Anda di halaman 1dari 14

Mulawarman Scientifie, Volume 11, Nomor 1, April 2012 ISSN 1412-498X

FMIPA Universitas Mulawarman



111
ANALISIS EKSTRAK KULIT KAYU MERANTI MERAH
(Shorea leprosula Miq.) SEBAGAI BAHAN ANTIBAKTERI TERHADAP
BAKTERI ESCHERICHIA COLI

Ratna Kusuma

Jurusan Biologi FMIPA Universitas Mulawarman
Jl. Barong Tongkok No.4 Kampus Gn. Kelua Samarinda. Telp. 0541-749152


ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya antibakteri ekstrak
kulit kayu Meranti merah (Shorea leprosula Miq.) terhadap Escherichia coli.
Ukuran daya antibakteri ditentukan oleh zona hambat yang terbentuk menggunakan
metode difusi kertas cakram Kirby-Bauer. Menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Tingkat konsentrasi yang
digunakan adalah 0%, 6.25%, 12.5%, 18.75% dan 25%, kloramfenikol digunakan
sebagai pembanding. Perlakuan menunjukkan pengaruh nyata, dilanjutkan dengan
Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95%. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kulit kayu Meranti merah (Shorea leprosula
Miq.) bersifat antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli, namun kategori
bakterinya tergolong lemah sampai sedang. Tidak ditemukan konsetrasi terbaik
ekstrak kulit kayu Meranti merah (Shorea leprosula Miq.) yang bersifat antibakteri
terhadap bakteri Escherichia coli.

Kata Kunci : kulit kayu Meranti merah (Shorea leprosula Miq.), antibakteri,
Escherichia coli.


PENDAHULUAN
Kelompok meranti merah umumnya dimanfaatkan untuk keperluan konstruksi
ringan sampai berat, dan sangat baik untuk bahan plywood. Pemanfaatan kulit kayu yang
merupakan salah satu limbah industri kayu, dewasa ini belum maksimal. Kulit kayu
hanya terbatas penggunaannya untuk bahan bakar dan filler pada perekat. Sementara itu,
di dalam kulit kayu terkandung zat ekstraktif yang belum tereksplorasi penggunaannya.
Berdasarkan telaah pustaka yang ada, beberapa jenis Shorea telah diketahui memiliki
aktifitas biologi yang bermanfaat, yaitu seperti ekstrak kayu spesies meranti merah S.
almon Foxw dan S. negrosensis Foxw yang dilaporkan mampu menghambat
pertumbuhan tumor (Irwanto, 2007). Sedangkan hasil uji hayati pendahuluan Nicolaus
et.al (1996), menunjukkan bahwa ekstrak kulit kayu meranti merah (Shorea leprosula
Miq.) mengandung zat yang dapat menyebabkan mortalitas rayap menjadi tinggi.
Shorea leprosula Miq adalah jenis dari suku Dipterocarpaceae yang merupakan
salah satu jenis asli Kalimantan yang dikenal dengan nama Meranti merah (Red Meranti),
seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Di hutan alam jenis ini dapat mencapai diameter 100
cm dengan tinggi batang bebas dahan 30 m. Kayunya dapat digunakan untuk berbagai
keperluan seperti kayu lapis (plywood), kayu gergajian (sawntimber) dan bahan
bangunan. Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman meranti merah di berbagai tempat
Ratna Kusuma Analisis Ekstrak Kulit Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.)

FMIPA Universitas Mulawarman

112
menunjukkan adanya variasi pertumbuhan baik tinggi maupun diameter (Newman et al.,
1999).



Gambar 1. Shorea leprosula Miq

Menurut Keng (1969), Meranti merah (Shorea leprosula Miq.) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
kingdom : Plantae
divisi : Spermatophyta
sub Divisi : Angiospermae
kelas : Dikotyledonae
ordo : Guttiferales
famili : Dipterocarpaceae
genus : Shorea
spesies : Shorea leprosula Miq.
Shorea leprosula Miq merupakan tumbuhan yang memiliki kulit kayu yang
umumnya berwarna merah sampai coklat merah, kadang coklat merah jambu pucat, dan
sering berserat (Winata et al, 2003), seperti ditunjukkan pada Gambar 2.



Gambar 2. Kulit kayu Meranti merah (Shorea leprosula Miq.)

Mulawarman Scientifie, Volume 11, Nomor 1, April 2012 ISSN 1412-498X

FMIPA Universitas Mulawarman

113
Senyawa metabolit sekunder merupakan bahan kimia non nutrisi yang mengontrol
spesies biologi dalam lingkungan. Senyawa metabolit sekunder juga berperan penting
dalam koevolusi spesies. Senyawa metabolit sekunder tumbuhan tinggi mempunyai
banyak manfaat bagi manusia, diantaranya sebagai senyawa obat, pewarna, pestisida,
pewangi dan bahan kosmetik. Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh
tumbuhan berfungsi untuk melindungi tumbuhan tersebut dari serangan serangga, bakteri
dan jamur. Sebagai contoh glualkaloid dari Solanum sp. Pada saat musim kecambah
dapat menolak kumbang kentang dan larvanya (Sastrohamidjojo, 2004).
Senyawa metabolit primer seperti protein, karbohidrat dan lemak digunakan sendiri
oleh tumbuhan tersebut untuk pertumbuhannya, sedangkan senyawa metabolit sekunder
seperti terpenoid, steroid, kumarin, flavonoid serta alkaloid merupakan senyawa kimia
yang umumnya mempunyai kemampuan bioaktivitas yang berfungsi sebagai pelindung
tumbuhan tersebut dari gangguan hama penyakit baik untuk tumbuhan itu sendiri maupun
lingkungannya (Darwis, 2000).
Dari uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian uji fitokimia untuk mengetahui
senyawa kimia pada kulit kayu meranti merah, dan juga mengetahui manfaat lain dari
kulit kayu tersebut selain sebagai antirayap, seperti antibakteri. Dengan demikian,
dilakukan uji antibakteri ekstrak kulit kayu meranti merah (Shorea leprosula Miq.)
terhadap bakteri Escherichia coli. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
mencari sumber antibiotik yang berasal dari hutan yang ada di Kalimantan, sehingga
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.


METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 5 perlakuan
dan 4 ulangan pada tiap-tiap bakteri. Dengan metode rancangan sebagai berikut :
Y
ij
= +
i
+
ij
Dimana : Y
ij
= nilai pengamatan zona bening pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
= nilai rataan

i
= pengaruh perlakuan ke-i (i = 1,2,3,...,t)

ij
= kesalahan (galat) percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
i = 0%, 6,25%, 12,5%, 18,75%, dan 25% (perlakuan)
j = 1, 2, 3, ....... ulangan (r)
Perlakuan konsentrasi ekstrak kulit kayu meranti merah (Shorea leprosula Miq.)
terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli adalah sebagai berikut:
K0 = Kontrol (0%) (b/v)
K1 = Konsentrasi 6,25% (b/v)
K2 = Konsentrasi 12,5% (b/v)
K3 = Konsentrasi 18,75% (b/v)
K4 = Konsentrasi 25% (b/v)
Zona maksimum kloramfenikol sebagai acuan ambang atas (100%) dalam
menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga zona hambat untuk perlakuan K
1
(6.25%)

,
K
2
(12,5%), K
3
(18,75%) dan K
4
(25%)

dikonfeksi zona hambat dalam satuan (mm)
menjadi persen (%) untuk keperluan analisis data.


Ratna Kusuma Analisis Ekstrak Kulit Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.)

FMIPA Universitas Mulawarman

114
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi :
1. Ekstraksi : Alat-alat yang digunakan adalah pisau, timbangan analitik, toples
maserasi, gelas ukur, kertas saring, corong, penggiling kayu, erlenmeyer, alat shaker,
aluminium foil, rotary evaporator, spatula, batang pengaduk, cawan petri, karet
gelang, kamera digital dan alat tulis. Adapun bahan yang digunakan adalah etanol 95
% dan kulit kayu meranti merah (Shorea leprosula Miq.).
2. Uji Fitokimia : Alat-alat yang digunakan untuk uji fitokimia antara lain neraca
analitik, spatula, pipet tetes, tabung reaksi, rak tabung, hot plate, batang pengaduk,
kertas saring Whatman, beaker glass, erlenmeyer, water bath, alat tulis dan kamera
digital. Adapun bahan yang digunakan yaitu ekstrak kulit kayu meranti merah
(Shorea leprosula Miq.), aquadest, kloroform-amoniak, dietil eter, asam sulfat
(H
2
SO
4
) 2 M, asam sulfat (H
2
SO
4
) pekat, asam asetat (CH
3
COOH) glasial, bismuth
nitrat (Bi(NO
3
)
2
.5H
2
O, asam nitrat (HNO
3
) pekat, FeCl
3
1%, asam klorida (HCl)
pekat, kalium iodida (KI) dan serbuk magnesim (Mg).
3. Uji Antibakteri : Alat-alat yang digunakan adalah cawan petri, lidi dengan ujung
berkapas, autoclave, laminar air flow, hot plate, timbangan analitik, refrigerator,
oven, lemari es, pH meter, sprayer, gelas ukur, rak tabung reaksi, tabung reaksi,
Erlenmeyer, lampu bunsen, jarum ose, pinset, aluminium foil, kertas, karet gelang,
magnetic stirrer, tissue, kapas, kertas cakram, pipet volume, mikropipet, yellow tip,
blue tip, jangka sorong, kain hitam, kamera digital, dan alat tulis. Adapun bahan-
bahan yang digunakan adalah biakan bakteri Escherichia coli ekstrak kulit kayu
meranti merah (Shorealeprosula Miq.), larutan NaCl 0,9 %, aquades dan media
Luria Bertani Agar (LBA).

Prosedur Penelitian
Pembuatan ekstrak bahan kulit kayu Meranti merah (Shorea leprosula Miq.)
Kulit kayu meranti merah (Shorea leprosula Miq.) dipotong kecil-kecil kemudian
dikeringanginkan sampai diperoleh berat kering stabil. Pembuatan ekstrak kulit kayu
meranti merah (Shorea leprosula Miq.) sebagai berikut : sampel direndam dengan
menggunakan pelarut etanol 96% (maserasi) didalam toples dan didiamkan selama 24
jam agar sampel mengendap. Sampel kemudian disaring. Cara kerja diatas diulang
sampai diperoleh hasil ekstrak jernih. Larutan sampel kemudian dipekatkan dengan
menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak murni yang berupa pasta.
Ekstrak yang dibuat adalah konsentrasi 0%, 6,25%, 12,5%, 18,75%, dan 25% (b/v),
sedangkan kloramfenikol digunakan sebagai pembanding, dengan cara: pengenceran
yang berasal dari ekstrak kulit kayu meranti merah (Shorea leprosula Miq) dengan
konsentrasi tersebut, dengan berat masing-masing konsentrasi 0,0625 gr, 0,125 gr, 0,1875
gr dan 0,25 gr yang kemudian diencerkan dengan menggunakan pelarut aquadest
sebanyak 1 ml.

Uji Fitokimia
Prosedur pengujian fitokimia kulit kayu Meranti Merah, meliputi :
1. Uji Alkaloid (Uji Dragendorff) : Ditimbang 30 mg ekstrak dan ditambah 10 ml
kloroform-amoniak, lalu disaring kedalam tabung reaksi. Filtrat ditambahkan dengan
3 5 tetes asam sulfat 2 M dan dikocok sehingga terbentuk dua lapisan. Lapisan
Mulawarman Scientifie, Volume 11, Nomor 1, April 2012 ISSN 1412-498X

FMIPA Universitas Mulawarman

115
asam (terdapat pada bagian atas) dipipet dalam tabung reaksi lain, lalu ditambahkan
1 pipet pereaksi Dragendorff. Adanya Alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya
endapan jingga sampai merah coklat pada pereaksi Dragendorff (Robinson, 1995).
2. Uji Saponin/Uji Forth : Ditimbang 30 mg ekstrak dan diekstraksi dengan 5 mL dietil
eter sebanyak tiga kali. Dari fraksi ektrak tersebut dihasilkan fraksi yang larut dalam
dietil eter dan yang tidak larut dalam dietil eter. Fraksi yang tidak larut dalam dietil
eter kemudian ditambahkan air sebanyak 5 mL dalam tabung reaksi dan dikocok.
Ekstrak positif mengandung saponin jika timbul busa dengan ketinggian 1-3 cm yang
bertahan selama 15 menit (Harborne, 1987).
3. Uji Steroid dan Triterpenoid/Uji Liebermann-Burchard : Fraksi yang larut dalam
dietil eter dari uji saponin dipisahkan, kemudian ditambahkan dengan CH
3
COOH
glasial sebanyak 10 tetes dan H
2
SO
4
pekat sebanyak 2 tetes. Larutan dikocok
perlahan dan dibiarkan selama beberapa menit. Steroid memberikan warna biru atau
hijau, sedangkan untuk Triterpenoid memberikan warna merah atau ungu
(Harborne, 1987).
4. Uji Flavonoid : Ditimbang 30 mg ekstrak kemudian ditambahkan dengan 100 ml air
panas, didihkan selama 5 menit, kemudian disaring. Filtrat sebanyak 5 ml
ditambahkan 0,05 mg serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat, kemudian dikocok kuat-kuat.
Uji positif ditunjukkan oleh terbentuknya warna merah, kuning atau jingga
(Harborne, 1987).
5. Uji Fenolik : Ditimbang 30 mg ekstrak kemudian ditambahkan 10 tetes FeCl
3
1 %.
Ekstrak positif mengandung fenol apabila menghasilkan warna hijau, merah, ungu,
biru atau hitam pekat (Harborne, 1987).

Uji Aktifitas Antibakteri
Prosedur pengujian aktivitas antibakteri, meliputi :
1. Sterilisasi Alat dan Bahan : Cawan petri, tabung reaksi, lidi dengan ujung berkapas,
kertas cakram, media Luria Bertani Agar (LBA) dan seluruh alat dan bahan kecuali
ekstrak kulit kayu meranti merah (Shorea leprosula Miq.) yang akan digunakan
disterilisasi didalam autoklaf selama 20 menit dengan mengatur tekanan sebesar 15
dyne/ cm
3
(1 atm) dan suhu sebesar 121
0
C setelah sebelumnya dicuci bersih,
dikeringkan dan dibungkus dengan kertas.
2. Pembuatan Suspensi Bakteri : Diambil satu ujung ose koloni bakteri dari media
subkultur, disuspensikan didalam 5 ml air garam NaCl 0,9% pada tabung reaksi
sampai kekeruhannya sama dengan standard Mc.Farland (10
8
CFU/ml). Salah satu
cara untuk membandingkannya adalah sebagai berikut : dipegang 2 tabung
berhimpitan, satu tabung standar dan satu tabung suspensi bakteri. Kemudian dilihat
dan dibandingkan kekeruhannya dengan latar belakang kertas putih yang diberi garis
tebal dengan spidol berwarna. Jika kurang keruh ditambah koloni sedangkan jika
lebih keruh ditambah air garam.
3. Pembuatan Media, meliputi
a. Pembuatan media Media LBA (Luria Bertani Agar)
Ditimbang NaCl sebanyak 1,5 gr; pepton sebanyak 3 gr; yeast ekstrak sebanyak
1,5 gr; agar sebanyak 4,5 gr dan dilarutkan dalam aquades sampai 300 ml,
dipanaskan sampai mendidih. Kemudian disterilkan dalam autoclave 121C
Ratna Kusuma Analisis Ekstrak Kulit Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.)

FMIPA Universitas Mulawarman

116
selama 15 menit. Larutan dituang ke dalam cawan petri steril dan ditutup lalu
dibiarkan sampai membeku.
b. Pembenihan bakteri
Biakan bakteri yang akan digunakan adalah Escherichia coli (mewakili bakteri
gram negatif) dan Staphylococcus aureus (mewakili bakteri gram positif),
sebelum diberi perlakuan dengan ekstrak, terlebih dahulu disuspensikan di dalam
air garam NaCl 0,9% tabung dengan mengambil satu ujung ose koloni bakteri
Escherichia coli dari masing-masing media subkultur. Selanjutnya biakan bakteri
dapat digunakan untuk uji aktivitas antibakteri (Soemarno, 2000).
c. Penanaman pada media LBA (Luria Bertani Agar)
Dicelupkan lidi kapas pada suspensi bakteri Escherichia coli, kemudian diputar
bagian kapas ke sisi tabung agar cairan tidak menetes dari bagian kapas tersebut.
Digores-goreskan lidi kapas tersebut pada media LBA sampai seluruh permukaan
tertutup rapat dengan goresan-goresan. Dibiarkan media LBA selama 5 menit
supaya suspensi bakteri meresap kedalam agar-agar. Kemudian dicelupkan tiap-
tiap kertas cakram (berdiameter 6 mm) pada masing-masing konsentrasi ekstrak
kulit kayu meranti merah (Shorea leprosula Miq.). Ditempelkan tiap-tiap kertas
cakram tersebut pada media LBA dengan menggunakan pinset dan diatur jarak
antara kertas cakram satu dengan lainnya tidak kurang dari 15 mm sehingga
wilayah jernih tidak berhimpitan. Kertas cakram ditekan dengan menggunakan
pinset sehingga terjadi kontak yang baik antara kertas cakram dengan media LBA
(Lay, 1994).
d. Inkubasi
Setelah 30 menit penempelan kertas cakram pada media LBA kemudian
diinkubasi pada suhu 37C selama 18 jam (Lay, 1994).
e. Penentuan MIC (Minimum Inhibitory Concentration)
Ekstrak kulit kayu meranti merah (Shorea leprosula Miq.) dibuat dalam beberapa
konsentrasi yaitu 5% sampai dengan 100% (b/v). Pelarut yang digunakan adalah
aquadest. Tiap konsentrasi kemudian diuji aktifitas antibakteri dan konsentrasi
terendah dari ekstrak yang masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri
merupakan nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration).

Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan untuk uji aktifitas antibakteri yaitu dengan
cara mengukur diameter daerah bening yang didapat dari variasi konsentrasi ekstrak dan
menentukan MIC (Minimum Inhibitory Concentration). Diameter zona hambat yang
diukur yaitu daerah jernih sekitar kertas cakram (tidak ada pertumbuhan bakteri), diukur
dari ujung yang satu ke ujung yang lain melalui tengah-tengah kertas cakram (Soemarno,
2000). Dihitung rata-rata zona hambatnya. Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan Analisis Ragam ANAVA. Apabila dalam analisis ragam memberikan hasil
yang signifikan, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple
Range Test, DMRT) pada taraf kepercayaan 95%.




Mulawarman Scientifie, Volume 11, Nomor 1, April 2012 ISSN 1412-498X

FMIPA Universitas Mulawarman

117



1
2
3
4

2
4



Keterangan gambar:
1. Suspensi bakteri pada media LBA
2. Kertas cakram
3. Jarak antara kertas cakram
4. Zona hambat (mm)

Gambar 3. Teknik Pembacaan Zona Hambatan Antibakteri Suatu Ekstrak


HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji aktivitas ekstrak kulit kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq) sebagai
antibakteri dilakukan dengan mengukur zona hambat yang terbentuk disekitar cakram,
(test Kirby dan Bauer). Hasil analisis data dengan ANAVA menunjukkan bahwa faktor
perlakuan berpengaruh signifikan terhadap bakteri Escherichia coli. Dengan demikian
analisis tersebut dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range
Test, DMRT) pada taraf kepercayaan 95%. Hasil uji DMRT antibakteri dengan variasi
konsentrasi dan empat kali ulangan terhadap bakteri Escherichia coli, seperti ditunjukkan
pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji Antibakteri ekstrak kulit kayu meranti merah (Shorea leprosula Miq)
terhadap bakteri Escherichia coli

Perlakuan Rata-rata Diameter Zona Hambat (mm)
0,00% 0.00
a

6,25% 17.89
b

12,50% 21.30
bc

18,75% 26.13
cd

25,00% 27.55
d


Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada uji DMRT taraf kepercayaan 95%.

Uji DMRT terhadap bakteri Escherichia coli diketahui bahwa konsentrasi 6.25%
tidak menghasilkan zona hambat yang berbeda signifikan dengan konsentrasi 12.5%,
Ratna Kusuma Analisis Ekstrak Kulit Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.)

FMIPA Universitas Mulawarman

118
namun menghasilkan zona hambat yang berbeda signifikan dengan konsentrasi 18.75%
dan 25%. Pada konsentrasi 12.5% tidak menghasilkan zona hambat berbeda signifikan
dengan konsentrasi 18.75%, tetapi berbeda signifikan dengan konsentrasi 25%. Pada
konsentrasi 18.75% tidak menghasilkan zona hambat yang berbeda signifikan dengan
konsentrasi 25%. Jadi dari hasil uji DMRT diperoleh hasil bahwa faktor perlakuan
konsentrasi ekstrak kulit kayu Meranti merah (Shorea leprosula Miq.) berpengaruh nyata
terhadap pembentukan zona hambat.
Gambaran zona hambat pengaruh ekstrak kulit kayu Meranti merah (Shorea leprosula
Miq.) terhadap bakteri Escherichia coli dapat dilihat pada Gambar 6.


Escherichia coli U1

Escherichia coli U2

Escherichia coli U3

Escherichia coli U4

Escherichia coli Konsentrasi 0%

Escherichia coli (Kloramfenikol)

Gambar 6 Zona Hambat Pengaruh Ekstrak Kulit Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula
Miq.) Terhadap Bakteri Escherichia coli

Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak kulit kayu Meranti merah (Shorea leprosula
Miq) menunjukkan bahwa dalam ekstrak tersebut terdapat beberapa senyawa metabolit
sekunder yang disajikan pada Tabel 2.
Uji fitokimia suatu tumbuhan dilakukan untuk mengetahui senyawa-senyawa kimia
yang terdapat pada tumbuhan tersebut. Pengamatan kandungan senyawa kimia pada
ekstrak kulit kayu Meranti merah (Shorea leprosula Miq) dilakukan berdasarkan
Mulawarman Scientifie, Volume 11, Nomor 1, April 2012 ISSN 1412-498X

FMIPA Universitas Mulawarman

119
perubahan hasil reaksi. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak kulit kayu
tersebut mengandung senyawa alkaloid, triterpenoid, flavonoid dan fenolik.

Tabel 2 Hasil skrining fitokimia ekstrak kulit kayu Meranti merah (Shorea leprosula
Miq)
Jenis Senyawa
Metabolit Sekunder
Hasil Keterangan
Alkaloid
Saponin
Steroid
Triterpenoid
Flavonoid
Fenolik
+
-
-
+
+
+
Terbentuk endapan merah coklat
-
-
Berwarna merah
Berwarna jingga atau kuning
Hitam pekat

Keterangan :
+ : Mengandung senyawa metabolit sekunder
- : Tidak mengandung senyawa metabolit sekunder

Adanya senyawa alkaloid dalam ekstrak di tandai dengan terbentuknya endapan
merah coklat pada fraksi asam dengan menggunakan pereaksi Dragendorff. Senyawa
alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Senyawa alkaloid
dapat ditemukan pada daun, akar, biji, ranting dan kulit kayu. Alkaloid secara umum
mengandung paling sedikit sebuah atom nitrogen yang bersifat basa. Fungsi senyawa
alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai zat racun untuk melawan serangga atau hewan
pemakan tanaman dan sebagai faktor pengatur tumbuh. Kegunaan senyawa alkaloid
dalam bidang farmakologi antara lain sebagai stimulant sistem syaraf, analgesik, obat
batuk, obat tetes mata, sedafit, antifeedant, obat malaria, obat kanker dan antibakteri
(Putra, 2007).
Pada uji steroid dan triterpenoid yang menggunakan metode Liebermann-Bouchard
menunjukkan hasil positif triterpenoid karena memberikan warna merah pada ekstrak.
Senyawa triterpenoid memiliki fungsi sebagai dari serangga pengganggu faktor pengatur
pertumbuhan (Harborne, 1987). Fungsi ekologi triterpenoid bagi tumbuhan yang
mengandungnya yaitu sebagai antifungus, insektisida, antipemangsa, antibakteri dan
antivirus. Disamping itu, triterpenoid telah digunakan sebagai komponen aktif dalam obat
diabetes, gangguan menstruasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria
(Robinson, 1995).
Uji flavonoid yang dilakukan dengan penambahan air panas, ditambah serbuk Mg
dan HCl pekat dan memberikan hasil positif dengan terbentuknya warna kuning
(Harborne, 1987). Reaksi pembentukan warna disebabkan karena senyawa flavonoid
yang ada dalam sampel tereduksi oleh Mg dalam suasana asam yang dibentuk oleh HCl
pekat. Mg termasuk golongan alkali tanah yang memiliki sifat reduktor yang kuat. Fungsi
flavonoid bagi tumbuhan yang mengandungnya adalah untuk mengatur pertumbuhan,
fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus. Aktivitas antioksidasi yang juga dimiliki
oleh komponen aktif flavonoid tertentu digunakan untuk menghambat pendarahan dan
antiskrobut (Robinson, 1995). Flavonoid telah disintesis oleh tanaman dalam responnya
terhadap infeksi mikroba sehingga tidak mengherankan jika senyawa flavonoid efektif
Ratna Kusuma Analisis Ekstrak Kulit Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.)

FMIPA Universitas Mulawarman

120
secara in vitro terhadap sejumlah mikroorganisme. Aktivitas mereka kemungkinan
disebabkan oleh kemampuannya untuk membentuk kompleks dengan protein
ekstraseluler dan terlarut, dan dengan dinding sel. Flavonoid yang bersifat lipofilik
mungkin juga akan merusak membran mikroba (Robinson, 1995).
Pada uji fenol yang menggunakan larutan FeCl
3
1% menunjukkan hasil positif
pada ekstrak kasar dengan terbentuknya warna hijau kehitaman hingga hitam pekat.
Beberapa senyawa stilbenoid diketahui memiliki aktifitas biologi yang menarik seperti
sitotoksik terhadap sel kanker, menghambat pelepasan histamine, antiinflamasi, antijamur
dan antibakteri (Winata, 2003). Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang
berasal dari tumbuhan yang mempunyai ciri yang sama yaitu cincin aromatik. Fungsi
senyawa fenol pada tumbuhan antara lain membantu penyerbukan, sebagai pertahanan
terhadap serangan fungus, menolak atau racun terhadap herbivora dan insektisida. Selain
itu senyawa fenol juga mempunyai aktivitas antiinflamasi, memiliki efek sedifit dan
memabukkan (Robinson, 1995).
Dari hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit kayu meranti merah (Shorea
leprosula Miq) dengan metode difusi kertas cakram pada konsentrasi 0% tidak terdapat
zona hambat, hal ini karena pada konsentrasi ini hanya menggunakan kertas cakram steril
yang tidak mengandung zat antibakteri atau senyawa-senyawa kimia yang bersifat
antibakteri, sehingga tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pada bakteri
Escherichia coli dengan konsentrasi 6.25%, 12.5%, dan 18.75% diperoleh nilai rata-rata
diameter zona hambat masing-masing 3.93 mm, 4.68 mm, dan 5.75 mm dan konsentrasi
25% diperoleh nilai rata-rata diameter zona hambat sebesar 6.06 mm. Penggunaan
kloramfenikol 0.0125 gr merupakan larutan standar dalam penggunaannya sebagai
pembanding pada uji antibakteri.
Berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa aktivitas ekstrak kulit kayu
meranti merah (Shorea leprosula Miq.) terhadap bakteri Escherichia coli memiliki rata-
rata diameter zona hambat yang diklasifikasikan kekuatan antibakterinya dalam tingkatan
lemah dan sedang. Pada bakteri Escherichia coli dengan konsentrasi 6.25%, 12.5%, dan
18.75% termasuk dalam kategori kekuatan antibakterinya lemah, yaitu dengan masing-
masing diameter zona hambat 3.93 mm, 4.68 mm, dan 5.75 mm, akan tetapi pada
konsentrasi 25% termasuk dalam kategori kekuatan antibakterinya sedang dengan
diameter zona hambat sebesar 6.06 mm. Hasil ini menunjukkan bahwa meningkatnya
konsentrasi ekstrak juga meningkatkan diameter zona hambat. Semakin tinggi
konsentrasi ekstrak, maka jumlah senyawa antibakteri yang dilepaskan semakin besar,
sehingga kemampuan senyawa tersebut dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji juga
meningkat. Dari nilai rata-rata diameter zona hambat pada kedua bakteri uji tersebut
dapat dikatakan bahwa bakteri uji masih bersifat resisten terhadap ekstrak kulit kayu
meranti merah (Shorea leprosula Miq).
Penggunaan bakteri bertujuan untuk mengetahui spektrum dari senyawa antibakteri
yang terkandung dalam ekstrak kulit kayu Meranti merah (Shorea leprosula Miq),
dimana senyawa suatu bakteri dapat dikatakan berspektrum luas apabila dapat
menghambat pertumbuhan bakteri, berspektrum sempit apabila hanya menghambat
pertumbuhan dari salah satu bakteri tersebut. Aktivitas penghambatan senyawa
antibakteri ekstrak kulit kayu Meranti merah (Shorea leprosula Miq) menunjukkan
bahwa zona hambat terhadap bakteri Escherichia coli cukup kecil. Pada bakteri
Escherichia coli merupakan kelompok bakteri Gram negatif. Dinding selnya tersusun
Mulawarman Scientifie, Volume 11, Nomor 1, April 2012 ISSN 1412-498X

FMIPA Universitas Mulawarman

121
atas lipopolisakarida, membran luar, lipoprotein dan satu atau dua lembar peptidoglikan
yang berada dalam ruang periplasma. Lipopolisakarida dibutuhkan untuk fungsi protein
pada membran luar dan menstabilisasi membran. Pada membran luar yang merupakan
struktur berlapis ganda. Lapisan sebelah dalamnya memiliki komposisi yang serupa
dengan membran sitoplasma, sedangkan lapisan sebelah luar diisi oleh lipopolisakarida.
Adanya membran luar ini menyebabkan bakteri Gram negatif lebih resisten terhadap zat
antimikroba karena membran luar menghalangi masuknya senyawa antimikroba yang
umumnya memiliki berat molekul besar. Lipoprotein berfungsi untuk menstabilkan
membran luar dan merekatnya kelapisan peptidoglikan. Peptidoglikan pada bakteri Gram
positif memiliki fungsi yang sama dengan bakteri Gram negatif. Ruang periplasma adalah
ruang antara membran dalam dan membran luar. Pada protein periplasma terdapat enzim
pendetoksifikasi yang dapat menonaktifkan zat mikroba tertentu.
Berdasarkan uji fitokimia, senyawa aktif yang terkandung pada kulit kayu Meranti
merah (Shorea leprosula Miq) adalah alkaloid, triterpenoid, flavonoid dan fenolik.
Diduga senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan antibakteri adalah alkaloid,
flavonoid dan fenolik. Aktivitas antibakteri ekstrak kulit kayu Meranti merah (Shorea
leprosula Miq) diduga berkaitan dengan adanya senyawa aktif tersebut dapat menggagu
metabolisme dalam tubuh bakteri sehingga pertumbuhan bakteri terhambat atau mati.
Menurut Books, et al.,(2005) pertumbuhan bakteri yang terhambat atau kematian bakteri
akibat suatu zat antibakteri dapat disebabkan oleh penghambatan sintesis dinding sel,
penghambatan fungsi membran sel, penghambatan sintesis protein atau penghambatan
sintesis asam nukleat.
Kemampuan senyawa alkaloid sebagai antibakteri sangat dipengaruhi oleh
keaktifan biologis senyawa tersebut. Keaktifan biologis dari senyawa alkaloid ini
disebabkan oleh adanya gugus bangsa yang mengandung nitrogen. Adanya gugus basa ini
bila mengalami kontak dengan bakteri akan bereaksi dengan senyawa-senyawa asam
amino yang menyusun dinding sel bakteri dan juga DNA bakteri yang merupakan
penyusun utama inti sel yang merupakan pusat pengaturan segala kegiatan sel. Reaksi ini
terjadi karena secara kimia suatu senyawa yang bersifat basa akan bereaksi dengan
senyawa asam amino. Reaksi ini menyebabkan terjadinya perubahan struktur dari asam
amino, karena sebagian besar asam amino telah bereaksi dengan gugus basa dari senyawa
alkaloid. Perubahan susunan asam amino ini akan menyebabkan susunan rantai DNA
pada inti sel yang semula memiliki susunan asam dan basa yang saling berpasangan.
Perubahan susunan rantai asam amino pada DNA bakteri akan mengalami kerusakan.
Kerusakan DNA pada inti sel bakteri ini akan mendorong terjadinya lisis pada inti sel
bakteri. Lisisnya inti sel bakteri akan menyebabkan juga kerusakan sel pada bakteri
sehingga bakteri akan menjadi inaktif dan mati (Gunawan, 2008).
Selain adanya kandungan alkaloid, ekstrak kulit kayu Meranti merah (Shorea
leprosula Miq) memiliki potensi sebagai antibakteri karena mengandung flavonoid.
Aktivitas biologis senyawa flavonoid terhadap bakteri dilakukan dengan merusak dinding
sel dari bakteri yang terdiri atas senyawa lipid dan asam amino yang akan bereaksi
dengan gugus alcohol pada flavonoid sehingga dinding sel akan rusak dan senyawa
tersebut dapat masuk kedalam inti sel bakteri. Selanjutnya senyawa ini akan bereaksi
dengan DNA pada inti sel bakteri dan melalui perbedaan kepolaran antara lipid dan
penyusun DNA dengan gugus alcohol pada senyawa flavonoid akan terjadi reaksi
Ratna Kusuma Analisis Ekstrak Kulit Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.)

FMIPA Universitas Mulawarman

122
sehingga akan merusak struktur lipid dari DNA bakteri sebagai inti sel bakteri akan
mengalami lisis (Gunawan, 2008).
Selain alkaloid dan flavonoid, pada ekstrak kulit kayu Meranti merah (Shorea
leprosula Miq) juga mengandung senyawa fenol. Salah satu senyawa fenol yang telah
terbukti memiliki aktivitas antibakteri adalah tanin, karena tanin merupakan
persenyawaan polifenol yang mengandung gugus hidroksil maka mekanisme yang
dimiliki tanin dalam merusak sel bakteri sama dengan mekanisme senyawa flavonoid.
Walaupun struktur kimia dari flavonoid dan tannin tidak sama, namun kedua-duanya
sama-sama memiliki persenyawaan fenol yang memiliki gugus hidroksil di dalamnya
maka mekanisme dalam menginaktifkan bakteri juga dilakukan dengan memanfaatkan
perbedaan polaritas antara lipid dengan gugus hidroksil (Gunawan, 2008).


KESIMPULAN
Dari hasil penelitian tentang uji antibakteri ekstrak kulit kayu Meranti merah
(Shorea leprosula Miq.) terhadap bakteri Escherichia coli dapat disimpulkan bahwa:
1. Senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada kulit kayu Meranti merah (Shorea
leprosula Miq.) yaitu alkaloid, triterpenoid, flavonoid dan fenolik.
2. Ekstrak kulit kayu Meranti merah (Shorea leprosula Miq.) bersifat antibakteri
terhadap bakteri Escherichia coli dengan kategori antibakterinya masih tergolong
lemah dan sedang.
3. Pada Escherichia coli menghasilkan zona hambat yang berbeda nyata pada
konsentrasi 6.25% dan 25%. Dari hasil penelitian zona hambat bakteri Escherichia
coli dengan masing-masing 4 perlakuan ditemukan konsentrasi pada pemberian
konsentrasi 25%.


DAFTAR PUSTAKA

Ajizah, A. 2004. Sensitivitas Salmonella typhiurium Terhadap Ekstrak Daun Psidium
guajava L. Jurnal Biosientiae. http://www.unlam.ac.id/. Diakses hari Jumat,
tanggal 17 Juni 2011pukul 12.45 WITA di Samarinda
Aziz, A. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Kulit Batang Keruing
Pungguh (Dipterocarpus confertus SLOOT) Terhadap Staphylococcus aureus
Dan Escherichia coli Serta Brine Shrimp Lethality Test. www.pdffactory.com.
Diakses pada tanggal 18 Juni 2011
Brooks, G.F., Janet, S.B., Stephen, A.M., Jawetz, Melnick, and Adelbergs. 2001.
Mikrobiologi Kedokteran. Alih bahasa oleh Mudihardi, E., Kuntaman,
Wasito,E.B., Mertaniasih,N.M., Harsono, S., dan Alimsardjono, L. Jakarta:
Salemba Medika
Darwis, D. 2000. Uji Kandungan Fitokimiaa Metabolit Sekunder. Metode Lapangan
dan Laboratorium. Workshop Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam
Bidang Kimia Organik Bahan Alam Hayati. Padang : DITJEN DIKTI
DEPDIKNAS. 9-14 Otober 2000
Gunawan, I.W.A. 2008. Potensi Buah Pare (Momordica charantia L.) sebagai
Antibakteri Salmonella Typhimurium. http://adigunawan. 2009. wordpress.
Mulawarman Scientifie, Volume 11, Nomor 1, April 2012 ISSN 1412-498X

FMIPA Universitas Mulawarman

123
com/2009/05/26/potensi-buah-pare-momordica-charantia-l-sebagai-anti bakteri-
salmonella-typhimurium/. Diakses hari Senin, 21 Oktober 2011, pukul 19.15WITA
di Samarinda
Harbone, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung : Penerbit ITB
Keng, H. 1969. Orders and Families of Malayans Seed Plants. Singapore: Singapore
University Press
Lay, B. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Newman, M.F., P.F. Burgers, T.C. Whitmore. 1999. Pedoman Identifikasi Pohon-
Pohon Dipterocarpaceae Pulau Kalimantan. Bogor: Prosea Indonesia

Nicolaus, N.A., L.K. Darusman dan E.A. Husaeni. 1996. Pemisahan dan Isolasi
Terpenoid dari Serbuk Gergaji dan Kulit Shorea leprosula Miq sebagai Anti
Rayap. Buletin Jurusan Kimia. 11: 67-81
Putra, S.E. 2007. Alkaloid: Senyawa Terbanyak di Alam.
http://www.Chemistry.org/artikel_kimia/biokimia/alkaloid_senyawa_organik_terba
nyak_di_alam/. Diakses pada tanggal 20 Juli 2009
Robinson, T. 1995. Kandungan Kimia Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Bandung
: Penerbit ITB
Satstrohamidjojo, H. 2004. Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta : Penerbit Gadjah Mada
University Press.
Soemarno. 2000. Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Klinik. Yogyakarta: Akademi
Analisis Kesehatan Yogyakarta
Winata, A.Nyoman, Syah, M.Yana, Achmad A.Sjamsul, Hakim, H.Euis, Juliawaty,
D.Lia, Ghisalberti, L.Emilio dan Choudhary M.I. 2003. Beberapa Senyawa
Stilbenoid dari Kulit Batang Kayu Shorea leprosula Miq.
Isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/81032326.pdf. Diakses hari Selasa, 5 Juli 2011
pukul 11.30.






















Ratna Kusuma Analisis Ekstrak Kulit Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.)

FMIPA Universitas Mulawarman

124

Anda mungkin juga menyukai