Anda di halaman 1dari 8

Tugas Artikel Problematika Lingkungan Hidup

Studi Kelayakan Air dari Sungai Bengawan Solo untuk Irigasi Lahan Pertanian di Kabupaten Sragen dan Solusinya
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Hj. Mimien Henie Irawati Al Muhdar, M.S Dr. Faturochman. M.S

Setiyo Prajoko NIM 130341917040

PENDIDIKAN BIOLOGI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MALANG 2013


0

Studi Kelayakan Air dari Sungai Bengawan Solo untuk Irigasi Lahan Pertanian di Kabupaten Sragen dan Solusinya
Setiyo Prajoko
Prodi Pendidikan Biologi, Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Indonesia

Abstrak Studi ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan air dari Sungai Bengawan Solo untuk irigasi pertanian serta mencari solusi atas masalah tersebut. hasil studi menunjukkan bahwa kualitas air bengawan solo telah turun di bawah baku mutu air kelas IV menurut PP No. 82 Tahun 2001. Penggunaan air dari sungai tersebut telah menyebabkan kualitas beras menurun di bawah baku mutu beras menurut SNI No. 01.6128-2008 karena adanya bioakumulasi logam berat Cu, Hg, Cd, Cr melebihi ambang batas pada tanaman padi. Solusi sebagai upaya mengatasi hal ini dapat dilakukan dengan uapaya penyuluhan dan pengembangan perangkat ajar untuk siswa sebagai tindakan preventif dan pengunaan teknologi pegendalian pencemaran sawah secara fisika, kimia dan biologi. Kata kunci: kelayakan, Bengawan Solo, logam berat, baku mutu, solusi Pendahuluan Kondisi sungai Bengawan Solo saat ini mengkhawatirkan. Banyak masyarakat mengeluhkan kondisi air di sungai terpanjang dan terbesar di Pulau Jawa ini. Hasil observasi menunjukkan secara kasat mata air sungai bengawan solo keruh bercampur lumpur pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau airnya sedikit kadang bewarna gelap dan berbau. Beberapa studi yang telah di lakukan menunjukkan bahwa air dari sungai ini tercemar, bahkan juga ditemukan kandungan limbah B3. Padahal sungai bengawan solo dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat untuk keperluan sehariharinya. Sungai Bengawan Solo dengan curah hujan tahunan rata-rata 2.100 mm merupakan sebuah sumber air yang potensial bagi usaha-usaha pengelolaan dan pengembangan sumber daya air (SDA), untuk memenuhi berbagai keperluan dan kebutuhan, antara lain untuk kebutuhan domestik, air baku air minum dan industri,

irigasi dan lain-lain (Kementrian Pekerjaan Umum, 2010). Berkembangnya kota solo menjadi kota industri, sungai ini menjadi tercemar. Terdapat sekian banyak industri yang berkembang di kota Solo maupun sekitarnya. Pencemaran tersebut disebabkan oleh industri-industri yang berdiri dikawasan DAS sungai Bengawan Solo. Industri batik yang menjadi ikon Kota Solo disisi lain memberikan nilai positif bagi ekonomi masyarakat juga turut andil dalam pencemaran sungai ini. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah, LSM dan Masyarakat untuk mengatasi masalah ini nampaknya juga belum berhasil. Walaupun secara kasat mata air sungai bengawan solo tercemar, namun di beberapa bagian Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo (DAS Bengawan Solo) masih dimanfaatkan masyarakat untuk keperluan sehari-hari. Berdasakan hasil observasi di DAS Bengawan Solo dari Solo ke Sragen, 1

nampak aktivitas warga yang memanfaatkan sair dari sungai ini seperti kegiatan MCK, memancing ikan, tempat berenang bagi anakanak dan irigasi lahan pertanian. Pemanfaatan air dari Sungai Bengawan Solo untuk Irigasi terjadi di beberapa daerah, salah satunya adalah Kabupaten Sragen. Pada musim kemarau lahan pertanian di Sragen sering mengalami kekurangan air. Masyarakat yang memiliki sawah di dekat sungai Bengawan Solo biasanya mengambil air dari sungai ini untuk irigasi. Mereka tidak memiliki kesadaran dan kepedulian akan pentingnya kualitas air yang digunakan untuk irigasi. padahal ini berhubungan dengan kulitas hasil panen mereka. Kondisi air Sungai Bengawan Solo tercemar, bahkan ada indikasi limbah B3. Namun masih ada warga yang memanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari terutama bagi petani untuk irigasi. Hal tersebut yang mendorong untuk dilakukan studi kelayakan air dari Sungai Bengawan Solo untuk irigasi. Pencemaran Sungai Bengawan Solo Berbagai studi yang menyimpulkan bahwa sungai Bengawan Solo telah tercemar. Menurut Agus Sriyanto (Kepala BLH Jawa Tengah) sungai Bengawan Solo saat ini dalam kondisi tidak sehat lantaran kulaitas air dan daya dukung lingkunganya terus menurun (bbcindonesia.com 2007). Pencemaran juga terlihat pada penggalan sungai Bengawan Solo dari Solo ke Sragen. Utomo D.U. et al (2010) menjelaskan sungai Bengawan Solo telah tercemar berat dengan kuaitas air yang buruk karena mengandung oksigen yang rendah, CO2 yang tinggi, NH3-N bebas tinggi, COD tinggi, fenol tinggi, minyak lemak tinggi. Selain itu konsentrasi logam berat pada beberapa lokasi yaitu Kampung Sewu, Bak Kramat, dan Tundungan cukup tinggi yaitu Cr 0,180-0,375 mg/L, Cu 0,0260,293 mg/L, dan Zn 0,515-2,892 mg/L.

Limbah B3 berupa merkuri (Hg) juga ditemukan di sungai ini. Riyatun et al (2004) menemukan bahwa kadar merkuri pada air dan ikan yang hidup bebas dari aliran sungai Bengawan Solo telah tinggi (0,38-0,64 ppm) dan menimbulkan perhatian bagi kelayakan peruntukkan air dan konsumsi ikannya. Astirin et al (2001) juga menyimpulkan hal yang sama bahwa semua sungai di surakarta tercemar menurut parameter keragaman Plankton sebagai bioindikator. Sementara itu, data dari BLHD Sragen (2012) menunjukkan bahwa air sungai Bengawan Solo di Kota Sragen tercemar melebihi batas ambang baku mutu air kelas empat. Hal ini dapat dilihat kondisi BOD 13.5 mg/L, COD 40 mg/L, DO 0.4 mg/L, Fosfat 0.126 mg/L, Fe 0.4647 mg/L, Mn 0.1523 mg/L), nitrit 0.261 mg/L, total coliform 920.104/100ml, dan fecal coliform 4 170.10 /100ml. Data Pencemaran sungai bengawan solo disajikan dalam tabel 1.

Tabel 1. Hasil penelitian tentang pencemaran DAS Bengawan Solo No. Tahun peneliti Aspek yang diteliti keterangan 1. 2001 Astirin O.P. et Keragaman plankton terjadi pencemaran ringan al hingga berat 2. 2000 Winarno K. Et Komunitas terjadi pencemaran sedangal keanekaragaman dan berat kekayaan Makrobentos 3. 2002 Supriyadi D.S. Karakter kimia dan Terjadi fluktuasi kandungan karakter fisika kimia dan fisika 4. 2003 Sanaky A. Keragaman Fitoplankton Terjadi penurunan kualitas air 5. 2003 Riyatun et al Merkuri (Hg) Terindikasi pencemaran Hg 6. 2010 Utomo D.U. et BOD, COD, pH, fenol, Tercemar berat dengan al minyak-lemak, amonia, kualitas air buruk, terdapat Cd, Cr, Zn, Pb, Cu, dan kandungan Cr, Cu, Pb, dan Zn Zn melebihi ambang batas baku mutu air kelas IV 7. 2011 Yuliastuti E. TSS, DO, BOD, COD, Terjadi penurunan kualitas N,P, Fe air 8. 2012 BLH Sragen Temperatur, TSS, TDS, terjadi penurunan kualitas pH, BOD, COD, DO, P, air, beberapa parameter Nitrat, Amonia, Cd, Cr, melebihi ambang batas baku Cu, Fe, Pb, Mn, Zn, Cl, mutu air kelas IV (total Nitrit, Fenol, Ni, Debit, coliform dan Fecal Coliform) Total Coliform dan Fecal Coliform Sumber: diolah dari berbagai sumber Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001, baku mutu air diklasifikasikan berdasarkan parameter fisika kimia dan biologi sebagai berikut: a. Mutu air kelas 1 yaitu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air bakti air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan ,air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk imengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut; d. Kelas empat, air yang peruntuknnya dapat digunakan untuk mengairi,pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Dari peraturan pemerintah tersebut jelas terlihat baku mutu air untuk irigasi minimal kelas 4. Namun dari hasil penelitian, terutama pada tahun 2012 jelas terlihat bahwa kualitas air Sungai Bengawan Solo di bawah baku mutu air kelas IV menurut parameter total coliform, fecal coliform dan COD. Selain itu ditemukannya limbah B3 pada air sungai yang melibihi ambang batas baku mutu air kelas IV. Berdasarkan data dari Riyatun et al adanya kandungan merkuri melebihi ambang batas baku mutu 3

air kelas IV. Penelitan Utomo DU juga menunjukkan kandungan logamberat Cr, Cu, Pb dan Zn yang cukup tinggi. Dengan demikian air dari sungai bengawan solo sudah tidak layak lagi digunakan untuk irigasi. Kualitas Hasil Panen Kualitas hasil panen padi adalah hal yang penting untuk diperhatikan bukan hanya kuantitasnya saja mengingat peran tanaman ini sebagai sumber makanan pokok. Menurut Ditjen pengolahan dan pemasaran hasil pertanian tentang standar mutu beras berdasarkan SNI No. 01.61282008, beras diklasifikasikan dalam 5 kelas mutu yaitu I, II, III, IV dan V. Syarat umum beras adalah: 1) Bebas hama, penyakit, 2) Bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya, 3) Bebas dari campuran dedak dan bekatul, dan 4) Bebas dari bahan kimia yang membahayakan konsumen. Sedangkan syarat khusus minimal beras yang termasuk mutu V. Parameter beras mutu V memiliki derajat sosoh minimal 85%%, kadar air 15 %, beras kepala minimal 60%, butir uttuh minimal 35%, butir patah maksimal 5%, butir menir maksimal 3%, butir kuning/rusak maksimal 5%, butir mengapur maksimal 5%, Benda asing maksimal 0.2%, butir gabah maksimal 3 butir/100gram, dan campuran varietas lain maksimal 10%. Dari syarat umum baku mutu beras tersebut, bahwa beras harus terbebas dari zat kimia yang membahayakan konsumen. Faktanya di lapangan masih terdapat beras yang mengandung zat kimia berupa logam B3 berbahaya bagi konsumen. Sragen sebagai lumbung padi terbesar kedua di Jawa Tengah memanfaatkan sungai Bengawan Solo untuk untuk irigasi. Sragen memiliki jumlah total lahan pertanian 40.129 ha. Fakta menunjukkan lahan pertanian di sepanjang DAS Bengawan Solo mengambil air untuk irigasi pada saat musim kemarau. Hal tersebut berdampak pada kualitas hasil panen. Hasil analisis dari laboratorium UNS

menunjukkan bahwa beras hasil panen di sepanjang DAS Bengawan solo terkontaminasi logam Berat Cu 0,2 mg/kg (Suara Merdeka 2004). Sebelumnya pada tahun 2003 juga dilakukan penelitian bahwa kandungan logam berat pada tanaman padi di Wilayah Gesi (wilayah yang dilintasi oleh Sungai Bengawan Solo) berupa Hg 0,61 mg/kg, Cd 5,69 mg/kg, Cr 0.67 mg/kg (Suara Merdeka 2003). Sragen memang berada dalam posisi yang kurang menguntungkan karena berada di hilir yang teraliri sungai bengawan solo. Bioakumulasi logam berat pada tanaman Menurut Kurnia U. et al (2009) masuknya bahan pencemar pada lahan pertanian digolongkan kedalam kegiatan pertanian dan non pertanian. Bahan pencemar berupa logam berat yang didefinisikan sebagai suatu jenis logam yang memiliki bobot molekul dan berat jenis lebih besar dari 5 gr/cm3. Jenis logam berat yang perlu mendapat perhatian khusus adalah Hg, Pb, Cd, Cu, Cr, Co, Mn, Ni. Bahan pencemar tersebut dapat berasal dari kegiatan pertanian dan non pertanian meliputi industri dan pertambangan. Logam berat dapat mengkontaminasi tanaman padi melalui mekanisme yang bertahap. Raskin et al ()menjelaskan bioakumulasi pada tumbuhan dijelaskan melalui Phytoextraction. Logam berat yang terlarut dalam air berada di lingkungan akar (rhizosfer). Zat-zat ini akan berkompetisi dengan elemen nutrisi untuk tanaman yang lain (makro/mikroelemen) diserap melalui akar (rhizofiltarsi). Selanjutnya terjadi akumulasi logam berat di akar melalui sistem transport simplas maupun apoplas. Selanjutnya logam berat tersebut akan menyebar keseluruh bagian tumbuhan yang lain. beberapa jenis logam yang lain dapat berikatan dengan unsur-unsur lain sehingga membentuk komplek senyawa yang lebih rendah efek toksiknya bagi tumbuhan. Selanjutnya kompleks tersebut akan di bawa ke vakuola (haryanti 2009). Sedangkan 4

menurut Grant (1998), mekanisme penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tanaman dapat dibagi menjadi tiga proses yang sinambung, yaitu penyerapan (absorbsi) oleh akar, translokasi logam dari akar ke bagian tanaman lain dan lokalisasi logam pada sel dan jaringan. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar logam tidak menghambat metabolisme tanaman. Sebagai upaya untuk mencegah peracunan logam terhadap sel, tanaman mempunyai mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam di dalam organ tertentu seperti akar. Toksikologi Limbah B3 (Logam Berat) Keberadaan logam berat pada organisme baik itu hewan maupun tumbuhan yang menjadi bahan pangan bagi manusia sangat berbahaya. Posisi manusia menjadi puncak rantai makanan tentu menjadi akumulator logam berat dalam jumlah yang banyak. Menurut Duruibe J.O et al (2007) logam berat dapat menyebabkan biotoksik kepada manusia secara biokimiawi dan bisa menimbulkan gejala klinis keracunan logam berat. Sudarmaji et al (2006) mengungkapkan implikasi klinik biotoksik logam berat bagi kesehatan manusia meliputi: keracunan Pb dapat mengakibatkan gangguan pada sistem saraf, ginjal, sistem reproduksi, dan sistem peredaran darah. Keracunan merkuri dapat mengakibatkan penyakit minamata. Gejala lain seperti kelumpuhan otak, ganguan mental dan gangguan libido. Keracunan kadmium dapat mengakibatkan gangguan pada ginjal, jantung dan pembuluh darah, dan gangguan pada tulang. Keracunan logam Cu dapat mengakibatkan gangguan pada sistem pernadfasan, kulit, ginjal dan pembuluh darah. Sementara keracunan As dapat mengakibatkan gangguan pada mata, kulit, darah, ginjal, hati, organ respirasi, sistem reproduksi, gastrointestinal, dan sistem imun. Keracunan logam berat tidak serta merta langsung bisa diamati gejala klinisnya.

Hal ini disebabkan proses akumulasi membutuhkan waktu yang lama. Gejala klinis akan tampak ketika akumulasi di dalam tubuh telah melebihi ambang batas. Solusi Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi hal ini adalah melalui tindakan preventif dan tindakan kuratif. Tindakan prefentif dapat dilakukan dengan cara memberi wawasan kepada masayarakat (kelompok tani) melalui kegiatan penyuluhan tentang bahaya menggunakan air bengawan solo untuk irigasi sebagai gantinya bisa menggunakan air tanah (sumur pantek). Selain itu perlunya mengembankan perangkat ajar berbasis wawasan lingkungan hidup terutama pencemaran sungai Bengawan Solo untuk siswa sebagai upaya preventif sejak dini. Tindakan kuratif dapat dilakukan dengan cara pengembangan teknologi pengendalian pencemaran lahan sawah secara kimia yakni mengganti pupuk kimia dengan pupuk organik. Secara fisika yakni dengan teknik pemanasan dan penyerapan menggunakan arang aktif, zeolit dan bentonit, teknik drainase, dan limbah pertanian. Secara Biologi yakni dengan Fitoremidiasi menggunakan tanaman mendong, enceng gondok, rumput sawah Bioremidiasi menggunakan mikroorganisme. Kesimpulan Berdasarkan kajian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa kualitas air Sungai Bengawan Solo telah turun di bawah baku mutu air kelas IV terutama pada musim kemarau. Sehingga sudah tidak tepat lagi peruntukannya untuk irigasi Penggunaan air untuk irigasi dari Sungai ini menjadi penyebab turunnya kualitas panen padi di Kabupaten Sragen, karena terdapat bioakumulasi logam berat pada bulir-bulir beras. Tindakan preventif dapat dilakukan untuk mencegah pencemaran lahan sawah dengan melakukan sosialisasi kepada Kelompok 5

Tani melalui kegiatan penyuluhan. Pengembangan perangkat ajar berbasis wawasan lingkungan hidup perlu untuk siswa sebagai upaya sosialisasi sejak dini. Tindakan kuratif dapat dilakukan dengan penggunaan teknologi pengendalian pencemaran lahan sawah baik secara fisika, kimia dan biologi. Referensi Astirin, O.P., Setyawan, A.D. & Harini M. 2001. Keragaman Plankton sebagai Indikator Kualitas Sungai di Kota Surakarta. Biodiversitas, 3 (2): 236241. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sragen. 2012. Hasil Uji Laboratorium air Sungai Bengawan Solo di Sragen. BBC Indonesia.com. 15 Desember 2007. Bengawan Solo, Riwayatmu Kini. (online), (http://bbcindonesia.com), diakses 10 September 3013. BSNI. 2008. SNI No. 01.6128-2008 Tentang Standar baKu Mutu Baku Mutu Beras. (online), (http://sisni.bsni.go.id) diakses 29 Oktober 2013. Duruibe, J.O., Ogwuegbu, M.C.O. & Egwurugwu, J.N. 2007. International journal of Physical Sciences, 2 (5): 12-118. Grant, C. A., W. T. Buckley, L. D. Bailey, and F. Selles, 1998. Cadmium accumulation in crops. Ca. J. Plant Sci. 78: 1-17. Haryanti, Sri, Nintya Setiari, Rini Budi Hastuti, Endah Dwi Hastuti, dan Yulita Nurchayati. 2009. Respon Fisiologi dan Anatomi Enceng Gondok (Eichornia crassipes) di Berbagai Perairan Tercemar. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi. Vol 10. No.1: 30-40 Kementrian Pekerjaan Umum. 2010. Keputusan Menteri Pekerja Umum Tentang Pola Pengelolaan Sumber

Daya Air Wilayah Sungai Bengawan Solo. Kurnia, U., Suganda, H., Saraswati, R. & Nurjaya. 2009. Teknologi Pengendalian Pencemaran Sawah. (online), (http://gobookee.org), diakses 10 september 2013. Presiden RI. 2001. Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 Tentang pengelolaan Kualitas Air dan pengendalian Pencemaran Air. Raskin, I. Smith, R.D. & Salt, D.E. Phytoremediation of metals: using plants to remove pollutants from the environment. Curent Opinion in Biotecnology, 8: 221-226. Riyatun , Sugiarti, S.W., Wijaya, A.D., Sardjono Y. 2004. Indikasi Pencemaran Merkuri (Hg) di Sungai Bengawan Solo. BioSMART, 6 (1): 138-142. Sanaky, A. 2003. Struktur Komunitas Fitoplankton Serta Hubungannya dengan Parameter Fisika dan Kimia perairan di Muara Sungai Bengawan Solo, Ujung Pangkah, gresik, Jawa Timur. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: IPB. Suara merdeka. 2003. Dapat Menyebabkan Kerusakan Hati dan kanker. (online), (http://suaramerdeka.com), diakses 29 oktober 2013. Suara merdeka.com. 2004. Lahan padi DAS Tercemar, Diimbau Takgunakan Air Bengwan Solo. (online), (http://suaramerdeka.com), diakses 29 oktober 2013. Sudarmaji, Mukono, J. & Corie I.P. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya Tehadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2 (2): 129-142. Supriyadi D.S. 2002. Kondisi Perairan Muara Berdasarkan Parameter Fisika dan Kimia di Muara Bengawan Solo Ujung Pangkah kabupaten Gresik, Jawa Timur. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: IPB. 6

Utomo, A.D., Ridho M.R. Edward S. & Putranto, D.A. 2010. Pencemaran di Sungai Bengawan Solo antara Solo dan Sragen, Jawa Tengah. Bawal, 3 (1):25-32. Winarno K., Astirin, O.P. & Setyawan, D.S. 2000. Pemantauan Kualitas Perairan Rawa Jabung

berdasarkan Keanekaragaman dan Kekayaan Komunitas Bentos. BioSMART, 2 (1): 40-46. Yuliastuti, E. 2011. Kajian Kualitas Air Sungai Karanganyar dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Air. Tesis tidak diterbitkan. Semarang: Undip.

Anda mungkin juga menyukai