan tidak berbeda pengaruhnya

terhadap pertumbuhan koloni bakteri Staphylococcus aureus tersebut maka
dilakukan uji LSD/BNT (Lampiran7A) dari hasil uji LSD/BNT didapatkan hasil
bahwa ekstrak daun binahong dengan perlakuan kontrol konsentrasi (0%)
berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi 30%, 35%, 40%, 45% dan 50%.
Sedangkan pada konsentrasi 25% berbeda nyata dengan konsentrasi perlakuan
yang lain tetapi tidak berbeda dengan konsentrasi kontrol (0%)
Untuk mengetahui adanya arah, kuat, dan pola hubungan antara pemberian
konsentrasi ekstrak daun binahong dengan jumlah koloni bakteri per ml (10
6
),
maka dilakukan uji Korelasi-Regresi. Dari hasil uji Korelasi-Regresi didaptakan
(r = -0,860) yang artinya terdapat hubungan/korelasi negatif yang kuat antara ke-7
konsentrasi ekstrak daun binahong dengan pertumbuhan koloni bakteri
Staphylococcus aureus per ml (10
6
). Artinya semakin tinggi konsentrasi ekstrak
daun binahong maka jumlah koloni bakteri akan semakin rendah. Besarnya
pengaruh konsentrasi ekstrak daun binahong terhadap jumlah koloni bakteri
Staphylococcus aureus per ml (10
6
) didapat nilai koefisien determinasi (R
2
)
sebesar 0,740 artinya kontribusi pemberian ekstrak daun binahong dalam
menurunkan jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus adalah sebesar 74%
sedangkan 26% disebabkan oleh faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi
hasil penelitian, kemungkinan dapat berasal dari jumlah mikroorganisme, suhu,
keasaman (pH) dan bahan-bahan organik lain.




4.3.3.Hasil Uji Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) Ekstrak Daun
Binahong Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa

Hasil pengamatan pengaruh konsentrasi ekstrak daun Binahong terhadap
pertumbuhan koloni bakteri Pseudomonas aeruginosa pada media Nutrien Agar
plate (NAP) pada tiap perlakuan konsentrasi ekstrak daun binahong (lihat
lampiran 12C). Sedangkan pengaruh konsentrasi ekstrak daun Binahong terhadap
jumlah koloni bakteri Pseudomonas aeruginosa per ml (10
6
) ditunjukkan pada
tabel 4.6. sebagai berikut:
Tabel 4.6.Pengaruh konsentrasi ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten)
Steenis terhadap jumlah koloni bakteri Pseudomonas aeruginosa per
ml (10
6
)
REPLIKASI/ ULANGAN
RERATA CFU/ml
Konsentrasi
Ekstrak Daun
Binahong I II III
Kontrol Positif(0%) 308.10
5
333.10
5
301.10
5
314.10
5
3,1.10
7

50% 295.10
3
273.10
3
257.10
3
275.10
3
2,8.10
5

60% 253.10
2
257.10
2
283.10
2
264.435 2,6.10
4

70% 162.10
1
169.10
1
176.10
1
169.10
1
1,7.10
3

80% 121.10
1
118.10
1
135.10
1
124.7677 1,2.10
3

90% 56 61 77 64.66667 6,5.10
1

100% 0 0 0 0 0
Kontrol Negatif 0 0 0 0 0
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah koloni bakteri Pseudomonas
aeruginosa per ml (10
6
) yang dihasilkan pada media NAP berbeda pada tiap
perlakuan konsentrasi. Pada konsentrasi 0% rata-rata jumlah koloni bakteri
Pseudomonas aeruginosa per ml (10
6
) adalah sebesar 314.10
5
CFU/ml. jumlah
rata-rata koloni bakteri Pseudomonas aeruginosa per ml (10
6
) terus mengalami
penurunan. Mulai dari konsentrasi 50%, 60%, 70%, 80%, 90% sampai dengan
konsentrasi 100%. Pada konsentrasi 100% tidak didapatkan pertumbuhan koloni
bakteri Pseudomonas aeruginosa per ml (10
6
) pada media NAP. ditunjukkan

dengan jumlah bakteri yang tumbuh adalah (0). Pada penelitian ini KBM ekstrak
daun Binahong terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa ditentukan pada
konsentrasi 100%, dimana pada konsentrasi ini jumlah koloni bakteri sebanyak 0
(tidak ada bakteri yang tumbuh). KBM ditentukan jika pada media nutrient agar
plate tidak menunjukkan pertumbuhan koloni bakteri atau ada penurunan 99,9%
dari inokulum asal pada sub-biakan (Shulman et al, 1994)

Gambar 4.2 Grafik rerata jumlah koloni bakteri Pseudomonas aeruginosa Per ml
(10
6
) dengan perlakuan konsentrasi ekstrak daun Binahong
(Anredera cordifolia (Ten) Steenis)
Gambar 4.2 menunjukkan variasi konsentrasi ekstrak daun binahong
terhadap jumlah koloni bakteri yang terbunuh memberikan pengaruh yang
berbeda . Pada konsentrasi 60%(600 mg/ml) sampai dengan konsentrasi 100%
(1000mg/ml) terjadi penurunan jumlah koloni, dengan rata-rata 264.435 CFU/ml
sampai dengan 0 CFU/ml. Sedangkan pada konsentrasi 50% (500mg/ml) rata-rata
jumlah koloninya adalah 275.10
3
CFU/ml. mendekati jumlah koloni pada kontrol
(0%).

Untuk mengetahui adanya pengaruh perbedaan konsentrasi ekstrak daun
Binahong terhadap penurunan jumlah koloni bakteri Pseudomonas aeruginosa
maka digunakan uji satatistik parametric one way ANOVA, tetapi sebelum
dilakukan analisa data dengan uji one way ANOVA, maka data terlebih dahulu
harus di lakukan uji kenormalan data dan homogenitas data. Dari hasil uji
normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Sminornov (lampiran7B) didapatkan
nilai signifikansi 0,904>p(0,05) yang artinya data berdistribusi normal, setelah itu
dilakukan uji homogenitas menggunakan uji Lavene (lampiran7B) didapatkan
nilai sig (0,096>p(0,05) yang artinya bahwa varian data homogen, dengan hasil
tersebut maka data jumlah koloni bakteri Pseudomonas aeruginosa tersebut dapat
dilakukan pengujian lebih lanjut dengan menggunakan uji one way ANOVA,
Korelasi dan Regresi.
Berdasarkan uji one way ANOVA (lampiran 7B) diketahui bahwa pada
variabel terikat jumlah koloni per ml (10
6
) nilai signifikansi (0,000)<p(0,05) dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada jumlah koloni bakteri
Pseudomonas aeruginosa per (10
6
) yang dihasilkan pada media agar plate (NAP)
akibat pengaruh perlakuan dari beberapa konsentrasi ekstrak daun Binahong yang
diberikan.
Setelah mengetahui bahwa ada perbedaan yang bermakna pada jumlah
koloni bakteri Pseudomonas aeruginosa per ml (10
6
) yang dihasilkan pada media
Nutrient Agar Plate (NAP) akibat pengaruh perlakuan dari ke-7 variasi
konsentrasi ekstrak daun Binahong yang diberikan, kemudian untuk mengetahui
konsentrasi ekstrak daun Binahong mana saja yang berbeda dan tidak berbeda

pengaruhnya terhadap pertumbuhan koloni bakteri Pseudomonas aeruginosa
tersebut maka dilakukan uji LSD/BNT (Lampiran 7) dari hasil uji LSD/BNT,
didapatkan bahwa ekstrak daun Binahong dengan perlakuan kontrol (0%) berbeda
nyata dengan perlakuan konsentrasi 60%, 70%, 80%, 90% dan 100% Sedangkan
pada konsentrasi 50% berbeda nyata dengan konsentrasi perlakuan yang lain
tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi kontrol (0%)
Untuk mengetahui adanya arah, kuat, dan pola hubungan antara pemberian
konsentrasi ekstrak daun binahong dengan jumlah koloni bakteri per ml (10
6
),
maka dilakukan uji Korelasi-Regresi. Dari hasil uji Korelasi-Regresi didaptakan
(r = -0,860) yang artinya terdapat hubungan/korelasi negatif yang kuat antara ke-7
konsentrasi ekstrak daun binahong dengan pertumbuhan koloni bakteri
Pseudomonas aeruginosa per ml (10
6
). artinya semakin tinggi konsentrasi ekstrak
daun binahong maka jumlah koloni bakteri akan semakin rendah. Besarnya
pengaruh konsentrasi ekstrak daun binahong terhadap jumlah koloni bakteri
Pseudomonas aeruginosa per ml (10
6
) didapat nilai koefisien determinasi (R
2
)
sebesar 0,739 artinya kontribusi pemberian ekstrak daun Binahong dalam
menurunkan jumlah koloni bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah sebesar 73%
sedangkan 27% disebabkan oleh faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi
hasil penelitian, kemungkinan dapat berasal dari jumlah mikroorganisme, suhu,
keasaman (pH) dan bahan-bahan organik lain.



4.4 Daya Antibakteri Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordiflia (Ten)
Steenis Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas
aeruginosa


Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data diketahui bahwa
ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) sangat berpengaruh
sebagai zat antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas
aeruginosa hal ini dapat dilihat dengan adanya tingkat kekeruhan (KHM) dan
jumlah koloni (KBM) sehubungan dengan adanya peningkatan konsentrasi
ekstrak daun binahong. KHM pada bakteri Staphylococcus aureus pada
konsentrasi 25% sedangkan pada bakteri Pseudomonas aeruginosa pada
konsentrasi 50%. Untuk KBM pada bakteri Staphylococcus aureus pada
konsentrasi 50% sedangkan pada bakteri Pseudomonas aeruginosa pada
konsentrasi 100% yang ditunjukkan dengan adanya penurunan pertumbuhan
koloni bakteri 99,9% dari inokulum asal sub biakan.
Hasil analisa data menggunakan oneway ANOVA pada bakteri
Staphylococcus aureus didapatkan hasil yang signifikan sebesar 0,000 (p<0,05)
yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh perlakuan konsentrasi ekstrak daun
binahong terhadap jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus per ml (10
6
).
Sedangkan dari hasil uji dengan LSD/BNT dapat diketahui bahwa pada
perbandingan perlakuan ekstrak antara konsentrasi 0% (kontrol) dengan semua
konsentrasi lain didapatkan nilai signifikansi <0,05 yang berarti terdapat
perbedaan yang signifikan. Berdasarkan pengamatan dan analisa data, maka dapat
disimpulkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun binahong maka jumlah

koloni bakteri Staphylococcus aureus makin berkurang. Hasil uji Korelasi-
Regresi diperoleh r sebesar -0,860 yang ditandai dengan semakin sedikitnya
jumlah koloni bakteri Staphylococcus aures pada media NAP, artinya terdapat
hubungan/korelasi negatif yang kuat antara ke-7 konsentrasi ekstrak daun
binahong dengan pertumbuhan koloni bakter per ml (10
6
). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun binahong (Anredera
cordifolia (Ten) Steenis) yang diberikan, maka semakin besar kemampuan
menghambat dan membunuh bakteri Staphylococcus aureus.
Hasil uji Korelasi-Regresi juga didapatkan (R
2
) sebesar 0,740 artinya
kontribusi pemberian ekstrak daun binahong dalam menurunkan jumlah koloni
bakteri Staphylococcus aureus adalah sebesar 74% sedangkan 26% disebabkan
oleh faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, kemungkinan
dapat berasal dari jumlah mikroorganisme, suhu, keasaman (pH) dan bahan-bahan
organik lain (Pelczar,1998)
Sedangkan pada bakteri Pseudomonas aeruginosa Hasil analisa data
menggunakan oneway ANOVA pada bakteri didapatkan hasil yang signifikan
sebesar 0,000 (p<0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh perlakuan
konsentrasi ekstrak daun binahong terhadap jumlah koloni bakteri Pseudomonas
aeruginosa per ml (10
6
). Sedangkan hasil dari uji LSD/BNT dapat diketahui
bahwa pada perbandingan perlakuan ekstrak antara konsentrasi 0% (kontrol)
dengan semua konsentrasi lain didapatkan nilai signifikansi <0,05 yang berarti
terdapat perbedaan yang signifikan. Berdasarkan pengamatan dan analisa data,
maka dapat disimpulkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun binahong maka

jumlah koloni bakteri Pseudomonas aeruginosa semakin berkurang. Hasil uji
Korelasi- Regresi diperoleh r sebesar (r = -0,860) yang ditandai dengan semakin
sedikitnya jumlah koloni bakteri Pseudomonas aeruginosa pada media NAP,
artinya terdapat hubungan/korelasi negatif yang kuat antara ke-7 konsentrasi
ekstrak daun binahong dengan pertumbuhan koloni bakter per ml (10
6
). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun binahong
(Anredera cordifolia (Ten) Steenis) yang diberikan, maka semakin besar
kemampuan menghambat dan membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa
Hasil uji Korelasi-Regresi juga didapatkan (R
2
) sebesar 0,739 artinya
kontribusi pemberian ekstrak daun binahong dalam menurunkan jumlah koloni
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah sebesar 73% sedangkan 27% disebabkan
oleh faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, kemungkinan
dapat berasal dari jumlah mikroorganisme, suhu, keasaman (pH) dan bahan-bahan
organik lain (Pelczar,1998)
Dari hasil pengamatan dan analisa data pada kedua bakteri menunjukkan
bahwa ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) mampu
menghambat dan membunuh kedua bakteri ditunjukkan dengan adanya kekeruhan
dan penurunan jumlah koloni bakteri per ml (10
6
) setelah pemberian konsentrasi
ekstrak daun binahong. Hal ini diduga karena adanya senyawa kimia yang
terkandung dalam ekstrak daun binahong yaitu flavanoid, alkaloid, dan senyawa
polifenol. Berdasarkan hasil uji fitokimia yang dilakukan dengan metode uji
tabung dengan pemberian reagen dan uji kuantitatif dengan spectrophotometer
ditemukan senyawa flavanoid, alkaloid dan flavanoid. Rachmawati (2007) Telah

melakukan skrining fitokimia daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten ) Steenis
didapatkan kandungan kimia berupa Saponin Triterpenoid, Flavanoid Dan
Minyak Atsiri. Setiaji (2009) juga telah melakukan ekstraksi pada rhizome
binahong dengan pelarut Etil asetat, petroleum eter, dan etanol 70% di dapatkan
senyawa alkaloid, saponin flavonoid dan polifenol.
Dzen dkk, (2003) menjelaskan bahwa mekanisme ketiga bahan aktif ini
adalah bekerja pada bakteri dengan cara merusak membran sitoplasma. Membran
sitoplasma bakteri sendiri berfungsi mengatur masuknya bahan-bahan makanan
atau nutrisi, apabila membran sitoplasma rusak maka metabolit penting dalam
bakteri akan keluar dan bahan makanan untuk menghasilkan energi tidak dapat
masuk sehingga terjadi ketidakmampuan sel bakteri untuk tumbuh dan pada
akhirnya terjadi kematian. Challem,(1995) juga menjelaskan bahwa senyawa
flavanoid bekerja dengan cara merusak membran sitoplasma kuman dan
mencegah pembelahan sel kuman.
Setiaji (2009) Menjelaskan bahwa ekstrak Etil asetat rhizoma binahong
memiliki aktivitas membunuh terhadap bakteri Staphylococus aureus. aktivitas
antibakteri diduga karena adanya senyawa fenol dalam rhizoma. Fenol merupakan
suatu alkohol yang bersifat asam sehingga disebut juga asam karbolat.
Pertumbuhan kedua bakteri dapat terganggu disebabkan adanya suatu senyawa
fenol yang terkandung dalam ekstrak daun binahong. Kondisi asam oleh senyawa
fenol dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri. Senyawa fenol bekerja
dengan cara mendenaturasi protein sel dan merusak dinding sel bakteri tanpa
dapat diperbaiki lagi sehingga pertumbuhan bakteri terhambat. Senyawa fenol

juga dapat mempresipitasikan protein secara aktif dan merusak membran sel
melalui mekanisme penurunan tegangan permukaan membran sel (Pelzhar dan
chan,1998) adanya senyawa alkaloid dalam ekstrak daun binahong ini diduga
yang menyebabkan memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang
diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada
sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan
menyebabkan kematian sel tersebut.(Robinson, 1991)
Berdarsarkan uji fitokimia ditemukan senyawa polifenol, yang salah
satunya adalah tanin. Tanin memiliki aktivitas antibakteri, secara garis besar
mekanisme toksisitas tanin adalah dapat merusak membran sel bakteri, senyawa
astringent tanin dapat menginduksi pembentukan suatu ikatan kompleks terhadap
enzim atau substrat mikroba dan pembentukan suatu iktan kompleks tanin
terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas tanin itu sendiri
(Akiyama, et al., 2001) sementara Ajizah, (2004) menjelaskan, aktivitas
antibakteri senyawa tanin adalah dengan cara mengkerutkan dinding sel atau
membran sel, sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat
terganggunya permeabilitas, sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga
pertumbuhanya terhambat atau bahkan mati. Masduki (1996) menyatakan bahwa
tanin juga mempunyai daya antibakteri dengan cara mempresipitasi proten, karena
diduga tanin mempunyai efek yang sama dengan senyawa fenolik. Efek
antibakteri tanin antara lain: reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan
destruksi atau inaktivasi fungsi genetik.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi hambat
minimum (KHM) pada bakteri Staphylococcus aureus lebih kecil dari pada
bakteri Pseudomonas aureginosa yaitu pada kadar 25% (250mg/ml) dan
50%(500mg/ml). Begitu juga pada konsentrasi bunuh minimum (KBM)
konsentrasi yang dibutuhkan untuk membunuh bakteri Staphylococcus aureus
yaitu pada kadar 50%(500mg/ml) lebih rendah dari pada pada bakteri
Pseudomonas aureginosa yaitu pada kadar 100%(1000mg/ml) perbedaan daya
hambat dan daya bunuh ekstrak daun binahong terhadap pertumbuhan koloni
bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aureginosa diduga disebabkan
karena perbedaan komponen dinding selnya. Bakteri Pseudomonas aureginosa
merupakan bakteri gram negatif yang mempunyai struktur dinding sel yang lebih
kompleks dan mengandung komponen lipid yang lebih banyak (11-12%)
dibandingkan dengan struktur dinding sel pada bakteri Staphylococcus aureus
(Gram-positif) dengan demikian, dinding sel bakteri Staphylococcus aureus lebih
mudah dirusak oleh senyawa bioaktif yang terdapat pada ekstrak daun Binahong.
Penghambatan sintesis dinding sel akan menyebabkan dinding sel bakteri
diperlemah dan menjadi lisis, lisisnya sel tersebut dikarenakan tidak berfungsinya
lagi dinding sel yang mempertahankan bentuk dan melindungi bakteri yang
memiliki tekanan osmotik dalam sel yang tinggi. Selain itu, bakteri
Staphylococcus aureus memiliki tekanan osmotik dalam sel 3-5 kali lebih besar
daripada bakteri gram negtif, sehingga lebih mudah mengalami lisis
(Jawetz, et al., 2005) bakteri Pseudomonas aureginosa merupakan bakteri gram
negatif tahan hidup dalam media yang kekurangan zat gizi (Rahayu, 2009).

Selain itu bakteri Pseudomonas aureginosa yang dipakai dalam penelitian ini
adalah bakteri Isolate Pseudomonas aeruginosa Multiresisten. Dalam hal ini,
resistensi multiobat didefinisikan sebagai resistensi terhadap dua atau lebih jenis
antimikroba yang berbeda. Resistensi sel mikroba adalah suatu sifat tidak
terganggunya sel mikroba oleh antimikroba (Setiabudy dan Gan, 1995) Bakteri
multiresisten obat lebih kuat daripada bakteri yang lain, bakteri multiresten obat
memerlukan produk baru dan memilki potensi antibiotik yang tinggi (Nur Iman,
2009)

4.5. Lingkungan Hidup Bakteri
Dari hasil pengukuran menggunakan kertas lakmus, pH media padat cairan
adalah 7,4. Hal ini berarti pH masih dalam kisaran yang baik untuk pertumbuhan
bakteri. Dwijoseputro (1990), Pada umumnya bakteri dapat tumbuh pada PH
media 5,00- 8,00 dengan ph optimum sekitar 7,00. untuk bakteri pathogen akan
tumbuh baik pada ph netral (Ph7,00). Apabila bakteri itu berada pada kondisi
yang asam, maka pertumbuhanya akan terhambat. Bakteri juga peka terhadap pH
basa tetapi efek secara umum tidak terlalu merusak dibandingkan dengan PH
asam.

4.6. Pemanfaatan Daun Binahong Sebagai Antibakteri Dalam Persepektif
Islam

Allah menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang indah, hijau dan banyak
memberi manfaat serta kenikmatan kepada manusia. Banyak ayat al-Quran yang
mengajak manusia untuk berfikir dan menyelidiki tumbuh-tumbuhan agar

mendapat manfaat yang lebih banyak. Allah berfirman dalam surat
An-Nahl ayat 11:
, ,, , ` `` ` / // / 3 33 3 9 99 9 , ,, , _ __ _ 9 99 9 . .. . 9 99 9 9 99 9 s ss s { {{ { 2 22 2 , ,, , : :: :9 99 9 | || |
9 99 9 ) )) ) 9 99 9 ` `` ` 6 66 6 . .. .

dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanaman-tanaman; zaitun,
korma, anggur dan segala macam-macam buah-buahan. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang
yang memikirkan(Q.S. An-Nahl: Ayat 11)

Ayat ini menyebutkan beberapa tanaman yang ditumbuhkan Allah dari
yang paling cepat layu, yang paling panjang usianya dan yang paling banyak
manfaatnya seperti zaitun, kurma dan anggur (Shihab, 2002). Kaum yang
memikirkan akan tanda-tanda kekuasaan-Nya tentu akan dapat mengambil
pelajaran dan manfaat terhadap segala ciptaan-Nya tentu akan dapat mengambil
pelajaran dan manfaat terhadap segala ciptaan-Nya. Sebagaimana memanfaatkan
tanaman Binahong sebagai tanaman obat.
Manusia sebagai makhluk yang berakal mempunyai tugas, kewajiban dan
tanggung jawab terhadap alam sekitarnya. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah
surat Az-zumar ayat 9:
.... % .`. %! >- %! =- !| `.. 9` ,9{
....Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-
orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran. (QS. Az-Zumar [39]: 9)


Al-Quran memerintahkan kepada manusia untuk memanfaatkan kekayaan
alam dengan cara tidak boleh melakukan pemborosan dan dilarang merusak
sumber alam dan lingkungan hidup. Kekayaan alam ini sebagai sumber kehidupan
bagi kesejahteraan manusia.
Penjelasan lain dalam Al-Quran surat Asy-Syuara ayat 7:
9 <| _{ /. !., ! . _ .
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya kami
tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?.
(QS Asy-Syuara [26]: 7)

Rasulullah SAW telah memberikan petunjuk tentang tata cara mengobati
diri beliau sendiri, keluarga dan para sahabat yaitu dengan menggunakan jenis
obat yang tidak ada campuran bahan kimia. Pengobatan nabi menggunakan tiga
jenis obat yaitu obat alamiah, obat ilahiyah dan kombinasi obat alamiah dan
ilahiyah. Pengobatanya berdasarkan wahyu Allah tentang apa yang bermanfaat
dan yang tidak berbahaya, misalnya melakukan pengobatan dengan tumbuh-
tumbuhan. Pemanfaatan tanaman sebagai obat merupakan salah satu sarana untuk
mengambil pelajaran dan memikirkan tentang kekuasaan Allah dan meneladani
cara pengobatan Nabi (Al-Jauziah, 2008)
Hasil penelitian uji aktivitas antibakteri ekstrak daun binahong (Anredera
cordifolia (ten) Steenis) menunjukkan bahwa ekstrak daun binahong mempunyai
aktivitas menghambat dan membunuh bakteri Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aureginosa. Dari hasil penelitian didapatkan konsentrasi hambat
minimum (KHM) ekstrak daun binahong pada bakteri Staphylococcus aureus

pada konsentrasi 25%(250mg/ml). Sedangkan pada bakteri Pseudomonas
aeruginosa konsentrasi hambat minimum (KHM) pada konsentrasi 50%(500
mg/ml). Pada konsentrasi bunuh minimum (KBM) ekstrak daun binahong
terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 50%
(500mg/ml) sedangkan pada bakteri Pseudomonas aeruginosa konsentrasi bunuh
minimum (KBM) pada konsentrasi 100%(1000 mg/ml). Ini menjelaskan bahwa
bagian daun tanaman binahong mampu digunakan sebagai bahan alternatif untuk
pengobatan penyakit-penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Pemanfaatan tanaman binahong sebagai obat merupakan suatu upaya
untuk mengikuti sunnah Nabi. Kita dianjurkan untuk mengamalkan pengobatan,
sesuai sabda Rasulullah SAW: Dari Usamah Bin Syarik berkata, Bahwa saya
pernah berada di sisi Rasulullah SAW, lalu datang sekelompok Arab Badui.
Mereka berkata Wahai Rasullullah, apakah kami bisa berobat? Nabi
menjawab. Wahai para hamba Allah carilah obat karena sesungguhnya Allah
tidak menciptakan sutu penyakit tanpa menciptakan obatnya, selain satu penyakit
saja Mereka bertanya; Penyakit apakah itu? jawab beliau; Penyakit usia
tua (HR. Ahmad) (Mahmud, 2007)
Rasulullah telah bersabda;Sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu
penyakit, kecuali Dia menurunkan obat penyembuhnya; obat penyakit diketahui
bagi yang mengetahuinya dan tidak diketahui bagi orang jahil
Hadist-hadist tersebut menunjukkan bahwa untuk mendapatkan obat suatu
penyakit maka kita harus selalu berusaha dengan memikirkan apa yang telah
diwahyukan oleh Allah sebagai petunjuk bagi kehidupan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ekstrak daun Binahong terhadap
bakteri Staphylococcus aureus adalah pada konsentrasi 25 % yang setara
dengan 250 mg/ml. Sedangkan pada bakteri Pseudomonas aeruginosa KHM
pada konsentrasi 50% setara dengan 500 mg/ml.
2. Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) ekstrak daun Binahong terhadap bakteri
Staphylococcus aureus adalah pada konsentrasi 50% setara dengan 500
mg/ml, sedangkan pada bakteri Pseudomonas aeruginosa pada konsentrasi
100% setara dengan 1000 mg/ml.
3. Ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis memiliki daya
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas
aureginosa (p=0.000). semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun binahong,
semakin menekan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus (r-0,860) dan
Pseudomonas aureginosa (r-0,860) hal ini menunjukkan bahwa pemberian
konsentrasi ekstrak daun binahong berpengaruh terhadap penurunan jumlah
koloni bakteri Staphylococcus aureus per ml (10
6
) (R
2
=0,740) dan pada
bakteri Pseudomonas aeruginosa (R
2
= 0,739)

4. Hasil Uji Fitokimia ekstrak etil asetat daun binahong ditemukan senyawa
Polifenol, Alkaloid dan Flavanoid.

5.2. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa saran sebagai berikut:
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai bahan aktif yang terdapat dalam
ekstrak daun binahong untuk pengujian terhadap bakteri lain yang
menyebabkan infeksi.
2. Perlu dilakukan isolasi senyawa yang lebih spesifik yang terkandung dalam
ekstrak daun binahong dengan menggunakan pelarut selain Etil asetat dan
diujikan pada bakteri lain yang Multiresisten selain bakteri Staphylococcus
aureus dan Pseudomonas aureginosa
3. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut secara klinis pada hewan coba untuk
mengetahui lebih luas tentang khasiat daun Binahong.










DAFTAR PUSTAKA


Aulia, I.A 2008.Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanolik
Daun Arbenan (Duchesnea indica (Andr.) Focke) Terhadap
Staphylococcus aureus Dan Pseudomonas aeruginosa Multiresisten
Antibiotic Beserta Profil Kromatografi Lapis Tipisnya. Skripsi Tidak
Diterbitkan. Surakarta : Fakultas Farmasi UMS Surakarta.

Annisa, N. 2007. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Air Daun Binahong (Anredera
scandens (L) Mor) Terhadap Bakteri Klebsiella pneumonia Dan
Bacillus substilis ATCC 6633 Beserta Skrining Fitokimia Dengan Uji
Tabung. Skripsi Tidak Diterbitkan Yogyakarta : Fakultas Farmasi
UGM Yogyakarta.

Anasrullah, 2002.Aspek Mikrobiologi Klinik Pada Infeksi Luka Bakar Di RSUD
Dr.Saiful Anwar Malang Periode 1998 -2001.Brawijaya .Fakultas
Kedokteran : Skripsi

Anief, M. 1984. Ilmu Farmasi. Jakarta: Ghalia Indonesia

Ansel, C.H.1989. Pengantar bentuk sediaan farmasi. UI Press

Arafah, M. 2008. Pengaruh Ekstrak Buah Adas Pahit (Foeniculum Vulgare Mill
Varian Vulgare) Terhadap Pertumbuhan Streptococcus Hemolitik
Group A Dengan Metode Broth Dilution Test. Skripsi Tidak
Diterbitkan Fakultas Kedokteran UMM Malang.

Akiyama, H. F., K. Iwatsuki, T. 2001. Antibacterial Action Of Several Tennis
Agains Staphylococcus aureus. Journal of Antimicrobial
Chemoterapy. Vol. 48: 487-91.

Ajizah, A. 2004. Sensitivitas Salmonella Typhimurium Terhadap Ekstrak Daun
Psidium Guajava L. Bioscientie, VOL 1 NO.1: 31-8

Bernasconi,G.1995. Teknologi kimia I. Penerjemah; Handojo.L,Jakarta:
PT.Prandya Paramitha.

Buchanan, R. E. And Gibson, E.E., 1974. Bergeys manual of determinative of
bacteriology, 8
th
edition, william and wilkins, baltimore USA.

Bonang, G dan koeswardono, E, S. 1982. Mikrobiologi Kedokteran Untuk
Laboratorium Dan Klinik. Jakarta: PT.Gramedia.


De padua. 1999. Senyawa Kimia.
Http://www.tempo.co.id/medica/arsip/122002/art-3.htm diakses 30
Mei 2009.

Dwidjoseputro, D.1978. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan: Jakarta.

Dzen, M.R. 2003. Bakteriologi Medik edisi pertama. Bayumedia Publishing:
Malang

Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan PT. Raja Grafindo Persada:
Jakarta.

Faroqi, M.I.H. 2005. Terapi Herbal Cara Islam; Manfaat Tumbuhan Menurut Al-
Quran Dan Sunah Nabi. Terjemahan Ahmad Y. Samantho, Jakarta:
Penerbit Hikmah (PT Mizan Publika)

Guenther, E.1987. Minyak Atsiri. Jakarta: penerbit UI.

Guenther, E.2006. Minyak Atsiri. Jakarta: penerbit UI.

Harborne, J.B.1996. Metode Fitokimia.Bandung:Institut Teknologi Bandung.

Hayati, E.K. 2007.Tumbuhan dan Hewan: Alternatif Pengobatan Warisan Budaya
Islam.Al-Harakah.Vol.9.No 1.:1-12.

Jawetz, E. Melnick, J.L dan Adelberg, E.A.199I. Mikrobiologi Kedokteran
(Medical Microbiologi) Alih bahasa, Edi Nugroho, R.F.maulani.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta.

Jawetz, E. Melnick, J.L dan Adelberg, E.A. 1996. Mikrobiologi Kedokteran.
Surabaya: Salemba.

Jawetz, E. Melnick, J.L dan Adelberg, E.A. 1986. Mikrobiologi Untuk Profesi
Kesehatan.Jakarta :EGC Penerbit Buku Kedokteran.

Jawetz, E. Melnick, J.L dan Adelberg, E.A. 2001. Medical Microbiology Twenty
Second Ed. Buku 1. Terjemahan Bagian Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. Jakarta :Salemba Medika.

Jauhari, T. 1984. Quran Dan Ilmu Pengetahuan Modern.Surabaya: Al-Ikhlas.

Lisa, N. 2008. Uji Aktivitas In Vitro Levofloksasin Terhadap Isolat
Staphylococcus aureus Dan Pseudomonas aeruginosa Resisten
Multiobat Di RSU Dr. Soetomo Surabaya: Isolat Dari Pasien Infeksi
Kulit Dan Infeksi Saluran Kemih. Skripsi Tidak Diterbitkan Surabaya:
Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya.

Louis, F.G. 2004. Saponin Glicosides .Georges luis
@friedli.com,http:www.friedli.com.herbsphytochem.glycosides.html.
diakses tanggal 7 Juni 2008.


Lutony, R. 2000. Usaha Penyulingan Minyak Daun Cengkeh.
Http://www.bi.go.id./sipuk/im/ind/atsiri/pendahuluan.htm. diakses
pada tanggal 7 juni 2008.

Lenny, S. 2006. Senyawa flavonoida, fenilflavonoida dan alkaloida. Karya Ilmiah
Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara Medan.

Mazni, R. 2008. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Umbi Bidara Upas
(Merremia mammosa chois) Terhadap Staphylococcus aureus Dan
Escherichia coli Serta Brine Shrimp Lethality Test. Skripsi Tidak
Diterbitkan. Surakarta: Fakultas Farmasi UMS Surakarta.

Manoi, F. 2009. Binahong (Anredera cordifolia)(Ten) Steenis Sebagai Obat.
Jurnal Warta Penelitian Dan Pengembangan Tanaman
Industri.Volume 15 Nomor 1:3.

Mus. 2008. Informasi Spesies Binahong Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.
http://www.plantamor.com/spcdtail.php?recid=1387. diakses tanggal
20 April 2009)

Markham, K.R.1998. Cara mengidentifikasi flavanoid. Bandung: penerbit ITB.

Maheswari, H. 2002. Pemanfaatan Obat Alami;Potensi Dan Prospek
Pengembangan.http://rudact.tripod.com./sem2_012/hera_maheswari.
htm, diakses 20 Februari 2008.

Masduki, I. 1996. Efek Antibakterial Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu)
Terhadap Staphylococcus aureus dan Echerichia coli. Cermin Dunia
Kedokteran 109: 21-4.

Nasronuddin. 2007. Penyakit Infeksi Di Indonesia. Solusi Kini Dan Mendatang.
Airlangga University Press: Surabaya.

Nur Iman, M. 2009. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Bunga Pepaya Jantan
(Carica Papaya L) Terhadap Echerichia coli Dan Staphylococcus
aureus Multiresisten Antibiotik. Skripsi Tidak Diterbitkan Surakarta:
Fakultas Farmasi UMS Surakarta.

Nurachman, Z. 2002. Artoindonesianin Untuk Antitumor.http.www.chem-istrri.
diakses pada tanggal 1 april 2009.


Pelzhar, M dan Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1. Jakarta:Universitas
Indonesia (UI-Press).

Pelczar, M dan Chan.1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi (Jilid1) Jakarta:UI Press.

Suntoyo, W. 1990. Percobaan Perancangan Analisis Dan Interpretasinya. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama

Qardhawi, Y.1998. Al-Quran Berbicara tentang akal dan ilmu pengetahuan.
Jakarta: Gema Insani Press.

Rachmawati, S. 2007. Studi Makroskopi, Dan Skrining Fitokimia Daun Anredera
Cordifolia (Ten.) Steenis. Skripsi Tidak Diterbitkan Surabaya:
Fakultas Farmasi UNAIR Surabaya.

Rochani, N. 2009.Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Daun Binahong (Anredera
cordifolia (Tenore) Steenis) Terhadap Candida albicans Serta Skrining
Fitokimianya. Skripsi Tidak Diterbitkan. Surabaya :Fakultas Farmasi
UMS Surakarta.

Robinson, T. 1991.Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi, diterjemahkan
oleh Prof. Dr. Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB: Bandung.

Setiaji, A. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Petroleum Eter, Etil Asetat Dan
Etanol 70% Rhizoma Binahong (Anredera cordifolia (Tenore)
Steenis) Terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 Dan
Escherichia coli ATCC 11229 Serta Skrining Fitokimianya. Skripsi
Tidak Diterbitkan. Surakarta : Fakultas Farmasi UMS Surakarta.

Schmid, K. H.1985.Vitamin C Dan Penggunaanya Dewasa Ini.Jakarta:Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Supardi, I. dan Sukamto.1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan Dan Keamanan
Pangan.Bandung: Penerbit Alami.

Shihab, M.Q. 2002. Tafsir Al-Misbah; pesan dan keserasian Al-Quran volume
11 Dan 15. Jakarta: Lentera Hati.

Tshikalange, T.E. 2007. In Vitro Anti-HIV-1 Properties Of Ethnobotanically
Selected South African Plants Used In The Treatment Of Sexually
Transmitted Diseases. University Of Pretoria. Journal Of
Ethnopharmacology, 96,515-519.

Shulman, P. dan Sommers. 1994. Dasar Biologi & Klinis Penyakit Infeksi Edisi
IV. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal. 582.


Thomson, R.H. 1993. The Chemistri Of Natural Producst.2 Edition,chapman and
hall ltd.glasgow,UK.

Uchida, S. 2003. Production of a digital map of the hazardous conditions of soil
erosion for the sloping lands of West Java, Indonesia using geographic
information systems (GIS). JIRCAS. Indonesia. Diakses Tanggal 31
Mei 2009.
Voight, R.. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah Soendari,
N.S.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Volk and Wheeler. 1993. Mikrobilogi Dasar. Jakarta: Erlangga.

Volk and Wheeler. 1998. Mikrobiologi Dasar. Terjemahan .Soenarto
Adisoemarno. Surabaya: Penerbit Erlangga.

Wahyono, H. 2007. Peran Mikrobiologi Klinik Pada Penanganan Penyakit
Infeksi.Makalah Pidato Pengukuhan Guru Besar Dalam Ilmu
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 28 juli
2007.

Wicaksono, H. 2001. Efek Pemberian Kombinasi Klorokuin dan Asam Askorbat
Terhadap Aktifitas Radikal Bebas Jaringan Hepar Mencit Yang
Diinduksi Plasmodium Berghei. Fakultas Kedokteran UB.Tugas
Akhir

Wardani, A. K. 2008. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Residu Ekstrak Etanolik
Daun Arbenan (Duchesnea indica (Andr) Focke.) Terhadap
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aureginosa Multiresisten
Antibiotik Beserta Profil Kromatografi Lapis Tipis. Skripsi Tidak
Diterbitkan Surakarta : Fakultas Farmasi UMS Surakarta.

Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum.UMM Press: Malang

Yustina, S.H. 2008. Daya Antibacteria Campuran Ekstrak Etanol Buah Adas
(Foeniculum vulgare.Mill) Dan Kulit Batang Pulasari (Alyxia
reindwartii BL).Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.

Yuke, E.Y.S. 2002.Uji Efek Madu Sebagai Antimikroba Terhadap Pseudomonas
Aureginosa Secara In Vitro .Tugas Akhir Tidak Diterbitkan. Malang:
Fakultas Kedokteran Unibraw.






LAMPIRAN


Lampiran 1. Diagram Alir Kerja










































Membuat konsentrasi ekstrak daun binahong :
1 Gram ekstrak ditambah aquades 10 ml kemudian
di tambah larutan Twen 80 sebanyak 0,001

- Pengenceran serial larutan ekstrak daun binahong
- Penanaman biakan bakteri pada tabung reaksi
Di Inkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37
o
C
mengamati kekeruhan sampel dan dibandingkan
dengan kontrol positif, kemudian tentukan KHM
(sampel di streak pada media NA)
Uji KBM, sampel di encerkan pada media NaCl 0,9 %
sebanyak 9 ml. pengenceran sesuai kepadatan sel
bakteri (10
6
) pada kamar hitung (Haemocytometer)
pengamatan menggunakan Mikroskop.

Inkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37
o
C
Hitung Koloni dengan colony counter
dan menentukan KBM
Preparasi sampel daun binahong
Ekstraksi Daun Binahong

Lampiran 2.Skema kerja

2.1 Preparasi Sampel




- Dicuci bersih dan ditiriskan
- Dikeringkan dengan cara diangin-anginkan
- Dikeringkan di dalam green house selam 5 hari tidak
terkena sinar matahari secara langsung pada suhu 35
0
C
- Dihaluskan menggunakan blender sampai berbentuk
serbuk

































Daun Binahong Segar
Sampel

2.2 .Ekstraksi Daun Binahong Dengan Metode Maserasi





- Sampel dimasukkan Erlenmeyer
- Ditambahkan pelarut Etil asetat sebanyak 500 ml
- Direndam sambil di Shaker selama 1 jam
- Dimaserasi selama 24 jam pada suhu 50 C
- Difiltrasi/dipisahkan dengan kertas saring





- Direndam sambil dishaker selama 1 jam
- Dimaserasi selama 24 jam seperti langkah
- Difiltrasi/dipisahkan dengan kertas saring




- Direndam sambil dishaker
selama 1 jam
- Dimaserasi selama 24 jam
- Difiltrasi/dipisahkan dengan
kertas saring






Dibuang


- Filtrat 1,2,3 digabung kemudian di evaporasi
dengan Rotary Evaporator Vakum pada suhu 50
0
C


- Ekstrak siap diujikan




200 gr Sampel
Filtrat 1 Residu
Filtrat 2 Residu
Filtrat 3 Residu
Ekstrak Pekat

2.3. Identifikasi Senyawa Kimia

2.3.1 Uji Alkaloid



- ditambahkan 0,5 mL HCL 2%
- ditambahkan 2-3 tetes reagen dragendrof dan 2-3 tetes
mayer




2.3.2 Uji Flavanoid




-ditambah serbuk Mg. 1 ml HCL pekat dan 2 ml amil
alkohol
- di kocok kuat-kuat
- terjadi perubahan warna, ditunjukkan dengan
imbulnya warna merah, kuning atau jingga pada
lapisan amilalkohol



2.3.3 Uji Polifenol




-dilarukan dalam 10 ml air
-dipanaskan selama 10 menit
- laruan didinginkan dan disaring
- filtrate di tetesi dengan FeCl3 sebanyak 3 tetes.
- lalu diamati perubahan warnanya.
- hasil positif polifenol terbentuk warna hijau kehitaman




Uji Fitokimia secara kualitatatif dan kuantitatif Dilakukan di Lab Kimia UIN
MALIKI Malang dan Lab Kimia Universitas Muhammadiyah Malang.


0,5 gram ekstrak sampel
Hasil
5 ml filtrate
Hasil
0,2 Mg Ekstrak Pekat
Hasil

2.4 Pengenceran Larutan Ekstrak Daun Binahong


1. Uji Konsentrasi Hambat Minimum (Pendahuluan)

- 1 gram ekstrak pekat daun binahong
- diencerkan dengan menggunakan pelarut aquades 10 ml,
- kemudian ditambahkan larutan tween 80 sebanyak 100 L
- kemudian divortek sampai homogeny
- Kemudian di ujikan dengan pengenceran berseri dari konsentrasi 100%,
50%, 25%, 12,5%, 6,25% dan 3,125% pada masing-masing bakteri.


2. Uji Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Dan Konsentrasi Bunuh
Minimum (KBM)

Untuk Uji Pada Bakteri Staphylococcus aureus

- 50% : 0,5 gram ektrak pekat + 9,5 ml aquades
- 45% : 0,45 gram ekstrak pekat + 9,55 ml aquades
- 40% : 0,4 gram ekstrak pekat + 9,6 ml aquades
- 35% : 0,35 gram ektrak pekat + 9,65 ml aquades
- 30% : 0,3 gram ektrak pekat + 9,7 ml aquades
- 25% : 0,25 gram ektrak pekat + 9,75 ml aquades

Untuk Uji Pada Bakteri Pseudomonas aeruginosa

- 100% : 1 Gram ekstrak pekat + 9 ml aquades
- 90% : 0,9 gram ekstrak pekat+ 9,1 ml aquades
- 80% : 0,8 gram ekstrak pekat + 9,2 ml aquades
- 70% : 0,7 gram ekstrak pekat + 9,3 ml aquades
- 60% : 0,6 gram ekstrak pekat + 9,4 ml aquades
- 50% : 0,5 gram ekstrak pekat + 9,5 ml aquades.

Untuk Seluruh Pengenceran ditambahkan 1 ml larutan dari (campuran aquades 10
ml dan larutan tween 80 sebanyak 100 L.)



Lampiran 3. Uji Aktivitas Antibakteri

3.1 Pembuatan Media

1. Media Nutrient Agar




- dilarutkan dengan aquades 500 mL dalam Erlenmeyer
- dipanaskan sampai mendidih
- dimasukkan dalam beberapa tabung reaksi dan ditutup dg
kapas
- disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 C selama 15
menit.
- Diletakkan dalam posisi miring selama 24 jam pada suhu
- 37 C



2. Media Nutrient Broth




- dilarutkan dengan aquades 500 mL dalam Erlenmeyer
- dipanaskan sampai mendidih
- dimasukkan dalam beberapa tabung reaksi dan ditutup dg
kapas
- disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 C selama 15
menit.
- Diletakkan dalam posisi miring selama 24 jam pada suhu
- 37 C










Media agar miring
Media agar miring
6 gram nutrient agar
14,5 gram nutrient broth

3.2 Peremajaan Biakan Bakteri Murni





- di goreskan pada media agar padat pada cawan secara aseptis
- Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 C dalam incubator.
- diambil satu koloni, ditumbuhkan dimedia NB dinkubasi selama 24
Pada suhu 37C kemudian,
-kekeruhan bakteri pada media dibandingka dengan NB tanpa bakteri





3.3 Pembuatan Suspensi Bakteri





- diambil 1 ose, kemudian dilarutkan pada media NaCL
fisiologis 0,9% sebanyak 5 ml.
- di vortek biar homogen
- dibandingkan dengan standar Mc Farland 10
8
sel/ml.
- diencerkan 100x pada media NaCl fisiologis 0,9% dan
media NB
- didapatkan suspensi bakteri sebanyak 10
6
bakteri sel/ml,

















Biakan Murni Bakteri
Peremajaan Bakteri
Hasil peremajaan bakteri
Bakteri siap di ujikan

3.4 Uji Aktivistas Bakteri Dengan Metode Dilusi Tabung




- Menyiapkan tabung sebanyak 8, 2 kontrol 6 perlakuan
- ditambahkan 4 ml media Nutrient Broth
- ditambahkan larutan ekstrak dg konsenrasi 100% sebanyak 1 ml
- kemudian di encerkan dengam mengambil 1 ml ke setiap tabung
- ditambahkan suspensi bakteri sebanya 1 ml pada tiap tabung
- diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37
0
C
- diamati kejernihan pada media tabung
- di streaking/ di gores pada media NA pada cawan petri
- di inkubasikan pada suhu 37 C selama 18-24 jam
- diamati pertumhan bakteri untuk hasil KHM








- Menyiapkan tabung sebanyak 8, 2 kontrol 6 perlakuan
- ditambahkan 1 ml suspensi biakan bakteri aktif dan dihomogenkan
- ditambahkan larutan ekstrak sesuai konsenrasi sebanyak 1 ml
- diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37
0
C
- diamati kejernihan pada media tabung
- diambil suspensi bakteri sebanyak 1 ml (10
6
)
- diencerkan pada media FeCL 0,9% sebanyak 9 ml
- di streaking/ di gores pada media NAP pada cawan petri
- di inkubasikan pada suhu 37 C selama 18-24 jam
- dihitung jumlah koloni menggunakan colony counter













Uji (KHM)
HASIL
Hasil dari KHM
HASIL

Lampiran : 4

Tabel 1. Data pengaruh pemberian konsentrasi ekstrak daun binahong (Anredera
cordifoilia (Ten) Steenis) Terhadap Penurunan Jumlah Koloni bakteri
Staphylococcus aureus Per ml (10
6
sel/ml)
Ulangan
Konsentrasi
I II III
Total Rerata
Kontrol
Positif
30100000 31100000 30500000 91700000 30566667
250 mg 300000 303000 294000 897000 299000
300 mg 29700 28500 29000 87200 29066.667
350 mg 1860 1790 1550 5200 1733.3333
400 mg 144 129 138 411 137
450 mg 37 51 43 131 43.666667
500 mg 0 0 0 0 0
Total 30431741 31433470 30824731 92689942 30896647



Tabel 2. Data pengaruh pemberian konsentrasi ekstrak daun binahong (Anredera
cordifoilia (Ten) Steenis) Terhadap Penurunan Jumlah Koloni bakteri
Pseudomonas aeruginosa Per ml (10
6
sel/ml)
Ulangan
Konsentrasi
I II III
Total Rerata
Kontrol
Positif
30800000 33300000 30100000 94200000 31400000
500 mg 295000 273000 257000 825000 275000
600 mg 25300 25700 28300 79300 26433.33333
700 mg 1620 1690 1760 5070 1690
800 mg 1210 1180 1350 3740 1246.666667
900 mg 56 61 77 194 64.66666667
1000 mg 0 0 0 0 0
Total 31123186 33601631 30388487 95113304 31704434.67











Lampiran 5.

Data Penghitungan Analisis Variansi dalam RAL

a. Bakteri Staphylococcus aureus

1. Faktor Koreksi (FK) =

=

=

= 4,091 x 10
14

2. Menghitung JK

a. JK Total =

= (30100000
2
+ 31100000
2
+ ... + 0
2
) FK

= 2,804 x 10
15
- 4,091 x 10
14


= 2,395 x 10
15

b. JK Perlakuan =

=

= 2,803 x 10
15
- 4,091 x 10
14

= 2,394 x 10
15


c. JK Galat = JK Total JK Perlakuan

= 2,395 x 10
15
- 2,394 x 10
15


= 5,067 x 10
11

3. Menghitung db
a. db Total = N -1 = 21 -1= 20

b. db Perlakuan = n 1= 7 1 = 6

c. db Galat = db Total db Perlakuan = 20 6 = 14

4. Menghitung KT

a. KT Perlakuan = = = 3,999 x 10
14

b. KT Galat = = = 3,619 x 10
10

5. Mencari F hitung = = = 11024,615

6. Mencari BNT
BNT 5% = t
()(db galat)
x

= t
(0,05)(14)
x

= 2,145 x (155335,19)

= 333.160,847

BNT 1% = t
()(db galat)
x

= t
(0,01)(14)
x

= 2,977 x (155335,19)

= 462.408,432


















b. Bakteri Pseudomonas aeruginosa

1. Faktor Koreksi (FK) =

=

=

= 4,308 x 10
14

2. Menghitung JK

a. JK Total =

= (30800000
2
+ 33300000
2
+ ... + 0
2
) FK

= 2,964 x 10
15
- 4,308 x 10
14

= 2,533 x 10
15


b. JK Perlakuan =

=

= 2,958 x 10
15
- 4,308 x 10
14

= 2,527 x 10
15

c. JK Galat = JK Total JK Perlakuan

= 2,533 x 10
15
- 2,527 x 10
15

= 5,661 x 10
11

3. Menghitung db

a. db Total = N -1 = 21 -1= 20

b. db Perlakuan = n 1= 7 1 = 6

c. db Galat = db Total db Perlakuan = 20 6 = 14


4. Menghitung KT

a. KT Perlakuan = = =

b. KT Galat = = =


5. Mencari F hitung = = = 1041,753

6. Mencari BNT
BNT 5% = t
()(db galat)
x

= t
(0,05)(16)
x

= 2,145 x (519190,46)

= 1113552,776

BNT 1% = t
()(db galat)
x

= t
(0,01)(16)
x

= 2,977 x (519190,46)

= 1545548,338

















Lampiran 6. Analisisa Data Dengan One Wey ANOVA


Ringkasan ANOVA Pengaruh Ekstrak Daun Binahong terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus

SK db JK KT F hit F 5% F 1% Sig
Perlakuan 5 2,394 x 10
15
3,9902 x 10
14
11.024 2,958 4,694 0,000
Galat 12 5,067 x 10
11
3,6194 x 10
10

Total 17 2,395 x 10
15





Ringkasan ANOVA Pengaruh Ekstrak Daun Binahong Terhadap Bakteri
Pseudomonas aeruginosa

SK db JK KT F hit F 5% F 1% Sig
Perlakuan 5 2,52732 x 10
15
4,2122 x 10
14
1041,7525 2,958 4,694 0,000
Galat 12 5,660732 x 10
12
4,0434 x 10
11

Total 17 2,53298 x 10
15




Lampiran 7:

Perhitungan Analisa Varian dengan menggunakan SPSS versi 15

A. Bakteri Staphylococcus aureus
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
21
.0000000
.97467943
.124
.124
-.110
.570
.901
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parameters
a,b
Absolute
Positive
Negative
Most Extreme
Differences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Standardized
Residual
Test distribution is Normal.
a.
Calculated from data.
b.

Test of Homogeneity of Variances
Aktivitas_penghambatan
5.932 6 14 .076
Levene
Statistic df1 df2 Sig.


Oneway

Descriptives
Aktivitas_penghambatan
3 3E+007 503322.29568 290593.3 29316344.77 31816988.56 30100000 31100000
3 299000.0 4582.57569 2645.751 287616.2509 310383.7491 294000.0 303000.0
3 29066.67 602.77138 348.01022 27569.2996 30564.0338 28500.00 29700.00
3 1733.3333 162.58331 93.86752 1329.4540 2137.2127 1550.00 1860.00
3 137.0000 7.54983 4.35890 118.2452 155.7548 129.00 144.00
3 43.6667 7.02377 4.05518 26.2187 61.1147 37.00 51.00
3 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
21 4413807 10942178.25 2387779 -567013.0609 9394626.585 .00 31100000
Kontrol Positif
250 mg
300 mg
350 mg
400 mg
450 mg
500 mg
Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum


ANOVA
Aktivitas_penghambatan
2.4E+015 6 3.990E+014 11024.615 .000
5.1E+011 14 3.619E+010
2.4E+015 20
Between Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.



Post Hoc Tests

Multiple Comparisons
Dependent Variable: Aktivitas_penghambatan
LSD
30267667* 155335.2 .000 29934505.82 30600827.51
30537600* 155335.2 .000 30204439.15 30870760.85
30564933* 155335.2 .000 30231772.49 30898094.18
30566530* 155335.2 .000 30233368.82 30899690.51
30566623* 155335.2 .000 30233462.15 30899783.85
30566667* 155335.2 .000 30233505.82 30899827.51
-30267667* 155335.2 .000 -30600827.5 -29934505.8
269933.33 155335.2 .104 -63227.5144 603094.1810
297266.67 155335.2 .076 -35894.1810 630427.5144
298863.00 155335.2 .075 -34297.8477 632023.8477
298956.33 155335.2 .075 -34204.5144 632117.1810
299000.00 155335.2 .075 -34160.8477 632160.8477
-30537600* 155335.2 .000 -30870760.8 -30204439.2
-269933.33 155335.2 .104 -603094.1810 63227.5144
27333.333 155335.2 .863 -305827.5144 360494.1810
28929.667 155335.2 .855 -304231.1810 362090.5144
29023.000 155335.2 .854 -304137.8477 362183.8477
29066.667 155335.2 .854 -304094.1810 362227.5144
-30564933* 155335.2 .000 -30898094.2 -30231772.5
-297266.67 155335.2 .076 -630427.5144 35894.1810
-27333.333 155335.2 .863 -360494.1810 305827.5144
1596.33333 155335.2 .992 -331564.5144 334757.1810
1689.66667 155335.2 .991 -331471.1810 334850.5144
1733.33333 155335.2 .991 -331427.5144 334894.1810
-30566530* 155335.2 .000 -30899690.5 -30233368.8
-298863.00 155335.2 .075 -632023.8477 34297.8477
-28929.667 155335.2 .855 -362090.5144 304231.1810
-1596.3333 155335.2 .992 -334757.1810 331564.5144
93.33333 155335.2 1.000 -333067.5144 333254.1810
137.00000 155335.2 .999 -333023.8477 333297.8477
-30566623* 155335.2 .000 -30899783.8 -30233462.2
-298956.33 155335.2 .075 -632117.1810 34204.5144
-29023.000 155335.2 .854 -362183.8477 304137.8477
-1689.6667 155335.2 .991 -334850.5144 331471.1810
-93.33333 155335.2 1.000 -333254.1810 333067.5144
43.66667 155335.2 1.000 -333117.1810 333204.5144
-30566667* 155335.2 .000 -30899827.5 -30233505.8
-299000.00 155335.2 .075 -632160.8477 34160.8477
-29066.667 155335.2 .854 -362227.5144 304094.1810
-1733.3333 155335.2 .991 -334894.1810 331427.5144
-137.00000 155335.2 .999 -333297.8477 333023.8477
-43.66667 155335.2 1.000 -333204.5144 333117.1810
(J) Konsentrasi
250 mg
300 mg
350 mg
400 mg
450 mg
500 mg
Kontrol Positif
300 mg
350 mg
400 mg
450 mg
500 mg
Kontrol Positif
250 mg
350 mg
400 mg
450 mg
500 mg
Kontrol Positif
250 mg
300 mg
400 mg
450 mg
500 mg
Kontrol Positif
250 mg
300 mg
350 mg
450 mg
500 mg
Kontrol Positif
250 mg
300 mg
350 mg
400 mg
500 mg
Kontrol Positif
250 mg
300 mg
350 mg
400 mg
450 mg
(I) Konsentrasi
Kontrol Positif
250 mg
300 mg
350 mg
400 mg
450 mg
500 mg
Mean
Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .05 level.
*.



Aktivitas_penghambatan
Tukey HSD
a
3 .0000
3 43.6667
3 137.0000
3 1733.3333
3 29066.67
3 299000.0
3 3E+007
.497 1.000
Konsentrasi
500 mg
450 mg
400 mg
350 mg
300 mg
250 mg
Kontrol Positif
Sig.
N 1 2
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
a.



Notasi LSD/BNT Pengaruh Ekstrak Daun Binahong Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus

Konsentrasi ekstrak daun Binahong
(Anredera cordifolia (Ten) Steenis)
Rerata Rerata jumlah koloni
bakteri Staphylococcus aureus per
ml (10
6
)
50 %(500 mg/ml)
45% (450 mg/ml)
40%(400 mg/ml)
35% (350 mg/ml)
30% (300 mg/ml)
25%(250 mg/ml)
Kontrol positif
0,000 a
43,667 a
137,000 a
1733,333 a
29066,670 a
299000,000 b
30566667 b

Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
uji LSD/BNT






B. Bakteri Pseudomonas aeruginosa

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
21
.0000000
.97467943
.124
.124
-.106
.568
.904
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parameters
a,b
Absolute
Positive
Negative
Most Extreme
Differences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Standardized
Residual
Test distribution is Normal.
a.
Calculated from data.
b.

Test of Homogeneity of Variances
Aktivitas_penghambatan
11.325 6 14 .096
Levene
Statistic df1 df2 Sig.


Oneway

Descriptives
Aktivitas_penghambatan
3 3E+007 1682260.384 971253.5 27221033.54 35578966.46 30100000 33300000
3 275000.0 19078.78403 11015.14 227605.6731 322394.3269 257000.0 295000.0
3 26433.33 1628.90556 940.44907 22386.9076 30479.7591 25300.00 28300.00
3 1690.0000 70.00000 40.41452 1516.1104 1863.8896 1620.00 1760.00
3 1246.6667 90.73772 52.38745 1021.2617 1472.0717 1180.00 1350.00
3 64.6667 10.96966 6.33333 37.4165 91.9168 56.00 77.00
3 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
21 4529205 11253848.39 2455791 -593485.4162 9651895.321 .00 33300000
Kontrol Positif
500 mg
600 mg
700 mg
800 mg
900 mg
1000 mg
Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum

ANOVA
Aktivitas_penghambatan
2.5E+015 6 4.212E+014 1041.753 .000
5.7E+012 14 4.043E+011
2.5E+015 20
Between Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.





Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Aktivitas_penghambatan
LSD
31125000* 519190.5 .000 30011447.22 32238552.78
31373567* 519190.5 .000 30260013.89 32487119.45
31398310* 519190.5 .000 30284757.22 32511862.78
31398753* 519190.5 .000 30285200.55 32512306.11
31399935* 519190.5 .000 30286382.55 32513488.11
31400000* 519190.5 .000 30286447.22 32513552.78
-31125000* 519190.5 .000 -32238552.8 -30011447.2
248566.67 519190.5 .640 -864986.1130 1362119.446
273310.00 519190.5 .607 -840242.7797 1386862.780
273753.33 519190.5 .606 -839799.4463 1387306.113
274935.33 519190.5 .605 -838617.4463 1388488.113
275000.00 519190.5 .605 -838552.7797 1388552.780
-31373567* 519190.5 .000 -32487119.4 -30260013.9
-248566.67 519190.5 .640 -1362119.45 864986.1130
24743.333 519190.5 .963 -1088809.45 1138296.113
25186.667 519190.5 .962 -1088366.11 1138739.446
26368.667 519190.5 .960 -1087184.11 1139921.446
26433.333 519190.5 .960 -1087119.45 1139986.113
-31398310* 519190.5 .000 -32511862.8 -30284757.2
-273310.00 519190.5 .607 -1386862.78 840242.7797
-24743.333 519190.5 .963 -1138296.11 1088809.446
443.33333 519190.5 .999 -1113109.45 1113996.113
1625.33333 519190.5 .998 -1111927.45 1115178.113
1690.00000 519190.5 .997 -1111862.78 1115242.780
-31398753* 519190.5 .000 -32512306.1 -30285200.6
-273753.33 519190.5 .606 -1387306.11 839799.4463
-25186.667 519190.5 .962 -1138739.45 1088366.113
-443.33333 519190.5 .999 -1113996.11 1113109.446
1182.00000 519190.5 .998 -1112370.78 1114734.780
1246.66667 519190.5 .998 -1112306.11 1114799.446
-31399935* 519190.5 .000 -32513488.1 -30286382.6
-274935.33 519190.5 .605 -1388488.11 838617.4463
-26368.667 519190.5 .960 -1139921.45 1087184.113
-1625.3333 519190.5 .998 -1115178.11 1111927.446
-1182.0000 519190.5 .998 -1114734.78 1112370.780
64.66667 519190.5 1.000 -1113488.11 1113617.446
-31400000* 519190.5 .000 -32513552.8 -30286447.2
-275000.00 519190.5 .605 -1388552.78 838552.7797
-26433.333 519190.5 .960 -1139986.11 1087119.446
-1690.0000 519190.5 .997 -1115242.78 1111862.780
-1246.6667 519190.5 .998 -1114799.45 1112306.113
-64.66667 519190.5 1.000 -1113617.45 1113488.113
(J) Konsentrasi
500 mg
600 mg
700 mg
800 mg
900 mg
1000 mg
Kontrol Positif
600 mg
700 mg
800 mg
900 mg
1000 mg
Kontrol Positif
500 mg
700 mg
800 mg
900 mg
1000 mg
Kontrol Positif
500 mg
600 mg
800 mg
900 mg
1000 mg
Kontrol Positif
500 mg
600 mg
700 mg
900 mg
1000 mg
Kontrol Positif
500 mg
600 mg
700 mg
800 mg
1000 mg
Kontrol Positif
500 mg
600 mg
700 mg
800 mg
900 mg
(I) Konsentrasi
Kontrol Positif
500 mg
600 mg
700 mg
800 mg
900 mg
1000 mg
Mean
Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .05 level.
*.


Aktivitas_penghambatan
Tukey HSD
a
3 .0000
3 64.6667
3 1246.6667
3 1690.0000
3 26433.33
3 275000.0
3 3E+007
.998 1.000
Konsentrasi
1000 mg
900 mg
800 mg
700 mg
600 mg
500 mg
Kontrol Positif
Sig.
N 1 2
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
a.



Notasi LSD/BNT Pengaruh Ekstrak Daun Binahong Terhadap Bakteri
Pseudomonas aeruginosa

Konsentrasi ekstrak daun
Binahong (Anredera cordifolia
(Ten) Steenis)
Rerata jumlah koloni bakteri
Pseudomonas aeruginosa
per ml (10
6
)
100% (1000 mg/ml)
90% (900 mg/ml)
80% (800 mg/ml)
70% (700 mg/ml)
60% (600 mg/ml)
50% (500 mg/ml)
Kontrol positif (0%)
0,000 a
64,667 a
1246,667 a
1690,000 a
26433,333 a
275000,000 b
30100000 b

Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
uji LSD/BNT










Lampiran 8:

Uji Korelasi dan Regresi Linear

Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus per ml (10
6
sel/ml)


Regression
Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N
jumlah koloni per ml
4413806.8096 11532848.35098 7
konsentrasi ekstrak
321.43 165.472 7

Correlations


jumlah koloni
per ml
konsentrasi
ekstrak
Jumlah koloni per ml
1.000 -.860
Pearson Correlation
Konsentrasi ekstrak
-.860 1.000
Jumlah koloni per ml
. .007
Sig. (1-tailed)
Konsentrasi ekstrak
.007 .
Jumlah koloni per ml
7 7
N
Konsentrasi ekstrak
7 7


Variables Entered/Removed(b)

Model
Variables
Entered
Variables
Removed Method
1
konsentrasi
ekstrak(a)
. Enter

a All requested variables entered.
b Dependent Variable: jumlah koloni per ml





Model Summary(b)

Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1
.860(a) .740 .687 6447290.53985

a Predictors: (Constant), konsentrasi ekstrak
b Dependent Variable: jumlah koloni per ml


ANOVA(b)

Mode
l
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 59020176999
3654.000
1
59020176999365
4.000
14.199 .013(a)
Residual 20783777652
6242.700
5
41567555305248.
540

Total 79803954651
9896.000
6

a Predictors: (Constant), konsentrasi ekstrak
b Dependent Variable: jumlah koloni per ml


Coefficients(a)

Model Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 23679508.515 5663859.902 4.181 .009
konsentra
si ekstrak
-59937.739 15906.599 -.860 -3.768 .013

a Dependent Variable: jumlah koloni per ml










Jumlah Koloni Bakteri Pseudomonas aeruginosa per ml (10
6
sel/ml)


Regression

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N
jumlah koloni bakteri
Pseudomonas per ml
4529204.9524 11849335.04204 7
konsentrasi ekstrak daun
binahong
642.86 330.944 7

Correlations


jumlah koloni bakteri
Pseudomonas per ml
konsentrasi
ekstrak daun
binahong
Pearson Correlation jumlah koloni bakteri
Pseudomonas per ml
1.000 -.860
konsentrasi ekstrak
daun binahong
-.860 1.000
Sig. (1-tailed) jumlah koloni bakteri
Pseudomonas per ml
. .007
konsentrasi ekstrak
daun binahong
.007 .
N jumlah koloni bakteri
Pseudomonas per ml
7 7
konsentrasi ekstrak
daun binahong
7 7


Variables Entered/Removed(b)

Model
Variables
Entered
Variables
Removed Method
1
konsentrasi
ekstrak daun
binahong(a)
. Enter

a All requested variables entered.
b Dependent Variable: jumlah koloni bakteri Pseudomonas per ml



Model Summary(b)

Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1
.860(a) .739 .687 6632064.48501

a Predictors: (Constant), konsentrasi ekstrak daun binahong
b Dependent Variable: jumlah koloni bakteri Pseudomonas per ml


ANOVA(b)

Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 62251904896
4475.000
1
6225190489
64475.000
14.153 .013(a)
Residual 21992139666
6417.400
5
4398427933
3283.490

Total 84244044563
0892.000
6

a Predictors: (Constant), konsentrasi ekstrak daun binahong
b Dependent Variable: jumlah koloni bakteri Pseudomonas per ml


Coefficients(a)

Model Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 24315336.884 5826181.381 4.173 .009
konsentrasi
ekstrak
daun
binahong
-30778.427 8181.235 -.860 -3.762 .013

a Dependent Variable: jumlah koloni bakteri Pseudomonas per ml









Lampiran 9

Pengaruh Konsentrasi Ekstrak daun Binahong dengan Penurunan 99,9%
Asal Sub Biakan (0%) Pada Kedua Bakteri Uji
1. Kadar Bunuh Minimum Ekstrak Daun Binahong Anredera cordifolia (Ten)
Steenis pada bakteri Staphylococcus aureus per ml (10
6
sel/ml) dengan
penurunan 99,9% asal sub biakan 0% (kontrol)
Ulangan
Konsentrasi
I II III
Total Rerata % KBM
Kontrol
Positif
30100000 31100000 30500000 91700000 30566667 100 0
250 mg 300000 303000 294000 897000 299000 0.974277 99.02572
300 mg 29700 28500 29000 87200 29066.67 0.09164 99.90836
350 mg 1860 1790 1550 5200 1733.333 0.005756 99.99424
400 mg 144 129 138 411 137 0.000415 99.99959
450 mg 37 51 43 131 43.66667 0.000164 99.99984
500 mg 0 0 0 0 0 0 100
Total 30431741 31433470 30824731 92689942 30896647 0 0

2. Kadar Bunuh Minimum Ekstrak Daun Binahong Anredera cordifolia (Ten)
Steenis pada bakteri Pseudomonas aureginosa per ml (10
6
sel/ml) dengan
penurunan 99,9% asal sub biakan 0% (kontrol)
Ulangan
Konsentrasi
I II III
Total Rerata % KBM
Kontrol
Positif
30800000 33300000 30100000 94200000 31400000 100 0
500 mg 295000 273000 257000 825000 275000 0.875796 99.1242
600 mg 25300 25700 28300 79300 26433.33 0.084183 99.91582
700 mg 1620 1690 1760 5070 1690 0.005382 99.99462
800 mg 1210 1180 1350 3740 1246.667 0.00397 99.99603
900 mg 56 61 77 194 64.66667 0.000206 99.99979
1000 mg 0 0 0 0 0 0 100
Total 31123186 33601631 30388487 95113304 31704435 0 0






Lampiran 10: Alat Dan Bahan Penelitian









Timbangan Analitik









Blender









Penyaring Buchner









Rotary Evaporator Vakum











Sheker











oven










Bahan-Bahan Penelitian










Alat-Alat Gelas Penelitian



















Inkubator














Autoklaf













Colony Counter













Vortek














Hotplate/Stirrer














Alat Uji Antibakteri



Lampiran 11.

Ekstraksi Secara Maserasi Daun Binahong Anredera cordifolia (Ten) Steenis.













Serbuk Daun Binahong












Maserasi Ekstrak etil Asetat












Ekstrak Daun Binahong di Shaker












Penyaringan Ekstrak Daun Binahong













Ekstrak di Rotary Evaporator vakum













Ekstrak Pekat Etil Asetat Daun Binahong



Lampiran 12 :

A. Hasil Uji KHM (Konsentrasi hambat minimum)











Uji dilusi bakteri S.aureus











Uji dilusi bakteri P.aureginosa











Penanaman bakteri pada media NA











Penanaman bakteri pada media NA












Uji tween pada bakteri S.aureus












Uji tween pada bakteri P.aureginosa






B. Hasil Uji Kadar Bunuh Minimum (KBM) Bakteri Staphylococcus aureus









Uji Dilusi Tabung









Kontrol positif




















































C.Hasil Uji Kadar bunuh minimum (KBM) Bakteri Pseudomonas aureginosa

Anda mungkin juga menyukai