Anda di halaman 1dari 11

Created by dr.

Doni Kurniawan
1
TRAUMA PADA WANITA
I. PENDAHULUAN
Kehamilan menyebabkan perubahan fisiologi dan anatomis pada hampir semua
organ tubuh (dapat mempengaruhi evaluasi penderita trauma yang hamil karena
perubahan tanda dan gejala yang ditemukan, cara dan respon terhadap resusitasi,
maupun hasil-hasil pemeriksaan, mempengaruhi pola maupun beratnya cedera).
II. PERUBAHAN-PERUBAHAN ANATOMI DAN FISIOLOGI PADA
KEHAMILAN
A. Anatomi
Uterus merupakan organ intrapelvik sampai kira-kira usia 12 minggu
kehamilan (lalu mulai keluar sehingga menjadi organ abdomina). Dalam
jangka waktu 20 minggu uterus berada setinggi umbilikus dan pada usia
kehamilan 34 - 36 minggu sudah mencapai tepi bawah iga. Saat 2 minggu
terakhir sebelum melahirkan, fundus uteri sering turun, karena kepala masuk
ke pelvis. Karena uterus membesar, maka usus terdorong ke atas sehingga
berada di abdomen bagian atas. Dengan demikian pada trauma tumpul
abdomen, usus agak terlindungi oleh trauma, sedangkan uterus dengan isinya
menjadi lebih mudah terkena trauma.
Selama trimester I uterus kecil dan tebal, dan terlindung dalam pelvis. Pada
trimester II uterus mulai naik, keluar dari perlindungan tulang pelvis, namun
janin masih kecil dan aman dalam cairan amnion yang relatif banyak. Cairan
aminion ini sendiri dapat menjadi sumber emboli aminon dan menyebabkan
disseminated intravascular coagulation (DIC) bila cairan amnion ini masuk
intravaskular. Pada trimester III uterus membesar dan dindingnya menipis.
Pada letak kepala, maka kepala janin berada dalam pelvis sedangkan sisa
tubuh berada intra-abdominal. Fraktur pelvis pada ibu hamil trimester III
dapat menyebabkan fraktur tengkorak maupun cedera intrakranial lainnya
pada janin. Berbeda dengan miometrium yang elastis, jaringan plasenta tidak
elastis, dengan akibat mudah robeknya hubungan uterus-plasenta dan
menyebabkan timbulnya abrupsio (solusio) plasenta. Pembuluh darah plasenta
berdilatasi maksimal selama kehamilan dan sangat peka terhadap stimulasi
katekolamin. Penurunan tiba-tiba dari volume intravaskular ibu akan
meningkatkan resistensi vaskular plasenta, dengan akibat pengurangan
oksigenasi janin walaupun ibu masih dalam keadaan relatif baik.
Created by dr. Doni Kurniawan
2
B. Volume Darah dan Komposisinya
1. Volume
Volume plasma darah akan meningkat selama kehamilan untuk kemudian
mendatar mulai kehamilan minggu ke-34. Peningkatan sel darah merah
juga terjadi, namun lebih sedikit dibandingkan volume plasma, sehingga
akan ditemukan hematokrit yang menurun (anemia fisiologik pada
kehamilan). Pada akhir kehamilan hematokrit adalah antara 31% - 35 %
yang pada wanita hamil merupakan nilai normal. Bila ada perdarahan,
seorang wanita hamil (yang sehat) dapat kehilangan darah 1200 - 1500 ml
sebelum adanya tanda-tanda dan gejala hipovolemia. Walaupun demikian
kehilangan darah sebanyak ini dapat dikenal dengan adanya gawat janin
(fetal distress) yang dicerminkan oleh denyut jantung janin yang
abnormal.
2. Komposisi
Sel-sel darah putih (WBC) meningkat selama kehamilan. Tidak jarang
ditemukan hitung lekosit sebesar 15.000/mm
3
selama kehamilan atau
sebesar 25.000/mm
3
pada saat melahirkan. Kadar fibrinogen serum dan
banyak faktor pembekuan lain akan mengalami sedikit kenaikan. Masa
protrombin dan partial thromboplastin time dapat memendek, namun masa
perdarahan dan masa pembekuan tidak berubah. Tingkat serum albumin
turun menjadi 2,2 - 2,8 g/dL selama masa kehamilan, menyebabkan
turunnya serum protein sebanyak kurang lebih 1,0 g/dL. Serum osmolarity
akan tetap sekitar 280 mOsm/L sepanjang kehamilan.
C. Hemodinamik
1. Cardiac output
Sesudah 10 minggu kehamilan cardiac output meningkat 1,0 - 1,5 L/menit
(karena peningkatan volume plasma serta penurunan resistensi vaskular
dari uterus dan plasenta, yang selama trimester III kehamilan menerima
20% dari cardiac output). Pada trimester II peningkatan cardiac output ini
dapat dipengaruhi dengan sangat nyata oleh posisi ibu (pada posisi
terlentang, kompresi pada vena kava dapat menurunkan cardiac output
sampai 30% karena menurunnya venous return dari ekstremitas bawah).
2. Denyut jantung
Denyut jantung akan meningkat 10-15 kali/menit selama kehamilan, dan
peningkatan ini mencapai tingkat maksimum pada trimester III (perubahan
denyut jantung ini harus dibedakan dari takikardia yang disebabkan
hipovolemia).
Created by dr. Doni Kurniawan
3
3. Tekanan darah
Pada trimester II akan terjadi penurunan tekanan darah sebanyak 5-15 mm
Hg dari tekanan sistolik dan diastolik (tekanan darah mendekati normal
kembali pada saat aterm). Beberapa wanita dapat menampilkan tekanan
darah yang rendah atau hipotensi, bilamana dalam posisi supine (supine
hypotensive syndrome). Keadaan ini dapat dikurangi dengan meletakkan
wanita ini pada posisi lateral dekubitus kiri.
4. Tekanan vena
Tekanan vena sentral (CVP) pada saat berbaring dapat berbeda selama
kehamilan, tetapi reaksi terhadap penambahan volume adalah sama seperti
wanita yang tidak hamil. Hipertensi vena pada ekstremitas bawah akan
terjadi selama trimester III.
5. Perubahan-perubahan elektrokardiografi
Akan terjadi perubahan aksis ke kiri dengan kira-kira 15

. Gelombang T
yang datar atau inverted pada lead III, AVF, dan posisi prekordinal
kemungkinan normal (denyut ektopik akan lebih sering ditemukan pada
kehamilan).
D. Pernafasan
Ditemukan peningkatan minute ventilation yang terutama disebabkan
peningkatan tidal volume (diduga terjadi akibat peningkatan . progestrone
selama kehamilan). Dengan demikian adanya hipokapnia (PaCoz sekitar 30
mm Hg) biasa ditemukan pada kehamilan lanjut. Justru PaCOz dari 30-40 mm
Hg mungkin disebabkan ancaman kegagalan pernafasan selama kehamilan.
Meskipun forced vital capacity berfluktuasi sedikit selama kehamilan, tetapi
sepanjang kehamilan akan stabil. Ini disebabkan residual volume (yang
menurun) akan diimbangi oleh inspiratory capacity (yang meningkat).
Residual volume yang menurun nampaknya disebabkan perubahan anatomis
dalam rongga dada (pada foto ronsen berupa elevasi diafragma disertai
corakan paru yang bertambah dan bertambah jelasnya gambaran pembuluh
darah paru).
E. Gastrointestinal
Waktu pengosongan lambung akan memanjang selama masa kehamilan dan
dokter harus selalu mengasumsikan bahwa lambung penderita yang hamil
sedang penuh. Oleh karenanya dibutuhkan pemasangan nasogastric tube
secara dini untuk menghindari terjadinya aspirasi isi lambung. Usus-usus akan
menempati bagian atas abdomen dan ditutupi oleh iiterus. Posisi limpa dan
hati penderita biasanya tidak berubah selama masa kehamilan.
Created by dr. Doni Kurniawan
4
F. Urine
Filtrasi glomerural dan renal plasma blood flow meningkat selama kehamilan.
Tingkat kreatinine dan serum urea nitrogen akan turun sampai kira-kira
setengah dari tingkat pra- kehamilan. Glycosuria juga biasa terjadi selama
masa kehamilan Urografi ekskretori (IVP) menunjukkan dilatasi fisiologis
dari kalises, pelvis dan ureter dalam beberapa minggu sesudah kehamilan.
Kerap kali ditemukan rotasi uterus ke kanan (dextrorotation), sehingga sistem
renal kanan sering lebih dilatasi dari pada sebelah kiri.
G. Endrokrine
Kelenjar hipofisis akan bertambah 30-50% baik dalam ukuran maupun
beratnya (syok dapat menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis bagian anterior
yang akan menyebabkan penurunan fungsi dari hipofisis).
H. Musculoskeletal
Simfisis pubis melebar pada kehamilan bulan ke-7 (4-8 mm). Sendi
sakroiliaka juga menjauh.
I. Neurologi
Eklampsia adalah komplikasi pada kehamilan lanjut yang dapat menyerupai
cedera kepala. Eklamsia harus dipertimbangkan jika kejang disertai dengan
tanda-tanda hipertensi, hiperrefleksia, proteinuria dan edema perifer.
Created by dr. Doni Kurniawan
5
III. MEKANISME CEDERA
A. Trauma Tumpul
Dinding abdomen, miometrium uterus dan cairan amnion akan bersifat
sebagai peredam untuk mencegah trauma tumpul langsung mengena janin.
Namun demikian trauma langsung dapat terjadi bila dinding abdominal
membentur benda seperti dashboard atau kemudi mobil, atau penderita hamil
terpukul benda tumpul. Cedera tidak langsung pada janin dapat terjadi karena
kompresi, deselerasi, efek contre coup, atau shearing yang akan
menyebabkan solusio plasenta.
Sabuk pengaman menurunkan angka cedera dan kematian ibu dengan
mencegah terlempar dari tempat duduk. Tetapi jenis sabuk pengaman
menentukan kekerapan terjadinya ruptur uteri serta kematian janin.
Penggunaan sabuk lap belt saja dapat menyebabkan tubuh fleksi ke depan
dan menyebabkan kompresi uterus dengan akibat ruptur uterine atau solusio
plasenta. Bila lap belt dipakai terlalu tinggi, akan dapat menyebabkan ruptur
uteri karena trauma langsung kepada uterus. Pemakaian sabuk pengaman
yang ada penahan bahu akan mengurangi cedera langsung ataupun tidak
langsung pada janin karena gaya dari trauma akan disebar pada permukaan
yang lebih luas, dan akan mencegah fleksi tubuh di atas uterus yang
membesar.
B. Trauma Tusuk/Penetrasi
Pada saat uterus membesar, maka organ visera menjadi lebih terlindung bila
ada trauma tajam, namun meningkatkan kemungkinan uterus yang terkena.
Otot uterus yang tebal dapat menyerap energi dalam jumlah besar bila ada
trauma penetrasi, yang akan menurunkan kecepatan peluru dan mengurangi
kemungkinan cedera pada organ viseral lain. Selain itu, cairan amnion dan
janin sendiri akan mengurangi kecepatan peluru.
Created by dr. Doni Kurniawan
6
IV. BERATNYA TRAUMA
Cara terapi tergantung pada beratnya trauma yang dialami ibu. Semua penderita
hamil yang mengalami cedera berat memerlukan terapi di pusat trauma yang ada
pelayanan obstetri karena ada peningkatan angka kematian ibu dan anak pada
kelompok ini. Delapan puluh persen penderita hamil yang mengalami cedera, dan
datang dalam keadaan syok, akan mengalami kematian bayi, walaupun ibunya
hidup. Bahkan penderita hamil dengan cedera ringan harus berhati-hati karena
dapat mengalami solusio plasenta dan kematian bayi, sehingga perlu pemantauan.
Created by dr. Doni Kurniawan
7
V. PENILAIAN DAN PENANGGULANGANNYA
Untuk mendapat hasil yang optimal baik dari ibu maupun janin dianjurkan untuk
melakukan penilaian awal dan resusitasi pada ibunya terlebih dahulu, lalu
penilaian terhadap janin, kemudian survei sekunder pada ibu.
A. Primary Survey dan Resusitasi
1. Ibu
Harus dijaga airway yang baik, ventilasi yang adekuat serta volume
sirkulasi yang cukup (oksigen diberikan sejak awal). Bila dibutuhkan
bantuan ventilasi maka harus dilakukan intubasi dan harus
dipertimbangkan hiper-ventilasi kepada penderita.
Tekanan uterus pada vena kava mungkin menurunkan venous return ke
jantung (akan menyebabkan penurunan cardiac output, dan kemudian
mengakibatkan syok yang sudah ada menjadi lebih berat). Karena itu,
penderita hamil yang cedera harus dibaringkan pada sisi kirinya selama
dilakukan evaluasi dan transportasi (kecuali kalau ada kecurigaan adanya
cedera spinal). Kalau ada kecurigaan cedera spinal, pinggul kanan harus
dinaikkan 4 sampai 6 inci dengan handuk, dan uterus dicoba dipindahkan
ke kiri secara manual (untuk mengurangi tekanan pada vena kava inferior).
Karena peningkatan volume intravaskular, maka penderita hamil dapat
mengalami kehilangan darah yang cukup berarti sebelum ada tanda
takikardia, hypotensi dan tanda-tanda lain hypovolemia. Dengan demikian
mungkin janin dalam keadaan syok dan terganggu perfusinya, sementara
kondisi ibu dan tanda-tanda vitalnya terlihat stabil. Resusitasi dengan
cairan kristaloid maupun pemberian darah type specific diperlukan untuk
mendukung hypervolemia fisiologis ini.
Pemberian vasopresor untuk memulihkan tekanan darah maternal harus
dihindari, karena obat ini akan mengurangi sirkulasi darah uterus dan
menyebabkan hipoksia pada janin. Pada saat memasang infus, diambil
contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium yang diperlukan, termasuk
jenis darah (crossmatch) dan penelitian toksikologi serta tingkat
fibrinogen.
2. Janin
Adanya ruptur uteri dicurigai bila ditemukan nyeri abdomen, defans
muskular atau nyeri tekan maupun nyeri lepas (sering gejala rangsangan
peritoneal sulit ditemukan karena pengembangan di dinding perut).
Penemuan abdominal lainnya yang mencurigakan pada ruptur uteri adalah
abdominal fetal lie (yaitu letak lintang atau oblik), mudahnya palpasi
Created by dr. Doni Kurniawan
8
bagian-bagian janin karena letaknya ekstra-uterin, dan ketidakmampuan
meraba fundus uteri, pada ruptur uteri di bagian fundus. Pada solusio
plasenta akan ditemukan perdarahan per vaginam, nyeri tekan uterus,
kontraksi uterus yang sering, tetani dari uterus, atau uterus menjadi mudah
terangsang bila disentuh (pada ruptur uteri atau solusio plasenta,
kebanyakan penderita akan mengeluhkan adanya nyeri abdomen atau
kejang-kejang perut). Pada penilaian awal janin, bunyi jantung janin dapat
dilakukan auskultasi dengan alat Doppler (kehamilan 10 minggu).
Monitoring menetap dapat dilakukan pada kehamilan lebih besar 20 - 24
minggu.
B. Tambahan Terhadap Primary survey dan Resusitasi
1. Ibu
Penderita harus diawasi dalam posisi miring kiri sesudah dilakukan
pemeriksaan fisik. Monitoring ibu harus meliputi pulse oximetry,
penentuan CO
2
dan analisis gas darah (bikarbonat maternal biasanya
rendah selama masa kehamilan).
2. Janin
Meskipun denyut jantung janin dapat ditentukan pada umur lebih dari 20
minggu kehamilan dengan stetoskop biasa, sebaiknya denyut jantung janin
dimonitor dengan menggunakan cardio-tocodynamometry. Janin berumur
lebih dari 20-24 minggu harus dimonitor terus menerus untuk mengetahui
tanda awal gawat janin (denyut jantung janin normal antara 120-160
kali/menit).
Tingkat denyut jantung awal yang tidak normal, penurunan denyut
berulang-ulang, tidak adanya kenaikan atau variasi dari denyut ke denyut,
atau sering kontraksi uterus mungkin merupakan tanda gawat janin (ex :
hipoksia dan/atau asidosis) dan menuntut konsultasi segera pada ahli
kandungan.
Created by dr. Doni Kurniawan
9
C. Penilaian Sekunder
Survei sekunder pada ibu harus mengikuti cara yang sama seperti untuk
penderita yang tidak hamil.
Indikasi DPL atau USG abdomen adalah sama (tetapi DPL harus dilakukan di
atas umbilikus). Harus berhati-hati terhadap adanya kontraksi uterus yang
mungkin menandakan partus yang prematur, atau kontraksi tetanik yang
disertai perdarahan per vaginam yang menandakan solusio plasenta. Evaluasi
daerah pelvis harus meliputi colok vagina. Adanya cairan amnion, yang
terbukti bila pH 7-7.5, menandakan ketuban pecah dini. Penipisan dan dilatasi
seviks, letak janin dan turunnya bagian yang presentasi terhadap spina
iskhiadika harus dicatat.
Perawatan di rumah sakit harus dilakukan bila ditemukan pendarahan per
vaginam, iritasi uterus, nyeri tekan pada perut, keluhan nyeri atau kejang perut,
adanya hipovolemia, perubahan atau tidak adanya denyut jantung janin atau
kebocoran cairan aminion.
D. Perawatan Definitif
Uterus dilindungi oleh tulang pelvis pada trimester I, tetapi menjadi semakin
mudah terkena trauma dengan bertambahnya usia kehamilan. Ruptur uteri
karena trauma bervariasi gambaran klinisnya, mulai dari tanda-tanda minimal
sampai perdarahan masif dengan syok (gambaran ronsen pada ruptur uteri
meliputi ekstensi ekstremitas janin, posisi janin, atau udara bebas
intraperitoneal).
Solusio plasenta adalah penyebab utama kematian janin pada trauma
kehamilan (pada kehamilan lanjut, solusio plasenta dapat terjadi walaupun
trauma ringan saja). Selain perdarahan per vaginam, juga mungkin ditemukan
nyeri daerah sakit perut, nyeri tekan pada uterus, tinggi fundus yang semakin
bertambah dan syok pada ibu (bila solusio plasenta karena trauma, pada 30%
tidak akan ditemukan perdarahan per vaginam). Seringnya aktivitas uterus
yang ditemukan pada monitoring ataupun dengan palpasi merupakan tanda
paling akurat pada solusio plasenta (pemeriksaan USG pada uterus mungkin
dapat melihat lesi, tetapi tes ini tidak akurat).
Bila ada solusio plasenta yang luas, atau emboli air ketuban, dapat terjadi
pembekuan intravaskular yang berat, dengan akibat menurunnya kadar
fibrinogen (< 250 mg/dl), dan menurunnya faktor pembekuan lain serta
trombosit (kemudian koagulopati konsumtif dapat terjadi dengan cepat). Bila
ditemukan emboli ketuban yang mengancam nyawa, dan/atau DIC
Created by dr. Doni Kurniawan
10
(disseminated intravascular coagulation), harus segera dilakukan operasi
sambil memperbaiki kadar trombosit, fibrinogen dan faktor-faktor lainnya.
Akibat dari perdarahan feto-maternal (darah janin masuk ke ibu), tidak hanya
berupa anemia dan kematian janin, tetapi juga isoimunisasi ibu (apabila ibu Rh
negatif). Karena sejumlah kecil saja, yaitu 0,01 m/L dari Rh darah (janin) yang
positif akan mensensitisasi 70% dari penderita (ibu) Rh negatif, adanya
perdarahan feto-maternal pada ibu Rh negatif mengharuskan diberikannya
terapi dengan Rh-immunoglobulin. Adanya perdarahan fetomaternal dapat
diketahui dengan tes Kleihauer-Betke (sediaan apus darah ibu yang dapat
mendeteksi adanya eritrosit fetal), namun tes yang negatif tidak
menyingkirkan adanya tingkat perdarahan fetomaternal yang minor (padahal
masih mampu mensensitisasi ibu Rh negatif). Oleh karena itu semua penderita
trauma dengan kehamilan yang Rh negatif harus dipertimbangkan untuk
diberikan terapi imunoglobin Rh, kecuali bila trauma jauh dari uterus (ex :
cedera yang terbatas pada extremitas inferior). Terapi hemoglobin harus
dimulai dalam 72 jam sesudah cedera.
Created by dr. Doni Kurniawan
11
VI. PEMBEDAHAN CESAR PERIMORTEM
Hanya sedikit penelitian yang dapat mendukung pembedahan perimortem pada
penderita trauma yang hamil dengan henti jantung karena hipovolemia. Gawat
janin dapat terjadi pada ibu dengan hemodinamik normal. Bila hemodinamik ibu
memburuk akan mengancam kehidupan janin, sehingga sewaktu terjadi henti
jantung karena syok hipovolemik, janin sudah dalam keadaan hipoksia yang lama.
Bila henti jantung disebabkan oleh hal lain maka bedah cesar periomortem
mungkin dapat berhasil jika dilakukan dalam 4-5 menit dari saat henti jantung.
VII. DOMESTIC VIOLENCE
Domestic violence belakangan ini menjadi sebab utama dari cedera pada wanita
selama kohabitasi, perkawinan dan kehamilan.
Indikator-indikator dapat dilihat terhadap adanya kekerasan rumah tangga
termasuk :
1. Cedera yang tidak sesuai dengan riwayat cideranya
2. Kurang percaya diri, depresi dan upaya bunuh diri.
3. Upaya mencederai diri sendiri
4. Sering berkunjung ke bagian gawat darurat atau dokter
5. Gejala pemakaian berlebihan dari obat-obatan/alkohol
6. Mengaku cedera sebagai akibat kesalahan sendiri
7. Partner yang menuntut hadir dalam anamnesis dan pemeriksaan, serta me-
monopoli pembicaraan.
VIII. KESIMPULAN
Bila mengalami trauma, pada ibu hamil akan terjadi perubahan anatomis dan
fisiologis yang dapat mempengaruhi evaluasi dan terapi. Pemberian cairan dan
darah yang agresif harus dilakukan untuk mencegah terjadinya syok, baik pada
ibu maupun janinnya. Harus diperiksa adanya cedera yang khas pada wanita
hamil, seperti trauma tumpul maupun tajam pada uterus, solusio plasenta, emboli
air ketuban, isoimunisasi dan ketuban pecah dini. Perhatian juga diarahkan
terhadap janin, sesudah lingkungannya dapat distabilisasikan. Konsultasi dokter
bedah dan dokter kandungan harus dilakukan awal dalam evaluasi penderita
trauma pada masa hamil.

Anda mungkin juga menyukai