Anda di halaman 1dari 31

1

1. BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah membentuk
sumberdaya manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumberdaya
manusia pembangunan di masa datang. Remaja sebagai generasi penerus
bangsa harus memiliki kualitus hidup yang baik. Untuk meningkatkan
kualitas hidup remaja masa kini, banyak faktor yang harus diperhatikan
antara lain gizi kesehatan, pendidikan, informasi, teknologi dan lain-lain.
Faktor gizi merupakan faktor yang paling penting untuk diperhatikan guna
mempertahankan

kesehatan.

Pada

masa

remaja

tubuh

mengalami

pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik fisik maupun psikis


(Depkes RI, 2007).
Gizi lebih berhubungan dengan faktor resiko penyebab penyakit
kardiovaskuler. Hasil penelitian di Jerman menunjukkan bahwa remaja
dengan gizi lebih mempunyai faktor resiko penyakit kardiovaskuler lebih
tinggi dibandingkan dengan berat badan normal. Studi di jerman yang
melibatkan lebih dari 260.000 anak dengan gizi lebih, dinyatakan lebih dari
setengahnya mengalami paling sedikit satu resiko penyebab penyakit
kardiovaskuler terutama hipertensi (Miharja , 2008).
Gizi lebih pada anak atau remaja tergntung dari aktifitas fisiknya.
Penelitian di Kanada pada anak umur 6-10 tahun menyatakan hubungan
aktivitas fisik dengan gizi lebih (Ball, et all; 2007). Penelitian serupa juga
dilakukan pada anak umur 5-16 tahun di Pakistan. pada anak usia 6-26

tahun di Portugal menunjukkan bahwa aktivitas fisik mempunyai hubungan


yang berkebalikan dengan kejadian gizi lebih yaitu anak lebih banyak
aktivitas fisik mempunyai lebih rendah (Soric et all, 2009).
Aktivitas fisik merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot-otot
tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot
mebutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung
dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk menghantarkan zat-zat
dan oksigen keseluruh tubuh untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh.
Banykanya energi yang dibutuhkan tergantung dari banyak otot yang
bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan
(Almastar, 2009).
Di dalam penelitian-penelitian sebelumnya banyak faktor resiko
yang menyebabkan gizi lebih pada remaja prevalensinya cukup tinggi. Oleh
sebab itu penelitian dilakukan untuk mengetahui cara mencegah agar tidak
terjadi gizi lebih yang akan mengakibatkan penyakit-penyakit lain.
B.

Rumusan Masalah
Apakah Ada hubungan status gizi dengan pola aktivitas fisik pada
remaja putri di SMAN 1 Purwoharjo Banyuwangi?

C.

Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui hubungan status gizi dengan pola aktivitas fisik
pada remaja putri di SMAN 1 Purwoharjo Banyuwangi
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui status gizi remaja putri di SMAN 1 Purwoharjo
Banyuwangi

b. Untuk mengetahui pola aktivitas fisik remaja putri di SMAN 1


Purwoharjo Banyuwangi
D.

Manfaat Penelitian
1. Manfaat Peneliti :
a. Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan khususnya dalam
mengetahui hubungan status gizi dengan pola aktivitas fisik pada
remaja putri di SMAN 1 Purwoharjo Banyuwangi
2. Manfaat Instansi :
a. Dapat digunakan sebagai data dalam penelitian lebih lanjut
khususnya penelitiaan mengenai status gizi dengan pola aktivitas
fisik
b. Dapat dijadikan sebagai upaya untuk menambah kelengkapan
kepustakaan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

E.

Definisi Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses pencernaan, absobsi, transportasi,

penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan


untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari
organ-organ, serta menghasilkan energi. (Supariasa, dkk, 2002)
Status

gizi

adalah

keadaan

yang

diakibatkan

oleh

status

keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang
dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis:
(pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan
lainnya). (Suyatno, 2009). Status gizi adalah ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutrisi
dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, dkk, 2001).
Pada gilirannya, zat gizi tersebut menyediakan tenaga bagi tubuh,
mengatur proses dalam tubuh dan membuat lancarnya pertumbuhan serta
memperbaiki jaringan tubuh. Beberapa zat gizi yang disediakan oleh pangan
tersebut disebut zat gizi essential, mengingat kenyataan bahwa unsur-unsur
tersebut tidak dapat dibentuk dalam tubuh, setidak-tidaknya dalam jumlah
yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesihatan yang normal. Jadi zat
gizi esensial yang disediakan untuk tubuh yang dihasilkan dalam pangan,
umumnya adalah zat gizi yang tidak dibentuk dalam tubuh dan harus
disediakan dari unsur-unsur pangan di antaranya adalah asam amino
essensial. Semua zat gizi essential diperlukan untuk memperoleh dan
memelihara pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan yang baik. Oleh
karena itu, pengetahuan terapan tentang kandungan zat gizi dalam pangan
yang umum dapat diperoleh penduduk di suatu tempat adalah penting guna

merencanakan, menyiapkan dan mengkonsumsi makanan seimbang. (Moch.


Agus Krisno Budiyonto).
Pada umumnya zat gizi dibagi dalm lima kelompok utama, yaitu
karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Sedangkan sejumlah pakar
juga berpendapat air juga merupakan bahagian dalam zat gizi. Hal ini
didasarkan kepada fungsi air dalam metabolism makanan yang cukup
penting walaupun air dapat disediakan di luar bahan pangan. ( Moch. Agus
Krisno Budiyonto )
Makan makanan yang beraneka ragam sangat bermanfaat bagi
kesehatan.

Makanan

yang

beraneka

ragam

yaitu

makanan

yang

mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas


maupun kuantitasnya, dalam pelajaran ilmu gizi biasa disebut triguna
makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun dan zat
pengatur. Apabila terjadi kekurangan atas kelengkapan salah satu zat gizi
tertentu pada satu jenis makanan, akan dilengkapi oleh zat gizi serupa dari
makanan yang lain. Jadi makan makanan yang beraneka ragam akan
menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan
zat pengatur.
Tubuh manusia memerlukan sejumlah pangan dan gizi secara tetap,
sesuai dengan standar kecukupan gizi, namun kebutuhan tersebut tidak
selalu dapat terpenuhi. Penduduk yang miskin tidak mendapatkan pangan
dan gizi dalam jumlah yang cukup. Mereka menderita lapar pangan dan
gizi, mereka menderita gizi kurang. (Sri Handajani, 1996).

Keadaan

gizi

seseorang

merupakan

gambaran

apa

yang

dikonsumsinya dalam jangka waktu yang cukup lama. Bila kekurangan itu
ringan, tidak akan dijumpai penyakit defisiensi yang nyata, tetapi akan
timbul konsekwensi fungsional yang lebih ringan dan kadang-kadang tidak
disadari kalau hal tersebut karena faktor gizi. (Ari Agung, 2002).
F.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi


1. Jenis Kelamin
Obesitas lebih umum dijumpai pada wanita terutama pada saat
remaja, hal ini disebabkan faktor endokrin dan perubahan hormonal
(Arisman, 2004).
2. Umur
Obesitas yang muncul pada tahun pertama kehidupan biasanya
disertai dengan perkembangan rangka yang cepat. Anak yang obesitas
cenderung menjadi obesitas pada saat remaja dan dewasa serta dapat
berlanjut ke masa lansia (Arisman, 2004). Menurut Dietz, ada empat
periode kritis terjadinya obesitas, yaitu: masa prenatal, masa bayi, masa
adiposity rebound dan masa remaja. Obesitas yang terjadi pada masa
remaja, 30% akan melanjut sampai dewasa menjadi obesitas persisten.
Obesitas yang terjadi pada masa remaja ini perlu mendapatkan perhatian,
sebab obesitas yang timbul pada waktu anak dan remajabila kemudian
berlanjut hingga dewasa akan sulit diatasi secara konvensional (dietdan
olahraga). Selain itu, obesitas pada remaja tidak hanya menjadi masalah
kesehatan di kemudian hari, tetapi juga membawa masalah bagi

kehidupan sosialdan emosi yang cukup berarti pada remaja (Virgianto


dan Purwaningsih, 2006).
Menurut Spear (Spear, 1996), masa remaja adalah masa terjadinya
perubahan yang dramatik dalam kehidupan setiap manusia. Pertumbuhan
yang relatif samapada masa kanak-kanak secara tiba-tiba berubah dengan
adanya suatu peningkatan kecepatan pertumbuhan. Lonjakan yang tibatiba ini berhubungan dengan perubahan hormonal, kognitif dan
emosional yang menciptakan kebutuhan-kebutuhan khusus.
3. Tingkat Sosial Ekonomi
Peningkatan pendapatan juga dapat mempengaruhi pemilihan jenis
dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Peningkatan kemakmuran di
masyarakat yang diikuti oleh peningkatan pendidikan dapat mengubah
gaya hidup dan pola makan dari pola makan tradisional ke pola makan
makanan praktis dan siap saji yang dapat menimbulkan mutu gizi yang
tidak seimbang. Pola makan praktis dan siap saji terutama terlihat di
kota-kota besar di Indonesia, dan jika dikonsumsi secara tidak rasional
akan menyebabkan kelebihan masukan kalori yang akan menimbulkan
obesitas (Virgianto dan Purwaningsih, 2006).
4. Faktor Lingkungan
Remaja belum sepenuhnya matang dan cepat sekali terpengaruh
oleh lingkungan. Kesibukan menyebabkan mereka memilih makan di
luar, atau menyantap kudapan (jajanan). Lebih jauh lagi kebiasaan ini
dipengaruhi oleh keluarga, teman dan terutama iklan di televisi. Teman

sebaya berpengaruh besar pada remaja dalam hal memilih jenis makanan.
Ketidakpatuhan terhadap teman dikhawatirkan dapat menyebabkan
dirinya terkucil dan akan merusak kepercayaan dirinya (Arisman, 2004).
5. Faktor Genetik
Genetik memegang peranan penting dalam mempengaruhi berat
dan komposisi tubuh seseorang. Jika kedua orang tua mengalami
obesitas, kemungkinan bahwa anak-anak mereka akan mengalami
obesitas sangat tinggi (75-80%), jika salah satu orangtuanya mengalami
obesitas kemungkinan tersebut hanya 40%, sedangkan jika tidak
seorangpun dari orang tuanya mengalami obesitas, peluangnya relatif
kecil (kurang dari 10%) (Hegarty, 1996; Whitney et al., 1990).
6. Metabolisme Basal
Metabolisme basal adalah metabolisme yang dilakukan oleh organorgan tubuh dalam keadaan istirahat total (tidur). Kecepatan metabolisme
basal setiap orang berbeda-beda, seseorang yang memiliki kecepatan
metabolisme yang rendah cenderung lebih gemuk dibanding dengan
orang yang kecepatan metabolismenya tinggi (Purwati, 2005).
7. Enzim Tubuh dan Hormon
Enzim adipose tissue lipoprotein memiliki peranan penting dalam
mempercepat proses peningkatan berat badan. Enzim ini berfungsi untuk
mengontrol kecepatan pemecahan triglisida dalam darah menjadi asamasam lemak dan kemudian disalurkan ke sel-sel tubuh untuk disimpan.
Ketika seseorang membutuhkan bahan bakar untuk oksidasi, diperlukan

sejumlah energy dan tubuh akan memilih glikogen atau lemak sebagai
sumber energinya. Menurut sejumlah penelitian, penggunaan glikogen
akan menurunkan glukosa darah sehingga menyebabkan orang merasa
lapar (Purwati, 2005).
Insulin

dapat

menyebabkan

kegemukan.

Seseorang

yang

mengalami peningkatan insulin juga akan mengalami peningkatan


penimbunanan lemak. Gangguan produksi hormon juga berhubungan
dengan obesitas, misalnya hipotiroidism dan hipopituitorism. Orang yang
seperti ini biasanya telah mengalami kegemukan sejak kecil. Obesitas
yang berlanjut (menetap) sampai dewasa, terutama bila obesitas dimulai
pada masa pra pubertas (Purwati, 2005). Berdasarkan penelitian
longitudinal bahwa 25-50% atau paling banyak 74% anak obesitas akan
mengalami obesitas pada masa dewasa (Subardja, 2005).
8. Status tinggal
Status tinggal merupakan status bersama siapa remaja tinggal, baik
bersama orang tua maupun tidak bersama orang tua (kos atau tinggal
bersama keluarga lainnya). Ibu memegang peranan penting dalam
menyediakan makanan yang bergizi bagi keluarga, sehingga memiliki
pengaruh terhadap status gizi anak (Lazzeri et al., 2006; Rina dan Oktia,
2008).
9. Aktivitas Fisik
Sebagian besar energi yang masuk melalui makanan pada anak
remaja dan orang dewasa seharusnya digunakan untuk aktivitas fisik.

10

Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan banyak energi yang tersimpan


sebagai lemak, sehingga orang - orang yang kurang melakukan aktivitas
cenderung menjadi gemuk. Studi kasus yang dilakukan di SMU
Semarang menunjukkan bahwa semakin tinggi aktivitas fisik remaja,
semakin rendah kejadian obesitas. Hal ini menjelaskan bahwa
tingkataktivitas fisik juga berkontribusi terhadap kejadian obesitas
terutama kebiasaan duduk terus-menerus, menonton televisi, penggunaan
komputer dan alat-alat berteknologi tinggi lainnya (Virgianto dan
Purwaningsih, 2006).
10. Pola Makan
Pola makan dengan kalori berlebih dan kurangnya aktivitas fisik
merupakan faktor yang dominan untuk terjadinya obesitas. Orang yang
banyak makan akan memiliki gejala cenderung untuk menderita
kegemukan. Kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kurang
serat merupakan faktor penunjang timbulnya masalah kegemukan.
Berdasarkan hasil penelitian pada remaja di Yogyakarta dan Bantul
terlihat bahwa semakin tinggi asupan energi dan lemak semakin tinggi
kemungkinan terjadinya obesitas. Penelitian ini juga menunjukkan
adanya hubungan kontribusi lemak terhadap total energi dengan
terjadinya obesitas (Medawati et al., 2005).
G.

Standar Status Gizi


Status gizi merupakan hasil dari keseimbangan atau perwujudan dari
nutrisi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2014). Keseimbangan

11

antara asupan dan kebutuhan zat gizi menentukan seseorang tergolong


dalam kriteria status gizi tertentu, dan merupakan gambaran apa yang
dikonsumsinya dalam rentang waktu yang cukup lama (Sayogo, 2011).
Status gizi baik memungkinkan perkembangan otak, pertumbuhan fisik,
kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat yang paling
tinggi (Almatsier, 2009).
1. Gizi Seimbang (Balanced Nutrition)
Gizi seimbang merupakan susunana makanan sehari-hari yang
mengadung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan tubuh dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman atau
variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan ideal.
Prinsip Gizi Seimbang (PGS) divisualisasikan sesuai dengan budaya dan
pola makan setempat. Bentuk tumpeng dengan nampannya di Indonesia
disebut sebagai Tumpeng Gizi Seimbang (TGS) yang dirancang untuk
membantu memilih makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat, sesuai
dengan berbagai kebutuhan menurut usia (bayi, balita, remaja, dewasa
dan usia lanjut) dan sesuai keadaan kesehatan (hamil, menyusui, aktivitas
fisik, sakit). (Irianto, 2014).
Remaja merupakan kelompok umur yang rentan terhadap masalah
gizi

karena

beberapa

alasan,

diantaranya:

pertama,

percepatan

pertumbuhan dan perkembangan tubuh (growth spurt) memerlukan


energi lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan
menuntut penyesuaian masukan energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan,

12

keikutsertaan dalam olah raga, kecanduan alkohol dan obat-obatan


meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi (Arisman, 2004).
2. Gizi Kurang (Undernutrition)
Menurut

Guthrie

(1995),

gizi

kurang

disebabkan

oleh

ketidakseimbangan antara asupan energi (energy intake) dengan


kebutuhan gizi. Dalam hal ini terjadi ketidakseimbangan negatif, yaitu
asupan lebih sedikit dari kebutuhan. Secara umum, kekurangan gizi
menyebabkan

beberapa

gangguan

dalam

proses

pertumbuhan,

mengurangi produktivitas kerja dan kemampuan berkonsentrasi, struktur


dan fungsi otak, pertahanan tubuh, serta perilaku (Almatsier, 2009).
3. Gizi Lebih (Overnutrition)
Ketidakseimbangan antara asupan energi (energy intake) dengan
kebutuhan gizi memengaruhi status gizi seseorang. Ketidakseimbangan
positif terjadi apabila asupan energi lebih besar dari pada kebutuhan
sehingga mengakibatkan kelebihan berat badan atau gizi lebih (Guthrie,
Helen A., 1995). Makanan dengan kepadatan energi yang tinggi (banyak
mengandung lemak atau gula yang ditambahkan dan kurang mengandung
serat) turut menyebabkan sebagian besar keseimbangan energi yang
positif ini. Selanjutnya penurunan pengeluaran energi akan meningkatkan
keseimbangan energy yang positif. Faktor penyebabnya adalah aktivitas
fisik golongan masyarakat rendah, efek toksis yang membahayakan,
kelebihan energi, kemajuan ekonomi, kurang gerak, kurang pengetahuan
akan gizi seimbang, dan tekanan hidup (stress). Akibat dari kelebihan

13

gizi di antaranya obesitas (energi disimpan dalam bentuk lemak),


penyakit degenerative seperti hiperensi, diabetes, jantung koroner,
hepatitis, dan penyakit empedu, serta usia harapan hidup semakin
menurun (Irianto, 2014).
H.

Pengukuran Status Gizi


Penilaian

status gizi dengan pengukuran langsung berupa:

antropometri, biokimia, klinis, dan biofisik; dan pengukuran tidak langsung


berupa survey konsumsi, statistik vital, dan faktor ekologi.
1. Antropometri
Penggunaan antropometri untuk menilai status gizi merupakan
pengukuran yang paling sering dipakai. Antropometri dilakukan dengan
mengukur beberapa parameter sebagai salah satu indikator status gizi
diantaranya umur, tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, lingkar
kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, dan tebal lemak di bawah kulit.
Pada penelitian ini menggunakan pengukuran dengan antropometri untuk
menghitung status gizi (Supariasa, 2014). Namun hanya ada empat
parameter dalam pembahasan ini, yaitu:
a. Berat badan
Antropometri paling sering digunakan adalah berat badan.
Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan
mineral pada tulang. Berat badan dijadikan pilihan utama karena
berbagai pertimbangan, antara lain: pengukuran atau standar yang
paling baik, kemudahan dalam melihat perubahan dan dalam waktu

14

yang relatif singkat yang disebabkan perubahan kesehatan dan pola


konsumsi; dapat mengecek status gizi saat ini dan bila dilakukan
secara berkala dapat memberikan gambaran pertumbuhan; berat
badan juga merupakan ukuran antropometri yang sudah digunakan
secara luas dan umum di Indonesia; keterampilan pengukur tidak
banyak mempengaruhi ketelitian pengukuran. Faktor penting lainnya
untuk penilaian status gizi adalah umur, maka perhitungan berat
badan terhadap tinggi badan merupakan parameter yang tidak
tergantung pada umur. Pengukuran berat badan dilakukan dengan
menimbang. Alat yang digunakan sebaiknya memenuhi beberapa
persyaratan yaitu: mudah dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain
dan mudah digunakan; harganya relatif murah dan mudah diperoleh;
skalanya mudah dibaca dan ketelitian penimbangan maksimum 0,1
kg (Supariasa, 2014).
b. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi
keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang. Selain itu, faktor umur
dapat dikesampingkan dengan menghubungkan berat badan terhadap
tinggi badan (Quac stick). Pengukuran tinggi badan dapat dilakukan
dengan menggunakan alat pengukur tinggi mikrotoa (microtoise)
dengan ketelitian 0,1 cm (Supariasa, 2014).

c. Lingkar Lengan Atas (LILA)

15

Pengukuran LILA merupakan suatu cara untuk mengetahui


resiko Kekurangan Energi Protein (KEP) pada wanita usia subur
(WUS). Pemantauan LILA tidak dapat digunakan untuk memantau
perubahan status gizi dalam jangka pendek. Menurut Depkes RI
(1994) pengukuran LILA pada kelompok WUS adalah salah satu cara
deteksi dini yang mudah untuk mengetahui resiko Kekurangan Energi
Kronis (KEK) (Supariasa, 2014).
d. Lingkar Perut (LP)
LP lebih banyak digunakan secara klinis untuk menilai
obesitas abdominal, dengan mengukur lemak yang terpusat di perut.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan, LP merupakan prediktor
terbaik untuk risiko penyakit degeneratif (Triwinarto et al., 2012).
2. Penilaian Status Gizi Pada Remaja
Penilaian status gizi menggunakan bebercara apa parameter
antropometri sebagai dasar. Kombinasi beberapa parameter disebut
indeks antropometri. Penilaian status gizi pada remaja dapat dilakukan
secara antropometri dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT),
LILA, dan lingkar perut.
a. Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT digunakan sebagai alat untuk memantau status gizi orang
dewasa yang berhubungan dengan kelebihan dan kekurangan berat
badan (Supariasa, 2014). Perhitungan staus gizi remaja IMT/U
dihitung dengan menggunakan software WHO Anthro Plus dengan
indikator status gizi normal -2 SD hingga +2 SD. Status gizi kurang

16

jika nilai IMT/U kurang dari -2 SD dan status gizi lebih jika IMT/U
lebih dari +2 SD.
b. Lingkar Lengan Atas (LILA)
Ambang batas LILA WUS dengan resiko KEK di Indonesia
adalah 23,5 cm. apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau bagian
merah pita LILA artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK, dan
diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR
mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan
gangguan perkembangan anak (Supariasa, 2014).
c. Lingkar Perut
Lingkar perut sebagai indeks distribusi lemak tubuh baik
tersebar di subkutan (perifer) dan sentral (visceral). Obesitas sentral
jika lingkar perut lebih dari 90 cm pada laki-laki dan lebih dari 80 cm
pada wanita (Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2009).
I.

Pola Aktivitas Fisik


Aktivitas fisik menurut BPS merupakan pergerakan anggota tubuh
yang menyebabkan pembakaran kalori yang dilakukan minimal 30 menit
berturut

untuk

memelihara

kesehatan

fisik

dan

mental

serta

mempertahankan kualitas hidup agar tetap bugar dan sehat sepanjang hari
(Badan Pusat Statistik, 2013). Saat beraktivitas, otot membutuhkan energi di
luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru
memerlukan tambahan energi untuk menghantarkan oksigen dan zat-zat gizi
keseluruh tubuh dan digunakan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh.
Seberapa banyak otot yang bergerak, seberapa lama dan seberapa berat

17

pekerjaan yang dilakukan mempengaruhi jumlah energy yang dibutuhkan


(Almatsier, 2009). Berikut beberapa aktivitas harian remaja selain sekolah:
1. Aktivitas Aktif
a. Olahraga
Derajat kesehatan optimal dapat dipertahankan melalui
aktivitas fisik seperti olahraga cukup dan dilakukan secara teratur.
Olahraga dan aktivitas fisik, yang tidak berimbang dengan asupan
nutrisi yang dikonsumsi dapat menyebabkan berat badan tidak normal.
Olahraga dan kegiatan fisik diharapkan selalu seimbang dengan
asupan nutrisi dan masukan energi yang diperoleh dari makanan
seharihari (Departemen Kesehatan RI, 1995). Olah raga yang baik
harus dilakukan secara teratur, sedangkan macam dan takaran
olahraga tergantung menurut usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan dan
kondisi kesehatan.
b. Ekstrakurikuler
Ekstrakurikuler merupakan bagian dari aktivitas pendidikan di
luar

mata

pelajaran

yang

diselenggarakan

untuk

membantu

pengembangan siswa sesuai dengan potensi, bakat, kebutuhan, dan


minat siswa melalui kegiatan yang dibuat oleh tenaga kependidikan
dan pendidik yang berkewenang dan berkemampuan di sekolah
(Kurniawan dan Karyono, 2010).

18

2. Aktivitas Pasif (Perilaku Sedentari)


Anak-anak harus diberikan dukungan untuk beraktivitas di luar
rumah agar tidak menghabiskan sepanjang waktu sepulang sekolah
melakukan kegiatan kurang gerak (sedentarian) seperti menonton televisi
atau main komputer dan video game. Kegiatan sedentarian yang
dilakukan lebih dari dua jam dapat menyebabkan obesitas pada anak
(Dowshen, 2005).
a. Menonton Televisi dan Main Game
Televisi juga memberikan dampak terhadap pemilihan
makanan anak karena iklan-iklan menarik yang ditayangkan biasanya
merupakan iklan makanan dengan kalori tinggi (Astrup, 2006).
Berdasarkan penelitian di Semarang tahun 2012 pada remaja usia 1820 tahun didapatkan hasil perilaku sedentari, 89,5% memiliki
kebiasaan menonton televisi, 100% memiliki kebiasaan bekerja
dengan komputer atau laptop, 26,7% memiliki kebiasaan bermain
video game, 100,0% memiliki kebiasaan duduk-duduk, 48,8% remaja
memiliki lama waktu tidur yang buruk (Cahyani, 2012). Penelitian
yang dilakukan kepada alumni Harvard University, sepanjang tahun
1962-1978 terdapat 1413 orang meninggal, 45% disebabkan karena
penyakit jantung dan 32% lainnya disebabkan kanker. Mereka yang
meninggal memiliki gaya hidup sedentari. Sedangkan yang memiliki
kebiasaan berjalan/ berlari 20 mil/minggu memiliki kecenderungan
hidup 2 tahun lebih lama dibandingkan yang berjalan/ berolahraga
kurang dari 5 mil/minggu (Rosita, 2012).

19

b. Media Sosial
Media yang banyak digunakan remaja saat ini salah satunya
adalah internet dan social media. Data Kementerian Komunikasi dan
Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan pengguna internet di
Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang, dimana 95 persennya
menggunakan

internet

untuk

mengakses

jejaring

sosial

(Kemenkominfo, 2013). Persentase aktivitas jejaring sosial Indonesia


mencapai 79,72 persen, tertinggi di Asia, mengalahkan Filipina (78
persen), Malaysia (72 persen), China (67 persen) (Mohamad, 2013).
Pengguna aktif berada pada rentan usia 18 hingga 29 tahun dan
pengguna social media dan social sharing tertinggi adalah perempuan
(Heni, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Nurmihasti pada tahun 2012,
diketahui bahwa pelaku utama yang meramaikan pergerakan sosial
media di Indonesia sebagian besar didominasi oleh usia remaja,
khususnya mereka para peserta didik atau pelajar. Penelitian lain
memaparkan bahwa pengguna situs jejaring sosial di Indonesia
mayoritas adalah dari kalangan remaja usia sekolah, dengan
peningkatan pengguna situs jejaring sosial Facebook pada 2009
sebanyak 700% dibanding pada tahun 2008. Penggunaan sosial media
merupakan salah satu kegiatan sedentari. Kemajuan teknologi ini
membuat remaja menghabiskan banyak waktu untuk mengecek sosial
media melalui gadget yang dimiliki baik laptop maupun smartphone
(Isnainiyah, 2012).

20

c. Istirahat
Anak usia sekolah sebaiknya diberikan jadwal waktu tidur untuk
mereka tepati karena waktu tidur yang kurang dapat menjadi pemicu
terjadinya obesitas selain perilaku-perilaku negatif lainnya seperti
terlalu mengantuk di sekolah sehingga tidak dapat menerima pelajaran
dengan baik (Chaput dan Jean-Phillippe, 2007). Pola tidur dengan
durasi kurang dari 7 jam dihubungkan dengan kenaikan indeks massa
tubuh, baik pada anak-anak, remaja maupun pada orang dewasa pada
penelitian- penelitan sebelumnya. Durasi waktu tidur yang pendek
dikaitkan dengan penurunan leptin dan meningkatnya grelin.
Perubahan hormon ini yang mungkin berkontribusi terhadap kenaikan
indeks masaa tubuh (Taheri et al., 2004). Hasil penelitian (Papalia et
al., 2010) menyatakan bahwa remaja yang obesitas tidur lebih sedikit
dibanding remaja yang normal dan underweight. Durasi tidur
ditemukan berhubungan dengan risiko overweight dan obesitas pada
remaja Australia 10-15 tahun.

2. BAB III
KERANGKA KONSEP dan HIPOTESIS

21

A.

Kerangka Konsep

Pola makan
Karakteristik
Keluarga:
-

Pekerjaan
Pendapatan
pendidikan

Status Gizi
Pola Aktivitas Fisik

Gambar 3.1 : Kerangka Konsep

Karakteristik
Individu :
-

Usia
Jenis
Kelamin
Uang Saku

: Variabel Yang di teliti


: Variabel tidak diteliti

Bagan kerangka konsep tersebut menjelaskan bahwa status gizi


dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain Karakteristik keluarga yang
dilihat dari pekerjaan, pendapatan dan pendidikan. Karakteristik Individu
dilihat dari Usia, Jenis Kelamin, Uang Saku. Faktor lainnya ada pola makan,
dan pola aktivitas fisik. Namun dalam penelitian ini yang diteliti hanya staus
gizi dan 1 faktor yang mempengaruhi yaitu pola aktivitas. Adapun faktor
yang lain hanya menjadi landasan teori.
B.

Hipotesis Penelitian
H1 : Ada hubungan status gizi dengan pola aktivitas fisik pada remaja putri
di SMAN 1 Purwoharjo Banyuwangi
H0 : Tidak Ada hubungan status gizi dengan pola aktivitas fisik pada remaja
putri di SMAN 1 Purwoharjo Banyuwangi

22

3. BAB IV
METODE PENELITIAN

A.

Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik, yaitu
penelitian yang mengamati dan menganalisa langsung kepada responden
dengan melakukan penyebaran kuisioner. Penelitian ini juga menggunakan
pendekatan cross sectional, yaitu penelitian yang dilaksanakan sekali atau

23

satu periode saja. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat
hubungan antara status gizi dengan pola aktivitas fisik pada remaja putri di
SMAN 1 Purwoharjo Banyuwangi.
B.

Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi target penelitian ini adalah semua pelajar putri usia
sekolah yang sedang mengikuti pendidikan SMAN 1 Purwoharjo
Banyuwangi tahun 2015 yaitu sejumlah 160 orang. Sedangkan populasi
terjangkau penelitian ini adalah pelajar putri kelas satu SMAN 1
Purwoharjo Banyuwangi.
2. Sampel
Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: kriteria
inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi penelitian ini adalah siswa
yang sedang mengikuti pendidikan SMAN 1 Purwoharjo Banyuwangi
yang berjenis kelamin perempuan, duduk di kelas 1 (kelas 1 berusia 1516 tahun merupakan awal remaja.

Penentuan besar sampel menurut slovin menggunakan rumus:


Keterangan :
a. Populasi SMAN 1 Purwoharjo Banyuwangi, didapatkan N
sebanyak 160.
b. Dengan menggunakan rumus Slovin yaitu :
N

n : Besar Sampel

24

n=

N : Populasi
1 + N e2

e : Batas Toleransi Kesalahan

c. Didapatkan besar sampel sebanyak 172.


160
n=
(1 + 160 X 0,052)

160
n=
(1,4)
n = 114.28 dibulatkan menjadi 114
C.

Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi
Penelitian ini akan dilakukan di SMAN 1 Purwoharjo Banyuwangi
2. Waktu
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2015

D.

Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara dua variabel,
yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Pada peneltian ini dilakukan
pengukuran terhadap kedua variabel, dilakukan sekali dan dalam waktu
yang bersamaan. Jenis penelitian ini menggunakan analitik observasional

25

dengan metode yang digunakan adalah metode survey dengan pendekatan


cross sectional. (James, dkk., 2006).
E.

Metode Pengumpulan Data


Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah random sampling dengan beberapa kriteria didalamnya.
a. Kriteria inklusi
Siswa yang sedang mengikuti pendidikan SMAN 1
Purwoharjo Banyuwangi

yang berjenis kelamin perempuan,

duduk di kelas 1 (kelas 1 berusia 15-16 tahun merupakan awal


remaja.
b. Kriteria eksklusi
1. Siswa laki-laki SMAN 1 Purwoharjo Banyuwangi.
2. Siswa yang tidak bersedia untuk menjadi responden.

F.

Variabel Penelitian
a. Variabel bebas
b. Variabel terikat

G.

: Pola aktivitas
: Status gizi

Definisi Istilah / Definisi Operasional


Definisi

operasional

adalah

mendefinisikan

variabel

secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati yang memungkinkan


peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap
suatu objek. (Hidayat, 2007).

26

Tabel 4.1 Definisi Istilah / Definisi Operasional

Defenisi
No.

Variabel

Skala

Alat Ukur

Hasil Pengukuran

Operasional

Kegiatan rutin
Aktivitas fisik:

yang dilakukan
responden
Bebas

yang terdiri

Pola

dari: jenis

Durasi x frekuensi x
Ordinal

aktivitas

kegiatan,

fisik

durasi, dan

Kuisioner

skor METs
Ringan
(<1202,01
Sedang (1202,02-

frekuensi

2406,64
Berat (>2406,65)
(Novitasary et al.,

dalam satuan
minggu

2013;
Sudibjo et al. 2013).
2

Terikat

Status gizi

Status

remaja yang

BB responden

gizi

dinilai dengan

dengan

membandingan

timbangan

berat badan
dan tinggi
badan
berdasarkan

Nominal

Menimbang
IMT/U: (z-score)
Kurang : <-2 SD
Normal : -2 SD s.d

2 SD
(digital scale) Lebih : > 2 SD
LILA: (cm)
dan mengukur Kurang : < 23,5
TB responden cm
Normal: > 23,5 cm
dengan
Lingkar perut: (cm).

27

Normal : < 80 cm
Lebih : > 80 cm
(Supariasa, 2014)

H.

umur yang

microtoise

dihitung

dan dianalisis

dengan

menggunakan

menggunakan

software

software WHO

WHO Anthro

Anthro Plus

Plus,

(IMT/U),

mengukur

Pengumpulan Data
1. Jenis Data
Pengumpulan data ini menggunakan data primer dan sekunder,
yaitu:
a. Data primer
Merupakan data yang diperoleh dari responden dengan
wawancara, observasi, dan pemberian kuisioner.
b. Data sekunder
Merupakan data yang diperoleh dari beberapa referensi
yakni dari penelititan terdahulu, jurnal, dan laporan kesehatan
yang dimiliki instalasi pondok pesantren.

28

2.

Alur Penelitian

Sample 114 SMA


Sampel (total sampling)
Kriteria Inklusi

Kriteria Eksklusi
Kuisioner
Gambar
4.1 Alur Penelitian
Pengumpulan
data

I.

Pengolahan dan Analysis Data


Pengolahan data
Pengolahan data dalam hal ini diolah dengan menggunakan sistem
Kesimpulan
komputerisasi software yang disebut dengan SPSS. SPSS merupakan paket
program statistik yang berguna untuk mengolah dan menganalisis data
penelitian.
Kemudian agar analisis menghasilkan data yang benar, ada beberapa
tahapan dalam mengolah data, yaitu :
1. Editing
Pengecekan hasil wawancara terhadap responden yang
telah menerima kuisioner.

2. Coding
Mengubah huruf menjadi bentuk angka, yang berguna
untuk mempermudah dalam proses pengentryan data.

29

3. Prosessing
Memasukkan data ke dalam

program SPSS yang

sebelumnya sudah di proses untuk diubah menjadi angka.


4. Cleaning
Evaluasi data yang sudah di masukkan ke dalam
program. Apakah sudah benar atau tidak.
Analisis data selanjutnya adalah mengukur ada atau tidaknya
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan metode
pemograman SPSS dengan langkah sebagai berikut :
1. Analisis univariat
Analisis univariat dilakukan pada setiap variabel. Yang
bertujuan untuk mengetahui karakteristik masing-masing variabel.
2. Analisis bivariat
Chi-Square digunakan untuk analisis bivariat, guna mengetahui
gambaran hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Rumus
Chi-Square yang digunakan adalah sebagai berikut :

2=

Keterangan :
2
= Chi-square hitung
O
= Frekuensi Observasi (Observed)
E
= Frekuensi Harapan (Expected)

Syarat uji chi-square adalah sel yang mempunyai nilai expected < 5,
maksimal 20% dari jumlah sel. Jika syarat uji chi-square tidak terpenuhi,
maka dipakai uji alternatif, yaitu uji Fisher, dengan menggunakan tabel 2 x 2.
Setelah itu menentukan interpretasi hasil uji hipotesis, yang bertujuan untuk
penarikan kesimpulan, yaitu dengan menentukan Nilai Probabilitas (P).
Dimana, jika p < 0,05, artinya ada hubungan yang bermakna antara variabel
terikat dan variabel bebas. Tapi apabila p > 0,05, artinya tidak ada hubungan
antara variabel terikat dan variabel bebas (Muhamad S.D., 2009)

30

DAFTAR PUSTAKA

Agustini, Mestri, N.N dan Arsani, N.L.K.A. 2013. Remaja Sehat Melalui
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja Di Tingkat Puskesmas. Jurnal
Kesehatan Masyarakat 9(1):6673.
Almaeida, M.J, dan Blair, S.N. 2002. Hand Book of International and Food :
Energy Assessment (Physical Activity). edited by C. D. Bardanier. USA: CRC
Press.

31

Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama Amelia,.
Almatsier, S. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Borzekowski, D.L.G. dan Bayer, A.M. 2005. Body Image and Media Use among
Adolescents. Adolescent medicine clinics 16(2):289313. Retrieved October
15, 2014 (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16111619).
Cahyani, A.E. 2012. Gambaran Aktivitas Fisik, Perilaku Sedentary Dan
StatusNKelebihan Berat Badan Pada Mahaisiwa Usia 18-20 Tahun Sebagai
FaktorNRisiko

Sindroma

Metabolik.

Kesehatan

Masyarakat

UniversitasNDiponegoro 8007.
Depkes RI. 2005. Pedoman Perbaikan Gizi Anak Sekolah Dasar, Dan Madrasah
Ibtidaiyah. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai