Anda di halaman 1dari 12

PERBEDAAN

SIRINGOMA, MILIUM, AKNE VULGARIS





Penyaji:
dr.Ramona Dumasari Lubis,SpKK
NIP.132 308 599

















DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2008

Ramona Dumasari Lubis : Perbedaan Siringoma, Milium, Akne Vulgaris, 2008
USU e-Repository 2009
1
PENDAHULUAN
Siringoma, milium dan akne vulgaris merupakan penyakit yang sering
kita temukan. Secara klasifikasi, siringoma dan milium merupakan tipe tumor
jinak sedangkan akne vulgaris merupakan kelainan akibat terjadinya inflamasi
pada kelenjar sebaseous. Ketiga bentuk penyakit tersebut sering dijumpai
pada daerah wajah.
1-3

Istilah Siringoma berasal dari bahasa Yunani yaitu syrinx yang
maksudnya adalah pipa atau tube. Siringoma merupakan tumor jinak
adenoma dari kelenjar eccrine yang intraepidermal, merupakan bagian less
mature tumors dari tumor-tumor appendage kulit.
1,4-6

Milium merupakan tumor jinak yang sering ditemukan, berupa kista
epidermoid yang kecil dan berisi keratin. Kista tersebut kemungkinan berasal
dari folikel pilosebaceous. Terbentuknya milium primer, berhubungan dengan
folikel rambut yang halus yang sering dijumpai pada kulit wajah dan milium
sekunder terjadi akibat kerusakan unit pilosebaceous.
2,7,8

Akne vulgaris merupakan penyakit yang sering berkembang sejak
masa pubertas dan kelainannya dijumpai pada kulit dengan populasi folikel
sebaceous yang padat seperti wajah, dada bagian atas dan punggung.
3


EPIDEMIOLOGI
Siringoma lebih banyak dijumpai pada wanita dibandingkan pria.
Siringoma selalu timbul untuk pertama kalinya pada usia pubertas dan dapat
berlanjut hingga dewasa.
1,6
Milium dapat mengenai semua usia, mulai dari bayi baru lahir hingga
pupulasi yang lebih tua. Milium primer sering timbul terutama pada bayi yang
baru lahir tetapi dapat juga terjadi pada anak-anak dan dewasa. Milium yang
timbul pada bayi yang baru lahir sering dianggap normal.
2,9,10
Akne vulgaris dijumpai pada hampir 80% orang dewasa muda yang
berumur 11-30 tahun. Pada masa remaja, akne vulgaris lebih sering dijumpai
laki-laki dibandingkan perempuan dan pada masa dewasa, lebih sering
dijumpai pada perempuan dibandingkan laki-laki.
3,11


Ramona Dumasari Lubis : Perbedaan Siringoma, Milium, Akne Vulgaris, 2008
USU e-Repository 2009
2
ETIOPATHOGENESIS
Siringoma merupakan tumor yang terjadi akibat diferensiasi dari
kelenjar keringat eccrine. Dilaporkan siringoma, dijumpai sebanyak 18%
pada orang dewasa yang menderita Down syndrome dan lebih banyak pada
penderita perempuan.
1,4-6

Milium merupakan kista epidermoid yang kecil. Kista kemungkinan
berasal dari follikel pilosebaceous. Milium primer dapat timbul secara
spontan, diyakini berasal dari kelenjar sebaseceous yang belum berkembang,
hal ini menyebabkan tingginya prevalensi milium pada bayi yang baru lahir.
Milium sekunder dapat timbul setelah terjadi trauma seperti luka bakar,
dermabrasi, chemical peel ataupun berhubungan dengan penyakit yang
membentuk bula subepidermal seperti bullous pemphigoid, dystrophic
epidermolysis bullosa dan porphyria cutanea tarda, dimana dijumpai
kerusakan pada kelenjar keringat. Penggunaan topikal kortikosteroid yang
poten, dapat juga menyebabkan timbulnya milium sekunder.
2,7,8,10

Penyebab timbulnya akne vulgaris secara umum bersifat multifaktorial.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu :
3, 11
1. Genetika
Akne vulgaris sering dinyatakan sebagai penyakit yang diwariskan
tetapi belum ada bukti terperinci dan meyakinkan.
2. Diet / makanan
Adapun jenis makanan yang sering diwaspadai seperti coklat, kacang-
kacangan dan karbohidrat.
3. Obat-obatan
Kortikosteroid dapat menimbulkan steroid akne.
4. Endokrin
Peningkatan kadar hormon androgen, mempunyai pengaruh penting
pada aktivitas kelenjar sebaseous dan selanjutnya mempengaruhi
terjadinya akne vulgaris.

Ramona Dumasari Lubis : Perbedaan Siringoma, Milium, Akne Vulgaris, 2008
USU e-Repository 2009
3
5. Kosmetik
Kosmetik yang bersifat komedogenik ringan dapat mencetuskan
timbulnya akne vulgaris.
Sedangkan faktor-faktor yang memegang peranan pada patogenesis akne
vulgaris yaitu :
3,11-13
1. Meningkatnya produksi sebum, antara lain akibat pengaruh hormon
androgen yang menyebabkan pembesaran kelenjar sebaseous.
2. Keratinisasi yang abnormal berupa hiperkeratinisasi dan
hiperproliferasi dari sel-sel pada daerah infra infundibulum, yang
mengakibatkan terjadinya penyumbatan saluran pilosebasea oleh
keratin dan sebum yang mengeras.
3. Poroliferasi Propionibacteriun acnes. Kolonisasi mikrobial
menyebabkan meningkatnya lipolisis dan menginduksi kemotaktik
faktor yang menarik neutrofil dan memegang peranan pada proses
peradangan.
4. Inflamasi.

GAMBARAN KLINIS
Bentuk klinis siringoma dapat dibagi atas tiga kelompok yaitu :
1. Siringoma periorbital (Periorbital siringoma).
2. Siringoma eruptif (Eruptive siringoma, Eruptive hidradenoma,
Disseminated siringoma). Timbul lesi yang multipel secara serentak.
3. Siringoma linier. Lesi berbentuk linier yang diskret ataupun unilateral.
Bentuk siringoma periorbital dengan tempat predileksi pada periorbital
inferior/ kelopak mata bawah, merupakan bentuk siringoma yang sering
dijumpai. Lesi siringoma berupa papul-papul datar yang lunak, berukuran
kecil dengan diameter 1-3 mm, soliter tetapi lebih sering multipel, dengan
warna umumnya seperti warna kulit (skin colored) atau sedikit kekuningan
tetapi dapat juga berwarna agak merah muda atau bahkan kecoklatan, sering
dijumpai terbatas pada daerah kelopak mata bawah ataupun sekitar pipi
bagian atas. Siringoma juga dapat ditemukan pada axilla, dada, abdomen,
penis dan vulva. Bentuk siringoma eruptif sering dijumpai pada dada dan
abdomen bawah.
1,4-6

Ramona Dumasari Lubis : Perbedaan Siringoma, Milium, Akne Vulgaris, 2008
USU e-Repository 2009
4
Lesi milium berupa papul-papul yang berbatas tegas, lokasinya
superfisial, berwarna seperti mutiara hingga kekuningan, multipel, berbentuk
seperti kubah, bentuknya hampir sama dan berdiameter 1-2 mm. Distribusi
lesi pada milium primer pada bayi yang baru lahir, sering dijumpai pada wajah
terutama disekitar hidung. Dapat juga ditemukan pada mukosa dan palatum.
Lesi pada palatum dikenal dengan nama Epstein pearls. Milum primer pada
anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa, sering dijumpai pada wajah
terutama didaerah sekitar mata sedangkan milium sekunder dapat dijumpai
diseluruh tubuh. Milium mempunyai beberapa varian yaitu :
1. Milium en plaque.
Varian milium ini sangat jarang dijumpai dan penyebab timbulnya
belum diketahui. Lesi berupa papul-papul kecil yang membentuk plak
dengan dasar erithematous, unilateral ataupun bilateral yang dijumpai
pada daerah postauricular.
2. Multiple eruptive milia.
Merupakan varian milium yang jarang dijumpai, dimana perjalanan
penyakitnya cepat dan sering dalam waktu beberapa minggu,
berdasarkan penelitian bersifat autosomal dominan. Lesi biasanya
simetris, yang dapat dijumpai pada kepala, leher dan tubuh bagian
atas.
2,7,9,10


Lesi yang patognomonik untuk akne vulgaris adalah komedo. Akne
vulgaris mempunyai lesi yang polimorfik berupa komedo, papula, pustula,
nodul, kista dan parut.
3,11-13

1. Komedo
Komedogenis adalah proses deskuamasi korneosit folikel dalam duktus folikel
sebasea mengakibatkan terbentuknya mikrokomedo (mikroskopik komedo)
yang merupakan inti dari patogenesis akne. Mikrokomedo berkembang
menjadi lesi non inflamasi yaitu komedo terbuka (blackhead) dan komedo
tertutup (whitehead) atau dapat juga berkembang menjadi lesi inflamasi.

Komedo terbuka :
Disebut juga blackhead komedo secara klinis dijumpai lesi berwarna hitam,
berdiameter 0,1-3,0 mm, biasanya berkembang dalam waktu beberapa

Ramona Dumasari Lubis : Perbedaan Siringoma, Milium, Akne Vulgaris, 2008
USU e-Repository 2009
5
minggu. Puncak komedo ini berwarna hitam, hal ini disebabkan permukaan
lemaknya mengalami oksidasi dan akibat pengaruh melanin.
Komedo tertutup :
Disebut juga whitehead komedo, secara klinis lesinya kecil dan jelas
berdiameter 0,1-3,0 mm. Lesi ini mengalami perbaikan dalam waktu 3-4 hari
sebanyak 25% dan akan berkembang menjadi lesi inflamasi sebanyak 75% .
2. Papula
50% papula berasal dari mikrokomedo dimana 25% berasal dari komedo
tertutup dan 25%-nya lagi berasal dari komedo terbuka. Ada 2 tipe papula
yaitu yang aktif dan tidak aktif. Yang tidak aktif, kurang merah dan lebih kecil
dari yang aktif, berdiameter 4 mm.
3. Pustula
Letak pustula bisa dalam ataupun superfisial. Pustula lebih jarang dijumpai
dibandingkan papula dan pustula yang dalam sering dijumpai pada akne
vulgaris yang parah. Pustula terbentuk dari papula atau nodul yang
mengalami peradangan dan dapat bertahan selama 7 hari atau lebih.
4. Nodul
Letaknya lebih dalam dan dapat bertahan selama 8 minggu dan kemudian
mengecil. Tetapi tidak semua nodul akan menghilang, sebahagian akan
menjadi parut.
5. Kista
Kista jarang terjadi, bila terbentuk diameter bisa mencapai beberapa
centimeter. Bila diaspirasi dengan jarum besar akan didapati material kental
berupa krem berwarna kuning. Lesi dapat menyatu menyebabkan
terbentuknya sinus, terjadi nekrosis dan peradangan granulomatous,
keadaan ini sering disebut akne konglobata.
6. Parut
Sering disebabkan lesi nodulokistik yang mengalami peradangan yang berat.
Parut dapat dibagi atas 2 bentuk yaitu :
1. Hipertropi, terjadi oleh karena pembentukan jaringan ikat yang
berlebihan, contoh : hipertropi dan keloid.
2. Hipotropi, terjadi oleh karena pembentukan jaringan ikat yang
berkurang, contoh : ice-pick scar dan atropic scar.

Ramona Dumasari Lubis : Perbedaan Siringoma, Milium, Akne Vulgaris, 2008
USU e-Repository 2009
6
PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGIS
Pada gambaran histopatologis siringoma, terbentuk banyak kelenjar
kecil yang melekat pada stroma yang sklerotik. Dinding kelenjar biasanya
dibatasi oleh 2 baris sel epitel yang berbentuk kuboidal hingga berbentuk
gepeng dan mengandung lumen. Beberapa kelenjar memiliki perpanjangan
ekor dari sel epithelial yang menghasilkan gambaran khas seperti kecebong
(tadpole). Ditemukannya sejumlah besar duktus kecil dalam stroma fibrosa
dengan dinding terdiri dari 2 baris sel epitel, yang pada banyak kasus sel-sel
tersebut berbentuk pipih atau gepeng.
1,5

Gambaran histopatologis milium primer identik dengan kista
epidermoid, tetapi ukuran kistanya lebih kecil. Milium primer umumnya
dijumpai pada superfisial dermis, mempunyai garis epitelium yang stratified
dengan lapisan sel yang tebal dan mengandung sejumlah keratin berlameral
yang konsentrik. Sedangkan milium sekunder, gambarannya hampir sama
dengan milium primer tetapi tampak pengendapan kista yang disebabkan
kecendrungan terjadinya proliferasi sel epithelium setelah terjadi trauma.
2,8

Sedangkan pada akne vulgaris, komedo yang mengandung sel keratin,
sebum dan beberapa mikroorganisme, tetapi pada pemeriksaan
histopatologis yang sering ditemukan hanyalah sel keratin. Bentuk papula
follicular, karakteristiknya dijumpai predominan infiltrat limphositik disekitar
follikel, yang terdiri dari komedo yang tertutup ataupun mikrokomedo. J ika
dicari lebih teliti dapat dijumpai dinding follicular yang hancur. Komedo yang
masuk kedalam lapisan dermis, dapat membentuk pustula dan nodul yang
terbentuk setelah dinding follicular hancur dan kemudian masuk kedalam
lapisan dermis. Apabila penumpukan neutrofilnya sedikit dan superfisial,
maka akan membentuk pustula sebaliknya jika penumpukan neutrofilnya
banyak dan dalam, akan terbentuk nodul. Selain neutrofil dapat juga
ditemukan sel mononuclear dan giant sel.
3,12


Ramona Dumasari Lubis : Perbedaan Siringoma, Milium, Akne Vulgaris, 2008
USU e-Repository 2009
7
DIAGNOSIS BANDING
Siringoma :
1,4-6
1. Basal cell carcinoma
2. Granuloma Annulare
3. Trikoepithelioma
4. Milium

Milium :
2,7-10
1. Akne vulgaris
2. Siringoma
3. Trikoepithelioma

Akne vulgaris :
3,11-13
1. Folliculitis
2. Rosasea
3. Sebaceous hyperplasia
4. Syringoma

PENATALAKSANAAN
Pengobatan siringoma dilakukan dengan membuka atapnya, yang
dapat dilakukan dengan cara yaitu :
- eksisi
- elektrodesikasi dan kuret

- dermabrasi
- cryotherapy menggunakan nitrogen cair
- laser abration
1,4-6

Prinsip pengobatan milium yaitu membuka atapnya dan mengeluarkan
isinya. Dapat dilakukan dengan menggunakan jarum ataupun ujung dari
scapel blade (# 11). Setelah dilakukan insisi, milium dikeluarkan dengan
komedo ekstraktor Schamberg (loop-type) atau ujung jarum (22 gauge), yang
sebelumnya dilakukan lokal anastesi atau topikal anastesi. Pengunaan cauter
ataupun elektrodesikasi tidak dianjurkan disebabkan dapat merusak

Ramona Dumasari Lubis : Perbedaan Siringoma, Milium, Akne Vulgaris, 2008
USU e-Repository 2009
8
permukaan kulit dan dapat membentuk skar. Pengeluaran isi dengan
menggunakan jarum tidak menimbulkan skar. Pengobatan milium en plaque
dapat menggunakan elektrodesikasi. Dilaporkan penggunaan topikal
isotretinoin dan minocycline, dapat digunakan untuk pengobatan milium en
plaque tetapi tidak efektif untuk milium primer dan sekunder.
2,7,9,10

Prinsip pengobatan akne vulgaris ditujukan langsung pada pathogenik
yang terlibat yaitu :

PENGOBATAN TOPIKAL :
3,11,13
- Retinoid
Bersifat komedolitik dan anti inflamasi. Topikal retinoid menyebabkan
diferentition dari epidermal dan mengakibatkan follicular hiperproliferation dan
hiperkeratinazation menjadi normal kembali. Dan juga dapat menurunkan
jumlah dari mikrokomedo, komedo maupun lesi yang mengalami inflamasi.
Dapat digunakan sendiri ataupun dikombinasi degan obat akne vulgaris yang
lain. Yang sering digunakan sebagai topikal retinoid yaitu : adapalene,
tazarotene, dan tretinoin. Obat ini dioleskan sehari sekali pada malam hari.
Penggunaan topikal retinoid dapat menimbulkan iritasi berupa pengelupasan
dan kemerahan pada kulit. Topikal retinoid dapat menipiskan stratum
corneum sehingga meningkatkan sensitifitas terhadap sinar matahari dan
pasien dianjurkan menggunakan tabir surya.

- Antibiotik
Topikal antibiotik digunakan untuk melawan P.acnes dan juga
mempunyai efek anti inflamasi. Topikal antibiotik tidak bersifat komedolitik
dan dapat terjadi bakterial resisten tehadap topikal antibiotik. Untuk
menghindari terjadinya resistensi, dapat dikombinasikan dengan benzoil
peroxide. Topikal antibiotik yang sering digunakan yaitu eritromisin ataupun
clindamisin. Obat tersebut dioleskan satu atau dua kali sehari.

- Benzoil peroxide
Benzoil peroxide juga efektif terhadap P.acnes dan bakteri yang
resisten terhadap benzoil peroxide belum pernah dilaporkan. Benzoil peroxide

Ramona Dumasari Lubis : Perbedaan Siringoma, Milium, Akne Vulgaris, 2008
USU e-Repository 2009
9
dioleskan satu atau dua hari sekali. Bahan ini dapat juga menyebabkan
terjadinya dermatitis kontak alergi.

- Azelaic acid
Asam azelaik dilaporkan bersifat bakteriostatik terhadap bakteri aerob
dan anaerob terutama terhadap P.acnes dan juga bersifat antikomedogenik.
Efek samping biasanya ringan berupa pengelupasan dan kemerahan pada
kulit. Asam azelaik 20% dapat dioleskan 2 kali sehari.

PENGOBATAN SISTEMIK :
3,11,13
- Antibiotik
Penggunaan antibiotik sistemik mempunyai efek anti inflamasi dan
efektif melawan P.acnes. Antibiotik group tetrasiklin sering digunakan untuk
pengobatan akne vulgaris. Minosiklin yang merupakan lipophilik antibiotik,
secara luas lebih efektif dibandingkan tetrasiklin. Dosis minosiklin : 100 mg /
hari dan tidak boleh diminum ketika perut kosong. Golongan eritromisin juga
dapat digunakan, dengan dosis 2 x 500 mg / hari. Efek samping dari obat
diatas biasanya terjadinya gangguan gastrointestinal. Untuk mengurangi
terjadinya resistensi bakteri sebaiknya digunakan topikal dan sistemik
antibiotik dari golongan obat yang sama.

- Hormonal
Kontrasepsi oral yang mengandung estrogen efektif untuk pengobatan
akne vulgaris.

- Isotretinoin
Isotretinoin merupakan sistemik retinoid yang sangat efektif untuk
pengobatan akne vulgaris yang berat dan sering berulang. Isotretinoin
menyebabkan diferensiasi epidermis kembali menjadi normal, menurunkan
sekresi sebum hingga 70 %, bersifat anti inflamasi dan juga menurunkan
P.acnes. Dosis isotretinoin yaitu 0,5 mg / kg BB / hari selama 4 minggu dan
setelah 4 minggu dosis dapat ditingkatkan sebanyak 1 mg / kg BB / hari dan
dosis kumulatif sebanyak 120-150 mg /kg BB. Isotretinoin bersifat teratogenik
dan tidak boleh diberikan pada orang hamil.


Ramona Dumasari Lubis : Perbedaan Siringoma, Milium, Akne Vulgaris, 2008
USU e-Repository 2009
10
KOMPLIKASI
Komplikasi sistemik tidak dijumpai pada siringoma, milium maupun
akne vulgaris tetapi dapat menimbulkan gangguan kosmetik yang signifikan.
Pada akne vulgaris yang berat, dapat timbul skar yang menetap.
1,2,3

PROGNOSIS
Dengan metoda pengobatan yang tepat, diharapkan siringoma dapat
hilang dan sembuh dengan skar yang minimal dan tidak timbul rekurensi.
1

Milium yang dijumpai pada anak yang baru lahir, cenderung untuk
menyebar dan secara spontan menghilang dalam beberapa minggu pertama
kehidupannya. Sedangkan milium yang dijumpai pada anak-anak dan dewasa
cenderung untuk menetap.
2


Akne vulgaris yang dijumpai pada penderita laki-laki, sering
menghilang ketika mendekati dewasa, sedangkan pada wanita dapat
berlanjut hingga dewasa. Prognosis secara umum baik, tetapi dalam jangka
waktu yang lama dapat timbul gangguan psychosial dan dapat timbul
komplikasi berupa skar.
3

KESIMPULAN
Siringoma dan milium merupakan tumor jinak. Siringoma merupakan
tumor jinak adenoma dari kelenjar eccrine yang intraepidermal dan milium
merupakan kista epidermoid berisi keratin yang berasal dari folikel
pilosebaseous. Sedangkan akne vulgaris terjadi akibat inflamasi dari kelenjar
sebaseous. Untuk mendapatkan keberhasilan pengobatan, diperlukan
perhatian tentang : etiologi, epidemiologi, patogenesis, gambaran klinis
maupun pemeriksaan histopatologis dari ke tiga bentuk bentuk penyakit
diatas, sehingga diagnosis dapat ditegakkan dengan benar.




Ramona Dumasari Lubis : Perbedaan Siringoma, Milium, Akne Vulgaris, 2008
USU e-Repository 2009
11

Ramona Dumasari Lubis : Perbedaan Siringoma, Milium, Akne Vulgaris, 2008
USU e-Repository 2009
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Horenstein MG. Syringoma. May 3, 2002.http// www.emedicine.com.
2. Cooper S. Milia. November 30, 2001.http// www.emedicine.com.
3. Harper J C. Acne vulgaris. J une 10, 2003. http// www.emedicine.com.
4. Hashimoto K, Lever W F. Tumors of Skin Appendage. In : Fitzpatrick T
B, Eisen A Z editor. Dermatology In General Medicine, Vol 2, 4
th
edition, McGraw-Hill, Inc, 1993 : 873-76.
5. Lever W F, Schaumburg-Lever G. Syringoma. Histopathology of the
Skin. 6
th
edition, J .B. Philadelphia, Lippincott Company, 1983 : 551-53.
6. Arndt K A, Robinson J K. Syringoma. Cutaneous Medicine and
Surgery. Vol 4. W.B.Saunders Company,1996 :1477-78.
7. Epstein E. Milium. Common Skin Disorders, 5
th
edition, W.B.Saunders
Company, 2001 :112-13.
8. Lever W F, Schaumburg-Lever G. Milia. Histopathology of the Skin.
6
th
edition, J .B. Philadelphia, Lippincott Company, 1983 : 484-85.
9. Arndt K A, Robinson J K. Milia. Cutaneous Medicine and Surgery. Vol
4. W.B.Saunders Company,1996 :1451-52.
10. Stegman S J , Tromovitch T A. Milia. Cosmetic Dermatologic Surgery.
Year Book Medical Publishers, Inc, 1984 : 10-11.
11. Mascaro J M. Pathogenesis of acne. J ournal of Dermatological
Treatment, Vol 2, 2000.
12. Lever W F, Schaumburg-Lever G. Acne vulgaris. Histopathology of the
Skin. 6
th
edition, J .B. Philadelphia, Lippincott Company, 1983 : 198-99.
13. Epstein E. Acne. Common Skin Disorders, 5
th
edition, W.B.Saunders
Company, 2001 :36-53.

Anda mungkin juga menyukai