Demam dengue (DD) dan Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi yang disertai oleh leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeni, dan diathesis hemoragic. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan Hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom Renjatan Dengue (Dengue Syok Sindrom) adalah demam berdarah dengue yang ditandai dengan renjatan/syok. Demam dengue banyak terjangkit di daerah tropis dan subtropis. Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita demam dengue tiap tahun. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena curah hujan di Asia yang sangat tinggi terutama di Asia timur dan selatan ditambah dengan sanitasi lingkungan yang tidak bagus. WHO memperkirakan lebih dari 500.000 dari 50 juta kasus demam dengue memerlukan perawatan di rumah sakit. Lebih dari 40% penduduk dunia hidup di daerah endemis demam dengue. Indonesia sebagai negara tropis dengan angka kejadian Dengue yang tinggi, memang memiliki potensi tinggi untuk terjadinya penyebaran wabah Dengue di masyarakat. Jutaan orang mengalami Dengue dan sebagian besar didominasi oleh anak-anak. Di Indonesia infeksi virus dengue pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tapi konfirmasi virology baru pada tahun 1970. Pada saat ini DBD sudah endemis di banyak kota besar, bahkan sejak tahun 1975 penyakit ini telah terjangkit di pedesaan.
5
II. DEFINISI Demam dengue (DD) dan Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi yang disertai oleh leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeni, dan diatesis hemoragic. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan Hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom Renjatan Dengue (Dengue Syok Sindrom) adalah demam berdarah dengue yang ditandai dengan renjatan/syok. III. ETIOLOGI DD dan DBD disebabkan oleh infeksi virus dengue yang mempunyai 4 serotipe yaitu den-1, den-2, den-3, dan den-4. Virus dengue serotipe den-3 merupakan serotipe yang dominan di Indonesia dan paling banyak berhubungan dengan kasus berat. IV. PATOGENESIS Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala seperti DD. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks virus antibodi) yang tinggi. Terdapatnya komplek virus-antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut :
6
1. Kompleks virus-antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen, berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a. C5a menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang amat berperan dalam terjadinya renjatan. Pada DSS kadar C3 dan C5 menurun masing-masing sebanyak 33% dan 89%. Nyata pada DBD pada masa renjatan terdapat penurunan kadar komplemen dan dibebaskannya anafilatoksin dalam jumlah besar, walupun plasma mengandung inaktivator ampuh terhadap anafilatoksin, C3a dan C5a agaknya perannya dalam proses terjadinya renjatan telah mendahului proses inaktivasi tersebut. Anafilaktoksin C3a dan C5a tidak mampu untuk membebaskan histamin dan ini terbukti dengan ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam air seni 24 jam pada pasien DBD. 2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan Adenosin Difosfate akan mengalami metamorfosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotel dengan berakibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan amin vasoaktif (histamin dan serotonin) yang bersifat meninggikan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor III yang merangsang koagulasi intravaskular. 3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin yang penghancuran fibrin menjadi fibrin degradation produk. Disamping itu aktivasi akan merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah
7
Gambar 1 DSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari ke-3 dan ke-7 sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis, yang dasarnya sebagai berikut: 1. Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag dan sel kupfer merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue. 2. Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fogosit mononukleus. 3. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang telah terinfeksi itu. Parameter perbedaan terjadinya DBD dan DSS ialah jumlah sel yang terinfeksi.
8
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DD disebabkan oleh kongesti pembuluh darah dibawah kulit. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DD dengan DBD ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilatoksin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskular. Berakibat berkurangnya volum plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura dan renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%. Adanya kebocoran plasma ke daerah ektravaskular dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Perdarahan pada DBD umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi. Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi 9
trombosit dalam sistem retikuloendotelial. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis dengan terdapatnya sistem koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terganggu oleh aktivitasi sistem koagulasi. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) secara potensial dapat juga terjadi pada pasien DBD tanpa renjatan. Pada awal DBD, pernah DIC tidak menonjol dibanding dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk dengan terjadinya asidosis dan renjatan, maka akan memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol.
Gambar 2
10
Gambar 3
V. MANIFESTASI KLINIK Infeksi virus dengue mempunyai spektrum klinis yang luas mulai dari asimptomatik (silent dengue infection), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), dan demam berdarah dengue disertai syok (sindrom syok dengue, SSD).
11
Tabel 1. Manifestasi klinis infeksi virus dengue
Keterangan: Manifestasi klinis nyeri perut, hepatomegali, dan perdarahan terutama perdarahan saluran Gastrointestinal lebih dominan pada DBD. Perbedaan utama DBD dengan DD adalah pada DBD terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma yang mengakibatkan haemokonsentrasi, hipovolemia dan syok. Spektrum Klinis Manifestasi Klinis DD Demam akut selama 2-7 hari, disertai dua atau lebih manifestasi berikut: nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia, manifestasi perdarahan, dan leukopenia. Dapat disertai trombositopenia. Hari ke-3-5 ==> fase pemulihan (saat suhu turun), klinis membaik. DBD Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari disertai nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia dan nyeri perut. Uji torniquet positif. Ruam kulit : petekiae, ekimosis, purpura. Perdarahan mukosa/saluran cerna/saluran kemih : epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hematuri. Hepatomegali. Perembesan plasma: efusi pleura, efusi perikard, atau perembesan ke rongga peritoneal. Trombositopenia. Hemokonsentrasi. Hari ke 3-5 ==> fase kritis (saat suhu turun), perjalanan penyakit dapat berkembang menjadi syok SSD Manifestasi klinis seperti DBD, disertai kegagalan sirkulasi (syok). Gejala syok : Anak gelisah, hingga terjadi penurunan kesadaran, sianosis. Nafas cepat, nadi teraba lembut hingga tidak teraba. Tekanan darah turun, tekanan nadi < 10 mmHg. Akral dingin, capillary refill turun. Diuresis turun, hingga anuria. 12
Uji torniquet positif : terdapat 10 - 20 atau lebih petekiae dalam diameter 2,8 cm (1 inchi). VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG Uji laboratorium meliputi : 1. Isolasi virus Dapat dilakukan dengan menanam spesimen pada : Biakan jaringan nyamuk atau biakan jaringan mamalia. Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen yang ditunjukkan dengan immunoflouresen, atau adanya CPE (cytopathic effect) pada biakan jaringan manusia. Inokulasi/ penyuntikan pada nyamuk Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen dengue pada kepala nyamuk yang dilihat dengan uji immunoflouresen. 2. Pemeriksaan Serologi Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji Pengikatan komplemen (Complement Fixation Test) Uji Netralisasi (Neutralization Test) Uji Mac.Elisa (IgM capture enzyme-linked immunosorbent assay) Uji IgG Elisa indirek Pemeriksaan Radiologi Pada pemeriksaan radiologi dan USG Kasus DBD, terdapat beberapa kerlainan yang dapat dideteksi yaitu : 1. Dilatasi pembuluh darah paru 2. Efusi pleura 3. Kardiomegali dan efusi perikard 4. Hepatomegali, dilatasi V. hepatika dan kelainan parenkim hati 5. Caran dalam rongga peritoneum 6. Penebalan dinding vesika felea
13
VII. DIAGNOSIS Kriteria klinis : 1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas seperti anoreksia, lemah, nyeri pada punggung, tulang, persendian , dan kepala, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari. 2. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet positif, petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena. 3. Hepatomegali 4. Syok, nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi 20 mmHg, atau hipotensi disertai gelisah dan akral dingin.
Kriteria laboratoris : 1. Trombositopenia ( 100.000/l) 2. Hemokonsentrasi (kadar Ht 20% dari orang normal)
Dua gejala klinis pertama ditambah 2 gejala laboratorium dianggap cukup untuk menegakkan diagnogsis kerja DBD.
Tabel 2. Derajat penyakit DBD Derajat Penyakit Kriteria DBD derajat I Demam disertai gejala tidak khas, dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji torniquet positif. DBD derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain. DBD derajat III Terdapat kegagalan sirkulasi (nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun ( < 20 mmHg) atau hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah. DBD derajat IV Syok berat (profound shock): nadi tidak dapat diraba, dan tekanan darah tidak dapat diukur.
14
Tanda klinik apabila diduga adanya perdarahan: Gelisah, kesakitan Hipokondrium kanan nyeri tekan Abdomen membuncit Lingkaran perut bertambah (ukur tiap hari) Jika terdapat tanda klinik diatas maka lakukan monitoring: Hb, Ht (menurun atau meningkat) Awasi pasca syok lama Penurunan Hb, Ht saat penyembuhan disebabkan hemodilusi, bukan perdarahan
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Demam Dengue Medikamentosa: Antipiretik (apabila diperlukan) : paracetamol 10 15 mg/kg BB/kali, 3 kali/hari. Tidak dianjurkan pemberian asam asetilsalisilat/ibuprofen pada anak yang dicurigai DD/DBD. Edukasi orang tua: Anjurkan anak tirah baring selama masih demam. Bila perlu, anjurkan kompres air hangat. Perbanyak asupan cairan per oral: air putih, ASI, cairan elektrolit, jus buah, atau sup. Tidak ada larangan konsumsi makanan tertentu. Monitor keadaan dan suhu anak dirumah, terutama selama 2 hari saat suhu turun. Pada fase demam, kita sulit membedakan antara DD dan DBD, sehingga orang tua perlu waspada. Segera bawa anak ke rumah sakit bila : anak gelisah, lemas, muntah terus menerus, tidak sadar, tangan/kaki teraba dingin, atau timbul perdarahan. 2. Demam Berdarah Dengue 15
Fase demam Prinsip tatalaksana DBD fase demam sama dengan tatalaksana DD. Antipiretik: paracetamol 10 15 mg/kg BB/kali, 3 kali/hari. Perbanyak asupan cairan oral. Monitor keadaan anak (tanda-tanda syok) terutama selama 2 hari saat suhu turun. Monitor trombosit dan hematokrit secara berkala. Penggantian volume plasma Anak cenderung menjadi dehidrasi. Penggantian cairan sesuai status dehidrasi pasien dilanjutkan dengan terapi cairan rumatan. Jenis cairan adalah kristaloid : RL, 5% glukosa dalam RL, atau NaCl. Tabel 3. Kebutuhan cairan pada rehidrasi ringan-sedang Berat Badan (Kg) Jumlah Cairan (ml/kg BB/hari) < 7 220 7 11 165 12 18 132 >18 88
Tabel 4. Kebutuhan cairan rumatan Berat Badan (Kg) Jumlah cairan (ml) 10 100 per kg BB 10 20 1000 + 50 x kg BB (untuk BB di atas 10 kg) >20 1500 + 20 x kg BB (untuk BB di atas 20 kg)
16
Tabel 5. Kriteria rawat inap dan memulangkan pasien Kriteria rawat inap Kriteria memulangkan pasien Ada kedaruratan: Syok Muntah terus menerus Kejang Kesadaran turun Muntah darah Berak hitam Hematokrit cenderung meningkat setelah 2 kali pemeriksaan berturut-turut Hemokonsentrasi (Ht meningkat = 20%) Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik Nafsu makan membaik Secara klinis tampak perbaikan Hematokrit stabil Tiga hari setelah syok teratasi Trombosit > 50.000/uL Tidak dijumpai distres pernafasan
Tabel 2. Derajat penyakit DBD Derajat Penyakit Kriteria DBD derajat I Demam disertai gejala tidak khas, dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji torniquet positif. DBD derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain. DBD derajat III Terdapat kegagalan sirkulasi (nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun ( < 20 mmHg) atau hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah. DBD derajat IV Syok berat (profound shock): nadi tidak dapat diraba, dan tekanan darah tidak dapat diukur. Tanda klinik apabila diduga adanya perdarahan: Gelisah, kesakitan Hipokondrium kanan nyeri tekan Abdomen membuncit Lingkaran perut bertambah (ukur tiap hari) Jika terdapat tanda klinik diatas maka lakukan monitoring: Hb, Ht (menurun atau meningkat) Awasi pasca syok lama Penurunan Hb, Ht saat penyembuhan disebabkan hemodilusi, bukan perdarahan 17
IX. KOMPLIKASI DBD Pada DD tidak terdapat komplikasi berat namun anak dapat mengeluh lemah / lelah (fatigue) saat fase pemulihan. Penyebab kematian pada deman berdarah dengue: Syok berkepanjangan (Prolonged shock) Kelebihan cairan Perdarahan masif Manifestasi yang jarang : Ensefalopati dengue Gagal ginjal akut Ensefalopati DBD Diduga akibat disfungsi hati, udem otak, perdarahan kapiler serebral atau kelainan metabolik Ditandai dengan kesadaran menurun dengan atau tanpa kejang, baik pada DBD dengan atau tanpa syok Ketepatan diagnosis Bila ada syok, harus diatasi dulu Pungsi lumbal setelah syok teratasi, hati-hati trombosit < 50000/ul Transaminase, PT/PTT, gula darah, analisa gas darah, elektrolit, amoniak darah
18
Algoritma 1. Diagnosis Demam Dengue dan DBD
19
Algoritma 2. Tatalaksana DBD Derajat II
20
Algoritma 3. Tatalaksana DBD Derajat III/IV atau SSD
21
X. KESIMPULAN Pada saat ini Demam Berdarah Dengue sudah endemis di banyak kota besar, bahkan sejak 1975 penyakit ini telah berjangkit didaerah pedesaan. Dalam praktek di klinik, dapat saja pada awalnya penderita Infeksi Virus Dengue didiagnosis sebagai Demam Dengue, kemudian dalam perjalanan berubah menjadi DEmam Berdarah Dengue, sebab baru terbukti ada Plasma Leakage pada saat dalam perjalanan sakitnya. Begitu juga dapat terjadi penderita didiagnosis awalnya sebagai Demam Berdarah Dengue, dalam perjalanan berubah menjadi Dengue Shock Syndrome sebab kegagalan sirkulasi baru terjadi kemudian. Akan tetapi kalau penanganan penderita dilakukan secara sistematis dan benar maka hal-hal diatas akan dapat diatasi di rumah sakit. Sebelum kita menetapkan terapi pada penderita Infeksi Virus Dengue, maka kita harus menetapkan apa diagnosisnya, Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue, atau Dengue Shock Syndrome, baru setelah itu kita berikan terapi (terutama terapi cairan) sesuai dengan diagnosis yang kita buat. Seorang dokter harus memahami patogenesis Demam Berdarah Dengue untuk bisa menatalaksana kasus DBD dengan baik dan optimal. Keterampilan untuk menegakkan diagnosis secara dini dan pengambilan keputusan yang tepat akan menentukan keberhasilan pengobatan DBD serta program penanggulangannya. Oleh karena itu sudah seharusnya semua tenaga medis yang bekerja di Indonesia untuk mampu mengenali dan mendiagnosisnya, kemudian dapat melakukan penatalaksanaan, sehingga angka kematian akibat Demam Berdarah Dengue dapat ditekan.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Edi Haryono. Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue pad Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat/RSUD. Ulin Banjarmasin, editors. : Sari Pediatri.;Vol. 10, No. 3, Oktober 2008. 145-.50 p. 2. Raihan, Sri Rezeki S Hadinegoro, Alan R Tumbeaka. Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis FK Indonesia, editors. Jakarta, Indonesia: FKUI; 2010. 47-52 p. 3. Amah Majidah, Vidyah Dini, Rina Nur Fitriany, Ririn Arminsih Wulandari. Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis FK Indonesia, editors. Jakarta, Indonesia: FKUI; 2010. 31-38 p. 4. Uton Muchtar Rafei. Gudlines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever in Small Hospitals. World Health Organization. 1999;1-29. 5. Danny Wiradharma. Diagnosis Cepat Demam Berdarah Dengue. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, editors. : Kedokteran Trisakti.;Vol. 18, No. 2 , Augustus 1999. 77-.89 p. 6. Ampaiwan Chuansumrit, Kanchana Tangnararatchakit. Pathophysiology and Management od Dengue Hemorrhagic Fever. Tranfusion Alternatives in Transfusion Medicine, editors. : LMS Group.; 2006. 3-.10 p 7. U.S Department of Health And Human Services Centers for Disease Control and Prevention. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. editors. U.S. CDC; 2012. 1-4 p. 8. Widodo Darmowandowo. Divisi Tropik Dan Infeksi FK Unair RSU Dr. Soetomo Surabaya. Infeksi Virus Denggi ; Juli 2006. 2- .14 p.