Anda di halaman 1dari 26

Mengapa UU Migas No.

22/2001
Merugikan Negara dan
Melanggar UUD 1945
Dr Kurtubi
Direktur Center for Petroleum and Energy Economics
Studies (CPEES)
dkurtubi@yahoo.com dan kurtubi@cbn.net.id

Seminar Terbuka di Kampus ITB
Bandung, 15 September 2012
Mengutip harap menyebut Sumber

Pengelolaan Kekayaan Migas Nasional Dengan UU
Migas Telah Menyebabkan Pengelolaan/Kondisi
Investasi Migas di Indonesia Menjadi PALING BURUK di
Asia-Oceania,
Lebih BURUK dari Semua Negara Tetangga
(Hasil Survey 2011 Fraser Institute, Canada).

Inilah yang menyebabkan Investasi Eksplorasi anjlok
sehingga nyaris tidak ada penemuan baru. Berakibat
pada rendahnya produksi/lifting minyak. Sasaran
liftinhg minyak dalam APBN tidak pernah tercapai.
Indonesia berubah menjadi Negara Net Oil Importer
dan Harus Keluar dari OPEC
2
Sumber: Global Petroleum Survey 2010
Kondisi investasi Migas Indonesia paling
BURUK di Kawasan Oceania,
Lebih buruk dari: PNG, Malaysia, Brunei,
Philipina, Australia, New Zealand.
Hanya lebih baik sedikit dari Timor Leste
Kondisi Investasi
Migas di
INDONESIA
meruopakan yang
TERBURUK di
Kawasan Asia
Tenggara dan
Oceania. Lebih
buruk dari semua
Negara Tetangga,
termasuk Timor
Leste !

Sumber: Global Petroleum Survey 2011, Fraser Institute,Canada
27/05/2014 5
Sumber: Global Petroleum Survey 2011
Rangking
INDONESIA
No.114
Dari 145
Negara
6
Sumber: Global Petroleum Survey 2010, halaman 56
7
Global Petroleum Survey 2011, page 67
8
Fraser Institute, Canada, SANGAT KREDIBEL ......
Mengapa UU Migas No.22/2001 Harus Dicabut
1. Karena UU Migas telah menghilangkan kedaulatan Negara
atas Sumber Daya Migas yang ada diperut bumi Indonesia
karena yang berkontrak Pemerintah dengan Perusahaan
minyak
2. Karena UU Migas telah merugikan negara secara finansial
dimana migas bagian negara yang berasal dari Kontraktor
tidak bisa dijual sendiri tetapi harus menunjuk Pihak Ketiga
3. Karena UU Migas memecah struktur Perusahaan/industri
minyak Nasional yang Terintegrasi atas Usaha Hulu dan Hilir
yang terpecah (unbundling)
4. Karena Sistem Pengelolaan cost recovery diserahkan ke BP
Migas yang didisain dengan tanpa adanya Dewan Komisaris

9
UU Migas Menganut Pola Hubungan B to G dengan Pihak
Investor/Perusahaan Minyak.
Ketentuan ini diatur dalam:
Pasal 1 angka 23 tentang definisi BP Migas yang dibentuk untuk
mengendalikan Kegiatan Usaha Hulu, Pasal 4 ayat 3 tentang
Pemerintah sebagai Pemegang Kuasa Pertambangan membentuk
BP Migas,
Pasal 11 ayat 1 tentang Kegiatan usaha Hulu yang dilaksanakan oleh
Investor berdasarkan Kontrak dengan BP Migas.
Serta Pasal 44 ayat 3 huruf b yang menugaskan kepada BP Migas
untuk melaksanakan penandatanganan Kontrak dengan Pihak
Investor/Perusahaan Minyak .
Sementara BP Migas tidak punya asset, BP Migas BUKAN
Perusahaan. Sehingga kalau terjadi perselisihan dengan Kontraktor,
asset Pemerintah bisa disita karena yang membentuk BP Migas
adalah Pemerintah dan BP Migas tidak punya asset (yang
memadai). 10
Ketentuan dalam UU Migas tersebut diatas menentukan bahwa yang
menandatangani Kontrak Kerjasama dengan Kontraktor/Perusahaan Minyak
adalah Pemerintah yang diwakili oleh BP Migas. Berarti pola hubungan dengan
Kontraktor adalah pola B to G. Pola ini sama dengan pola Kolonial yang
didasarkan atas Indische Mijnwet 1899 dimana Pemerintah Kolonial Hindia
Belanda berkontrak dengan Perusahaan Tambang/Migas

Karena Pemerintah yang berkontrak maka kedaulatan Negara menjadi hilang
karena posisi Pemerintah menjadi SEJAJAR dengan Kontraktor. Pemerintah
menjadi bagian dari para pihak yang berkontrak. Sehingga tidak bisa
mengeksekusi UU/Regulasi tanpa persetujuan Kontraktor meski UU/Regulasi
tersebut untuk kepentingan negara.

Kongkritnya, klausula dalam Production Sharing Contract (PSC) yang standar
yang dapat menjamin kedaulatan negara, menjadi tidak berlaku/tidak bisa
diterapkan karena Pemerintah ikut berkontrak.
Klausula tsb adalah:
1. The Law of the Republic of Indonesia shall apply to this contract
2. No term or provisions of this Contract , including the agreement of the
Parties to submit to arbitration hereunder, shall prevent or limit the Government
of The Republic of Indonesia from exercising its inalienable rights.
11
Pemerintah/
BP Migas
Investor/
Perusahaan Minyak
Kontrak
G
B
Contoh Kerugian: Didalam PSC, disebutkan bahwa cost recovery yang dibayar ke Investor
berupa minyak/gas. Hal ini telah menyebabkan pembayaran cost recovery menjadi
sangat tinggi. Mestinya Pemerintah bisa membayar dengan uang sehingga cost recoivery
bisa ditekan. Tapi hal ini tidak bisa dilakukan karena Pemerintah yang berkontrak.
12
NOC/BUMN Migas
MNC/Swasta
Dalam Negeri
Pemerintah
Kontrak
B
B
Karena Pemerintah TIDAK ikut berkontrak dalam PSC/KKS, sehingga Kedaultan Tetap
Terjaga. Klausula dalam PSC yang menjamin Kedaulatan Negara, dapat
dimasukkan/dipakai/diterapkan.
13
Iklan UU Migas di Harian KOMPAS 27 Agustus 2012 menyatakan bahwa :
kekayaan alam migas tetap terjamin milik Pemerintah sampai pada titik
penyerahan dengan memberikan contoh saat pengiriman LNG ke pembeli
di luar negeri dengan mekanisme cif. Sepanjang LNG tersebut masih
belum sampai di titik serah maka LNG tersebut masih milik Pemerintah.
Sewaktu2 kapanpun dapat diminta kembali ke Indonesia jika mendesak
dibutuhkan untuk pasokan domestik. Hal ini sangat mendukung
ketahanan energi nasional sebab Pemerintah adalah Pemilik atas
kekayaan alam migas selama belum berada di ntitik serah sehingga
argumentasi bahwa sumber daya alam migas kita dikuasai asing
TERBANTAHKAN .

IKLAN UU MIGAS INI JAUH PANGGANG DARI API, PENUH KEBOHONGAN DAN
PEMUTAR BALIKAN FAKTA. Fakta kongkrit: LNG Tangguh yang dikembangkan atas
dasar UU Migas hingga saat ini TETAP DIKIRIM ke China MESKI HARGANYA
SANGAT SANGAT MURAH dan Pembangkit listrik PLN, kalangan industri SUDAH
LAMA SANGAT KEKURANGAN GAS. MENGAPA PENGAPALAN LNG TANGGUH KE
CHINA TIDAK DIHENTIKAN DAN DIALIHKAN UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN
DALAM NEGERI ???.

14
2.
UU Migas No.22/2001 menciptakan sistem yang
merugikan Negara secara finansial karena Migas Bagian
Negara yang berasal dari Kontraktor tidak bisa
dijual/dikembangkan sendiri oleh BP Migas karena Status
BP Migas BUKAN PERUSAHAAN melainkan sebuah Badan
Hukum Milik Negara (Pasl 45 ayat1 ), sehingga Migas
Bagian Negara harus dijual/dikembangkan dengan
Menunjuk Pihak Ketiga (Pasal 44 ayat 3 huruf g). Meskipun
ada anak kalimat yang mensyaratkan bahwa penunjukan
tersebut yang dapat memberikan keuntungan
sebresar2nya bagi negara. Pihak Ketiga yang ditunjuk pasti
akan memperoleh fees/keuntungan sehingga potensi
penerimaan negara menjadi tidak bisa maksimal
15
Ketentuan dalam Pasal 44 ayat 3 huruf g tersebut mewajibakan agar penjualan
migas bagian Negara yang berasal dari Kontraktor harus melalui Pihak Ketiga.

BP Migas sebagai penandatangan Kontrak ternyata tidak berhak untuk menjual
langsung migas milik negara yang menjadi kewenangannya.
Hal ini sangat merugikan negara karena status BP Migas yang bukan merupakan
entitas bisnis, sehingga tidak bisa melakukan transaksi bisnis.
Ketentuan ini telah terbukti sangat merugikan negara secara finansial sehingga
melanggar pasal 33 UUD 1945.

Contoh kongkrit: Pengembangan Gas/LNG Tangguh Papua tidak bisa dilakukan
oleh BP Migas. BP Migas harus menunjuk Pihak ketiga. Pihak ketiga ini
membangun kilang LNG Tangguh dan dijual ke Luar Negeri dengan harga sangat
murah. Perbandingan: dengan UU lama (UU No.8/1971), pengembangan dan
penjualan gas dari Lapangan Gas Kontraktor minyak asing di Indonesia dilakukan
sendiri oleh penandatangan PSC (Pertamina) seperti yang terjadi dengan
Pengembangan dan Penjualan LNG Badak. Dengan harga minyak sekitar
US$120/bbls, harga jual LNG Badak sekitar US$20/mmbtu, sementara LNG
Tangguh yang dikembangkan atas dasar UU Migas, dijual dengan harga hanya
US$3.35/mmbtu !. Potensi kerugian dari penjualan LNg Tangguh ke luar negeri
sekitar Rp30 Trilyun per tahun
16
17
MERUGIKAN NEGARA
MENGUNTUNGKAN NEGARA
US$3.35
Harga LNG
US$/mmbtu
Harga Crude
US$/BBLS
US$38
US$110
US$18
Harga LNG
Badak
Harga LNG
Tangguh
SELISIH HARGA JUAL
ANTARA BADAK DAN
TANGGUH
3.
Struktur Perusahaan Minyak Negara/Industri Migas
Nasional harus dalam Struktur yang Terpecah
(Unbundling) dimana kegiatan hulu yang terkait dengan
produksi minyak mentah yang berasal dari perut bumi
harus dipisah dari usaha/kegiatan hilir yang mengolah
minyak mentah menjadi BBM dan didistribusikan ke
masyarakat.
Ketentuan unbundling ini tercantum dalam Pasal 5 ayat 1
dan 2, dan Pasal 10 ayat 1 dan 2.
Ketentuan unbundling ini bertentangan dengan
Konstitusi dan Melanggar Prinsip Effisiensi, biaya BBM
menjadi lebih mahal karena timbulnya biaya antara
segmen usaha dan skala usaha yang mengecil.
18
Sistem unbundling ini tidak sejalan dengan Pasal 33 UUD 1945 yang menganut
prinsip INTEGRASI dimana kegiatan yang mengelola kekayaan migas (sisi hulu)
dan kegiatan yang mengelola cabang produksi penting (BBM) harus kedua2nya
DIKUASAI NEGARA bagi sebesar2nya kemakmuran rakyat.

Sistem dibawah UU Migas ini bertentangan dengan Konstitusi karena UU Migas
memisahkan antara Pengelolaan minyak mentah yang merupakan krekayaan
Negara yang berada diperut bumi (sisi hulu) dengan Pengelolaan BBM yang
merupakan minyak hasil kilang (sisi hilir) yang berasal dari bahan baku minyak
mentah. Menurut ayat 2 Pasl 33 UUD 1945, BBM jelas merupakan cabang
produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak. Sementara minyak
mentah yang berada diperut bumi adalah bahan baku BBM, yang harus dikuasai
negara (Ayat 3 Pasal 33 UUD 1945).

Hal ini berarti bahwa kegiatan pengelolaan kekayaan migas harus terintegrasi
(dibawah satu perusahaan minyak Nasional), baik kegiatan hulu maupun
kegiatan hilir.

Untuk mencapai effisiensi yang optimal Perusahaan migas Nasional tidak boleh
dipecah belah. Kalau terpecah antara hulu dan hilir, akan menjadi tidak effsien
karena cost/biaya menjadi lebih mahal.
19
Pasal 33 UUD 1945
Ayat 2 : Cabang produksi
yang penting bagi negara
dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak
dikuasai oleh negara
Ayat 3: Bumi, air dan
kekayaan yang terkandung
didalamnya dikuasai
negara dan dipakai
sebesar2nya kemakmuran
rakyat
BBM
Minyak
Mentah
Pengelolaan
kekayaan migas
(sisi hulu) dan
Pengelolaan BBM
(sisi hilir)
seharusnya
dilakukan secara
terintegrasi
(dibawah satu
perusahaan
minyak Nasional)
karena sama2
harus dikuasai
negara
(Hulu)
(Hilir)
20
Pengelolaan Kekayaan Migas (hulu) harus
dilakukan secara terintegrasi dengan
Pengelolaan BBM (hilir)
Kilang BBM
Eksplorasi dan
Eksploitas
Minyak
Mentah
BBM
Masyarakat/
End Users
Hulu
Hilir
BBM yang diasilkan dari Perusahaan/Industri Minyak yang TERINTEGRASI (Integrated
Oil Company) akan lebih effisien bila dibanding dengan BBM yang dihasilkan dari
sistem Terpecah (unbundling).
Produk: minyak mentah Produk: BBM
21
22
PERBANDINGAN HARGA/BIAYA BBM
ANTARA SISTEM UNBUNDLING & INTEGRATED:
Biaya Pokok BBM dengan Sistem TERINTEGRASI
Selalau Lebih rendah dari BBM Harga Pasar.
Eksplorasi
&
Eksploitasi
Kilang Masyarakat
Angkutan
Laut
Angkutan
Darat/
Storage
Retail
SPBU
International
Price
Unbundling
With transaction
costs
Integrated
Cost
+
Profit
Cost
PT PT PT PT
Cost
+
Profit
Cost
Cost
+
Profit
Cost
Cost
+
Profit
Margin
Pengecer
Harga Pasar
Biaya Pokok
BBM
Pasal 5
UU Migas
UU No.44/Prp/1960
UU No.8/1971
Sumber: Kurtubi, International Association for Energy Economics Conference, Prague, Czech Republic, 2004
22
4.
Pengelolaan Cost Recovery oleh BP Migas Sangat Merugikan
Negara Karena UU Migas No.22/2001 mendisain strukur Organisasi
BP Migas tidak sejalan dengan prinsip good corporate governance.
BP Migas didisain secara cacat dengan tidak dilengkapi oleh
Lembaga Dewan Komisaris/Pengawas /Majelis Wali Amanat

Struktur Organisasi BP Migas sebagaimana disebutkan dalam Pasal
45 ayat 2 UU Migas hanya menyebutkan bahwa BP Migas terdiri
dari unsur pimpinan, tenaga ahli, tenaga teknis dan tenaga
admonistratif. Tidak menyebutkan secara eksplisit tentang perlunya
Dewan Komisaris/Pengawas /Majelis Wali Amanat. Padahal BP
Migas antara lain bertugas mengelola cost recovery/dana yang
harus dibayar kembali ke Perusahaan minyak/Investor. Sehingga
pengelolaan cost recovery saat ini sangat tidak effisien. Produksi
minyak terus turun dari sekitar 1.6 juta bbls/hari pada tahun 2000
menjadi hanya sekitar 890.000 bbls/hari pada Triwulan I/2012,
sementara cost recovery melonjak terus
23
BP Migas Bertugas Megawasi/Menyetujui seuruh proses Cost Recovery,
mulai dari proses perencanaan (POD Plan of Development), budget
(WP&B Work Program and Budget), otoritas expenditure (AFE
Authority for Expenditure), eksekusi pengadaan barang dan jasa sampai
pada persetujuan atas Pembayaran cost recovery kepada para Investor
dengan nilai yang sangat besar, melebihi Rp100 Trilyun per tahun.
BP Migas Didisain Dengan TANPA ADA MAJELIS WALII AMANAT
X
Rektor
Majelis Wali
Amanat (=KOMISARIS)
Kepala
BP Migas
TIDAK ADA
MWA/Komisaris
Struktur BHMN: Contoh
Universitas Negeri
Struktur BHMN: BP MIGAS
24
Proses Tahapan Pengelolaan Cost Recovery Oleh
BP Migas: Sistem Yang Tidak PRUDENT dan Tidak sejalan Dengan
Good Corporate Governence
Tanpa ada yang Mengawasi Secara Internal
Dalam Bentuk Dewan Komisaris/Majlis Wali Amanat
Perusahaan
Minyak
POD WP&B Eksekusi AFE
Pengadaan
Barang dan Jasa:
Suppliers/
Kontraktor
SELURUH
PROSES
DIBAWAH
KENDALI
BP MIGAS
Nilai Cost Recovery 2011: US$12.5 Milyar, sekitar Rp 106 Trilyun
2012: US$15.16 Milyar, sekitar Rp 136 Trilyun
25
Kesimpulan dan Saran
1. Meskipun Mahkamah Konsitusi sudah mencabut beberapa Pasal (Pasal 12 ayat 3,
Pasal 22 ayat 1, Pasal 28 ayat 2 dan Pasal 28 ayat 3), UU Migas no.22/2001 masih
bertentangan dengan Konstitusi karena UU Migas ini telah menyebabkan:
1.1. Kedaulatan Negara atas SDA Migas menjadi hilang karena Pemerintah (c/q. BP
Migas) yang berkontrak dengan Kontraktor, Terbukti dengan ntidak berdayanya
Pemerintah menyetop pengiriman LNG ke China yang dijual dengan harga sangat
murah dan dalam negeri sangat membutuhkan gas.
1.2. Negara dirugikan secara finansial karena Pemerintah (BP Migas) tidak bisa
menjual langsung migas bagian Negara sehingga negara dirugikan secara finansial.
Blok produksi yang selesai Kontrak tidak bisa diteruskan operasinya oleh BP Migas.
1.3. Perusahaan/Industri Migas Nasional harus dipecah antara kegiatan hulu dan hilir
(Unbundling) sehingga pengelolaan kekayaan Migas dan BBM menjadi tidak effisien
dan sekaligus bertentangan dengan ayat 3 dan ayat 2 Pasal 33 UUD 1945
1.4. Pengelolaan cost recovery menjadi tidak effisien, tidak sejalan dengan prinsip
good corporate governance yang secara finansial sangat merugikan negara karena
secara struktural BP Migas tidak didisain untuk memilki Majelis Wali Amanat
sebagaimana layaknya BHMN.
2. Usul: Cabut segera UU Migas No.22/2001 karena substansi dari pasal2 yang terkait
diatas merupakan INTI dari UU Migas.
26

Anda mungkin juga menyukai