Anda di halaman 1dari 113

Diabetes, Komplikasi dan

Manajemen
By ss
Diagnosis Diabetes Melitus
EVOLUSI DIABETES
Normal Fase kompensasi Diabetes
Resistensi
Insulin
Glukosa darah
puasa
Sekresi
Insulin
Pada saat diagnosis, kedua mekanisme tersebut telah terjadi
Latar Belakang
penanganan diabetes (tipe 2).
Penanganan yang baik =terapi multi sasaran
pengendalian faktor terkait glisemia, tekanan
darah, dan lipid (Grant dan Cagliero, 2003).
The insulin resistance syndrome
Central
obesity
Physical
activity
Insulin
resistance
Hyperinsulinemia
HDL
Platelet
hyperactivation
Blood pressure
Microalbuminuria
PPG
Impaired glucose tolerance
Diabetes mellitus
Small dense
LDL
Fibrinogen
PAI-1 Triglycerides
Chronic inflammation
Proinsulin
Improvement of prognosis of type 2 diabetes patients by
multiple risk factor intervention strategies
Glycosylation Strict glycemic control
Hypertension Aggressive blood pressure lowering
Hyperlipidemia Aggressive lipid lowering (statins)
Smoking Smoking cessation programs
Physical inactivity Exercise and fitness programs
Central obesity Weight loss programs
Abnormal hemostasis Aspirin
Glycoprotein receptor blockers
(Glycoprotein IIb/IIIa)
Modifiable risk
factors Intervention strategy
HbA1C pada kontrol glisemia
diabetes melitus tipe 2

Ada hubungan antara kadar HB A1c dan
pengendalian gula darah.
Akan tetapi Hba (terglikosilasi) tak digunakan dalam
diagnosis diabetes melitus sebab tak distandarkan dan
kurang sensitif dalam mendeteksi bentuk DM ringan

Hb terglikosilasi merupakan kriteria standar dalam
monitor kontrol glisemia jangka panjang/
mencerminkan kadar glisemia darah selama 3 bulan
sebelumnya.
HbA1c sebagai alat monitoring
glisemia
Diabetes Control and Complications Trial
(DCCT) serta
United Kingdom Prospective Diabetes
Study (UKPDS), serta
American Diabetes Association (ADA),
merujuk pengukuran HbA1c, sebagai
standar monitor pengendalian glisemia
Pembentukan HbA1c

Hemoglobin dewasa normal mengandung 90%
(HbA), yang merupakan tetramerik dari dua <- dan
dua rantai globin.
Salah satu bentuk minoritas diantara hemoglobin ini
adalah glycohaemoglobin (HbA1), suatu bentuk
terglikosilasi dari HbA.
Dan dari bentuk ini yang paling umum adalah
HbA1c, dijumpai satu unit glukosa yang berpasangan
pada terminal N valin pada rantai globin .
glikosilasi pada HbA1 terjadi secara enzimatis selama
masa hidup eritrosit (Jegyset, 2004).
Tipe Hemoglobin
Amadori effect
Mekanisme ini disebut efek Amadori dimana
terbentuk produk yang lebih stabil, suatu
ketoamin yang kita kenal sebagai Glycosilated
Hemoglobin/ HbA1c.
Fenomena Amadori terjadi secara terus
menerus dan tak dapat dibalikkan, hal ini
menjelaskan mengapa bentuk gabungan ini
tetap ada sepanjang masa hidup eritrosit
tersebut (Jegyset, 2004).
HbA1c and Blood Glucose
Yang Mempengaruhi Hasil Lab
HbA1c
Perdarahan ,
anemia hemolitik,
splenektomi,
uremia,
aspirin dosis tinggi, atau
vitamin C dosis tinggi,
kadar alkohol tinggi,
keracunan timah,
berbagai macam hemoglobinopati,
dsb. Semua yang tersebut harus diperhitungkan saat dijumpai ada ketidak
sesuaian antara nilai HbA1c yang diharapkan dengan yang didapatkan,
secara umum segala keadaan yang mengubah siklus sel darah merah akan
mempengaruhi hasil pengukuran HbA1c
Hipertensi
Hipertensi:
peranan peningkatan risiko mikro dan makrovaskuler
pada pasien dengan diabetes (UKPDS dan
Hypertension Optimization Treatment (HOT) study).
American Diabetes Association: target sasaran
tekanan hipertensi dengan diabetes melitus (<130/85
mm Hg).
The National Kidney Foundation: tekanan darah
seharusnya kurang dari 130/80 mm Hg. Pasien
dengan proteinuria lebih dari 1 g/hari dan insufisiensi
ginjal, (<125/75 mm Hg). (Isley, 2005)


Dislipidemia
Dislipidemia:
khususnya yang tinggi trigliserida dan rendah
HDL-C, lebih sering dijumpai pada pasien
dengan diabetes melitus tipe 2. (Isley, 2005).
Complications
1. Akut
2. Kronis: Makrovaskuler
Mikrovaskuler

Pathogenesis of
Complications
LATAR BELAKANG
Komplikasi kronik DM dapat menyerang berbagai organ

Merupakan penyebab tersering kesakitan dan kematian
pasien DM

Pada pasien DMT2 kesakitan dan kematian 80%
disebabkan oleh komplikasi pada pembuluh darah besar
(makroangiopati)

Ada hubungan antara tingginya kadar gula darah dengan
timbulnya komplikasi kronik DM

Complications:
Short term Complications: (metabolic)
Hypoglycemia
Diabetic Ketoacidosis KAD
Non Ketotic hyperosmolar diabetic coma HONK
Lactic acidosis KLA
Long term Complications
microangiopathy: Retinopathy, Nephropathy,
Neuropathy
macroangiopathy: Stroke, Coronary artery
disease, peripheral vascular disease

KOMPLIKASI DIABETES MELITUS
AKUT

Hipoglikemia

Ketoasidosis

Hiperosmoler

KLA
KRONIK

Mata

Ginjal

Saraf

Jantung

Otak

Tungkai/ulkus
KOMPLIKASI KRONIK DIABETES
PEMBULUH DARAH KECIL PEMBULUH DARAH BESAR
(Mikroangiopati) (Makroangiopati)
Mata (Retinopati)
Ginjal (Nefropati)
Saraf (Neuropati)
Jantung (Penyakit jantung Koroner)
Pembuluh darah otak (stroke)
Ulkus diabetik
BAGAIMANA TERJADINYA KOMPLIKASI KRONIK DM?
Terjadinya komplikasi kronik DM tidak dapat dijelaskan hanya de
ngan 1 makanisme patogenik

Kadar gula darah diyakini berperan penting

Mekanisme yang berhubungan dengan kadar gula darah:
Resistensi insulin
Aktivasi jalur poliol
Glikosilasi nonenzimatik
Lain-lain
BAGAIMANA TERJADINYA KOMPLIKASI PADA
PEMBULUH DARAH KECIL
Peningkatan kadar gula darah
Penebalan
membrana basalis
Hilangnya sel-sel
epitel/pericyte
Kerusakan sel-sel
endotel
Penutupan pembuluh darah
Kerusakan pembuluh darah
Pathogenesis of Microangiopathy:
1. Long standing diabetes
2. Glycosylation of BV proteins.
3. Protein deposits in the BM.
4. Thick and Leaky blood vessels
5. Exudation & Ischemia
6. End Organ damage...
PATOGENESIS MIKROANGIOPATI
BAGAIMANA TERJADINYA KOMPLIKASI
PADA PEMBULUH DARAH BESAR
Perlukaan endotel

Pembentukan sel busa

Terjadinya plak aterosklerosis

Plak yang mudah pecah

Plak yang pecah
FAKTOR-FAKTOR PERLUKAAN ENDOTEL
Peningkatan kadar gula darah

Kelainan lemak

Tekanan darah tinggi

Merokok

Resistensi insulin

PATOGENESIS MAKROANGIOPATI
RETINOPATI DIABETIK
Angka kejadian:

Pada DMT1 98% setelah menderita DM 15 tahun
Pada DMT2 57,5-84,5% setelah menderita DM 15 tahun

7,8% penderita DM mengalami gangguan penglihatan. Angka
Ini meningkat menjadi 22-30% setelah 30 tahun menderita DM

Faktor risiko:
1. Kadar gula darah
2. Lamanya menderita DM (10 tahun)
3. Tekanan darah
4. Kelainan lemak


TANDA-TANDA RETINOPATI DIABETIK
a. Kerusakan vaskuler: mikroaneurisma, perdarahan
b. Kebocoran vaskuler: eksudat keras, pembengkakan
c. Iskhemia dan hipoksia: cotton wool spot, IRMA
penyempitan arteriola, perubahan venosa
RETINOPATI DIABETIK PROLIFERATIF
a. Jaringan parut fibrosa
b. Pembuluh darah baru pada retina
c. Perdarahan vitrous
RETINOPATI DIABETIK NONPROLIFERATIF
RETINOPATI DIABETIK
Pathogenesis of
Retinopathy
Normal Retina
Diabetic Retinopathy
Cotton wool spots
Proliferative Retinitis:
Neovascularization
Haemorrhagia
Fibroplasia
Retinal detachment
Laser cauterization
Cataract
PENATALAKSANAAN RETINOPATI DIABETIK
Pemeriksaan mata:
-Tiap tahun bila saat diagnosis DM usia >30 tahun atau ringan
- Tiap 5 tahun bila saat diagnosis DM usia <30 tahun
- Tiap 3-6 bulan bila retinopati berat
- Segera bila ada gangguan penglihatan

Pencegahan terhadap timbulnya retinopati diabetik

Pencegahan terhadap memberatnya retinopati diabetik

Pencegahan terhadap kebutaan
NEFROPATI DIABETIK
Tanda-tanda nefropati diabetik:
1. Albuminuria menetap (pengeluaran albumin lewat urin >300mg/h
2. Penurunan fungsi ginjal
3. Edema
4. Meningkatnya tekanan darah

40-50% pasien gagal ginjal terminal adalah pasien DM

20% pasien DM mengalami mikroalbuminuria/makroalbuminuria

Pengendalian gula darah secara ketat (HbA1
c
7,2%) dapat
mengurangi angka kejadian mikroalbuminuria sampai 40% dan
makroalbuminuria sampai 54%

PERKEMBANGAN NORMO-MAKROALBUMINURIA
NORMAL MIKROAL- MAKROAL- SINDROM
BUMINURIA BUMINURIA NEFROTIK
10 30 300
Mg/hari
Proteinuria
500 mg/hari
Mikroalbuminuria 30-300 mg/h atau
rasio albumin:kreatinin urin = 2 25 mg/mmol pada laki-laki
3 30 mg/mmol pada wanita
Menunjukkan derajat proteinuria (albumin) dan fungsi ginjal (kreatinin)
Pathogenesis of
Nephropathy
Kimmelsteil wilson lesion /
Lesi hyalin
tubulus
glomerulus
Diabetic Glomerulosclerosis
Hyaline nodules
Diabetic Glomerulosclerosis
DERAJAT NEFROPATI DIABETIK
Derajat 1 : Pembesaran ginjal dan peningkatan fungsi

Derajat 2 : Lesi pada ginjal tanpa tanda-tanda klinis

Derajat 3 : Mikroalbuminuria
DMT2 saat diagnosis terjadi pada 18%, DMT1 6,4%
Fungsi ginjal mulai turun

Derajat 4 : Nefropati diabetik klinis
8% DMT2 saat diagnosis
Proteinuria >0,3 g/h; fungsi semakin turun

Derajat 5 : Gagal ginjal terminal; fungsi semakin turun
Perlu terapi pengganti (dialisis)

Hitung CCT
Pria =(140-usia) x BB / (Creatinin x 72)
Wanita =idem x 0,85

Hasil Cct 0-15 stage V
15-30 stage IV
30-60 stage III
60-150 stage II 60-90
150-dst stage I 90-dst
Anatomi ginjal
PENATALAKSANAAN NEFROPATI DIABETIK
Pemeriksaan mikroalbuminuria:
DMT2 saat diagnosis; DMT1 setelah 5 tahun menderita DM
Bila tidak ada mikroalbuminuria, diulang tiap tahun
Bila ada mikroalbuminuria, diulang tiap 3-6 bulan

Pengendalian faktor-faktor risiko:
Terhadap kadar gula darah
Terhadap tekanan darah
Terhadap kelainan lemak
Terhadap berat badan

Setiap tahun 4% pasien DM dengan mikroalbuminuria
akan berkembang menjadi nefropati diabetik
MAKROANGIOPATI
(Komplikasi Pembuluh Darah Besar)
Makroangiopati dan Penyakit jantung Koroner merupakan penyebab
kematia pada 50% kematian pasien DM

Faktor risiko penyakit kardiovaskuler:
1. Merokok
2. Kegemukan
3. Kelainan lemak
4. Tekanan darah tinggi
5. Resistensi insulin
6. Kelainan haemostasis dan trombosit
7. Kurang aktivitas fisik
8. Anggota keluarga ada yang sakit PJK
9. Peningkatan kadar gula darah
10. Peningkatan kadar insulin (hiperinsulinemia)

Angiopathy
Atherosclerosis
Atheroma Coronary Artery:
calcification
lumen
ateroma
Atheroma Coronary Artery:
Calcification
Coronary Artery block
Common sites of
Coronary Artery
blockage.
Development of
Coronary Atherosclerosis:
Coronary Narrowing
M.Infarction Heart attack
Myocardial Infarction - Gross




Angiogram - Embolism Infarction

Neuropathy
NEUROPATI DIABETIK
Menyerang sistem saraf, bersifat reversibel
(pulih seperti semula) atau ireversibel

Angka kejadian tidak sama, 10% pasien DM dengan
tanda-tanda klinis, dan 10% lainnya dengan keluhan
Merupakan 50% penyebab amputasi kaki oleh sebab-sebab
non traumatik di Amerika Serikat

PATOGENESIS

Faktor metabolik
Faktor vaskuler
Faktor sistem kekebalan
Faktor Pertumbuhan (Growth Factor)
GEJALA KLINIS NEUROPATI DIABETIK
SINDROMA NYERI

KELEMAHAN

GANGGUAN FUNGSI KARDIOVASKULER

KELUHAN SISTEM PENCERNAAN

DISFUNGSI EREKSI

ULCERASI KAKI
KLASIFIKASI NEUROPATI DIABETIK

1. NEUROPATI FOKAL
Mononeuropati - neuropati kranial - radikulopati/pleksopati
Entrapment syndrome - carpal tunnel syndrome
- ulnar nerve entrapment - peroneal neuropathy

2. NEUROPATI DIFUS
Neuropati motorik proksimal
Polineuropati simetrik distal

3. NEUROPATI OTONOMIK
Sistem kardiovaskuler
Sistem pencernaan
Sistem perkencingan
Sudomotor kaki tidak berkeringat


NEUROPATI DIABETIK
Diabetic Peripheral Neuropathy
Differential Between
Acute vs Chronic Sensori Motor
Neuropathies
NDS Scoring
Management of Neuropathy
Pharmacologic Therapy in
Neuropathy
Diabetic Foot
Common musculoskeletal complication in DM
Final common pathway of DM related
developing neuropathies
Causes of Foot Ulcer
Arterial insuficiency
Neuropathy
Musculoskeletal abn.
Diabetes melitus
Diabetic Gangrene
Diabetic Gangrene Amp.
Ulcer Grade
Assesment
Foot Ulcer
Diabetic Foot Determinant
Treatment
Prevention
Hyperbaric oxygen(HBO)
Growth factors and biomaterials
Electro- and electromagnetic therapy, laser
therapy and therapeutic ultrasound

Prevention
Therapeutic objectives
Diabetic foot disorders a clinical practice guideline
Antibiotic
NOVEMBER 1, 2002 / VOLUME 66, NUMBER 9 www.aafp.org/afp AMERICAN FAMILY
PHYSICIAN

Clinical Geriatrics Volume 11, Number 4 April 2003 WWW.MMHC.COM

Candidiasis
stroma
epithel
yeast
DKA
1. Monitored setting if Hi-risk
elderly & CAD, pH < 7.0, severe K disturbance,
decreased LOC
2. IV Fluid Resuscitation (6-8L deficit)
3. Potassium (no pee no K)
4. IV insulin
5. Identify & Rx underlying cause
Noncompliance, infection, MI, etc.
DKA: IV Fluids
IV NS 1L/h x 2-3h or longer so no more
tachycardia, hypotension, orthostatic changes,
low JVP.
Then change to 1/2 NS:
500 cc/h x 1-3h
250 cc/h x 4-6h
If hypotension recalcitrant to fluids consider
AI (Schmidt PGAS II) and send stat cortisol
then give solucortef 100 mg IV q8h.
DKA: Mortality
Adults 2-4%
Hypokalemia
MI, CVA, etc.

Kids 0.2-0.4%
Cerebral edema
DKA: Potassium
Need K with initial IV fluid & insulin Rx
unless:
Anuric
K > 5.5 mEq/L or hyperkalemic ECG changes
Initial [K] Replacement
> 5.5 mEq/L nil (initially)
5.2-5.5 mEq/L 10 mEq/h
4-5.2 mEq/L 20 mEq/h
3-4 mEq/L 30 mEq/h
< 3 mEq/L 40 mEq/h
> 20 mEq/h:
Cardiac monitor

> 60 mEq/L:
Central line
DKA: IV Insulin
Humulin R or Novolin Toronto
Bolus 0.1-0.2 U/kg IV
Then IV gtt @ 0.1-0.2 U/kg/h
(50 U of regular insulin in 500cc D5W; 1U/10cc)
Monitor: CBG q1h
Monitor: Venous BS, electrolytes, creatinine q2h
Aim is to demonstrate correction of Anion Gap (AG) and
decrease in BS 4.4 mM/L/h
Monitoring serial serum ketones NOT useful:
H (not detected)
DKA Rx
Acetoacetate (detected)
DKA: IV Insulin
Using insulin to treat 2 different and separate
metabolic disturbances in DKA:
1. Ketoacidosis
2. Hyperglycemia
DKA: IV Insulin
If AG not correcting and/or BS not decreasing then increase
IV gtt rate 1.5-2X
If BS < 13 but AG still not corrected do NOT decrease insulin
IV gtt.
Instead start IV glucose gtt:
D5W-D10W @ 100-200 cc/h
Once AG corrected than titrate IV insulin to BS
When BS < 13 and AG normal: reduce IV insulin gtt to 1-2
U/h and add IV glucose if not already done.
DKA: IV Insulin
Can consider switch to SC insulin when:
AG normalized
BS < 15 mM
Insulin IV gtt requirements < 2U/h
Patient able to eat
Overlap insulin IV gtt with 1
st
SC insulin by 3-4h to
avoid recurrent ketosis.
DKA: Other Rx
Bicarbonate
May exacerbate hypokalemia
Only give if pH < 6.9 AND evidence of cardiovascualr instability
(arrythmia, CHF, hypotension)
1-2 amps bicarb in 1L D5W IV over 2h until pH > 7.1
Phosphate
Routine IV not recommended
Rx symptomatic hypophosphatemia (rhabdo, unexplained CHF or
respiratory failure, severe confusion)
10cc K Phos soln (3.0mEq Pi and 4.4 mEq K/cc) in 1L NS IV over
8-12h
DKA: Other Rx
Cerebral Edema
Usually only kids
Persistent decreased LOC despite standard Rx of DKA
CT scan to confirm diagnosis
Decadron 10 mg IV
Mannitol 25 mg IV

HONC
BS > 55
Serum OSM > 350
Coma 25-50%
Mortality rate 25-70%

HONC
1. Coma Management
ABCs, O
2
, narcan, D50W, thiamine, etc.
2. IV Fluid Resusciation (10L free water defecit)
3. Insulin
IV fluids will decrease BS by 4 mM/L/h by itself
For most patients insulin not absolutely neccesary
Insulin IV bolus 5-10 U, gtt @ 1-2 U/h
4. Potassium (replace as in DKA)
5. Identify & Rx underlying precipitant
Terima kasih

Met belajar yang rajin ya

Anda mungkin juga menyukai