Anda di halaman 1dari 31

Syi'ah Dan Al Qur'an

oleh Dr. Ihsan Ilahi Zahir





Persoalan utama yang menjadi titik perbezaan terpenting antara Ahli Sunnah dan Syi'ah ialah,
bahawa semua golongan kaum Muslimin di kalangan Ahlus-Sunnah meyakini sepenuhnya,
bahawa Al Qur'anul Karim yang diturunkan Allah kepada junjungan kita Nabi Muhammad s.a.w.
adalah Kitab Suci terakhir yang diturunkan bagi segenap ummat manusia. Semua kaum
Muslimin kecuali kaum Syi'ah meyakini sepenuhnya bahawa Al Qur'an tidak pernah mengalami
perubahan dan penggantian. Bukan itu saja, tetapi juga tidak akan pernah terkena perubahan
atau pindaan apapun juga hingga hari kiamat tiba. Al Qur'an akan tetap sebagai penguji
kebenaran kitab-kitab suci yang lain, kerana Allah sendiri yang menjamin Al Qur'an dari segala
bentuk penggantian, pengubahan, pengurangan dan penambahan. Tidak seperti kitab-kitab suci
yang lain di masa silam, iaitu yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Musa a.s.,
Zabur dan Injil dan lain-lain. Semua kitab suci tersebut setelah kewafatan para Nabi dan Rasul
terdahulu tidak terselamat dari penambahan dan pengurangan. Mengenai terpeliharanya dan
terjaganya Al Qur'an dari kemungkinan seperti itu, Allah s.w.t. telah menegaskan dalam
firman-Nya:

"Sungguh, Kamilah yang menurunkannya (Al Qur'an) dan Kamilah yang menjaganya." [Al Hijr: 9]

"Sungguh, Kamilah yang akan mengumpulkannya (ayat-ayat Al Qur'an) dan membacakannya,
maka apabila telah Kami bacakan ikutilah pembacaannya, kemudian Kamilah yang akan
menjelaskannya." [Al Qiyamah: 17,18, 19]

"Tidak disentuh oleh kebatilan dari depan ataupun dari belakang (secara terang-terangan
ataupun secara samar-samar). Ia (Al Qur'an) diturunkan oleh Yang Maha Bijaksana lagi Maha
Terpuji." [Fussilat: 42]

Tidak meyakini terpelihara dan terjaganya Al Qur'an dari pengubahan, penggantian, pengurangan
dan penambahan, menyeret ke arah sikap ingkar terhadapnya dan melumpuhkan syari'at agama
yang dibawakan oleh Nabi Muhammad s.a.w.. Sebab sikap tidak meyakini kemurnian Al Qur'an
memberi kesempatan kepada fikiran manusia untuk menilai kemungkinan terjadinya
pengubahan, penggantian, pengurangan dan penambahan terhadap ayat-ayat suci Al Qur'an.
Padahal sikap sedemikian itu menghancurkan aqidah dan iman, sebab soal keimanan mesti
berlandaskan aqidah dan keyakinan, bukan oleh perkiraan dan kebimbangan.

Kaum Syi'ah adalah sebaliknya. Mereka tidak meyakini kemurnian Al Qur'an yang berada di
tangan kaum Muslimin dewasa ini, sebagai kitab suci yang dijamin kemurniaannya oleh Allah
S.W.T.. Mereka mempunyai keyakinan yang sama sekali berlainan dengan keyakinan berbagai
golongan dan mazhab Islam yang lain. Mereka mengingkari semua nas sahih yang terdapat di
dalam Al Qur'an dan Sunnah. Mereka menentang ayat-ayat suci yang dianggapnya tidak dapat
diterima oleh akal fikiran dan tidak dapat dibuktikan dengan kenyataan. Mereka bersikap angkuh
terhadap kebenaran dan tidak mengendahkannya.

Itu sesungguhnya yang menjadi hakikat perselisihan antara Sunnah dan Syi'ah, atau dengan
perkataan yang lebih tegas: antara kaum Muslimin dan kaum Syi'ah. Sebab seseorang tidak
dapat disebut "Muslim" kecuali jika ia meyakini sepenuhnya, bahawa Al Qur'anul Karim
diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad s.a.w. untuk disampaikan kepada seluruh umat
manusia.


Mengingkari Kebenaran Al Qur'an Bererti Mendustakan Rasulullah S.A.W.

Di bawah ini kami akan kemukakan beberapa keterangan rasmi tentang keyakinan kaum Syi'ah
mengenai Al Qur'an. Seorang ulama hadis terkemuka di kalangan Syi'ah, Al Kulaini, yang oleh
mereka dianggap setaraf dengan Al Bukhari di kalangan kaum Muslimin, mengetengahkan
sebuah riwayat di dalam bukunya "Al Kafiy Fil Usul" sebagai berikut:

Dari Hisyam bin Salim, ia menerimanya dari Abu 'Abdullah 'alaihissalam yang mengatakan: "Al
Qur'an yang dibawa malaikat Jibril kepada Muhammad s.a.w. terdiri dari tujuh belas ribu ayat."
["Al Kafiy Fil Usul" Kitab Fadhul Qur'an, Bab Nawadir, hal. 634 Jilid II, Cetakan Teheran 1381H]

Padahal sebagaimana diketahui oleh seluruh ummat Islam, ayat-ayat suci Al Qur'an jumlahnya
hanya enam ribu ayat lebih sedikit. Seorang ahli tafsir Syi'ah, At Tibrisiy, dalam karangannya
mengenai sebuah ayat suci dalam Surah "al-Insan" mengatakan: "Ayat-ayat Al Qur'an
seluruhnya berjumlah enam ribu dua ratus tiga puluh enam ayat." [Tafsir "Majma'ul Bayan", oleh
At Tibrisiy, hal. 406 Jilid X, Cetakan Teheran 1374H]

Itu berarti kaum Syi'ah merasa kehilangan dua pertiga ayat Al-Qur'an! Mengenai hal ini Al Kafiy
mengetengahkan sebuah riwayat dari Abu Bushair yang mengatakan sebagai berikut:

Pada suatu hari aku datang ke rumah Abu 'Abdullah a.s. Kukatakan kepadanya: "Aku ingin
menanyakan suatu persoalan, tapi apakah ada orang lain yang mendengarkan kata-kataku?" Abu
Abdullah kemudian mengangkat sebuah penghadang yang memisahkan rumahnya dari rumah
orang lain. Setelah melihat-lihat sebentar ia berkata: "Tanyakanlah apa yang kau inginkan!" Aku
mulai bertanya: "Para pengikut anda mengatakan bahawasanya Rasul Allah s.a.w. mengajarkan
kepada Ali suatu Bab yang dapat membuka seribu Bab (yakni: mengajarkan suatu ilmu yang
melahirkan seribu cabang ilmu). Benarkah itu?" Abu Abdullah menjawab: "Ya, Rasul Allah telah
mengajar Ali seribu Bab yang masing-masing Bab-nya melahirkan seribu bab." Aku berkata
kagum: "Demi Allah itulah ilmu!" "Hai Abu Muhammad (nama panggilan Abu Bushair), kami
mempunyai sebuah jami'ah (kumpulan ayat-ayat Al Qur'an), tahukah engkau apakah jami'ah itu"
Aku menyahut: "Tak tahulah aku." Abu Abdullah menerangkan: "Sebuah Sahifah (kitab)
panjangnya 70 hasta Rasul Allah s.a.w., diimlakan (didiktekkan) kepada Ali dari ucapan beliau
dan ditulis oleh Ali dengan tangan kanannya. Di dalamnya terdapat segala hukum mengenai
yang halal dan yang haram serta segala sesuatu yang perlu diketahui oleh ummat manusia,
sampai soal mengenai kulit melecet." Ia lalu menyentuhkan tangannya pada badanku, sambil
berkata: "Kulit yang melecet ini pun ada hukumnya!" Aku menyahut: "Demi Allah, itu benar-benar
ilmu!" Ia berkata: "Ya, itu ilmu yang tiada taranya!" Ia diam beberapa saat, kemudian ia berkata:
"Kami mempunyai Jafr, tahukah engkau apa arti Jafr?" Aku balik bertanya: "Apakah yang
dimaksud dengan Jafr?" Abu Abdullah menerangkan: "Jafr adalah sebuah wadah dari kulit. Di
dalamnya terdapat ilmu para Nabi, para penerima wasiat Nabi, dan ilmu para ulama Bani Israil
pada masa dahulu." Aku menanggapi: "Itulah ilmu!" Ia menyahut: "Itu memang ilmu yang tiada
tandingan!" Ia diam lagi beberapa saat, kemudian berkata lebih lanjut: "Kami mempunyai Mushaf
(Qur'an) Fatimah?" Aku balik bertanya: "Apakah Mushaf Fatimah itu?" Ia menjawab: "Mushaf
yang berisi tiga kali lebih banyak dari Qur'an kalian! Tetapi demi Allah, tidak ada satu huruf pun
yang dicantumkan dalam Qur'an kalian ... dan seterusnya." ["Al Kafiy Fil Usul" Kitab Al Hujjah
Bab yang menyebut soal-soal Sahifah, Jafr, Jami'ah dan Mushaf Fatimah, hal. 239, 240, 241,
Jilid I, Cetakan Teheran]

Dari riwayat yang penuh dengan kenaifan, ketahyulan dan kebatilan seperti di atas itu, orang
dapat mengetahui dengan mudah dasar-dasar yang melandasi keyakinan kaum Syi'ah. Riwayat
tersebut secara terang-terangan menunjukkan seolah-olah Al Qur'an yang sekarang ini diyakini
keaslian dan kemurniannya oleh seluruh kaum Muslimin, telah dikurangi atau dibuang tiga
perempat isinya. Apakah yang hendak dikatakan oleh tokoh-tokoh Syi'ah yang pura-pura
menafikan tuduhan bahawa mereka telah mengubah Al Qur'an? Mereka menafikan tuduhan itu
hanya "taqiyah" (kebohongan untuk menyelamatkan diri) untuk mengaburi kaum Muslimin.
Apakah yang hendak mereka katakan tentang dua buah riwayat yang dikemukakan oleh
Muhammad Ya'qub Al Kulaini, seorang ulama yang oleh mereka dikatakan telah bertemu dan
menerima perintah dari "Imam Mahdi" serta memperoleh keredhaannya di alam ghaib?

Apalagi yang hendak mereka katakan dan apa pula yang akan dikatakan orang lain mengenai
tulisan Al Kulaini itu?

Padahal sebagaimana diketahui, riwayat semacam itu bukan satu atau dua sahaja, tetapi masih
banyak riwayat dan hadis-hadis Syi'ah yang lain, semuanya menunjukkan bahawa Al Qur'an di
tangan mereka sama sekali tidak terjamin kemurnian dan keasliannya. Al-Qur'an yang ada di
tangan kita sekarang ini bukanlah Qur'an kaum Syi'ah. Al-Qur'an yang ada pada mereka adalah
Qur'an yang sebahagian sengaja dibuat-buat dan sebahagian lainnya dipinda. Cubalah kita
perhatikan apa yang diriwayatkan oleh kaum Syi'ah berasal dari Abu Ja'far.

Menurut penulis buku Syi'ah "Basha'irud Darajat", sebuah riwayat yang berasal secara berurut
dari Ali bin Muhammad, dari Al Qasim bin Muhammad, dari Sulaiman bin Dawud, dari Yahya bin
Adim, dari Syarik, dari Jabir mengatakan bahawasanya Abu Ja'far menceritakan sebagai berikut:

Di Muna (sebuah tempat dekat Makkah) Rasul Allah s.a.w. memanggil para sahabatnya supaya
berkumpul, kemudian beliau menyampaikan wasiat: "Hai manusia, kutinggalkan pada anda
beberapa perintah Allah yang tidak boleh dilanggar, yaitu: Kitabullah, keturunanku, dan Ka'bah Al
Baitul Haram." Abu Ja'far selanjutnya mengatakan: "Mengenai Kitab Allah telah mereka pinda,
Ka'bah mereka hancurkan, dan keturunan beliau telah mereka bunuh. Amanat Ilahi yang telah
dipercayakan kepada mereka telah mereka hancurkan semua." ["Basha'irud Darajat", Jilid VIII,
Bab XVII, Cetakan Iran, 1285H]

Masih banyak lagi riwayat-riwayat selain itu, bahkan lebih terus terang. Sebuah riwayat yang
dikemukan oleh Al Kulaini di dalam Al Kafiy mengatakan sebagai berikut:

Abul Husein Musa as menulis sepucuk surat dari dalam penjara kepada Ali bin Suwaid:
"Janganlah engkau tertarik oleh agama orang yang bukan dari golonganmu (Syi'ah) dan jangan
pula engkau menyukai agama mereka; sebab mereka itu adalah kaum pengkhianat. Mereka
telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta mengkhianati amanat yang dipercayakan kepada
mereka. Apakah engkau tahu amanat yang dipercayakan kepada mereka? Mereka diberi
kepercayaan menjaga Kitab Allah, tetapi mereka mengubah dan menggantinya ..." [Kitabur
Raudhah, buah tangan Al Kafiy, hal. 125, Jilid VIII, Cetakan Teheran, hal. 61, Cetakan India]

Riwayat lain yang semakna dengan itu juga diketengahkan oleh Al Kulaini dari Abu Bushair dan
dari Abu Abdullah as sebagai berikut:

Pada suatu hari aku (Abu Bushair) mengucapkan firman Allah 'Azza Wa Jalla di hadapan Abu
Abdullah: "Haadza kitaabunaa yanthiqu 'alaikum bilhaqqi" ("Kitab suci kita ini mengatakan
kebenaran kepada anda ...") Abu Abdullah membantah: "Kitab suci tidak dapat berkata dan tidak
mungkin akan dapat berkata. Rasul Allah-lah yang mengatakan Kitab Suci, sebagaimana Allah
berfirman: "Haadza kitaabunaa yunthaqu 'alaikum bilhaqqi" ("Kitab suci kita ini diucapkan kepada
anda dengan sebenarnya ..."). Aku menyahut: "Kami belum pernah membaca ayat seperti itu!
(yakni: "yanthiqu" dibaca "yunthaqu"). Abu Abdullah menerangkan: "Begitullah. Allah telah
menurunkan ayat tersebut kepada Muhammad s.a.w. melalui malaikat Jibril as, akan tetapi ayat
itu telah diubah." [Kitabur Raudhah, buah tangan Al Kafiy, hal. 50, Jilid VIII, Cetakan Teheran, hal.
25, Cetakan India]

Ulama besar kepercayaan Syi'ah, yaitu Ibnu Babuweih Al Qummiy, dalam sebuah buku yang
ditulisnya mengenengahkan sebuah riwayat sebagai berikut:

Muhammad bin Umar Al Hafidz Al Baghdadiy mendengar dari sumber-sumber secara berurutan,
yaitu dari Abdullah bin Bisyr, dari Al Ajlah, dari Abi Zubair, dan dari Jabir yang mengatakan: "Aku
mendengar Rasul Allah s.a.w. bersabda: "Pada hari kiamat akan datang (menghadap Allah) tiga
hal yang sama-sama mengadu, yaitu Mushhaf (Al Qur'an), Al Masjid (Al Haram) dan Al 'Itrah
(keturunan suci). Mushhaf itu akan berkata: "Ya Allah, mereka membakarku dan
mengoyak-ngoyakku ... dan seterusnya." [Kitab "Al Khishal" karangan Ibnu Babuweih Al Qummiy,
hal. 83, Cetakan Iran, 1302H)

Seorang ahli tafsir Syi'ah terkenal, Sheikh Muhsin Al Kasyiy mengutip dari seorang ahli tafsir
kenamaan yang termasuk ahli tafsir besar di kalangan Syi'ah, yang dalam tafsirnya menyebutkan
bahawa Abu Ja'far as menegaskan:

"Andaikata yang ada di dalam Kitabullah tidak ditambah dan tidak dikurangi, kebenaran kami tidak
akan tersembunyi bagi orang yang berakal." [Tafsir "Ash Shafiy", oleh Muhsin Al Kasyiy,
Mukadimah VI, hal. 10, Teheran]

Benarlah apa yang telah dikatakan oleh Syeikh As Sayyid Muhibbuddin Al Khathib dalam
risalahnya berjudul "Al Khuthuthul 'Aridhah", yaitu ketika beliau mengatakan: "... Al Qur'an yang
semestinya harus menjadi dasar persatuan dan pendekatan antara kami dengan mereka pun
tidak mereka yakini kebenarannya." Al Khatihib kemudian mengemukakan beberapa contoh
(pada halaman 9 hingga 16) yang menunjukkan tidak adanya kepercayaan kaum Syi'ah kepada
Al Qur'an yang ada di tangan kaum Muslimin dewasa ini. Mereka memandang Al Qur'an telah
dipinda, diubah dan dikurangi.

Dalam sanggahannya terhadap tulisan tersebut Lutfullah Al- Safiy dalam bukunya "Ma'al Khatib
Fi Khututihil 'Aridhah" halaman 48 hingga 82, dengan keras menolak tuduhan tersebut, dan
memandang tuduhan itu tidak didasarkan pada alasan-alasan yang benar.

Ada beberapa keterangan Al Khathib yang tidak dapat dipertikaikan oleh Ash Shafiy:

Pertama, ulama Syi'ah tersebut (Luthfullah Ash Shafiy ) tidak dapat memungkiri nash-nash
muktabar Syi'ah yang ditunjuk oleh Al Khathib sebagai bukti tentang keyakinan mereka mengenai
pindaan dan pengubahan Al Qur'an. Ia juga tidak dapat menafikan sebuah buku yang ditulis oleh
ulama Syi'ah terkemuka Al Haj Mirza Husein bin Muhammad Taqiy An Nuriy At Tibrisiy sebagai
ulama hadis terkemuka dan mempunyai kedudukan tinggi di kalangan kaum Syi'ah.

Kedua, Al-Safiy sendiri telah menulis beberapa rumusan kalimat di dalam salah satu bukunya,
yang dapat dipandang sebagai bukti tentang pendiriannya mengenai pengubahan Kitab Suci Al
Qur'an.

Ketiga, Al-Safiy pada akhirnya hanya mengatakan: "Tidaklah pada tempatnya soal tersebut
dibesar-besarkan. Hal itu hanya akan memberi senjata kepada kaum orientalis Barat untuk
mengatakan, bahawa Al Qur'an yang oleh kaum Muslimin dianggap terjaga dan terpelihara dari
perubahan ternyata menjadi soal perselisihan, tidak ubah seperti Taurat dan Injil." Apa yang
dikatakan oleh Al-Safiy itu tidak lain hanyalah pengakuan atas perbuatan kaum Syi'ah yang
melakukan pengubahan Al Qur'an. Hal ini akan kami ketengahkan lebih terperinci pada bagian
lain - insya Allah.

Keempat, Al-Safiy dalam pembahasannya mengenai Al Qur'an sama sekali tidak menunjukkan
nash-nash muktabar dua belas Imam ma'sum mereka yang menegaskan bahawa mereka itu
meyakini sepenuhnya kemurnian Al Qur'an tanpa adanya perubahan apa pun juga. Sebaliknya Al
Khathib telah menunjukkan dua riwayat dari dua orang Imam yang termasuk duabelas Imam
Syi'ah, yang secara terus terang menyatakan, bahawa Al Qur'anul Karim telah diubah dan
dipinda.


Siapakah Yang Meminda Dan Mengubah Al Qur'an

Lebih jelas dan terbuka lagi daripada semua riwayat tersebut di atas, ialah apa yang diriwayatkan
oleh At Tibrisiy dalam bukunya "Al-Ihtijaj". Iaitu sebuah kitab sandaran bagi semua kaum Syi'ah
dan menunjukkan keyakinan mereka mengenai Al Qur'an. Selain dari itu kitab tersebut juga
mengungkapkan kedengkian hati orang-orang Syi'ah terhadap para sahabat Nabi yang
terkemuka yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar, iaitu para sahabat Nabi yang mendapat
keredhaan Allah s.w.t.

Dalam riwayat yang dikemukakannya itu,seorang ahli hadis Syi'ah mengatakan, bahawa
menurut riwayat dari Abu Zar Al-Ghifariy, ketika Rasulullah s.a.w. wafat, Ali (bin Abi Talib)
mengumpulkan ayat-ayat suci Al-Qur'an kemudian diberikan kepada kaum Muhajirin dan Ansar,
sebagaimana yang telah diwasiatkan oleh Rasulullah s.a.w kepadanya. Ketika Al Qur'an yang
dihimpun oleh Ali itu dibuka oleh Abu Bakar, pada halaman pertama ia menemukan ayat-ayat
yang mengungkapkan ke

burukan golongannya. Melihat hal itu Umar naik pitam lalu berkata kepada Ali, "Hai Ali, ambillah
Qur'an itu, kami tidak memerlukannya!" Himpunan ayat-ayat itu lalu diambil kembali oleh Ali,
kemudian ia pergi. Umar memanggil Zaid bin Thabit, seorang penghafal Al-Qur'an. Kepadanya
Umar berkata, "Ali datang kepadaku membawa Al Qur'an, di dalamnya terdapat ayat-ayat yang
mencela kaum Muhajirin dan Ansar. Kami berpendapat lebih baik kita menghimpun sendiri Al
Qur'an dan memadamkan ayat-ayat yang mencela kaum Muhajirin dan Ansar." Beberapa hari
kemudian Zaid datang membawa Al-Qur'an yang ditulis atas permintaan Umar. Ia berkata
kepada Umar, "Jika kita telah selesai membuat Al Qur'an yang anda minta, kemudian Ali
memperlihatkan Al Qur'an yang dihimpunnya sendiri, apakah semua yang telah anda lakukan itu
tidak akan sia-sia?" Umar berkata, "Kalau begitu bagaimanakah cara untuk mengatasinya?" Zaid
menjawab, "Tidak ada jalan lain kecuali kita mesti membunuhnya agar kita selamat dari
gangguannya!". Lalu Umar merancang pembunuhan Ali dengan mempergunakan Khalid bin Al
Walid, tetapi gagal.

Ketika Umar menjadi Khalifah, banyak orang meminta Ali a.s. supaya menyampaikan Al Qur'an
yang telah dihimpunnya itu kepada mereka untuk dipinda. Ketika itu Umar berkata kepada Ali,
"Hai Abul Hasan (nama panggilan Ali bin Abi Talib), kalau anda membawa Al Qur'an yang dahulu
pernah anda bawa kepada Abu Bakar, mungkin kita akan dapat menyetujuinya bersama-sama."
Namun Ali menjawab, "Oh, jauh sekali, kamu tidak mungkin mendapatkannya! Aku
menyampaikan Al Qur'an kepada Abu Bakar dahulu sebagai bukti agar pada hari kiamat kelak
kamu tidak akan berkata, "Engkau tidak memberikan Al Qur'an itu kepada kami. Sesungguhnya
Al Qur'an yang ada padaku tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang telah disucikan
dari dosa, dan hanya oleh para penerima wasiat yang terdiri dari anak-anakku sendiri." Umar
kemudian bertanya, "Apakah telah ditentukan waktu untuk membawa Al Qur'an itu?" Ali a.s.
menjawab, "Ya, pada saat seorang dari anakku tampil untuk memperlihatkan Al Qur'an itu
kepada ummat manusia untuk dijadikan pegangan." ["Al Ihtijaj", karangan At Tibrisy, hal. 76 dan
77, Cetakan Iran, 1302 H.]

Di manakah orang-orang yang bersikap adil dan tidak berat sebelah? Di manakah orang-orang
yang berbicara benar dan tidak berdusta? Kalau sekiranya Umar benar seperti yang dikatakan
oleh kaum Syi'ah, siapa lagi orang yang dapat dipercaya, jujur dan tidak berdusta? Dan siapa
pula di antara para sahabat Nabi s.aw. yang menjaga Al-Qur'an dan Sunnah Rasul?

Apa lagi yang hendak dikatakan oleh orang-orang Syi'ah yang mempropagandakan "pendekatan"
dengan Ahlu Sunnah? Apakah kesatuan yang hendak ditegakkan dengan mengorbankan nama
baik Umar dan para sahabat Nabi yang jujur lagi dipercayai dalam menyampaikan Risalah
Rasulullah s.a.w.? Bukankah mereka itu yang menyebarluaskan dakwah Islam, yang turut
menegakkan kebenaran Islam, para pejuang di jalan Allah yang mencurahkan seluruh hidupnya
untuk itu?

Tidak ada seorang pun di kalangan Ahlu Sunnah mempunyai keyakinan mengenai Ali dan
anak-anaknya seperti keyakinan yang ada pada kaum Syi'ah terhadap Abu Bakar, Umar dan
Uthman radhiyallahu anhum, dan semua orang yang mengikuti mereka hingga hari kiamat kelak!
Apakah arti slogan "Hai kaum Muslimin, janganlah kalian bertengkar agar kalian tidak menjadi
lemah dan kehilangan kewibawaan?".

Apakah dengan slogan itu kita harus meninggalkan keyakinan kita dan menutup mata terhadap
kehormatan generasi terdahulu yang diperkosa oleh "saudara-saudara kita" kaum Syi'ah, dan
melupakan luka parah yang menusuk jantung kita serta menggoyahkan kesatuan kita?

Apakah ajakan "pendekatan" antara kaum Syi'ah dengan kaum Sunni itu bermaksud supaya kita
menghormati kaum Syi'ah dan membiarkan mereka merendahkan kita, mengagungkan mereka
dan membiarkan mereka menghina kita dan memaki-maki kita, menghormati nenek moyang
mereka dan membiarkan mereka meremehkan nenek moyang kita, berdiam diri terhadap
pembesar-pembesar mereka dan membiarkan mereka mencela pemimpin-pemimpin kita,
menghindari pembicaraan mengenai Ali dan anak-anaknya tetapi kita membiarkan mereka
memaki-maki Abu Bakar, Umar, Uthman berserta anak keturunannya? Demi Allah, itu sungguh
sikap yang tidak adil.

Sama halnya dengan riwayat palsu tentang para Imam yang diketengahkan oleh At-Tibrisy di
dalam "Al-Ihtijaj", terhadap riwayat lain lagi yang dikemukakan dalam "Al-Kafiy", yang dikatakan
berasal dari Ahmad bin Muhammad bin Abu Nasr, yang mengatakan sebagai berikut:

"Abul Hasan a.s. menyampaikan Al-Qur'an kepadaku seraya berkata, 'Engkau jangan hanya
melihatnya saja.' Qur'an itu lalu kubuka dan kubaca isinya (Awal Surah Al Bayyinah) berbunyi:
Lam yakunilladziina kafaruu. Sesudah kalimat itu, tiba-tiba kulihat deretan nama tujuh puluh
orang Quraisy lengkap dengan nama-nama orang tua mereka." ["Al-Kafiy Fil-Usul", Kitab
Fadhul-Qur'an, hal. 631 Jilid II, Teheran; hal. 62, India]

Dalam "Syarh Nahj al-Balaghah" Kamaluddin Maisam Al Bahraniy telah mengemukakan
serangan kaum Syi'ah yang menjelek-jelekan Zi al-Nurain Uthman bin Affan r.a. Antara lain
dikatakan: "Ia memerintahkan orang supaya hanya membaca Al-Qur'an yang dihimpun oleh Zaid
bin Thabit saja, sedangkan catatan Mushaf yang lain dibakar habis. Tidak diragukan lagi ia pasti
menghilangkan Qur'an yang benar-benar telah diturunkan Allah." ["Syarh Nahjul Balaghah",
Karangan Maisam Al-Bahraniy, hal I, Jilid XI, Teheran.]

Dalam buku "Al-Anwar", As Sayyid Ni'matullah Al Huseiniy mengatakan: "Telah menjadi
pengetahuan umum bahawa Al-Qur'an yang diturunkan Allah tidak ada yang menghimpunnya
selain Amirul Mu'minin (Ali)." ["Al Anwarun-Nu'maniyyah Fil Bayan Ma'rifatun Nasyi'ah Al
Insaniyyah", karangan Sayyid Ni'matullah Al Jazairiy.

Pernyataan tersebut diperkuatkan oleh hadis Syi'ah yang sangat terkenal yang diketengahkan
oleh Muhammad bin Ya'qub Al Kulaini, berasal dari Jabir Al-Ju'fiy yang mengatakan:

Aku mendengar Abu Ja'far a.s. berkata, "Tidak ada seorang pun yang mengaku telah
menghimpun semua ayat Al-Qur'an yang diturunkan Allah kecuali seorang pendusta. Tidak ada
yang menghimpun dan menghafal sebagaimana aslinya menurut yang diturunkan selain Ali bin
Abi Talib dan para Imam sesudahnya." ["Al-Kafiy Fil-Usul", Kitabul Hujjah, Bab: Hanya para Imam
sajalah yang menghimpun Al-Qur'an, hal. 228 Jilid I, Teheran]
Pada Siapakah Mushaf yang Dihimpun Ali itu?

Di manakah Mushaf yang diturunkan Allah kepada Muhammad s.a.w. dan dihimpun serta dihafal
oleh Ali bin Abi Talib? Sebuah hadis Syi'ah berasal dari Salim bin Salman yang diriwayatkan oleh
Al-Kulaini memberikan jawaban sebagai berikut:

Ada seorang membacakan Al-Qur'an kepada Abu Abdullah a.s. dan ketika itu saya mendengar
huruf-hurufnya tidak sebagaimana yang biasa dibaca orang lain. Tiba-tiba Abu Abdullah berkata,
"Berhentilah membaca itu, bacalah saja sebagaimana yang biasa dibaca orang lain hingga saat
datangnya Imam Mahdi. Apabila Imam Mahdi telah tiba ia akan membacakan Kitabullah Azza Wa
Jalla. Ia kemudian akan mengeluarkan Mushaf yang ditulis Ali a.s. lalu berkata, 'Inilah Mushaf
yang ditulis oleh Ali'. Setelah menulisnya Ali berkata kepada orang-orang, 'Inilah Kitabullah 'Azza
Wa Jalla yang diturunkan kepada Muhammad s.a.w., Kitab ini telah kuhimpun dari dua lauh
(lembaran)'. Mereka menyahut, 'Di sini kami mempunyai Mushaf yang menghimpun ayat-ayat
Al-Qur'an. Kami tidak memerlukan Mushaf lain'. Ali menjawab, 'Demi Allah, sesudah hari ini anda
tidak akan melihatnya lagi selama-lamanya. Aku hanya memberitahu anda bahawa aku telah
menghimpunnya agar anda mahu membacanya.'" ["Al-Kafiy Fil-Usul", hal. 633 Jilid II, Teheran]

Kerana itulah kaum Syi'ah berkeyakinan bahawa "Imam Mahdi" yang oleh mereka dianggap
sedang bersembunyi dalam lorong di bawah tanah masih membawa Mushaf tersebut dan akan
mengeluarkan pada waktu ia keluar dari tempat persembunyiannya, sebagaimana dikemukakan
oleh seorang ulama Syi'ah, Abu Mansur Ahmad bin Abi Talib At-Tibrisy meninggal tahun 588 H
- di dalam bukunya berjudul "Al Ihtijaj 'Ala Ahlil-Lujaj". Pada mukadimah bukunya itu ia
menjelaskan pelbagai riwayat yang dikemukakan dalam buku tersebut, dengan mengatakan,
"Kami tidak menyebutkan sanad-sanad (rantaian perawi) hadis yang kami kemukakan kerana
telah ada kesepakatan tentang kebenaran hadis tersebut." ["Al-Ihtijaj", karangan At-Tibrisy, dalam
Pendahuluan]

Dalam buku tersebut dikatakan, bahawa Imam Mahdi pada saat kedatangannya kembali ke alam
dunia ia akan membawa senjata Rasulullah, iaitu pedang Zul-fiqar. Kita tidak mengetahui untuk
apa Imam Mahdi membawa senjata-senjata semacam itu dalam zaman roket dan bom nuklear
sekarang ini. Ia (Imam Mahdi) akan datang membawa Sahifah (lembaran) yang di dalamnya
terdapat nama-nama para pengikutnya (Syi'ahnya) hingga hari kiamat. Ia juga akan membawa
Jami'ah, iaitu sebuah buku yang panjangnya 70 hasta, di dalamnya terdapat segala sesuatu
yang diperlukan oleh anak Adam. Ia membawa pula wadah besar dan kecil, iaitu wadah dari kulit
kambing yang di dalamnya terdapat segala macam ilmu, termasuk hukum mengenai soal yang
sekecil-kecilnya, seperti hukum tentang kulit lecet kalau dicubit. Pada Imam Mahdi itulah Mushaf
Fatimah 'alaihas salam. ["Al-Ihtijaj 'Ala Ahlil Lujaj", hal. 223, cetakan Iran, tahun 1302 H.]

Sebelum itu telah disebukan bahawa Ali - menurut anggapan kaum Syi'ah - telah berkata: "Kelak
pada saat kedatangan Imam Mahdi dari anakku."

Dalam "Al-Kafii" Al Kulaini juga mengemukakan sebuah riwayat dengan sanad "dari sejumlah
sahabat kita yang menerimanya dari Sahl bin Ziyad, dari Muhammad bin Sulaiman, dari
beberapa orang sahabatnya dan dari Abul Hasan a.s.", yang menceritakan sebagai berikut:

"Aku berkata kepada Abul Hasan a.s., 'Di dalam al Qur'an kami tidak menemukan ayat-ayat
seperti yang ada di dalam al Qur'an kami (yakni Qur'an Syi'ah), dan kami tidak dapat
membacanya dengan baik seperti yang anda sampaikan kepada kami, apakah dengan demikian
kami berdosa?' Abul Hasan a.s. menjawab: "Tidak. Bacalah sahaja ayat-ayat yang telah anda
pelajari itu. Pada suatu saat kalian akan didatangi orang yang akan mengajar kalian." ["Al-Kafii Fil
Usul" Bab: "Al Qur'an akan naik sebagaimana ia dahulu diturunkan", hal. 619, Jilid II, Cetakan
Teheran; hal. 644 cetakan India.]

Riwayat seperti itu juga disebut-sebut oleh Sayyid Ni'matullah Al Huseiniy Al-Jazairiy, seorang
ahli hadis Syi'ah. Ia seorang murid dari ulama besar Syi'ah Muhsin Al-Kassyiy, penulis kitab tafsir
Syi'ah yang terkenal dengan nama Al-Safiy. Sayyid Ni'matullah menyebut riwayat itu di dalam
bukunya "Al Anwarun Numa'niyyah Fi Bayyani Mari'fatin Nasy'ah Al Insaniyyah" yang selesai
penulisannya pada bulan Ramadhan tahun 1089 H. Pada pendahuluan buku itu ia mengatakan
sebagai berikut:

"Kami tetap tidak akan menyebutkan di dalam Mushaf selain apa yang telah kami ambil dari para
Imam ma'shum yang suci 'alaihimus-salam, dan dari kitab-kitab sahih yang ada pada kami.
Kerana kitab-kitab tarikh (buku-buku sejarah) banyak sekali yang dikutip orang dari tarikh-tarikh
Yahudi. Kerananya banyak sekali kebohongan terdapat di dalamnya di samping banyak pula
hikayat-hikayat yang tidak berarti. ["Al-Anwarun-Nu'maniyyah", Pendahuluan buku.]

Ahli hadis Syi'ah Al-Jazairiy itu mengatakan juga dalam bukunya, bahawa banyak berita-berita
yang menerangkan, para Imam memerintahkan para pengikutnya (kaum Syi'ah) supaya
membaca Qur'an yang umum beredar sekarang ini baik dalam sembahyang, dalam
kesempatan ibadah lainnya dan menjalankan hukum-hukumnya hingga saat datangnya "Maulana
Shahibuz Zaman" (Imam Mahdi). Pada saat itulah Al Qur'an akan terlepas dari tangan manusia
naik ke langit kemudian akan keluarlah Al Qur'an yang dihimpun oleh Amirul-Mu'minin (Ali bin Abi
Talib). Qur'an itulah yang akan dibaca dan dijalankan hukum-hukumnya.
["Al-Anwarun-Nu'maniyyah", Karangan Al-Jazairiy.]

Itulah keyakinan kaum Syi'ah dan semua nenek moyang mereka kecuali beberapa golongan
orang yang dapat dihitung dengan jari. Keyakinan mereka mempunyai tujuan tertentu yang akan
kita kemukakan pada bagian lain.

Lagi pula sikap mereka mengingkari itu tidak berdasarkan dalil atau hujjah yang nyata. Tidak
mungkin mereka dapat membantah hadis-hadis dan riwayat-riwayat yang begitu banyak. Ulama
mereka, iaitu Husein bin Muhammad An-Nuriy Taqiy At-Tibrisy dalam bukunya "Faslul Khitab Fil
Itsbati Tahrif Kitabi Rabbil Arbab", dengan mengutip keterangan As-Sayyid Ni'matullah Al-Jazairiy
ia mengatakan:

"Berita-berita riwayat yang mengenai soal tersebut (yakni soal pengubahan Al Qur'an) lebih dari
dua ribu hadis. Banyaknya hadis-hadis mengenai soal itu diakui kebenarannya oleh sekelompok
ulama Syi'ah, seperti Al-Mufid, Al-Muhaqqiqud-Dimad, Al-Allamah Al-Majlisiy dan lain-lain" ["Faslul
Khitab ...", karangan An Nuriy At Tibrisy, hal. 227, cetakan Iran, 1298 H.]

Keterangan lain lagi yang dikutip oleh At-Tibrisy dari Sayyid Ni'matullah Al-Jazariy ialah:

"Bahawa para sahabat telah memastikan kebenaran berita-berita hadis yang sangat banyak dan
mutawatir, iaitu hadis-hadis yang menunjukkan secara terang-terangan bahawa Al-Qur'an
memang telah dipinda." ["Faslul Khitab", hal. 30]

Seorang ahli tafsir Syi'ah terkenal, Muhsin Al Kasyiy, juga mengatakan:

"Kesimpulan yang dapat ditarik dari sekumpulan berita-berita hadis dan berita-berita riwayat
mengenai soal itu, yang berasal dari Ahli Bait 'alaihimus-salam, ialah: Bahawa Al-Qur'an yang
berada di tangan kita sekarang ini tidak seluruhnya sama dengan Al-Qur'an yang diturunkan Allah
kepada Muhammad s.a.w. Bahkan di antaranya terdapat beberapa hal yang berlainan sama
sekali dari apa yang diturunkan Allah, ada beberapa yang diubah, dipinda dan banyak pula yang
dibuang. Urutan penyusunannya pun tidak sebagai mana diredhai Allah dan Rasul-Nya." ["Tafsir
Ash Safiy", Mukadimah ke VI]

Seorang ahli tafsir Syi'ah yang paling klasik iaitu 'Ali bin Ibrahim Al-Qummiy, dalam mukadimah
tafsirnya ia mengatakan:

"Di antara ayat-ayat Al Qur'an ada yang nasikh dan ada yang mansukh, ada ayat-ayat yang
muhkam (terang maknanya) dan ada pula yang mutasyabih (bermakna banyak dan
samar-samar), dan ada pula yang berlainan sama sekali dengan apa yang diturunkan Allah."
["Tafsir Al-Qummiy", pendahuluan buku, hal. 5, jilid I, Cetakan Najf, tahun 1386 H]

Seorang ulama Syi'ah yang menanggapi tafsir Al-Qummiy menyebutkan beberapa pendapat
para ulama Syi'ah yang lain mengenai pemindaan Al Qur'an. Ia mengatakan:

"Yang jelas ialah bahawa di antara para ulama dan ahli hadis, baik yang terdahulu maupun yang
belakangan ini yang menegaskan bahawa Al Qur'an telah dikurangi, seperti yang dikatakan oleh
Al Kulaini, ialah: Al-Barqiy, Al-'Ayasyiy, An-Nu'many, Furat bin Ibrahim, Ahmad bin Abi Talib At
Tibrisiy, Al-Majlisiy, As-Sayyid Al-Jazairiy, Al-Hurr Al-'Amiliy, Al-'Allamah Al-Futuniy dan As Sayyid
Al-Bahraniy. Mereka semuanya telah menetapkan mazhab masing-masing berdasarkan
ayat-ayat dan riwayat-riwayat yang tidak boleh dipertikaikan." [Mukadimah "Tafsir Al Qummiy",
oleh As-Sayyid Thayyib Al Musawiy, hal. 23-24]

Semua yang tersebut di atas adalah beberapa riwayat dan hadis yang bersumber kepada
pernyataan para Imam mereka yang dianggap maksum. Iaitu riwayat-riwayat dan hadis sahih
kaum Syi'ah yang diriwayatkan dalam kitab-kitab hadis sahih mereka, dan yang dipandang
sebagai hadis-hadis mu'tamad. Di atas tadi hanya beberapa sahaja dari pendapat para
pemimpin mereka mengenai masalah Al-Qur'an. Selain itu masih terdapat banyak riwayat dan
hadis yang tidak terhitung jumlahnya hingga lebih dari 2000 hadis dan riwayat, sebagaimana
dinyatakan sendiri oleh Mirza Nuriy At Tibrisy. Tidak diragukan lagi, kaum Syi'ah memang
benar-benar berkeyakinan bahawa Al-Qur'an telah dipinda. Padahal setiap muslim mengetahui
dan meyakini bahawa Al-Qur'an adalah Kitab Suci yang diturunkan Allah sebagai hidayat dan
rahmat bagi semua manusia beriman, dan untuk difikirkan serta direnungkan oleh seluruh
ummat manusia. Kitab Suci yang Allah sendiri telah menegaskan dalam firman-firman-Nya:

"Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keraguan di dalamnya." [Al-Baqarah:2]

"Tidak disentuh kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari (Rabb)
Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji." [Fussilat:42]

"Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan Kamilah yang menjaganya." [Al-Hijr:9]

"Sungguh, Kamilah yang akan mengumpulkannya (ayat-ayat Al Qur'an) dan membacakannya
bila Kami telah bacakan ikutilah pembacaannya, kemudian Kamilah yang akan menjelaskannya."
[Al-Qiyamah:17-19]

"Suatu Kitab Suci yang ayat-ayatnya tersusun rapi, kemudian diperincikan dan dijelaskan oleh
Allah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui." [Hud:1]

"Hai Rasul (Muhammad), sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu."
[Al-Maidah:67]

"Dan dia (Muhammad) tidak bakhil untuk menerangkan yang ghaib." [At-Takwir:24]

"Dan Al-Qur'an itu Kami turunkan sebagian demi sebagian, agar engkau membacakannya
kepada manusia secara beransur-ansur, dan Kami telah menurunkannya (sedikit demi sedikit)."
[Bani Israil:106]

"Sungguh yang demikian itu menjadi peringatan bagi orang-orang yang berpandangan (tajam)."
[Ali Imran:13]

"Tidakkah mereka merenungkan Al-Qur'an, atau apakah hati mereka terkunci." [Muhammad:24]

"Sesungguhnya al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus ..." [Bani
Israil:9]


Beberapa Contoh Tentang Pemindaan

Setelah kita mengetahui beberapa kitab muktabar kaum Syi'ah mengenai keyakinan mereka
tentang Al Qur'an telah dipindanya, kami sajikan kepada para pembaca beberapa contoh tentang
pindaan dan pengubahan Al Qur'an yang dilakukan oleh kaum Syi'ah sendiri. Contoh-contoh di
bawah ini kami kutip dari buku-buku atau kitab-kitab utama yang dipandang sangat penting oleh
mereka, baik yang bersangkutan dengan ilmu hadis, tafsir dan 'aqa'id. Menurut mereka semua
riwayat mengenai hal itu telah dikemukakan oleh imam-imam maksum yang wajib diikuti dan
ditaati oleh setiap orang Syi'ah. Salah satu contoh, sebagaimana yang diriwayatkan oleh 'Ali bin
Ibrahim Al Qummiy berasal dari ayahnya yang mendengarkan sendiri dari Al Husein bin Khalid
mengenai ayat Kursi, sebagai berikut:

"Abul Hasan Musa Ar Ridha (salah satu di antara 12 Imam Syiah) membaca ayat Kursi dalam
susunan yang berlainan dari ayat yang terdapat di dalam Al Qur'an, iaitu:

"Alif Laam Miim ... Allah, tiada tuhan melainkan Dia. Yang Maha hidup dan yang terus menerus
mengurus makhlukNya, tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan- Nya lah segala yang ada di
langit dan segala yang ada di bumi, segala yang ada di antara keduanya itu dan segala yang ada
di bawah bumi. Maha mengetahui segala yang ghaib dan yang terang nyata, Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang." [Tafsir Al Qummiy, hal. 84, Jilid I, di bawah judul "Ayat Al Kursiy".]

Sebagaimana kita ketahui, rangkaian huruf "alif, lam dan miim" tidak terdapat di dalam ayat Al
Kursi. Demikian pula mengenai kalimat terakhir yang digarisbawahi, tidak terdapat di dalam
susunan ayat Al Kursi. Akan tetapi kaum Syi'ah yakin, bahawa semuanya itu merupakan
sebahagian dari ayat Al Kursi. (Lihat. Al Baqarah: 255).

Berkenaan dengan surah Ar-Ra'ad 11 yang berbunyi:

"Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah." (min amrillah = atas perintah Allah).

Al Qummiy menyatakan bahawa ayat tersebut dibaca orang di depan Abu 'Abdullah
shalawatullah 'alaih. Ia segera menegur pembacanya: "Apakah engkau bukan orang Arab?"
Bagaimana mungkin mengikuti di depan." "Mengikuti pasti di belakang!". Orang yang membaca
ayat itu bertanya: "Kalau begitu bagaimana yang benar?" Abu 'Abdullah menerangkan:

"Ayat itu diturunkan sebagai berikut:

"Bagi orang itu ada malaikat yang mengikutinya dari belakang dan mengawalnya dari depan.
Mereka menjaganya atas perintah Allah." (bi amrillah = atas perintah Allah). [Tafsir Al Qummiy,
hal. 360, Jilid I. Demikian pula yang terdapat di dalam Tafsir Al 'Ayasyi dan Tafsir Ash-Shafiy".]

Dalam riwayat tersebut Abu 'Abdullah, Ja'far, Imam Syi'ah keenam mencela orang yang
membaca kalimat "mengikuti dari depan dan dari belakangnya" dan "min amrillah" (bunyi harfiah
ayat tersebut), sehingga ia bertanya, "Apakah engkau bukan orang Arab?". Jika riwayat yang
dikemukakan oleh Al Qummiy itu benar, itu hanya menunjukkan bahawa Abu 'Abdullah, Ja'far,
tidak memahami bahasa Arab. Ini bererti bahawa ia bukan orang Arab, sebab ia tidak mengerti
bahawa orang Arab lazim mempergunakan kata-kata "mu'aqqabat" (mengikuti) yang berasal dari
akar kata "aqaba" yang mempunyai dua makna "yang datang sesudah yang lain" atau "yang
datang berulang- ulang". Dalam ayat tersebut "mu'aqqabat" mengandungi makna yang akhir itu.
Maka seperti itu dapat kita jumpai dalam syair-syair Arab zaman dahulu kala, seperti syair-syair
yang digubah oleh Labid dan Salamah bin Jandal. [lihat Lisanul Arab, hal. 614 dan 615, Jilid I,
Cetakan Beirut, 1968 M.]

Riwayat yang dikemukakan oleh Al Qummiy itu juga menunjukkan bahawa Abu 'Abdullah (Ja'far)
tidak memahami makna "min" dalam hubungan kalimat "min amrillah" yang bermakna "bi
amrillah" (dengan perintah Allah). Sebab lafaz "min" dapat dipergunakan dalam berbagai makna,
antara lain untuk makna "bi" (dengan). Hal ini banyak sekali dalam bahasa Arab.

Al Qummiy juga mengubah dan menafsirkan ayat suci Al Qur'an yang berbunyi:

" ... dan jadikanlah kami Imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertaqwa." [QS. Al Furqon: 74]

dengan mengatakan bahawa pada suatu hari ada seorang membaca ayat tersebut di hadapan
Abu 'Abdullah a.s. Keika itu Abu 'Abdullah memberikan tanggapan: "Mereka minta sesuatu yang
sangat besar kepada Allah, mereka minta diadakan para Imam (para pemimpin) bagi kaum yang
bertakwa." Orang yang membaca ayat tersebut bertanya: "Lantas bagaimana, hai putera
Rasulullah?" Abu 'Abdullah menjawab, "Yang diturunkan Allah ialah:

"Jadikanlah kami seorang Imam (pemimpin) dari kaum yang bertakwa ..." [Tafsir Al Qummiy, hal.
117, Jilid II (S. Al Furqan)]

Al Kasyiy setelah menyebut riwayat di atas itu menambahkan "Dan di dalam 'jawami' terdapat
penafsiran yang mirip dengan penafsiran tersebut." Ahmad bin Abi Talib At Thibrisiy di dalam
kitabnya "Al Ihtijaj" mengetengahkan sebuah riwayat, yang kemudian dikutip juga oleh Al Kasyiy.
Riwayat itu sebagai berikut:

Pada suatu hari seorang zindiq (orang yang telah rosak keyakinan agamanya) mengajukan
beberapa pertanyaan tentang 'Ali bin Abi Talib. Pertanyaan itu dijawab oleh At Thibrisiy dengan
menafsirkan beberapa ayat Al Qur'an: "Mereka menetapkan dalam Kitab Suci suatu yang tidak
difirmankan Allah dengan maksud menimbulkan keraguan orang terhadap Khalifah dan menurut
kenyataan yang dapat dilihat mereka menambahkan sesuatu yang membuat membuat
pertentangan dan perselisihan." Lebih lanjut ia berkata: "Adapun mengenai apa yang engkau lihat
tentang pertentangan iaitu:

"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim
(bilamana kamu mengawininya), maka kahwinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi:" [QS.
An Nisaa 3]

Ayat ini ada hubungannya dengan pengurangan yang dilakukan oleh orang-orang munafik
terhadap Al Qur'an, sebagaimana yang telah disebutkan sebelum ini . Berkenaan dengan frasa
fil yatama(anak yatim) dan nikah al nisa , terdapat hal dan kisah yang seperti itu kira-kira
mencapai sepertiga dari Al Qur'an. [Al Ihtijaj, hal. 119; Ash Shafiy, hal. 11]

Al Kulaini di dalam "sahih"-nya (Al Kafiy) mengetengahkan sebuah riwayat yang dikatakan
berasal dari Abu Bushair, bahawa Abu Abdullah as. membaca ayat Al Qur'an sebagai berikut:

"... dan barang siapa taat kepada Allah dan Rasul- Nya mengenai kepemimpinan 'Ali dan
imam-imam sesudahnya, maka ia telah memperoleh keuntungan amat besar." [Al Kafiy, hal.
414, cet. Teheran]

Padahal semua orang mengetahui bahawa kalimat yang digaris bawahi adalah tambahan dan
sama sekali tidak terdapat di dalam Al Qur'an.

Dalam tafsirnya mengenai ayat:

"Hai Nabi, perangilah kaum kafir dan kaum munafik." [QS. At-Tahrim: 9]

dikatakan, bahawa pada umumnya semua ahlul bait membacanya:

"Hai Nabi, perangilah kaum kafir dengan menggunakan kaum munafik." [Tafsir Ash Shafiy, hal.
214, cet. Teheran]

Masih ada riwayat lain yang lebih aneh dari semua riwayat tersebut di atas, iaitu riwayat dari
'Abdullah bin Sinan, bahawa Abu 'Abdullah a.s. membaca ayat 115 surah Taha dengan
tambahan menjadi sebagai berikut:

"Sungguh, telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu mengenai Muhammad, 'Ali, Fatimah, Al
Hasan dan Al Husein serta Imam-imam dari keturunan mereka,tetapi ia (Adam) lupa."

Yang digaris bawahi adalah tambahan kaum Syi'ah. [Al Kafiy fil Ushul, Kitabul Hujjah, Bab ayat
tentang wilayah, hal. 416, Jilid I, Teheran]

Mengenai sebuah kalimat dalam ayat 92 surat An Nahl yang berbunyi: "disebabkan adanya satu
golongan (umat) yang lebih banyak jumlahnya dari golongan (umat) lain" Al Qummiy
mengetengahkan sebuah riwayat bahawa Ja'far bin Muhammad a.s. membaca sebagai berikut:
"disebabkan imam-imam (aimah) mereka lebih suci dibanding imam-imam (aimah) kamu".
Seseorang bertanya: "Hai putera Rasulullah, kami selalu membaca "disebabkan adanya satu
golongan (umat) yang lebih banyak jumlahnya dari golongan (umat) lain"! Ja'far menjawab,
"Celakalah engkau, apakah erti 'arbaa' (lebih banyak jumlahnya) di sini?" Ia lalu memberi isyarat
dengan tangannya supaya meninggalkan bacaan seperti itu. [Tafsir Al Qummiy, hal. 389, Jilid I.
Juga disebut oleh Al Kasyiy dalam Tafsir Ash-Shafiy yang mengutipnya dari Al Kafiy.]

Selain riwayat-riwayat tersebut di atas masih terdapat banyak riwayat yang lain lagi di dalam
kitab-kitab "hadis shahih" Syi'ah dan kitab-kitab lainnya. Hal ini akan kami kemukakan lagi Insya
Allah di bawah judul yang lain.
Mengapa Syi`Ah Membincangkan Tentang Pemindaan

Kaum Syi'ah meyakini adanya pemindaan terhadap Al Qur'an kerana maksud-maksud tertentu.
Antara lain:
Pentingnya Soal Imamah

Pertama: Kaum Syi'ah memandang soal Imamah termasuk keyakinan asas. Mereka
mengkafirkan orang yang tidak mengakui keimaman dan memandang orang yang mengakuinya
sebagai Muslim. Soal Imamah dianggap mempunyai kaitan langsung dengan soal-soal
keimanan, seperti beriman kepada Allah dan beriman kepada Rasul-Nya. Hal ini diriwayatkan
oleh Al- Kulaini di dalam Al Kafiy, bahawa Abul Hasan Al 'Atthar berkata: "Aku mendengar Abu
'Abdullah mengatakan: 'Hendaklah kamu sertakan para penerima wasiat dengan para Rasul
dalam hal taat.'" [Al Kafiy, Kitab Al Hujjah, Bab Kewajiban Taat Kepada Para Imam, hal. 186, Jilid
I, cet. Teheran]

Al Kulaini mengemukakan sebuah riwayat yang lebih terang dan lebih tegas lagi mengenai hal
itu. Beliau berkata: "Aku mendengar Abu 'Abdullah menegaskan: 'Kamilah yang ditetapkan Allah
supaya wajib ditaati. Kemaafan tidak akan diperolahi kecuali dengan mengenal kami, dan orang
yang tidak mengenal kami, tidak memperolehi maaf. Siapa yang mengenal kami ia mu'min dan
siapa yang mengingkari kami ia kafir. Sedangkan orang yang tidak mengenal dan tidak
mengingkari kami ia sesat selagi ia tidak kembali kepada hidayat Allah yang telah menetapkan
orang wajib taat kepada kami.'" [Al Kafiy, Kitab al Hujjah, hal. 187, Jilid I, cet. Teheran]

Al-Kulaini juga mengemukakan sebuah riwayat berasal dari Jabir yang mengatakan:

Aku mendengar Abu Ja'far a.s. berkata:

"Orang yang mengenal Allah dan menyembah-Nya hanyalah orang yang mengenal Allah dan
mengenal Imam-Nya dari kalangan kami Ahlul Bait. Sesiapa yang tidak mengenal Allah dan tidak
mengenal Imam dari kalangan kami Ahlul Bait, sesungguhnya orang itu menyembah selain Allah.
Itu merupakan kesesatan." [Al Kafiy, Kitab al Hujjah, Bab Mengenal Imam, hal. 181, Jilid I, cet.
Teheran]

Syi`ah menyamakan persoalan imamah dengan solat, zakat, puasa dan haji. Ahli hadis mereka,
Al Kulaini dalam Sahih Al Kafiy mengetengahkan sebuah riwayat berasal dari Abu Hamzah,
bahawasanya Abu Ja'far a.s. berkata: "Rukun Islam ada lima: Sembahyang, zakat, puasa, haji
dan wilayah (mengakui imamah). Pada 'hari Ghadir" tidak ada sesuatu yang diserukan
(Rasulullah) seperti seruannya mengenai imamah." [Al Kafiy fil Ushul, hal. 18, Jilid II, cet.
Teheran; hal. 369, cet. India.]

Cubalah anda perhatikan kalimah yang berbunyi: "Rasulullah s.a.w. tidak menyeru apa pun
seperti seruannya mengenai wilayah (imamah) dalam amanatnya pada hari Al-Ghadir." Kalimat
itu mengandung pengertian bahawa wilayah (imamah) lebih penting daripada empat rukun Islam
yang lain.

Al Kulaini juga mengemukakan riwayat lain lagi berasal Zurarah, bahawasanya Abu Ja'far a.s.
berkata: "Islam ditegakkan atas lima perkara: sembahyang, puasa, haji dan wilayah (imamah)
..."Zurarah bertanya: "Manakah yang lebih afdal?" Abu Ja'far menjawab: "Wilayah lebih afdal." [Al
Kafiy fil Usul, hal. 18, Jilid II, cet. Teheran; hal. 368, cet. India.]

Timbul pertanyaan dalam fikiran kita: Jika soal wilayah (imamah) sedemikian penting dan
menduduki urutan yang begitu utama, bagaimana dengan kedudukan solat dan zakat yang
banyak disebut dalam Al Qur'an, sedangkan soal wilayah (imamah) tidak ada sama sekali dalam
Al Qur'an. Lagi pula soal wilayah oleh kaum Syi'ah bukan hanya dipandang sebagai salah satu
asas saja, bahkan dipandang sebagai paksi agama Islam. Itulah yang dimaksud oleh kaum
Syi'ah dengan "perjanjian yang mereka tetapkan dengan para Nabi", sebagaimana yang
diriwayatkan oleh penulis kitab Al Basa'ir. Riwayat itu sebagai berikut:

Kami mendengar dari Al Hasan bin 'Ali bin An-Nu'man, ia mendengar dari Yahya bin Abu
Zakariya bin 'Amr Az Zayyat yang mengatakan: "Aku mendengar dari ayahku dan ia mendengar
dari Muhammad bin Sama'ah yang mendengar dari Faidh bin Abi Syaibah, berasal dari
Muhammad bin Muslim yang mengatakan, bahawasanya ia mendengar Abu Ja'far berkata: 'Allah
tabaraka wata'ala telah menetapkan perjanjian dengan para Nabi mengenai wilayah (keimaman)
'Ali dan telah pula mengambil janji dari para Nabi tentang wilayah (keimaman) 'Ali itu." [Basa'irud
Darajat, Bab IX, Jilid II, cet. Iran, 1928 H.]

Bagaimana mungkin persoalan yang sepenting itu tidak tercantum sama sekali di dalam Al
Qur'an, baik yang mengenai "perjanjian" mahupun yang mengenai "janji"? Tidak hanya itu saja.
Masih banyak pembohongan yang lebih hebat lagi. Mereka mengatakan bahawa wilayah
(keimaman) tidak hanya telah ditetapkan sebagai perjanjian dengan para Nabi saja, tetapi bahkan
dikatakan juga sebagai amanat yang oleh Allah SWT ditawarkan kepada langit dan bumi. Dalam
Al Basa'ir diketengahkan juga sebuah riwayat bahawa Amirul Mu'minin 'Ali mengatakan,
"Sesungguhnya Allah telah menawarkan wilayah (keimaman)-ku kepada penghuni langit dan
bumi. Ada yang mengakui dan ada pula yang mengingkarinya. Yunus mengingkarinya, dan
akhirnya ia dipenjarakan dalam perut ikan paus sehingga ia mau mengakuinya." [Basa'irud
Darajat, Bab X, Jilid II, cet. Iran]

Sesungguh, itu adalah pembohongan yang luar biasa. Semoga Allah melindungi kita semua dari
mempunyai kepercayaan semacam itu. Mengenai amanat yang dikatakan oleh kaum Syi'ah tadi
ialah, bahawasanya Allah memberi perhatian besar mengenai hal ini, sehingga Allah tidak
mengutus atau mengangkat seorang Nabi yang telah dibebani tugas amanat itu. Demikianlah
yang menjadi kepercayaan mereka, sebagaimana riwayat yang dikemukakan oleh penulis Al
Basa'ir, iaitu sebuah riwayat berasal dari Muhammad bin 'Abdurrahman, bahawasanya Abu
'Abdullah as. berkata: Wilayah (imamah) kami adalah wilayah (imamah) Ilahi, yang tak seorang
Nabi pun diangkat Allah kecuali dengan amat wilayah (imamah) itu." [Basa'irud Darajat, Bab IX,
Jilid II, cet. Iran]

Mengingatkan sangat pentingnya soal imamah itu, maka menurut kaum Syi'ah seseorang tidak
akan menjadi mukmin sejati kecuali dengan mengakui imamah itu. Demikian juga para malaikat
di langit, semuanya telah meyakininya. Begitulah yang menjadi anggapan kaum Syi'ah. Penulis
Al Basa'ir mengemukakan sebagai berikut:

Kami mendengar dari Ahmad bin Muhammad yang mendengar dari Al Hasan bin 'Ali bin
Fadhdhal, ia mendengar dari Muhammad bin Fudhail yang mendengar dari Abush Shabah Al
Kinaniy, bahawasanya Abu Ja'far berkata: "Demi Allah, di langit terdapat tujuh puluh jenis
malaikat. Seandainya semua penduduk bumi berkumpul kemudian menghitung jumlah malaikat
dari masing-masing jenis, mereka tidak akan dapat menghitungnya. Semua malaikat itu
mempercayai wilayah (keimaman) kami. [Basa'irud Darajat, Bab IV, Jilid II, cet. Iran]

Apakah masuk akal kalau suatu persoalan yang begitu penting itu tidak disebut sama sekali
dalam firman Allah? Apatah lagi dakwaan Syi'ah bahawa akidah dan ibadah apa pun tidak sah
bila tidak disertakan dengan keyakinan mengenai imamah itu. Al Kulaini meriwayatkan bahawa
Ja'far As Shadiq pernah menegaskan" "Batu alas (batu alas yang biasanya disebut "tungku"
pada galibnya terdiri dari 3 buah, agar periuk yang diletakkan di atasnya tidak terbalik) dalam
Islam adalah tiga: shalat, zakat dan wilayah (imamah), yang satu tidak sah kecuali dengan
disertakan dengan yang lain." [Al Kafiy fil Usul, hal. 18, jilid II, cet. Teheran]

Riwayat yang berasal dari Muhammad bin Fadhl juga mengatakan, bahawa Abul Hasan as.
pernah berkata: "Wilayah (imamah) 'Ali as. termaktub pada semua Kitab Suci para Nabi, di
samping Al Qur'an. Allah tidak mengutus seorang Rasul pun kecuali dengan kenabian
Muhammad s.a.w. dan dengan wasiat mengenai wilayah 'Ali a.s." [Al Kafiy, Kitab Al Hujjah,
kumpulan riwayat tentang wilayah (imamah), hal. 437, Jilid I, cet. Teheran]

Setelah kaum Syi'ah menghadapi kesulitan mengenai soal wilayah, mereka berusaha mencari
penyelesaian dengan mengatakan Al Qur'an sudah dipinda, mengalami pengubahan, banyak
ayat-ayatnya telah dibuang dan banyak pula kata-kata serta kalimatnya yang dihapuskan. Mereka
menuduh yang melakukan semua kejahatan itu adalah para sahabat Nabi yang terkemuka dan
para pemimpin umat Islam didorong oleh kebencian terhadap 'Ali dan keturunannya, serta
didorong oleh keinginan hendak menghilangkan pusaka Rasulullah SAW. Demikianlah kata
mereka.


Beberapa Contoh Mengenai Hal Itu:

Sebagai contoh sebuah riwayat yang oleh Al- Kulaini dikatakan berasal dari Jabir, yang
menyatakan bahawa Abu Ja'far a.s. telah berkata sebagai berikut:

"Mengapa 'Ali bin Abi Talib disebut sebagai Amirul Mu'minin? Kerana demikianlah Allah
menyebutnya, sebagaimana yang diwahyukan Allah (kepada Muhammad SAW) dalam Kitab
Suci-Nya:

"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan dari anak-anak Adam keturunannya dari tulang
sulbinya (tulang belakang) dan menyuruh mereka bersaksi terhadap diri sendiri (atas
pertanyaan): Bukankah Aku Tuhan anda, dan Muhammad itu Rasul-Ku dan 'Ali itu Amirul
Mu'minin?" [Al Kafiy, Kitab Al Hujjah, Bab An Nawadir, hal. 412, Jilid I, cet. Teheran; hal. 261, cet.
India]

Setiap Muslim tahu benar, bahawa kalimat "Muhammad itu Rasul-Ku dan 'Ali itu Amirul Mu'minin"
sama sekali bukan firman Allah Rabbul 'Alamin. (Lihat: QS. Al-Araf : 172). Kalimat tersebut jelas
merupakan pemalsuan kaum Syi'ah terhadap firman Allah agar mereka dapat memantapkan
keyakinan mereka yang batil dan sesat.

Al Kulaini mengemukakan juga riwayat yang dikatakannya berasal dari Jabir yang menyatakan: "
Jibril as. menurunkan kepada Muhammad saw. ayat sebagai berikut:

"Jika anda masih meragukan apa yang telah Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad)
mengenai Ali, maka cuba buatlah sebuah surah serupa itu." [Al Kafiy, Kitab Al Hujjah, Bab Tanzil,
hal. 417, Jilid I, cet. Teheran; hal. 263, cet. India] Kalimat yang digarisbawahi tidak terdapat
dalam Al-Qur'an (pemalsuan terhadap ayat 23 Surah Al- Baqarah).

Al Kulaini membawakan juga riwayat dari Abu Bushair, dan dia berasal dari Abu 'Abdullah a.s.,
yang menyatakan bahawa versi asli dari ayat awal Surah Al-Ma'arij adalah sebagai berikut :

"Bertanya seorang penanya tentang adzab yang bakal terjadi, yang pasti akan menimpa orang
yang kafir terhadap wilayah (imamah) 'Ali, yang tidak seorang pun dapat menghindarinya." [Al
Kafiy, Kitab Al Hujjah, Bab Tanzil, hal. 422, Jilid I, cet. Teheran; hal. 266, cet. India]

Al Kulaini meriwayatkan dari Abu Hamzah bahawa Abu Ja'far a.s. pernah berkata sebagai
berikut: "Jibril datang dengan ayat (QS. Al Furqan:50) seperti ini:

"Maka sebagian besar manusia menolak wilayah (imamah) 'Ali, dan mereka bukan lain adalah
orang kafir."

Selanjutnya ia juga berkata: "Jibril turun membawa ayat (QS Al Kahfi:29) seperti ini":

"Dan katakanlah (hai Muhammad) bahawa kebenaran datang dari Tuhanmu mengenai wilayah
(imamah) 'Ali. Maka barang siapa mahu ia boleh beriman dan barang siapa tidak mahu ia boleh
menjadi kafir. Kami sediakan bagi orang-orang yang zalim terhadap aal (keluarga) Muhammad
api neraka." [Al Kafiy, Kitab Al Hujjah, hal. 425, Jilid I, cet. Teheran; hal. 268, cet. India] (Yang
digaris adalah tambahan terhadap ayat Al-Furqan:50 dan ayat Al-Kahfi:29.)

Riwayat dari Jabir mengatakan, bahawasanya Abu Ja'far a.s. berkata sebagai berikut :

"Dan seandainya mereka berbuat sebagaimana yang telah diperingatkan mengenai 'Ali tentu hal
itu akan lebih baik bagi mereka." [Al Kafiy, Kitab Al Hujjah, hal. 425, Jilid I, cet. Teheran; hal. 268,
cet. India] (Yang digaris bahawi adalah tambahan terhadap ayat 66 S. An- Nisa).

Riwayat dari Munakhkhal mengatakan bahawa Abu 'Abdullah a.s. berkata sebagai berikut: "Jibril
a.s. turun kepada Muhammad saw. membawa ayat seperti ini":

"Hai orang-orang yang telah diberi Kitab, hendaklah anda beriman kepada apa yang telah Kami
turunkan mengenai 'Ali sebagai cahaya terang-benderang." [Al Kafiy, Kitab Al Hujjah, hal. 417,
Jilid I, cet. Teheran; hal. 264, cet. India] (Yang digaris adalah tambahan terhadap ayat
An-Nisa:47).

Riwayat dari Jabir juga mengatakan, bahawa Abu Ja'far a.s. berkata sebagai berikut: "Malaikat
Jibril turun kepada Muhammad saw. menyampaikan ayat seperti ini":

"Alangkah buruknya perbuatan mereka yang telah menjual dirinya sendiri dengan mengingkari
apa yang telah diturunkan Allah mengenai 'Ali kerana dengki ." [Al Kafiy, Kitab Al Hujjah, hal. 417,
Jilid I, cet. Teheran; hal. 262, cet. India] (Yang digaris adalah tambahan terhadap ayat
Al-Baqarah:90).

'Ali bin Ibrahim Al-Qummiy dalam mukadimah kitab tafsirnya mengatakan, bahawa "Qur'an telah
mengalami pengubahan dan pemindaan." Selanjutnya ia menegaskan: "Mengenai soal yang
tidak sejalan dengan apa yang telah diturunkan Allah, misalnya firman Allah : "Anda telah menjadi
ummat terbaik yang pernah ditampilkan bagi ummat manusia, kerana anda menyuruh orang
berbuat baik, mencegah kemungkaran dan beriman kepada Allah". [QS. 'Ali Imran:110]

Mengenai ayat itu Abu 'Abdullah a.s. berkata kepada orang yang membacanya : "Bagaimana
disebut ummat terbaik, padahal menurut kenyataan mereka itu membunuh Amirul Mu'minin 'Ali
dan anaknya, Al- Husein bin 'Ali?" Orang itu bertanya lagi : "Hai putera Rasulullah, bagaimanakah
sebenarnya ayat itu turun?" Abu 'Abdullah menjawab : "Ayat itu turun sebagai berikut":

"Anda adalah para Imam terbaik yang ditampilkan bagi ummat manusia". Selanjutnya ia
menambahkan: "Adapun yang dihapuskan ialah kata mengenai 'Ali dalam firman Allah":

"Akan tetapi Allah menjadi saksi atas apa yang telah diturunkan kepadamu mengenai 'Ali ." (Yang
digaris bahawi adalah terhadap ayat An Nisaa':166).

Serangkaian dengan riwayat tersebut di atas, menurut Al-Qummiy, Abu 'Abdullah juga
membacakan ayat: "Hai Rasul, sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu mengenai 'Ali ." [Tafsir Al Qummy, Mukadimah, hal. 10, Jilid I, cet. Najf-Irak] (Yang
digaris adalah pemalsuan terhadap ayat Al- Ma'idah:67).

Al-Kasyiy dalam tafsirnya mengetengahkan sebuah riwayat yang dikutipnya dari Tafsir Al-'Ayasyi,
bahawasannya Abu 'Abdullah a.s. pernah berkata: "Jika Al-Qur'an dibaca menurut sebagaimana
yang diturunkan, kami tentu menemukan di dalamnya nama-nama orang yang disebut." [Tafsir
Ash Shafiy, Mukadimah, hal. 11, cet. Iran]

Al-Kulaini mengetengahkan sebuah riwayat berasal dari Al-Husein bin Mayyah yang
mendengarnya dari orang lain, bahawa pada suatu hari ada seorang membaca ayat Al-Qur'an di
depan Abu 'Abdullah sebagai berikut:

"Katakanlah (hai Muhammad), hendaklah anda berkerja. Allah, Rasul- Nya dan kaum Mu'minin
pasti akan menyaksikan pekerjaan (amal perbuatan) anda."

Saat itu Abu 'Abdullah menegur: "Bukan begitu (yakni: bukan kaum Mu'minin), yang benar ialah
kaum ma'munun (yakni: orang-orang yang terpercaya) dan kami inilah kaum ma'munun!" [Al
Kafiy, Kitab Al Hujjah, hal. 424, cet. Teheran; hal. 268, cet. India] (Perubahan dari Mu'minin
menjadi ma'munun adalah pemalsuan terhadap ayat At- Taubah:105).

Diriwayatkan juga oleh Abu Ja'far a.s. bahawa Jibril turun membawa ayat sebagai berikut:

"Hai manusia, seorang Rasul telah datang kepada anda membawa kebenaran mengenai wilayah
(imamah) 'Ali, kerana itu hendaklah anda beriman, hal itu lebih baik bagi anda, akan tetapi jika
anda mengingkari wilayah (imamah) 'Ali, maka ketahuilah bahawa segala yang ada di langit dan
di bumi adalah kepunyaan Allah." [Al Kafiy, Kitab Al Hujjah, hal. 424, cet. Teheran; hal. 267, cet.
India] (Yang digaris adalah tambahan terhadap ayat An-Nisa:170).

Riwayat mengenai wilayah, imamah atau keimanan dan kepemimpinan 'Ali bin Abi Talib seperti
yang contoh-contohnya telah kami ketengahkan di atas semuanya tadi, tidak terhitung banyaknya
di kalangan kaum Syi'ah. Ada yang tertulis di dalam kitab-kitab tafsir mereka, dan banyak juga
yang dapat kita temukan di dalam kitab-kitab mereka yang lain. Adapun mengenai riwayat
tentang wisayah (wasiat mengenai kepemimpinan ummat yang "diterima" oleh 'Ali dari
Rasulullah saw.) juga tidak kurang banyaknya. Sebagai contoh kami nukilkan sebuah riwayat
yang dikemukakan oleh Al-Kulaini berasal dari Mulla Rif'ah mengenai firman Allah dalam Surah
Ar-Rahman:

". Maka nikmat tuhan anda yang manakah yang anda dustakan, apakah mendustakan Nabi
ataukah mendustakan wasiy ('Ali sebagai penerima wasiat Nabi)?" [Al Kafiy fil Ushul, Bab Nikmat
Allah, hal. 217, Jilid I, cet. Teheran.] (Pemalsuan terhadap ayat tersebut yang berulang- ulang
termaktub dalam Surah Ar-rahman).

Kaum Syi'ah masih mempunyai banyak sekali riwayat yang semakna dengan itu.

Mengenai perubahan Al-Qur'an yang mereka tuduhkan kepada golongan lain, sesungguhnya
hanya bertujuan hendak memastikan soal imamah atau soal wilayah, yang oleh mereka dijadikan
pokok agama Islam. Hal ini dinyatakan secara terus terang oleh sebuah riwayat yang menurut
kaum Syi'ah berasal dari Ar-Ridha. Dalam salah satu khutbahnya, Ar-Ridha mengatakan:
"Sungguh, soal imamah adalah pokok agama Islam yang terus tumbuh dan cabangnya terus
menjulang tinggi. Dengan adanya Imam (Imam yang berarti kepemimpinan ketuhanan Ahlul-
bait), barulah sembahyang, zakat, puasa dan ibadah haji; menjadi sempurna." [Al Kafiy, Kitab Al
Hujjah, Bab An Nawadir, hal. 200, Jilid I, cet. Teheran.]

Kaum Syi'ah tidak mungkin dapat menegakkan keyakinan atau akidah yang palsu itu kecuali
dengan jalan melancarkan tuduhan tentang adanya perubahan dan penggantian isi Al-Qur'an.
Menurut mereka, Al- Qur'an yang murni dan yang asli ialah "Al-Qur'an" yang telah mereka
tambah dengan kalimat-kalimat mengenai wilayah dan wishayah 'Ali bin Abi Talib serta
anak-cucu keturunannya.

Selain itu dengan meyakini ketidakmurnian Al-Qur'an itu, kaum Syi'ah juga mempunyai tujuan
yang lain lagi. Iaitu tidak mahu mengakui keutamaan para sahabat nabi saw. yang telah
memperoleh tempat khusus dalam Al-Qur'an. Al-Qur'an menjadi saksi atas kedudukan mereka
yang tinggi dan mulia, martabat mereka yang agung dan derajat mereka yang luhur. Dalam
Al-Qur'an Allah 'Azza wa Jalla menyebut kaum Muhajirin dan Anshar, memuji akhlak mereka
yang mulia dan perilaku mereka yang baik. Bagi mereka Allah telah memberi khabar gembira
melalui Rasul- Nya, bahawa mereka itu adalah bakal menjadi para penghuni syurga yang di
bawahnya mengalir sungai-sungai. Allah s.w.t. juga telah menjanjikan kepada mereka,
khususnya para Khalifah Rasyidun - Abu Bakar, 'Umar, 'Utsman dan 'Ali Radhiyallahu 'anhum -
bahawa mereka akan memperolehi kedudukan di muka bumi, memegang kekhalifahan
memimpin ummat manusia atas dasar ketentuan-ketentuan Rabbani dan Ilahi. Merekalah yang
menyebarluaskan agama Islam secara benar dan berkembang hampir ke seluruh penjuru dunia.
Merekalah yang mengangkat panji Islam setinggi-tingginya dan Muslimin, menjunjung tinggi
kebenaran Allah dan Rasul-Nya.

Beberapa orang dari kalangan mereka disebutkan oleh Allah swt. bersamaan dengan sebutan
Rasulullah saw., menerima ketenteraman dan ketenangan bersama beliau ... dan lain
sebagainya yang semuanya itu difirmankan Allah dan dicatatkan dalam Kitab Suci-Nya,
Al-Qur'anul-Karim.

Sebagaimana telah kita ketahui, bahawa Allah swt. telah menyatakan pujian-Nya di dalam
Al-Qur'an yang akan tetap kekal sepanjang zaman, kepada kaum Muhajirin dan Ansar yang
dipelopori oleh Abu Bakar, 'Umar, 'Uthman, 'Ali, Talhah, Zubair dan lain-lain.

"Para perintis yang pertama dari kaum Muhajirin dan Ansar, serta semua orang yang mengikuti
mereka dalam amal perbuatan yang baik, Allah redha (puashati) dengan mereka dan mereka
pun redha (puashati) dengan Allah. Bagi mereka Allah menyediakan syurga-syurga yang di
dalamnya mengalir sungai- sungai. Di dalamnya mereka tinggal selama-lamanya. Itulah
keuntungan yang amat besar." [ At Taubah:100]

"..Dan mereka yang beriman serta berhijrah dan berjuang di jalan Allah. Demikian pula mereka
yang memberi perlindungan dan pertolongan, mereka itu orang-orag yang benar-benar beriman.
Mereka memperolehi keampunan dan rezeki berlimpah ruah." [ Al Anfal:74]

"Tidak sama di antara anda, orang yang menginfakkan harta kekayaannya dan turut berperang
sebelum al-fath (sebelum jatuhnya kota Makkah ke tangan kaum Muslimin) dengan orang yang
berbuat hal itu sesudah al-fath. Darjat mereka (yang tersebut pertama) lebih utama daripada
orang-orang yang menginfakkan harta dan berperang setelah al-fath. Akan tetapi Allah telah
menjanjikan pahala yang baik bagi orang dari mereka. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
anda lakukan." [ Al Hadid:10]

". Maka orang-orang yang beriman kepadanya (Nabi Muhammad saw.), dan memuliakannya,
membelanya serta mengikuti cahaya (Al-Qur'an) yang diturunkan bersamanya; mereka itulah
orang- orang yang beroleh keberuntungan."[ Al A'raf:157]

Mengenai para sahabat Nabi saw. yang bersama-sama beliau di Hudaibiyyah dan menyatakan
sumpah setia bertekad mati membela beliau, Allah telah menegaskan dalam firman-Nya:

"Sesungguhnya mereka yang telah menyatakan janji setia kepadamu, sebenarnya mereka itu
adalah menyatakan janji setia kepada Allah. Tangan Allah berada di atas tangan mereka." [ Al
Fath:10]

Mereka diberi berita gembira memasuki syurga. Mengenai hal ini Allah berfirman :

"Sungguh, Allah telah meredhai orang-orang yang beriman, ketika mereka menyatakan janji setia
kepadamu di bawah pohon. Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka dan mengurniakan
kemenangan di waktu dekat." [ Al Fath:18]

Mengenai pada sahabat Nabi yang tulus dan ikhlas itu, Allah swt. telah menegaskan dalam
firman-Nya :

"Muhammad adalah Rasulullah, dan orang-orang yang bersama dia bersikap keras terhadap
kaum kafir dan kasih sayang di antara sesama mereka. Kaulihat mereka ruku' dan sujud
mengharapkan kurnian Allah dan keredhaan-Nya. Pada wajah mereka terdapat tanda-tanda
bekas sujud. Demikianlah perumpanaan mereka di dalam Taurat dan perumpamaan mereka di
dalam Injil: Laksana benih yang mengeluarkan batang lalu menjadi kuat kerananya, lebat dan
tegak di atas batangnya, menyenangkan hati para penabur benih, tetapi membangkitkan
kemarahan orang yang mengingkari (membenci) mereka. Allah telah menjanjikan kepada semua
orang diantara mereka yang beriman dan berbuat amal kebaikan, keampunan dan pahala yang
amat besar." [ Al Fath:29]

"(Harta rampasan perang itu sebagian) untuk kaum fakir miskin Muhajirin, mereka yang diusir
dari rumahnya dan dipaksa meninggalkan harta bendanya kerana mengharapkan kurniaan Allah
dan keredhaan-Nya, serta membela Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang
benar-benar beriman. Dan mereka (kaum Ansar) yang bertempat tinggal di rumah (Madinah) dan
telah beriman sebelum (kedatangan kaum Muhajirin). Mereka itu mencintai orang-orang yang
hijrah ke (tempat) mereka, dan tidak menaruh keinginan di dalam hatinya atas apa yang telah
diberikan kepada kaum Muhajirin. Mereka lebih mengutamakan kaum Muhajirin daripada diri
mereka sendiri, sekalipun mereka itu sesungguhnya dalam keadaan miskin. Dan barangsiapa
terpelihara dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beroleh keuntungan." [ Al Hasyr:8-9]

". Akan tetapi Allah membuat anda sangat mencintai keimanan dan menjadikannya indah dalam
hati anda. Hal itu menimbulkan dalam diri anda perasaan benci kepada kekufuran, kefasikan dan
kedurhakaan. Itulah orang-orang yang berada di jalan yang benar, sebagai kurniaan dan nikmat
dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." [ Al Hujurat:7-8]

Mengenai para sahabat Nabi yang kemudian menjadi Khalifah Rasyidin secara berturut-turut,
Allah telah berfirman sebelumnya :

"Allah telah menjanjikan kepada mereka yang benar-benar beriman dan berbuat kebaikan di
antara kamu, Allah akan menjadikan mereka Khalifah di muka bumi, sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang sebelum mereka sebagai Khalifah, Allah akan mengukuhkan bagi
mereka agama yang telah diredhai-Nya dan Allah akan mengubah keadaan mereka dari keadaan
serba ketakutan menjadi aman dan tenteram." [QS. An Nuur:55]

Mengenai seorang sahabat terdekat Rasulullah saw., Allah telah berfirman :

"Jika anda tidak menolong dia (Muhammad saw.), Allah telah menolongnya, yaitu ketika
orang-orang kafir mengusirnya dan menjadi salah satu dari dua orang berada di dalam gua.
Ketika itu ia berkata kepada sahabatnya: "Janganlah bersedih hati, sesungguhnya, Allah
bersama kita. "Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan
memberikannya kekuatan dengan pasukan yang tidak dilihat olehmu." Dan Allah menjadikan
seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana." [ At Taubah:40] Dan masih banyak lagi ayat-ayat seperti di atas
itu.

Ayat-ayat suci tersebut merupakan pukulan hebat bagi kaum Syi'ah dan para pendukungnya.
Dengan nas-nas yang terang dan sangat jelas itu tidak mungkin mereka dapat mengkafirkan Abu
Bakar, 'Umar, 'Uthman dan para sahabat Nabi yang lain - radhiyallahu 'anhum ajma'in. Untuk
keluar dari jalan buntu itu mereka mencipta tuduhan tentang Al-Qur'an yang dikatakannya tidak
murni dan tidak asli lagi, atau sudah diselewengkan. Jalan lainnya lagi yang mereka tempuh ialah
menafsirkan atau menta'wilkan ayat-ayat Al-Qur'an secara batil yang sama sekali tidak dapat
menyentuh hati dan sangat memuakkan fikiran sihat. Menurut kenyataan, keyakinan dan
kepercayaan mereka itu tidak dapat dipertahankan atau ditegakkan kecuali dengan
mengkafir-kafirkan para sahabat nabi secara umum. Khususnya tiga orang Khalifah Rasyidun
dan orang-orang yang membantu mereka dalam mengemudikan roda kepimpinan kehidupan
kaum Muslimin. Itulah sebabnya mengapa kaum Syi'ah berteriak : "Setelah Nabi wafat, semua
orang telah murtad kembali, kecuali tiga." Menurut mereka perkataan itu diucapkan oleh Abu
Ja'far-salah seorang dari dua belas orang Imam Syi'ah - Demikianlah yang diberitakan oleh ahli
sejarah Syi'ah ternama, Al-Kasyiy. [Rijalul Kasyiy, hal. 12 di bawah judul Salman Al Farisiy, cet.
Karbala, Irak]

Al-Kasyiy mengetengahkan satu riwayat lain lagi mengenai hal itu. Riwayat tersebut dikatakan
berasal dari Hamduwaih yang mendengar dari Ayyub bin Nuh, ia mendengar dari Muhammad bin
Al-Fadhl, berasal dari Safwan yang mendengarkan dari Abu Khalid Al-Qummath, berasal dari
Hamran yang berkata kepada Abu Ja'far a.s.: "Alangkah sedikitnya jumlah kita, seandainya kita
berkumpul (untuk makan bersama), kita tidak akan dapat menghabiskan seekor kambing!" Abu
Ja'far menyahut: "Mahukah kalau aku beritahukan kamu tentang sesuatu yang lebih aneh dari
itu? Hamran menjawab: "Ya, baiklah." Abu Ja'far menerangkan: "Kaum Muhajirin dan Ansar telah
pergi semua, kecuali tiga orang." [Rijalul Kasyiy, hal. 13]

Itulah beberapa soal tentang kebohongan dan kebatilan yang ada pada kaum Syi'ah.

Mereka tidak mempunyai jawaban yang dapat diterima akal fikiran kecuali ingkar dan membuat
penafsiran lain (ta'wil). Mereka hanya dapat mengatakan, bahawa para sahabat Nabi itu telah
menambah-nambah firman Allah untuk memuji-muji diri mereka sendiri. Mereka juga
mengatakan, bahawa para sahabat Nabi menghapus ayat-ayat yang mencela pemikiran mereka
yang mengancam mereka dengan azab neraka. Mengenai hal itu Al-Kulaini menyajikan sebuah
riwayat yang dikatakannya berasal dari Ahmad bin Muhammad bin Abi Nasr yang mengatakan
sebagai berikut: "Abdul Hasan a.s menyerahkan sebuah mushaf kepadaku sambil berkata":
"Lihatlah isinya." Mushaf itu kubuka lalu kubaca ayat pertama Surah Al-Bayyinah. Ternyata kulihat
ada tujuh puluh nama orang-orang Quraisy lengkap dengan nama-nama orang tua mereka
(dinyatakan sebagai golongan kafir)." [Al Kafiy fil Usul, Kitab Fadlul Qur'an, Bab Nawadir, hal.
631, Jilid II, cet. Teheran; hal 670, Jilid I, cet. India.]

Sebagaimana telah kami sebutkan pada bagian terdahulu bahawa menurut riwayat yang dibuat
oleh kaum Syi'ah 'Ali bin Abi Talib menyerahkan kumpulan ayat-ayat Al-Qur'an kepada kaum
Muhajirin dan Ansar. Ketika dibuka oleh Abu Bakar lembar pertama ditemukan ayat- ayat yang
mencela kaum Muhajirin dan Ansar. Kerana itu beliau mengembalikan kumpulan ayat-ayat
tersebut kepada 'Ali seraya berkata: "Kami tidak memerlukan semua ini." [Lihat Awwalal Maqal
Riwayat At Tibrisiy dalam Al Ihtijaj, hal. 86 dan 88.]

Seorang ulama Syi'ah bernama Mulla Muhammad Taqiy Al-Kasyaniy dalam bukunya berbahasa
Parsi, "Hidayatuth Talibin", terdapat huraian yang terjemahannya sebagai berikut:

"'Uthman memerintahkan salah seorang sahabatnya, Zaid bin Thabit, musuh 'Ali, supaya
menghimpun ayat-ayat Al-Qur'an dengan membuang kebaikan-kebaikan Ahlul-Bait dan
kejelekan-kejelekan musuh-musuh Ahlul Bait. Al-Qur'an yang ada di tangan kaum Muslimin
sekarang ini, Qur'an yang kita kenal itu, adalah Mushaf 'Uthman, iaitu Qur'an yang dihimpun atas
perintah 'Uthman." [Hidayatuth Talibin, hal. 368, cet. Iran, tahun 1282H.]

Seorang ulama besar Syi'ah yang mendapat gelar Syeikhul Islam dan Khatimatul-Mujtahidin,
bernama Al-Mulla Muhammad Baqir Al- Majlisiy menulis sebagai berikut:

"Orang-orang munafik telah merampas jawatan khalifah dari 'Ali, begitulah perbuatan mereka
terhadap seorang Khalifah. Pada masa yang sama Khalifah kedua telah merobek-robek
Kitabullah." [Hayatul Qulub, Bab Hijjatul Wada' nomor 49, hal. 681, Jilid II, dalam bahasa Persia,
cet. India.]

Dalam bukunya yang lain lagi dia mengatakan, bahawa 'Uthman menghapuskan tiga perkara dari
Al-Qur'an, iaitu keutamaan Amirul Mu'minin 'Ali, keutamaan Ahlul-Bait dan kejelekan Qureisy
termasuk tiga orang Khalifah. Misalnya ayat Al-Furqan:28 yang diubah hingga berbunyi:
"Alangkah baiknya kalau aku dahulu (di dunia) tidak menjadikan Abu Bakar sebagai teman karib."
[Tazkiratul A'immah, hal. 9]

Kerana kaum Syi'ah hendak mengingkari kedudukan para sahabat Nabi yang mendapat pujian
dari Allah swt. Dalam Al-Qur'anul-Karim, mereka tidak mampu berbuat demikian kecuali
mengingkari firman Allah, sebab Al- Qur'an mengandung keterangan-keterangan mengenai
kegiatan dan perjuangan para sahabat Nabi, terutama Abu Bakar, 'Umar dan 'Uthman -
radhiyallahu 'anhum ajma'in. Menurut kenyataan, penghimpunan ayat- ayat Al-Qur'an dilakukan
atas perintah Abu Bakar As-Siddiq berdasarkan saranan 'Umar Ibnul-Khattab hingga mencapai
penyelesaiannya yang terakhir pada zaman kekhalifahan 'Uthman. Dengan demikian tiga orang
Khalifah tersebut telah berhasil memperoleh keutamaan besar. Semoga Allah berkenan
melimpahkan pahala dan kurnia-Nya yang sebaik- baiknya kepada mereka bertiga. Ketika kaum
Syi'ah melihat sendiri bahawa melalui tangan-tangan mereka itu Allah menjaga kemurnian dan
kekekalan Al-Qur'an sebagai sumber terpokok ajaran Islam, kaum Syi'ah melancarkan sikap
permusuhan dan kebencian kepada mereka. Atas dorongan kedengkian dan kebenciaannya itu
kaum Syi'ah terperosok ke dalam sikap hendak menghancurkan Al-Qur'an itu, lalu dengan serta-
merta melontarkan tuduhan yang bukan-bukan, seperti "seleweng", "diubah" dan lain
sebagainya, padahal mereka sendiri yang meminda-minda dan mengubahnya.

Al-Maisam Al-Bahrani menuduhkan sepuluh kejelekan untuk menjatuhkan nama baik Khalifah
'Uthman, iaitu tuduhan-tuduhan yang selama ini dilontarkan oleh kaum Syi'ah terhadap peribadi
Khalifah ketiga itu. Tuduhan yang ketujuh mengatakan, bahawa 'Uthman memerintahkan kaum
Muslimin hanya membaca Al-Qur'an yang dihimpun oleh Zaid bin Thabit saja, sedangkan
Mushaf-Mushaf yang lain dibakar habis, dan membatalkan ayat-ayat Al-Qur'an yang tidak
diragukan turun dari Allah." [Syarah Nahjul Balaghah, hal. 1, Jilid XI, cet. Iran.]

Dengan tindakan dan sikap seperti itu kaum Syi'ah bermaksud mencacatkan para sahabat Nabi
terkemuka itu, yang dituduh oleh mereka sebagai merampas hak kepemimpinan 'Ali dan anak
keturunannya, baik sebagai Khalifah mahupun sebagai Imam. Kaum Syi'ah juga mengatakan,
para sahabat Nabi itu tidak mahu melihat adanya nas-nas dalam Al- Qur'an yang
mengungkapkan kecacatan dan kekurangan mereka. Dalam usaha membenarkan tuduhan itu
kaum Syi'ah sengaja membuat dan menambah ayat- ayat yang sesuai dengan keinginan
mereka. Seperti Al-Kulaini, misalnya, dalam "Al-Kafiy" ia mengetengahkan sebuah riwayat yang
dikatakannya berasal dari Abu Hamzah, bahawasannya Abu Ja'far pernah menegaskan sebagai
berikut: "Jibril turun membawa ayat":

"Sungguh, orang-orang yang ingkar dan berlaku zalim terhadap keluarga Muhammad dan
hak-haknya, mereka itu tidak akan memperoleh ampunan Allah dan mereka tidak akan diberi
petunjuk jalan selain jalan ke neraka jahanam. Mereka kekal di dalamnya, dan yang demikian itu
mudah bagi Allah." [Al Kafiy, Kitab Al Hujjah, hal. 424, cet. Teheran; hal. 268, cet. India] (Yang
digaris adalah tambahan mereka terhadap ayat An Nisaa' 168-169)

Riwayat Syi'ah lainnya yang berasal dari Abu Hamzah juga mengatakan bahawa Abu Ja'far
pernah berkata: "Jibril turun membawa ayat kepada Muhammad saw.":
"... Orang-orang yang zalim terhadap keluarga Muhammad dan hak-haknya mengubah ucapan
(hingga berbeza dari apa yang dikatakan kepada mereka), lalu Kami turunkan kepada mereka
yang berlaku zalim terhadap keluarga Muhammad dan hak-haknya, bencana dari langit, kerana
kefasikan mereka." [Al Kafiy, Kitab Al Hujjah, hal. 424, cet. Teheran; hal. 267, cet. India] (Yang
digaris adalah tambahan mereka terhadap ayat Al-Baqarah:59).

Al-Qummiy mengatakan, bahawa ayat yang berbunyi:

"Sekiranya engkau melihat bagaimana keadaan orang-orang yang berlaku zalim terhadap
keluarga Muhammad dan hak-haknya pada saat malaikat mengulurkan tangan sambil
sakratulmaut, iaitu pada saat malaikat mengulurkan tangan sambil berkata 'keluarkanlah
nyawamu', pada saat itu kalian dibalas dengan azab yang sangat menghinakan."

Al-Qummiy mengatakan bahawa Abu 'Abdullah telah berkata bahawa ayat itu ditujukan kepada
Mu'awiyah, orang-orang Bani Umayyah dan sekutu-sekutu serta pemimpin-pemimpin mereka.
[Tafsir Al Qummy, hal. 211, Jilid I, cet. Najf-Irak.]

Mengenai akhir Surah Asy-Syu'ara, Al-Qummiy mengatakan: "Kemudian Allah menyebut
keluarga Muhammad dan para pengikut mereka yang telah memperoleh hidayat, dengan
firman-Nya":

"Kecuali yang beriman dan berbuat kebaikan, banyak mengingat Allah dan hanya membela diri
sesudah diperlakukan secara zalim". "Setelah itu Allah menyebut musuh-musuh keluarga
Muhammad saw. dan orang-orang yang berlaku zalim terhadap mereka, dengan firman-Nya":
"Mereka yang berlaku zalim terhadap keluarga Muhammad dan hak-haknya akan mengetahui
bagaimana kesudahannya (ke tempat mana akan kembali)."

Al-Qummiy menambahkan: "Begitulah yang diturunkan, demi Allah!" [Tafsir Al Qummy, hal. 125,
Jilid II, cet. Najf-Iraq.] (Pemalsuan terhadap ayat Asy-Syu'ara:227).

Sebagaimana diketahui, apa yang dikatakan oleh Syi'ah tentang "keluarga Muhammad dan
hak-haknya" seperti yang terdapat dalam riwayat-riwayat tersebut di atas tidak lain hanyalah
suatu pembohongan yang mereka ciptakan sendiri atas nama Allah s.w.t.

Di bawah ini kami kemukakan sebuah riwayat panjang yang disajikan oleh At-Tibrisiy di dalam
"Al-Ihtijaj". Riwayat tersebut menerangkan kepada kita tentang apa yang mereka namakan
"keluarga Nabi dan hak-haknya". Menurut At-Tibrisiy, pada suatu hari ada seorang zindiq
mengajukan berbagai pertanyaan kepada 'Ali bin Abi Talib, yang dijawab olehnya sebagai berikut:

"Allah menyebut nama beberapa orang Nabi dengan nama kiasan (kinayah) tidak bertujuan lain
kecuali supaya difikirkan oleh orang-orang yang berusaha mengetahui hal-hal ghaib dengan
pandangan batin (ahlul- istibsar). Mengenai nama-nama kiasan di dalam Al-Qur'an yang
mengenai orang-orang munafik yang melakukan kejahatan besar, bukanlah berasal dari Allah
Ta'ala, melainkan dari orang-orang yang mengubah dan mengganti ayat-ayat Al-Qur'an.
Merekalah yang menjadikan Al- Qur'an terbagi-bagi (ada yang harus dipercaya dan ada yang
boleh tidak dipercaya), iaitu orang-orang yang menukar agama dengan keduniaan.

Mengenai kisah mereka yang mengubah-ubah Al-Qur'an, Allah telah menjelaskan dengan
firman-Nya:

"Mereka itu ialah orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka sendiri, kemudian
mengatakan: "Kitab ini dari Allah' dengan tujuan supaya banyak orang membelinya dengan harga
murah." "Mereka yang lidahnya kumat-kamit membaca Kitab ..."

Lebih jauh 'Ali menegaskan:

"Sepeninggalan Rasulullah mereka memasukkan kalimat-kalimat yang tidak semestinya, iaitu
kalimat-kalimat yang dapat mereka pergunakan untuk menegakkan kebatilan mereka. Sama
halnya dengan perbuatan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang mengubah Taurat dan Injil serta
mengubah-ubah kalimat secara tidak pada tempatnya, sepeninggalan Nabi Musa dan Nabi 'Isa.
Mengenai hal ini Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya: "Mereka hendak memadamkan
cahaya (agama) Allah dengan mulut mereka, akan tetapi Allah tidak menghendaki selain
menyempurnakan cahaya (agama-Nya)."

Ini bererti mereka telah menetapkan di dalam Al-Qur'an sesuatu yang tidak difirmankan Allah
untuk menimbulkan keraguan orang terhadap Khalifah (yakni 'Ali sendiri). Kerana itu Allah
membuat hati mereka menjadi buta sehingga mereka membiarkan semua ayat-ayat yang
menunjukkan perbuatan mereka meminda dan mengubah ayat Al-Qur'an. Mereka berbuat
kebohongan dan penipuan serta menyembunyikan hal-hal yang sebenarnya mereka ketahui.
Oleh kerana itu Allah berfirman tertuju kepada mereka:

"Mengapa kamu mencampur adukkan yang hak (kebenaran) dengan yang batil ."

Allah kemudian mengumpamakan mereka sebagai berikut:

"Yang berupa buih akan lenyap tidak ada harganya, adapun yang bermanfaat bagi manusia ia
akan tetap berada di bumi."

Yang dimaksud dengan 'buih' dalam hal ini ialah omongan orang-orang kafir yang dimasukkan ke
dalam Al-Qur'an. Semuanya itu pasti akan musnah, tak ada bekas kegunaannya sama sekali.
Adapun yang bermanfaat bagi manusia di dalam Al-Qur'an itulah yang benar-benar diturunkan
Allah, iaitu ayat-ayat suci Al-Qur'an yang tidak disentuh kebatilan apa pun juga dan dapat diterima
dengan hati dan fikiran. Sedangkan yang dimaksud dengan 'Bumi' ialah tempat ilmu tersimpan.
Prinsip 'taqiyyah' secara umum tidak membolehkan adanya pernyataan secara terang-terangan
mengenai nama orang-orang yang melakukan pengubahan Al-Qur'an itu. Juga tidak
membolehkan penambahan ayat-ayat yang telah mereka tetapkan di dalam Al-Qur'an menurut
kemahuan mereka sendiri. Sebab pernyataan seperti itu akan memperkuatkan alasan
orang-orang yang hendak melumpuhkan agama, dan memperkuatkan hujah para penganut
agama yang telah diselewengkan, untuk menolak kami.

Mengenai pertanyaanmu tentang sikap mereka yang pura-pura tidak mengerti firman Allah: "Jika
kamu bimbang tidak akan dapat berlaku adil terhadap anak- anak yatim, maka nikahilah wanita
yang baik bagi kalian."

Menikahi wanita tidak ada kaitannya dengan persoalan anak-anak yatim, lagi pula tidak semua
wanita (janda) itu mempunyai anak yatim. Masalah tersebut termasuk yang telah kami sebutkan,
iaitu orang-orang munafik itu telah menghapuskan ayat-ayat Al-Qur'an antara firman mengenai
anak-anak yatim dan firman mengenai menikahi wanita, yang banyaknya lebih dari sepertiga
Al-Qur'an.

Hal itu dan hal-hal lain adalah serupa dengan tindakan dan perbuatan kaum munafik mengenai
Al-Qur'an. Bagi para penganut agama yang tidak sejalan dengan Islam, tentu saja menemui
kesempatan baik dari apa yang diselitkan ke dalam Al-Qur'an itu. Kecuali itu akan tampak
terbukalah apa yang dilarang oleh sikap 'taqiyyah' dan akan terbukalah pula kebaikan dan
keutamaan para auliya (para Imam) bersama-sama dengan kejelekan dan kekurangan yang ada
pada musuh-musuhnya. Hal ini dilarang keras oleh prinsip 'taqiyyah'.

Mengenai surah dan ayat-ayat yang dibuang sehingga mencemarkan dan merendahkan
martabat Nabi Muhammad saw. yang dimuliakan Allah lebih dari pada para Nabi yang lain, itu
sebenarnya tidak aneh. Sebab Allah 'Azza Wa jalla telah menentukan bahawa setiap Nabi pasti
mempunyai musuh dari kaum musyrikin. Hal ini telah difirmankan Allah dalam Kitab Suci-Nya.
Sesuai dengan keagungan Nabi kita saw. di sisi Tuhannya, maka baginda juga diuji dengan
menghadapi musuh-musuhnya yang dengan kemunafikannya menjadi sumber segala macam
gangguan dan kesukaran yang beliau hadapi. Musuh baginda itu bermaksud hendak menolak
kenabian baginda, hendak mendustakan dan menggagalkan semua usaha agar mereka dapat
merosakkan segala sesuatu yang telah baginda tetapkan. Musuh baginda itu juga giat
merosakkan orang-orang yang setia kepada baginda supaya berbalik mengingkari, menentang,
mengkhianati dan menghancurkan da'wah baginda serta mengubah agama dan menyalahi
Sunnah baginda. Orang yang memusuhi Rasulullah s.a.w. tidak akan berpuashati selagi tidak
melepaskan kebencian dan kedengkiannya dengan cara menjauhkan ummat dari orang-orang
yang menerima wasiat kepemimpinan dari baginda, membuat ummat tidak menyukainya,
menghalang ummat supaya tidak mengikutinya dan mengajak ummat supaya memusuhinya.
Tujuan yang hendak dicapai ialah mengubah Kitab Suci yang diturunkan kepada Nabi saw.,
menghapuskan keutamaan orang-orang yang disebut di dalamnya, menutup kekufuran
orang-orang kafir yang ditunjuk oleh Al- Qur'an dan menutupi orang-orang lainnya yang bersetuju
untuk berbuat zalim, menentang dan mengadakan Kitab menandingi al-Quran. Semua
perbuatan mereka itu diketahui Allah, kerananya Allah berfirman :

"Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka itu tidak tersembunyi
bagi Kami."

Allah juga telah berfirman :

"Mereka ingin menggantikan firman Allah."

Setelah mereka melihat nama-nama para pendukung kebenaran dan para pendukung kebatilan
sebagaimana yang dijelaskan Allah, dan mereka rasakan hal itu bertentangan dengan niat
mereka, lalu mereka berkata : "Kami tidak memerlukan hal itu, cukuplah sudah yang ada pada
kami sendiri". Mengenai sikap mereka itu Allah berfirman : "Mereka lalu mencampakkannya ke
belakang mereka kemudian menukarnya dengan harga yang amat rendah. Alangkah buruknya
tukaran yang mereka terima."

Kerana banyaknya persoalan yang mereka tidak mengetahui ta'wilnya, pada akhirnya mereka
terpaksa berusaha mengumpulkan dan menghimpun ayat-ayat Al-Qur'an yang mereka ketahui
sahaja dan yang dianggap dapat memperkuatkan keingkaran mereka. Kemudian kawan-kawan
mereka berseru : 'Sesiapa di antara kalian yang menyimpan sesuatu tentang ayat- ayat
Al-Qur'an, bawalah kepada kami!' Mereka lalu menyerahkan tugas pengumpulan dan
penghimpun ayat-ayat Qur'an serta penyusunannya kepada beberapa orang yang menyetujui
tindakan mereka memusuhi para Auliya'ullah (para Imam) 'alaihimus salam. Mereka lalu
menghimpun ayat-ayat Al-Qur'an menurut kemahuan mereka sendiri, dan mengumpulkan apa
saja yang dianggap dapat menunjukkan keistimewaan mereka yang penuh kebohongan itu.
disebabkan mereka tidak mengerti maka mereka membiarkan ayat-ayat yang dianggap
menguntungkan mereka, padahal sebenarnya ayat-ayat itu merugikan mereka. Selain itu mereka
juga menambah isi Al-qur'an dengan apa yang mereka pandang lebih mengubahkan kandungan
Al-Qur'an.Akan tetapi Allah lebih mengetahui apa yang mereka lakukan itu, kerana itu Allah
berfirman:

"Itulah tingkat pengetahuan yang mereka capai."

Semua kebohongan, pemalsuan dan perbuatan mereka yang memalukan itu pada akhirnya
dibongkar oleh para ahlul-istibsar (orang-orang yang mengetahui rahsia ghaib dengan
penglihatan batin), dan diketahui pula segala kebohongan yang mereka masukkan ke dalam Al-
Qur'an dan yang bersifat meremehkan Nabi saw. Oleh kerana itu Allah berfirman :

"Mereka mengatakan hal-hal yang munkar dan ucapan palsu." [Al Ihtijaj, oleh At Tibrisiy, dari hal.
119 hingga selesai.]

Selain tujuan-tujuan yang kami sebutkan diatas semuanya, kaum Syi'ah dalam meyakini adanya
pemindahan dan pengubahan Al-Qur'an, juga bermaksud untuk menghalalkan diri mereka bebas
dari ikatan hukum Al- Qur'an dan dari kewajiban mengamalkan ketentuan-ketentuan yang
diperintahkan Allah. Sebab, bagaimana orang dapat menjalankan perintah-perintah Allah kalau
Al-Qur'an itu sendiri sudah dipinda dan diubah? Bagaimana pula orang mahu terikat dengan
hukum- hukum Al-Qur'an, berpegang pada perintah-perintahnya, dan menghindarkan
larangan-larangannya kalau terdapat kemungkinan terjadi perubahan pada ayat-ayatnya,
kalimat-kalimatnya atau huruf-hurufnya? Dengan mempercayai hal demikian itu kaum Syi'ah
merasa mudah keluar dari ketentuan syari'at Al-Qur'an, bersembunyi di bawah naungannya dan
menikmati keuntungan-keuntungan yang didapat dari kepercayaannya itu. Kerananya sebagian
besar kaum Syi'ah tidak merasa berdosa dengan berbuat maksiat, kefasikan dan kedurhakaan
selama mereka masih tetap bernaung di bawah madzhab Syi'ah atau selama mereka masih
tetap meratapi dan berkabung kerana wafatnya Al-Husein bin 'Ali r.a. sambil memaki- maki para
sahabat Nabi s.a.w. Bagi mereka agama hanyalah tidak lebih dari sikap mencintai 'Ali bin Abi
Talib dan anak-anak keturunannya. Untuk itu mereka membuat berbagai macam riwayat dan
hadis. Antara lain sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Kulaini di dalam Al-Kafiy, yang
dikatakannya berasal dari Yazid bin Mu'awiyyah, [Yazid bin Mu'awiyah yang dimaksud bukan
Yazid cucu Abu Syufan, melainkan cucu Al 'Abbas. Ia seorang ulama. bahawasanya Abu Ja'far
a.s. berkata :

Seorang datang menghadap Nabi saw. kemudian berkata : "Ya Rasul Allah, aku mencintai
orang-orang yang menunaikan solat, tetapi aku sendiri tidak menunaikan solat. Aku mencintai
orang-orang yang berpuasa, tetapi aku sendiri tidak berpuasa. Rasulullah s.a.w. menjawab
ucapan orang itu dengan mengatakan: "Engkau bersama dengan orang yang kau cintai." [Kitab
Ar Raudhah Minal Kafiy Fil Furu', Jilid VIII]

Mengenai riwayat semacam itu kita ingin bertanya: Apakah agama hanya cinta melulu?

Itulah yang membuat kaum Syi'ah berani menambah biak pelbagai jenis kebatilan.

Sumber: http://darulkautsar.net/article.php?page=4&ArticleID=448

Anda mungkin juga menyukai