1. Dari sisi mikro, faktor penyebabnya yaitu : - Keteladanan perilaku orang tua yang kurang dalam sifat yang bijak, santun, kasih saying dan setia pada istri atau suami serta sesame anggota keluarga. Bahkan sering kali kita dengar terjadi kenakalan orang tua - Kepemimpinan otoriter, Orang tua dalam mengasuh anak dan membimbing isteri dengan cara memaksakan kehendak sendiri tanpa memertimbangkan kedaulatan isteri dan anak untuk berpendapat - Rendahnya dalam pemahaman fungsi masing-masing anggot keluarga antara lain karena rendahnya faktor silahturahmi dan pendidikan sehingga sering terjadi konflik. - Unsure keegoan sehingga sering muncul sifat ingin mmenang dan benar sendiri yang lebih dominan ketimbang saling pengrtian. Disini bisa jadi wibawa orang tua menjadi lemah karena tidak mmpu menjadi panutan atau penengah. - Rendahnya interaksi, kesibukan masing-masing anggota keluarga di luar rumah yang begitu tinggi menyebabkan kesempatan untuk berinteraksi positif akan semakin rendah. Mereka mengalami kesulitan dalam merangkai kebersamaan stau rantai kehidupan yang harmonis.
2. Dari sisi makro - Faktor pembelann atas kekuasan laki-laki diman laki-laki dianggap superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita. - Faktor diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi, dimana diskriminasi dan pembatasna kesempatan agi perempuan untuk bekerja mengakibatkan perempuan (istri) ketergntungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan. - Saya sedang dlam proses move on dalam kehiduan ini. Move dari semua keindahan di masa lalu. - Faktor beban pengasuhan anak dimana istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalah-kan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga. - Faktor wanita sebagai anak-anak, dimana konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan keleluasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib, - Orientasi peradilan pidana pada laki-laki, dimana posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga.
Mitos : Pihak perempuan yang memprovokasi sehingga pantas memperoleh perlakuan kekerasan Realitas : Tidak ada seorangpun yang pantas dipukuli. Provokasi hanyalah sekadar alasan dari pelaku untuk melepaskan diri dari tanggungjawab tindakannya. Pandangan ini hanya mencari kesalahan korban. Jika pelaku dibenarkan tindakannya dan dimaklumi, kekerasan akan terus meningkat dan membuat kekerasan menjadi metode penyelesaian masalah yang dapat diterima. Pelaku lantas semakin yakin bahwa ia boleh dan berhak menggunakan kekerasan.
Beberapa upaya pencegahan terhadap kekerasan terhadap perempuan dan KDRT adalah: 1. Dharma Wanita/BKOW atau LSM yang perduli pada perempuan Membuka HOTLINE sebagai wadah curhat dan konsultasi para korban kekerasan. Mengkoordinir suatu wadah atau asosiasi para korban kekerasan. Wadah seperti ini mengadakan pertemuan secara rutin untuk bertukar pikiran, berdiskusi, dan sharing tentang berbagai masalah yang dihadapi dan bagaimana jalan keluar yang baik dari masalah yang dihadapi oleh perempuan. 2. Menjalin hubungan keluarga yang harmonis dan terbuka antara suami-istri-anak dan keluarga lainya. 3. Menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai agama 4. Perempuan harus berani dan tegas dalam menghadapi laki-laki agar mereka segan pada perempuan 5. Kendatipun suami dan isteri sama-sama sibuk, cobalah beri perhatian pada anak-anak dan luangkan waktu untuk berdiskusi dan bercanda dalam keluarga 6. Jangan menghadapi masalah dalam rumah tangga dengan emosi, atau menaruh curiga yang berlebihan pada istri/suami. Bila salah satu pasangan sedang marah/emosi, sebaiknya yang lain menggunakan ilmu Silence is golden, baru kemudian melakukan dialog / mendiskusikannya pada saat-saat yang memungkinkan.
PERAN PERAWAT 1. Perawat sebagai Educator Disini perawat berperan memberikan pendidikan kepada klien tentang apa yang dimaksud dengan KDRT dan mensosialisasikan undang-undang KDRT baik kepada klien ataupun masyarakat disekitar. 2. Perawat sebagai Collaborator Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan pihak kepolisian, dinas sosial, relawan pendamping, dan pembimbing rohani (UU No 23 tahun 2004 Pasal 17). 3. Perawat sebagai Care Giver Perawat sebagai tenaga kesehatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar profesinya. Selain itu, perawat memberikan perawatan kepada korban, mengadakan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban, serta memulihkan dan merehabilitasi kesehatan korban (UU No 23 tahun 2004 Pasal 40). 4. Perawat sebagai advocator Bagi klien perawat juga bisa memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan dari kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
1. Isolasi Diri berhubungan dengan trauma psikologis Diagnosa keperawatan Rencana keperawatan Tujuan Intervensi Rasional Isolasi Diri berhubungan dengan trauma psikologis
- membina hubungan saing percaya - Pasien menyadari penyebab isos - Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain
Bina hubungan saling percaya Bantu klien mengenal penyebab isos Bantu pasien mengenal keuntungan dan keruguan berhubungan/td k berhubungan dengan orng lain
1. - Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah isos, penyebab dan cara merawat pasien isos - Membantu keluarga mempraktekk an cara merawat pasien dengan masalh isos langsung dihadapan pasien