Anda di halaman 1dari 23

TUGAS:FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

DISUSUN
O
L
E
H

SARINTAN ISMAIL

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SULTAN AMAI GORONTALO

Soal pengulangan uas
1.Teori tentang pendidikan islam yang relevan dengan sumber al-quran dan hadis
Analisis 1: didalam teori pendidikan islam yang relevan dengan al-quran itu sangat
menaruh perhatian besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran.begitu pula dengan al-
hadis sebagai sumber ajaran islam yang diakui telah memberikan perhatian yang amat besar
terhadap masalah pendidikan. Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang
ajaran-ajarannya bersumber pada al- Quran dan al Hadist sejak awal telah menancapkan
revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang ditempuh al Quran ini ternyata
amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan
jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari
keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari
ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.
Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah al Quran dan al Hadist yang
terdapat dalam Firman Allah : Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Quran)
dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami
menjadikan al Quran itu cahaya yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan
sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang benar ( QS.
Asy-Syura : 52 ) Dan Hadis dari Nabi SAW : Sesungguhnya orang mumin yang paling
dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan
nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya
selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia (al Ghazali, Ihya
Ulumuddin hal. 90)
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/05/25/filsafat-pendidikan-islam/
Analisis 2:teori pendidikan islam yang relevan dengan al-quran dan hadis yaitu
Manusia diciptakan Allah dengan struktur yang paling baik yang terdiri dari jasmani dan
rohani yang berkembang dan Allah memberi seperangkat kemampuan dasar atau
pembawaanyang disebut fitrah. Dengan adaya pembawaan diri/ kefitrahan manusia,
penmdidikan mempunyai peranan penting dalam menentukan perkembangan kefitrahan
manusia. Faktor pembawaan manusia ini bisa dipengaruhi oleh lingkungan, sedang
lingkungan itu sendiri dapat diuba bila tidak menyenangkan karena tidak sesuai dengan cita-
cita manusia. Meskipun fitrah dipengaruhi oleh lingkungan, kondisi fitrah tersebut tidaklah
netral terhadap pengaruh lingkungandari luar.
http://rizach.blogspot.com/2010/01/ringkasan-materi-pendidikan-islam_10.html

Analisis 3: pendidikan islam merupakan suatu upaya yang terstruktur untuk
membentuk manusia yang berkarakter sesuai dengan konsekuensinya sebagai seorang
muslim. Islam menetapkan penguasaan ilmu-ilmu yang sangat diperlukan umat, seperti
kedokteran, kimi, fisika, industri penerbangan, biologi, teknik, dll. Penguasaan ilmu-ilmu
teknik dan praktis serta latihan-latihan keterampilan dan keahlian juga merupakan tujuan
pendidikan islam, yang harus dimiliki umat Islam dalam rangka melaksanakan tugasnya
sebagai khalifah Allah SWT. Pendidikan merupakan inti utama untuk menunjang
pengembangan sumber daya manusia yang peranannya sangat penting bagi pembangunan
suatu bangsa. Dalam bidang pendidikan, banyak usaha yang dilakukan untuk kegiatan yang
sifatnya pembaruan atau inovasi pendidikan. Inovasi yang terjadi dalam bidang pendidikan
tersebut, antara lain dalam hal manajemen pendidikan, metodologi pengajaran, media,
sumber belajar, pelatihan guru.
http://mcdens13.wordpress.com/2010/03/28/pengertian-pendidikan-teori-pendidikan-
perjalanan-kurikulum-pendidikan-nasional-sistem-pendidikan-islam-di-indonesia-reformasi-
pendidikan-indonesia-pentingkah-inovasi-pendidikan-tingkatkan-kua/
Analisis 4:pendidikan Islam itu pada dasarnya disebabkan oleh pemahaman
yang sempit terhadap Islam, yang menganggap bahwa Islam yang bersumber pada
al-Qur'an dan hadis hanya mengurusi masalah-masalah ibadah dan tidak terlalu
jauh mengurusi masalah muamalah. Di samping itu, kesalahan dalam mengartikan
pendidikan Islam juga disebabkan oleh adanya keterputusan sejarah pendidikan Islam
itu sendiri mulai dari masa Nabi sampai pada saat ini. Oleh karena itu, menyikapi
kondisi seperti ini, dirasakan perlunya pelurusan paradigma terhadap pendidikan
Islam yang dilakukan melalui pendidikan.berkaitan dengan hal ini, maka dalam
memahami pendidikan Islam tidak dapat dilepaskan dari al-Qur'an dan hadis
sebagai masdar masadirnya serta sejarah pendidikan Islam itu sendiri. Selain al-
Qur'an, dasar pendidikan Islam adalah al-hadis yang mecerminkan prinsip
manifestasi wahyu dalam segala perbuatan, perkataan dan taqrir nabi. Oleh karena
itu, Rasulullah menjadi teladan yang harus diikuti, baik dalam ucapan, perbuatan
maupun taqrirnya. Dalam keteladanan Rasulullah mengandung nilai-nilai dan dasar-
dasar Pendidikan yang sangat berarti.
http://harismubarak.blogspot.com/2013/02/dasar-dasar-pendidikan-islam.html
analisis 5: Al-Quran sebagai acuan dasar pendidikan Islam dalam menerangkan teori
belajar mengajar telah memberikan konsep terhadap pemikiran yang terdapat aliran
nativisme, empirisme dan konvergensi. Dalam hal ini, al-Quran menegaskan bahwa
pembawaan seorang anak (peserta didik) sejah lahirnya disebut fitrah, dan fitrah ini adalah
dasar keagamaan yang dimiliki oleh setiap orang. Fitrah menurut al-Quran di samping dapat
menerima pengaruh dari dalam (keturunan) juga dapat menerima pengaruh dari luar
(lingkungan). Untuk mengembankan fitrah ini, maka sangat pendidikan kedudukan
pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Kesadaran akan pentingnya
sikap atau prilaku keberagamaan dalam kehidupan masyarakat, memberikan peluang yang
sangat besar kepada dunia pendidikan untuk merealisasikannya. Ini berarti kesempatan emas
bagi umat Islam untuk menjadikan pendidikan sebagai pilihan strategis bagi pemeliharaan,
penanaman dan penyebaran nilai Islam.
: :


"Dari Abi Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda: setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan
fitrah, maka orang tualah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi".
Konteks hadis tersebut relevan dengan QS. al-Rum (30): 30 bahwa hakekat fitrah keimanan
sebagai petunjuk bagi orang tua agar lebih mengarahkan fitrah yang dimiliki anak secara
bijaksana. Di samping itu, ayat dan hadis Nabi saw tersebut mengandung implikasi bahwa
fitrah merupakan suatu pembawaan manusia sejak lahir, dan mengandung nilai-nilai religius
dan keberlakuannya mutlak. Di dalam fitrah mengandung pengertian baik-buruk, benar-salah,
indah-jelek dan seterusnya.
http://www.tuanguru.com/2012/01/konsep-fitrah-dan-kaitannya-dengan-teori-belajar-
mengajar.html
analisis 6: Tujuan Ilahi dan tujuan duniawi. Ilmu mempuyai tujuan Ilahi karena ilmu
bisa dijadikan landasan untuk memahami alamat-alamat tuhan (ayat-ayat kauniyah) yang ada
di alam semesta, melalui pengamatan reflektif-rasional Tuhan bisa lebih dikenal dan diImani.
Sedangkan ilmu mengandung tujuan dunia mempunyai pengertian bahwa ilmu dapat
membantu seseorang untuk menjalani kehidupannya lebih efektif-efisien sehingga mudah
berhasil dengan memahami alam baik yang fisis maupun psikis, dan juga memanfaatkan ilmu
itu untuk kepentingan dan kemaslahatan individu dan masyarakat. Dalam Al-Quran dan
Hadis, akal di tempatkan pada kedudukan yang tinggi serta mendorong manusia untuk
menggunakannya.Bagi Islam, sikap terhadap Sains pada umumnya sangat berlainan. Tak ada
yang lebih jelas daripada hadits Nabi yang sangat masyhur. Tuntutlah ilmu walaupun di
negeri Cina atau hadits lain yang maksudnya: mencari ilmu adalah wajib bagi seorang
muslimin dan seorang muslimat. Adalah suatu kenyataan yang penting seperti yang akan kita
bahas dalam makalah ini, bahwa Al-Qur-an yang mengajak memperdalam Sains. Al-Qur-an
itu memuat bermacam-macam pemikiran tentang fenomena alam, dengan perinci yang
menerangkan hal-hal yang secara pasti cocok dengan Sains modern.
http://www.labpendidikan.net/?p=1211
analisis 7: Al-Quran memerintahkan kaum beriman untuk belajar secara
berkelanjutan, supaya mereka dapat berkembang mencapai kesempurnaan sebagai hamba
Allah dan khalifahNya Oleh karena itu menurut al-Quran, belajar hanya untuk
pengembangan ilmu, tidak dikenal sama sekali. Ilmu pengetahuan/ belajar dalam perspektif
al-quran tidak bebas nilai, tetapi harus memiliki nilai ilahiyah (transenden); dikembangkan
sebagai bagian dari ibadah kepada Allah dan diorientasikan untuk kemaslahatan dan
kemanfaatan bagi kemanusiaan. Itulah sebabnya maka kaum muslimin dilarang oleh
Rasulullah saw untuk berfikir dan berbuat hal-hal yang tidak berguna, dan sebaliknya
didorong untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Sebagai Oleh karena itu supaya dapat
mengembangkan diri secara optimal maka secara berkelanjutan manusia senantiasa belajar
untuk mendapatkan kebenaran demi kebahagiaan dan cita-citanya. Inilah salah satu alasannya
mengapa Allah menyatakan bahwa antara orang yang berilmu dengan yang tak berilmu tidak
boleh disamakan. sebab hanya orang yang berilmulah yang dapat mengambil pelajaran,
sehingga ia dapat mengambil manfaat dari peoses kehidupan ini. Tugas kekhalifahan akan
mecapai sukses jika didukung dengan ilmu.

/( 9 )
Sukses mengemban amanat tersebut sering wujud dengan perasaan bahagia. Maka
dalam konteks ini, Rasulullah menegaskan dalam salah satu haditsnya bahwa siapa saja yang
terus berproses dalam belajar mencari pengetahuan dan ilmu, maka Allah akan menunjukkan
kemudahan mencapai surga. Statemen Rasulullah ini sekarang menjadi semboyan bahwa
ilmu dan tehnologi menawarkan kenyamanan hidup.
http://nurfitriyanielfima.wordpress.com/2013/10/07/belajar-dalam-perspektif-al-quran-dan-hadis/
2. Definisi pendidikan paedagogik menurut para ahli dan contoh ayat maupun yang
berhubungan dengan pendidikan.
Paedagogie mempunyai arti pendidikan anak-anak. Istilah ini mem-punyai arti hanya
sekedar melakukan bimbingan dan pergaulan yang dilakukan orang dewasa kepada anak-
anak, akan tetapi lebih luas lagi dengan memberikan pendidikan kepada anak. Paedagogie ini
merupakan perubahan kata dari Paedagogia. Dilihat dari arti istilah Paedagogik merupakan
sebuah ilmu yang mesti dikaji dan dipelajari oleh orang dewasa atau seorang tenaga pendidik
yang akan dan sedang dipersiapkan agar bisa membimbing, bergaul sekaligus bisa
memberikan pendidikan kepada anak.
Paedagogos ini diambil dari bahasa Yunani yang berasal dari kata Paes yang mempunyai
arti anak. Dan Agoge yang mempunyai arti saya membimbing atau saya meminpin.
Dengan demikian Paedagogos mempunyai arti memberi bimbingan kepada anak (Supratman
Ahmad, Tt: 3-4). Dalam perkembangannya, istilah Paedagogos mempunyai arti suatu
bimbingan yang berkaitan dengan orang dewasa kepada anak agar anak tumbuh menjadi
dewasa.
Istilah Paedagog ini mempunyai arti orang yang ahli dalam mendidik. Orang yang ahli
dalam mendidik tentunya tidak lepas dari mempelajari, menemukan serta mengkaji semua
istilah dan seluk-beluk Pedagogik.
Itulah beberapa istilah dari kata Pedagogik. Dari semua istilah pendidikan diatas, maka
dapat di mengerti bahwa pendidikan itu mutlak harus dilakukan orang dewasa kepada anak-
anak (Usep, 2008: 46).
Kompetensi Pedagogik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari empat kompetensi
utama yang harus dimiliki seorang guru, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial,
dan profesional. Kompetensi Pedagogik yaitu kemampuan seorang guru dalam mengelola
proses pembelajaran peserta didik. Tim Direktorat Profesi Pendidik Dirjen Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan (2006) telah merumuskan secara substantif kompetensi
pedagogik yang mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi dapat diartikan sebagai pengetahuan, keterampilam dan kemampuan
yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga ia dapat
melakukan perilaku-perilaku kognitif, efektif dan pskimotorik dengan sebaik-baiknya.
Dari pengertian di atas perlu diketahui juga bahwa banyak para ahli
mendefinisikannya dengan cara yang berbeda akan tapi masih dalam satu konteks yang sama.
Adapun pengertian dari kompetensi pedagogik dari para ahli diantaranya:
1. Menurut Prof. Dr. J. Hoogveld (Belanda) pedagogik adalah ilmu yang mempelajari
masalah membimbing anak ke arah tujuan tertentu, yaitu supaya kelak ia mampu
secara mandiri menyelesaikan tugas hidupnya.
2. Menurut Suwarno istilah pedagogi berarti pendidikan, yang lebih menekankan kepada
praktek, menyangkut kegiatan mendidik, kegiatan membimbing anak. Pedagogik
merupakan suatu teori yang secara teliti, kritis dan objektif mengembangkan konsep-
konsepnya mengenai hakekat manusia, hakekat anak, hakekat tujuan pendidikan serta
hakekat proses pendidikan.
3. Menurut Kunandas Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayah
ibu anak, dimana terjadi pembudayaan anak. Dia berproses untuk akhirnya
membudaya sendiri sebagai manusia purnawan. Pendidikan adalah hidup bersama
dalam kesatuan tritunggal ayah ibu anak, dimana terjadi pelaksanaan nilai-nilai,
dengan mana dia berproses untuk akhirnya bisa melaksanakan sendiri sebagai
manusia purnawan.
4. Menurut Majmudin (2008) bahwa yang dimaksud dengan Kompetensi Pedagogik
adalah Kemampuan pemahaman tentang peserta didik secara mendalam dan
penyelengaraan pembelajaran yang mendidik.
Pedagogik termasuk ilmu yang sifatnya teoritis dan praktis. Oleh karena itu
pedagogik banyak berhubungan dengan ilmu-ilmu lain seperti: ilmu sosial, ilmu
psikologi, psikologi belajar, metodologi pengajaran, sosiologi, filsafat dan lainya.
Adapun syarat-syarat pedagogik ialah, sebagai berikut:
Kedewasaan, Langeveld berpendapat seorang pendidik harus orang dewasa,sebab
hubungan antara anak dengan orang yang belum dewasa tidak dapat menciptakan situasi
pendidik dalam arti yang sebenarnya.
1. Identifikasi norma,artinya menjadi satu dengan norma yang disampaikan kepada
anak,misalnya pendidikan agama tidak akan berhasil diberikan oleh orang yang
sekedar tahu tentang agama tetapi tidak menganut agama yang diajarkan tersebut;di
sinilah letak keistimewaan pekerjaan mendidik,dimana mendidik anak itu tidak hanya
sekedar persoalan teknis saja menguasai bahan atau cara menyampaikan saja,Tetapi
juga persoalan batin dalam arti pendidik harus menjadi satu dengan norma yang
disampaikan kepada anak didik.
2. Identifikasi dengan anak,artinya pendidik dapat menempatkan diri dalam kehidupan
anak,hingga usaha pendidikan tidak bertentangan dengan kodrat anak.
3. Knowledge,mempunyai pengetahuan yang cukup perihal pendidikan
4. Skill,mempunyai keterampilan mendidik
5. Attitude,mempunyai sikap jiwa yang positif terhadap pendidikan
Hal dasar yang harus dimiliki seorang pendidik ialah kompetensi. Secara
umum kompetensi merupakan kemampuan inovasi dari daya fisik dan daya pikir. Hal
tersebut sangat dibutuhkan sehingga dalam pelaksanaan pemberian ilmu seorang
pendidik dapat berkontribusi secara maksimal. Namun perlu anda ketahui
bahwasannya seorang pendidik juga harus memiliki sebuah kompetensi pedagogik.
Contoh hadis yang berhubungan dengan pendidikan paedagogik
Sebagaimana di dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Anas
:
.
Artinya : Dari An-Nas (Semoga Allah Meridoi kepadanya) ia berkata : Rosulah SAW telah
bersabda mencari ilmu itu wajib hukumnya kepada seluruh muslim. Dan mendapatkan ilmu
bukan pada ahlinya seperti mengalungi babi dengan permata, mutiara dan emas. (A.
Zakaria, 1413 [H]: 3).
Dalam hadist tersebut dijelaskan bahwa apabila seseorang mendapatkan ilmu bukan
dari ahlinya seperti mengalungi babi dengan permata, mutiara dan emas. Apakah tidak rugi
mengalungi babi dengan permata, mutiara dan emas. Walaupun permata, mutiara dan emas
adalah benda termahal, terindah dan menawan akan tetapi ketika dipakaikan kepada babi
maka permata, mutiara dan emas tersebut tidak akan menjadi daya tarik kepada orang lain.
Pemahaman terhadap peserta didik berarti kemampuan seorang guru dalam
memahami psikologi perkembangan peserta didik, latar belakang kepribadian peserta didik
dan segala hal yang berkenaan dengan kepribadian peserta didik agar guru tersebut tidak
salah dalam memahami peserta didik-nya. Sehingga guru tersebut dapat membantu dalam
menyelesaikan berbagai jenis masalah yang dihadapi oleh peserta didik tersebut, dan
memberikan kemudahan didalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Keberhasilan peserta didik adalah tujuan utama dalam pembelajaran. Apabila terjadi
kesukaran dalam menjalani proses pembelajaran maka akan menjadi hambatan bagi
keberhasilan peserta didik tersebut. Maka hal ini menuntut seorang guru agar dapat
membantu dalam menyelesaikan masalah yang dialami peserta didik agar tidak terjadi
hambatan bagi peserta didik tersebut. Ketika peserta didik mendapatkan sebuah masalah, hal
ini akan ber-dampak pula terhadap psikologi peserta didik tersebut. Hal ini yang menjadi
tanggung jawab bagi seorang guru dalam membantunya.
Rosullah SAW adalah orang yang sangat lembut dan pengertian terhadap peserta
didiknya. Ketika sedang memberikan nasihat, beliau selalu memer-hatikan peserta didiknya,
apa yang ia pikirkan, karakter dalam dirinya, sikapnya, tingkah lakunya dan hal yang lainnya.
Rosullah selalu berusaha untuk memahami peserta didiknya agar mudah dalam
menyampaikan nasihat yang ia akan berikan. Beliau tidak pernah memakai bahasa yang sulit
untuk dimengerti. Ketika memberikan sebuah nasihat beliau selalu disesuaikan dengan situasi
dan kondisi serta keadaan dari peserta didiknya. Hal tersebut merupakan bentuk pemahaman
Rosullah terhadap peserta didiknya.
Sebagaimana dalam sebuah hadist menyatakan :

.


Artinya : Sesungguhnya demi ayahku dan ibuku, tidak pernah aku melihat seorang pengajar
pun sebelumnya (Rosullah) ataupun sesudahnya yang lebih baik mengajar darinya. Dan
demi Allah, ia tak pernah membenciku, tidak pula pernah memukulku atau mencaciku. Ia
berkata Sesunguhnya shalat ini tidak layak padanya sedikitpun omongan manusia.
Hanyasanya dia itu Tasbih, Takbir dan Qiratul Quran. Muslim
(Deden Rorisidin, 2003: 95).
Hadist diatas menjelaskan bahwa Rosullah tidak pernah membenci, memukul dan
memaki peserta didiknya. Hal ini membuktikan bahwa sesung-guhnya seorang guru tidak
boleh melakukan hal-hal tersebut agar dapat menimbulkan rasa nyaman, tenang dan tentram
didalam peserta didik. Apabila seorang guru melakukan hal-hal tersebut maka akan
menimbulkan rasa ketidak nyamanan dan tekanan didalam peserta didik dan hal tersebut
dapat menimbulkan kesukaran didalam menjalani proses pembelajaran. Akan tetapi ketika
peserta didik merasa nyaman, tenang dan tentram maka akan mudah didalam menjalani
proses pembelajaran.
Dengan sikap Rosul yang seperti itulah, menjadi penyebab kedekatan antara Rosul
dengan peserta didiknya. Begitu pula dengan seorang guru harus berusaha untuk memahami
peserta didik, agar terciptanya kemudahan didalam menjalani proses pembelajaran. Hal
tersebut membuktikan bahwa kemampuan seorang guru dalam memahami peserta didik agar
memudahkan dalam memberikan materi pembelajaran sudah diberi contoh oleh Rosullah.
Contoh ayat yang berhubungan dengan pendidikan paedagogik
Merancang pembelajaran berarti mempersiapkan atau merencanakan segala seuatunya
sebelum melakukan proses pembelajaran. Apabila seorang guru mempersiapkan atau
merencanakan segala sesuatunya sebelum melaku-kan proses pembelajaran, maka akan
menghasilkan sesuatu yang lebih baik, lebih tersusun dan lebih rapih. Dengan perancangan
yang matang maka hasilnya pun akan lebih baik. Akan tetapi apabila seorang guru tidak
melakukan perancangan pembelajaran sebelum melakukan proses pembela-jaran maka guru
tersebut belum siap melakukan pembelajaran.
Allah SWT berfirman didalam surat Al-Hasr : 18

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. Dan bertaqwalah
kepada Allah sesunggguhnya Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan(Q. S Al-Hasr : 18)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang-orang yang beriman hendaknya
memperhatikan segala sesuatunya yang akan ia lakukan pada hari esok. Hal tersebut
membuktikan bahwa seseorang haruslah mempersiapkan atau meren-canakan apa yang akan
ia hadapi pada hari esok tersebut agar memperoleh hasil lebih baik.
Al-Quran menjelaskan tentang metode pengajaran menurut Al-Quran, didalam surat
An-Nahl : 125, yaitu :


Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.(Q.S. An-Nahl : 125).
Metode mengajar menurut Al-Quran ada tiga macam, yakni (Hikmah),
(pengajaran yang baik) dan (berdebatlah dengan
mereka dengan cara yang baik). Hikmah adalah perkataan yang tegas dan benar yang dapat
membedakan antara yang hak dan yang bhatil.
Pengajaran yang baik berarti menuntut seorang guru agar mengajarkan peserta didik
dengan cara yang baik (mendidik). Proses yang baik maka akan memperoleh hasil yang lebih
yang lebih baik pula, karena peserta didik akan mudah memahami terhadap materi yang
diajarkan. Kemampuan seorang guru dalam mengajar harus diperhatikan karena banyak
orang yang pintar akan tetapi ia tidak bisa mengajarkan kepintarannya itu kepada orang lain.
Konsep pengajaran ini sudah diperhatikan didalam Konsep Pengajaran Islam.Berdebat
dengan mereka dengan cara yang baik berarti berdialog dengan peserta didik dengan cara
yang baik. Metode pengajaran ini menuntut peserta didik agar mengutarakan pendapatnya,
agar terdapat komunikasi antara guru dan peserta didik. Metode pengajaran ini mengajarkan
peserta didik agar tidak Taqlid (Ikut-ikutan). Metode pengajar seperti ini banyak Allah
contohi didalam Al-Quran, metode yang menganjurkan lawannya agar ia bertanya dan
berkomunikasi atau berdialog dengan lawannya.
DAFTAR PUSTAKA
Al- Quran (2005) Bandung : CV. Diponogoro.
Al-Barry dan Sofyan. (2000) Kamus Ilmiah Komtemporer. Bandung : Pustaka Setia
Majmudin. (2008) Kompetensi Pedagogik Guru Indonesia [OnLine]. Tersedia:
www.Google/Kompetensi/Kompetensi Pedagogik Guru Indonesia. com [29-September
2008].
Mulyasa, E. (2008) Menjadi Guru Profesional (Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan). Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E. (2008) StandarKompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Mulyasa, E. (2008) Kurikulum Berbasis Kompetensi (Konsep, Karakteristik dan
Implementasi). Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Purwadarminta, W.J.S (1976) Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Purwanto, M.Ngalim. (200 ) Ilmu Keguruan Teoritis dan Praktis. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Rosidin, Dedeng. (2003) Akar-akar Pendidikan dalam Al-Quran dan Al-Hadist. Bandung :
Pustaka Umat.
Sarimaya, Farida. (2008) Sertifikasi Guru (Apa, Mengapa, dan Bagaimana) Bandung ;
Syah, Muhibbin. (2008) Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru Bandung :
Sudrajat, Akhmad. (2008) Kompetensi Guru dan Kepala Sekolah [OnLine]. Tersedia :
http://www.Google/Kompetensi/ Kompetensi Guru dan Kepala Sekolah.com. [29-September
2008].
Usep, M.Pd. (2008) Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kinerja Guru SMK (Study
tentang Kontribusi Kompetensi Pedagogik, Motivasi Kerja dan Supervisi kepala sekolah
terhadap Kinerja Guru SMK Negeri di Lingkungan Dinas Pendidikan Kab. Garut Thn.2007-
2008 dengan mengunakan Metode Multiple Classification Analysis / MCA) Tesis
Magisterpada PPS UPI Bandung : Tidak diterbitkan.
Usep, M.Pd. (2008) Pedoman penyusunan dan Penulisan Paper. Garut : Tidak diterbitkan.
Zakaria. A (2003) Etika Hidup seorang Muslim. Garut : Ibn Azka
Zakaria. A (2003) Jadul Mutaalim. Garut : Ibn Azka.
Zakaria. A (2003) Jamiul Bayan fi Ulumul Quran. Garut : Ibn Azka.
http://aka99.wordpress.com/2010/03/12/kompetensi-pedagogik-menurut-ajaran-islam/
http://www.pusattesis.com/kompetensi-pedagogik/

3.Bagaimana pendapat filosofis islam tentang teori dan praktek pendidikan islam yang
anregogis
Menurut pendapat filosofis islam tentang teori dan praktek pendidikan islam yang
anregogis yaitu Alangkah pentingnya kita berteori dalam praktek di lapangan pendidikan
karena pendidikan dalam praktek harus dipertanggungjawabkan. Tanpa teori dalam arti
seperangkat alasan dan rasional yang konsisten dan saling berhubungan maka tindakan-
tindakan dalam pendidikan hanya didasarkan atas alasan-alasan yang kebetulan, seketika dan
aji mumpung. Hal itu tidak boleh terjadi karena setiap tindakan pendidikan bertujuan
menunaikan nilai yang terbaik bagi peserta didik dan pendidik. Bahkan pengajaran yang baik
sebagai bagian dari pendidikan selain memerlukan proses dan alasan rasional serta intelektual
juga terjalin oleh alasan yang bersifat moral. Sebabnya ialah karena unsur manusia yang
dididik dan memerlukan pendidikan adalah makhluk manusia yang harus menghayati nilai-
nilai agar mampu mendalami nilai-nilai dan menata perilaku serta pribadi sesuai dengan
harkat nilai-nilai yang dihayati itu.
Kita baru saja menyaksikan pendidikan di Indonesia gagal dalam praktek berskala
makro dan mikro yaitu dalam upaya bersama mendalami, mengamalkan dan menghayati
Pancasila. Lihatlah bagaimana usaha nasional besar-besaran selama 20 tahun (1978-1998)
dalam P-7 (Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila) berakhir kita nilai gagal menyatukan bangsa untuk memecahkan masalah nasional
suksesi kepresidenan secara damai tahun 1998, setelah krisis multidimensional melanda dan
memporakporandakan hukum dan perekonomian negara mulai pertengahan tahun 1997,
bahkan sejak 27 Juli 1996 sebelum kampanye Pemilu berdarah tahun 1997. itu adalah contoh
pendidikan dalam skala makro yang dalam teorinya tidak pas dengan Pancasila dalam praktek
diluar ruang penataran. Mungkin penatar dan petatar dalam teorinya ber-Pancasila tetapi
didalam praktek, sebagian besar telah cenderung menerapkan Pancasila Plus atau Pancasila
Minus atau kedua-duanya. Itu sebabnya harus kita putuskan bahwa P-7 dan P-4 tidak dapat
dipertanggungjawabkan, setidak-tidaknya secara moral dan sosial. Mari kita kembali
berprihatin sesuai ucapan Dr. Gunning yang dikutip Langeveld (1955).
Praktek tanpa teori adalah untuk orang idiot dan gila, sedangkan teori praktek hanya
untuk orang-orang jenius.
Ini berarti bahwa sebaiknya pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang
yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral. Sebaliknya apabila
pendidikan dalam praktek dipaksakan tanpa teori dan alasan yang memadai maka hasilnya
adalah bahwa semua pendidik dan peserta didik akan merugi. Kita merugi karena tidak
mampu bertanggung jawab atas esensi perbutan masing-masing dan bersama-sama dalam
pengamalan Pancasila. Pancasila yang baik dan memadai, konsisten antara pengamalan
(lahiriah) dan penghayatan (psikologis) dan penataan nilai secara internal. Dalam hal ini kita
bukan menyaksikan kegiatan (praktek) pendidikan tanpa dasar teorinya tetapi suatu praktek
pendidikan nasional tanpa suatu teori yang baik.
Pendidikan sebagai gejala sosial dalm kehidupan mempunyai landasan individual,
sosial dan cultural. Pada skala mikro pendidikan bagi individu dan kelompok kecil
beralngsung dalam skala relatif tebatas seperti antara sesama sahabat, antara seorang guru
dengan satu atau sekelompok kecil siswanya, serta dalam keluarga antara suami dan isteri,
antara orang tua dan anak serta anak lainnya. Pendidikan dalam skala mikro diperlukan agar
manusia sebagai individu berkembang semua potensinya dalam arti perangkat pembawaanya
yang baik dengan lengkap. Manusia berkembang sebagai individu menjadi pribadi yang unik
yang bukan duplikat pribadi lain. Tidak ada manusia yang diharap mempunyai kepribadian
yang sama sekalipun keterampilannya hampir serupa. Dengan adanya individu dan kelompok
yang berbeda-beda diharapkan akan mendorong terjadinya perubahan masyarakat dengan
kebudayaannya secara progresif. Pada tingkat dan skala mikro pendidikan merupakan gejala
sosial yang mengandalkan interaksi manusia sebagai sesama (subyek) yang masing-masing
bernilai setara. Tidak ada perbedaan hakiki dalam nilai orang perorang karena interaksi antar
pribadi (interpersonal) itu merupakan perluasan dari interaksi internal dari seseorang dengan
dirinya sebagai orang lain, atau antara saya sebagai orang kesatu (yaitu aku) dan saya sebagai
orang kedua atau ketiga (yaitu daku atau-ku; harap bandingkan dengan pandangan orang
Inggris antara I dan me).
Pada skala makro pendidikan berlangsung dalam ruang lingkup yang besar seperti
dalam masyarakat antar desa, antar sekolah, antar kecamatan, antar kota, masyarakat antar
suku dan masyarakat antar bangsa. Dalam skala makro masyarakat melaksanakan pendidikan
bagi regenerasi sosial yaitu pelimpahan harta budaya dan pelestarian nilai-nilai luhur dari
suatu generasi kepada generasi muda dalam kehidupan masyarakat. Diharapkan dengan
adanya pendidikan dalam arti luas dan skala makro maka perubahan sosial dan kestabilan
masyarakat berangsung dengan baik dan bersama-sama. Pada skala makro ini pendidikan
sebagai gejala sosial sering terwujud dalam bentuk komunikasi terutama komunikasi dua
arah. Dilihat dari sisi makro, pendidikan meliputi kesamaan arah dalam pikiran dan perasaan
yang berakhir dengan tercapainya kemandirian oleh peserta didik. Maka pendidikan dalam
skala makro cenderung dinilai bersifat konservatif dan tradisional karena sering terbatas pada
penyampaian bahan ajar kepada peserta didik dan bisa kehilangan ciri interaksi yang afektif.
Adanya aspek-aspek lahiriah, psikologis dan rohaniah seperti disebut tadi
mengisyaratkan bahwa manusia dalam fenomena (situasi) pendidikan adalah paduan antara
manusia sebagai sebagai fakta dan manusia sebaai nilai. Tiap manusia bernilai tertentu yuang
bersifat luhur sehingga situasi pendidikan memiliki bobot nilai individual, sosial dan bobot
moral. Itu sebabnya pendidikn dalam praktek adalah fakta empiris yang syarat nilai
berhubung interaksi manusia dalam pendidikan tidak hanya timbal balik dalam arti
komunikasi dua arah melainkan harus lebih tinggi mencapai tingkat maniusiawi seperti saya
atau siswa mendidik diri sendiri atas dasar hubungan pribadi dengan pribadi (higher order
interactions) antar individu dan hubungan intrapersonal secara afektif antara saya (yaitu I)
dan diriku (diri sendiri yaitu my self atau the self).
Adapun manusia sebagai fakta empriris tentu meliputi berbagai variabel dan
hubungan variabel yang terbatas jumlahnya dalam telaah deskriptif ilmu-ilmu. Sedangkan
jumlah variabelnya amat banyak dan hubungan-hubungan antara variabel amat kompleks
sifatnya apabila pendidik memelihara kualitas interaksinya dengan peserta didik secra orang
perorang (personal).
Sepeti dikatakan tentang siswa belajar aktif oleh Phenix (1958:40), yaitu : It possible
to conceive of teacher and student as one and same person and the self taught person as one
who direct his own development through an internal interaction between the self as I and the
self as me on the other hand, it is usual for one teacher to teach many students
simultaneously. In that even the quality oef the interaction may become generalized and
impersonal, or it may, by appropriate means, retain its person to person character. Artinya sift
manusiawi dari pendidikan (manusia dalam pendidikan) harus terpelihara demi kualitas
proses dan hasil pendidikan. Pemeliharaan itulah yang menuntut agar pendidik siap untuk
bertindak sewaktu-waktu secara kreatif (berkiat menciptakan situasi yang pas, apabila perlu.
Misalnya atas dasar diagnostik klinis) sekalipun tanpa prognosis yang lengkap namun
utamanya berdasarkan sikap afektif bersahabat terhadap terdidik. Kreativitas itu didasarkan
kecintaan pendidik terhadap tugas mendidik dan mengajar, itu sebabnya gejala atau fenomena
pendidikan tidak dapat direduksi sebagai gejala sosial atau gejala komunikasi timbal balik
belaka. Apabila ilmu-ilmu sosial atau behavioral mampu menerapkan pendekatan dan metode
ilmiah (Pearson, 1900) secara termodifikasi dalam telaah manusia melalui gejala-gejala
sosial, apakah ilmu pendidikan harus bertindak serupa untuk mengatasi ketertinggalan- nya
khususnya ditanah air kita ?Atau seperti dikatakan secara ilmiah oleh NL. Gage (1978:20),
Scientific method can contribute relationships between variaboles, taken two at a time and
even in the form of interactions, three or perhaps four or more at a time. Beyond say four, the
usefulness of what science can give the teacher begins to weaken, because teacher cannot
apply, at least not without help and not on the run, the more complex interactions. At this
point, the teacher as an artist must step in and make clinical, or artistic, judgement about the
best ways to teach.
Pendidik memang harus bertindak pada latar mikro termasuk dalam kelas atau di
sekolah kecil, mempengaruhi peserta didik dan itu diapresiasi oleh telaah pendidikan berskala
mikro, yaitu oleh paedagogik (teoritis) dan andragogi (suatu pedagogic praktis). Itu sebabnya
ilmu pendidikan harus lebih inklusif daripada pengajaran (yang makro) lebih utama daripada
mengajar dan mendidik. Bahkan kegiatan pengajaran disekolah memerlukan perencanaan
dalam arti penyusunan persiapan mengajar. Dalam pandangan ilmu pendidikan yang otonom,
ruang lingkup pengajaran tidak dengan sendirinya mencakup kegiatan mendidik dan
mengajar.
Atas dasar pokok-pokok pikiran tentang aspek lahiriah, psikologis dan rohaniah dari
manusia dalam fenomena pendidikan maka pendidikan dalam praktek haruslah secara
lengkap mencakup bimbingan, mendidik, mengajar dan pengajaran. Dalam fenomena yang
normal peserta didik dapat didorong aga belajar aktif melalui bimbingan dan mengajar.
Tetapi adakalanya dalam situasi kritis siswa perlu meniru cara guru yang aktif belajar sendiri.
Itu sebabnya perundang-undangan pendidikan kita sebenarnya perlu diluruskan, pada satu sisi
agar upaya mendidik terjadi dalam keluarga secara wajar, disisi lain agar pengajaran
disekolah meliputi dimensi mendidik dan mengajar. Lagi pula bahwa diferensisasi dan fungsi
sekolah sebagai lembaga pendidikan perlu ditentukan utamanya harus melakukan pengajaran
dan mengelola kurikulum formal sebagai aspek spesialisasinya agar beroperasi efisien.
Sedangkan konsep pendidikan yang juga mencakup program latihan (UU. No. 2/1989 Pasal 1
butir ke-1) adalah suatu konstruk yang amat luas dilihat dari perspektif sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal.
Maka konsep pendidikan yang memerlukan ilmu fdan seni ialah proses atau upaya
sadar antar manusia dengan sesama secara beradab, dimana pihak kesatu secara terarah
membimbing perkembangan kemampuan dan kepribadian pihak kedua secara manusiawi
yaitu orang perorang. Atau bisa diperluas menjadi makro sebagai upaya sadar manusia
dimana warga maysrakat yang lebih dewasa dan berbudaya membantu pihak-pihak
yangkurang mampu dan kurang dewasa agar bersama-sama mencapai taraf kemampuan dan
kedewasaan yang lebih baik (Phenix, 1958:13), Buller, 1968:10). Dalam arti ini juga sekolah
laboratorium akan memerlukan jalinan praktek ilmu dan praktek seni. Sebaliknya butir 1
pasal 1, UU No. 2 /1989 kiranya kurang tepat sehingga tentu sulit menuntut siswa ber CBSA
padahal guru belum tentu aktif belajar, mengingat definisi pendidikan yang makro, yaitu :
Pendidikan ialah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan dating. Kiranya
konsep pendidikan yang demikian yang demikian kurang mampu memberi isi kepada tujuan
dan semangat Bab XIII UUD 1945 yang merujuk bidang pendidikan sebagai amanah untuk
mewujudkan keterkaitan erat antara sistem pengajaran nasional dengan kebudayaan
kebangsaan. Karena itu dalam lingkup pendidikan menurut skala mikro dan abstark yang
lebih makro, pendidik harus juga peduli dengan aspek etis (moral) dan estetis dari
pengalamannya berinteraksi dengan peserta didik selain aspek pengetahuan, kebenaran dan
perilaku yang disisyaratkan oleh konsep pendidikan menurut undang-undang tadi. Hal ini
sesuai dengan pandangan Ki Hajar Dewantara (1950) sebagai berikut: Taman Siswa
mengembangkan suatu cara pendidikan yang tersebut didalam Among dan bersemboyan Tut
Wuri Handayani (mengikuti sambil mempengaruhi). Arti Tut Wuri aialah mengikuti, namun
maknanya ialah mengikuti perkembangan sang anak dengan penuh perhatian berdasarkan
cinta kasih dan tanpa pamrih, tanpa keinginan menguasai dan memaksa, dan makna
Handayani ialah mempengaruhi dalam arti merangsang, memupuk, membimbing, memberi
teladan gar sang anak mengembngkan pribadi masing-masing melalui disiplin pribadi.
Demikian bagi Ki Hajar Dewantara pendidikan pada skala mikro tidak terlepas dari
pendidikan dalam arti makro, bahkan disipilin pribadi adalah tujuan dan cara dalam mencapai
disiplin yang lebih luas. Ini berarti bahwa landasan pendidikan terdapat dalam pendidikan itu
sendiri, yaitu factor manusianya. Dengan demikian landasan-landasan pendidikan tidak mesti
dicari diluar fenomena (gejala) pendidikan termasuk ilmu-ilmu lain dan atau filsafat tertentu
dari budaya barat. Oleh karena itu data ilmu pendidikan tidak tergantung dari studi ilmu
psikologi., fisiologi, sosiologi, antropologi ataupun filsafat. Lagi pula konsep pengajaran
(yang makro) berdasarkan kurikulum formal tidak dengan sendirinya bersifat inklusif dan
atau sama dengan mengajar. Bahkan dalam banyak hal pengajaran itu tergantung hasilnya
dari kualitas guru mengajar dalam kelas masing-masing. Sudah barang tentu asas Tut Wuri
Handayani tidak akan menjadikan pengajaran identik dengan sekedar upaya sadar
menyampaikan bahan ajar dikelas kepada rombongan siswa mengingat guru harus berhamba
kepada kepentingan siswanya.
Pedagogik tidak menggunakan metode deduktif spekulatif dalam investigasinya
berdasrkan penjabaran pendirian dasar-dasar filosofis. Pedagogik adalah ilmu pendidikan
yang bersifat teoritis dan bukan pedagogic yang filosofis. Pedagogik melakukan telaah
fenomenologis aatas fenomen yang bersifat empiris sekalipun bernuansa normative. Seperti
dikatakan Langeveld (1955) Pedagogik mempergunakan pendekatan fenomenologis secara
kualitatif dalam metode penelitiannya: Pedagogik bersifat filosofis dan empiris. Berfikir
filosofis pada satu siti dan di pihak lain pengalaman dan penyelidikan empiris berjalan
bersama-sama. Hubungan-hubungan dan gejala yang menunjukkan cirri-ciri pokok dari
objeknya ada yang memaksa menunjuk ke konsekunsi yang filosofis, adapula yang
memaksakaan konsekunsi yang empiris karena data yang factual. Pedagogik mewujudkan
teori tindakan yang didahului dan diikuti oleh berfikir filosofis. Dalam berfikir filosofis
tentang data normative pedagogic didahului dan diikuti oleh oleh pengalaman dan
penyelesaikan empiris atas fenomena pendidikan. Itulah fenomena atau gejala pendidikan
secraa mikro yang menurut Langevald mengandung keenam komponen yng menjadi inti
daari batang tubuh pedagogic.
Ilmu pendidikan khususnya pedagogic dan androgogi tidak menggunakn metoda
deskriptif-eksperimental karena manfaatnya terbtas pada pemahaman atas perubahan perilaku
siswa. Sedangkan prediksi dan kontrol yang eksperimental diterapakan dan itupun
manfaatnya terbatas sekali. Seperti ditulis oleh Deese dalam tahun 1963: Prediction and
control, then are excellent criteria of understnding aang they also provide us with some of the
uses of understanding. They are not always easy to apply, however, and I think little is gained
by pretending that they are. It is futile to issue promissory notes about the future applications
of the scientific study of education.
Jadi kurang bermanfaat apabila ilmu pendidikan mempergunakan metode deskriptif-
eksperimental terhadap perubahan-perubahan didalam pendidikan secarakuntitatif.
Sebaliknya pedagogic dan androgogi harus menjadi ilmu otonom yang menerapkan metode
fenomenologi secara kualitatif. Maksudnya ialah agar dapat memperoleh data yang tidak
normative (data factual) dalam jumlah seperlunya dari ilmu biologi, psikologi dan ilmu-ilmu
sosial. Tetapi ilmu pendidikan harus sedapat mungkin melakukan pengumpulan datanya
sendiri langsung dari fenomena pendidikan, baik oleh partisipan-pengamat (ilmuwan)
ataupun oleh pendidik sendiri yang juga biasa melakukan analisis apabila situasi itu
memaksanya harus bertindak kreatif. Tentu saja untuk itu diperlukan prasyarat penguasaan
atas sekurang-kurangnya satu ilmu Bantu dan/atau filsafat umum.
Program Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi (PGBK) dikembangakan bertolak
dari perangkat kompetensi yang diperkirakan dipersyaratkan bagi pelaksanaan tugas-tugas
keguruan dan kependidikan yang telah ditetapkan dan bermuara pada pendemonstrasian
perangkat kompetensi tersebut oleh siswa calon guru setelah mengikuti sejumlah pengalaman
belajar.
Perangkat kompetensi yang dimaksud, termasuk proses pencapaiannya, dilandasi oleh
asumsi-asumsi filosofis, yaitu pertanyaan-pertanyaan yang dianggap benar, baik atas dasar
bukti-bukti empirik, dugaan-dugaan maupun nilai-nilai masyarakat berdasarkan Pancasila.
Asumsi-asumsi tersebut merupakan batu ujian di dalam menilai perancangan dan
implementasi program dari penyimpangan-penyimpangan pragmatis ataupun dari serangan-
serangan konseptual.
Asumsi-asumsi yang dimaksud mencakup 7 bidang yaitu yang berkenaan dengan
hakekat-hakekat manusia, masyarakat, pendidikan, subjek didik, guru, belajar-mengajar dan
kelembagaan. Tentu saja hasil kerja tersebut diatas perlu dimantapkan dan diverifikasi lebih
jauh melalui forum-forum yang sesuai seperti Komisi Kurikulum, Konsorsium Ilmu
Kependidikan, LPTK bahkan kalangan yang lebih luas lagi.
Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan guru maka
filsafat pendidikan merupakan landasan berpijak yang mutlak. Artinya, sebagai pekerja
professional, tidaklah cukup bila seorang guru hanya menguasai apa yang harus dikerjakan
dan bagaimana mengerjakannya. Kedua penguasaan ini baru tercermin kompetensi seorang
tukang.
Disamping penguasaan terhadap apa dan bagaimana tentang tugasnya, seorang guru
juga harus menguasai mengapa ia melakukan setiap bagian serta tahap tugasnya itu dengan
cara tertentu dan bukan dengan cara yang lain. Jawaban terhadap pertanyaan mengapa itu
menunjuk kepada setiap tindakan seorang guru didalam menunaikan tugasnya, yang pada
gilirannya harus dapat dipulangkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang mau dicapai, baik
tujuan-tujuan yang lebih operasional maupun tujuan-tujuan yang lebih abstrak. Oleh karena
itu maka semua keputusan serta perbuatan instruksional serta non-instruksional dalam rangka
penunaian tugas-tugas seorang guru dan tenaga kependidikan harus selalu dapat
dipertanggungjawabkan secara pendidikan (tugas professional, pemanusiaan dan civic) yang
dengan sendirinya melihatnya dalm perspektif yang lebih luas dari pada sekedar pencapaian
tujuan-tujuan instruksional khusus, lebih-lebih yang dicekik dengan batasan-batasan
behavioral secara berlebihan.
Dimuka juga telah dikemukakan bahwa pendidik dan subjek didik melakukan
pemanusiaan diri ketika mereka terlihat di dalam masyarakat profesional yang dinamakan
pendidikan itu; hanyalah tahap proses pemanusiaan itu yang berbeda, apabila diantara
keduanya, yaitu pendidik dan subjek didik, dilakukan perbandingan. Ini berarti kelebihan
pengalaman, keterampilan dan wawasan yang dimiliki guru semata-mata bersifat kebetulan
dan sementara, bukan hakiki. Oleh karena itu maka kedua belah pihak terutama harus melihat
transaksi personal itu sebagai kesempatan belajar dan khusus untuk guru dan tenaga
kependidikan, tertumpang juga tanggungjawab tambahan menyediakan serta mengatur
kondisi untuk membelajarkan subjek didik, mengoptimalkan kesempatamn bagi subjek didik
untuk menemukan dirinya sendiri, untuk menjadi dirinya sendiri (Learning to Be, Faure dkk,
1982). Hanya individu-individu yang demikianlah yang mampu membentuk masyarakat
belajar, yaitu masyarakat yang siap menghadapi perubahan-perubahan yang semakin lama
semakin laju tanpa kehilangan dirinya.
Apabila demikianlah keadaannya maka sekolah sebagai lembaga pendidikan formal
hanya akan mampu menunaikan fungsinya serta tidak kehilangan hak hidupnya didalam
masyarakat, kalau ia dapat menjadikan dirinya sebagai pusat pembudayaan, yaitu sebagai
tempat bagi manusia untuk meningkatkan martabatnya. Dengan perkataan lain, sekolah harus
menjadi pusat pendidikan. Menghasilkan tenaga kerja, melaksanakan sosialisasi, membentuk
penguasaan ilmu dan teknologi, mengasah otak dan mengerjakan tugas-tugas persekolahan,
tetapi yang paling hakiki adalah pembentukan kemampuan dan kemauan untuk meningkatkan
martabat kemanusiaan seperti telah diutarakan di muka dengan menggunakan cipta, rasa,
karsa dan karya yang dikembangkan dan dibina.
Perlu digarisbawahi di sini adalah tidak dikacaukannya antara bentu dan hakekat.
Segala ketentuan prasarana dan sarana sekolah pada hakekatnya adalah bentuk yang
diharapkan mewadahi hakekat proses pembudayaan subjek didik. Oleh karena itu maka
gerakan ini hanya berhenti pada penerbitan prasarana dan sarana sedangkan transaksi
personal antara subjek didik dan pendidik, antara subjek didik yang satu dengan subjek didik
yang lain dan antara warga sekolah dengan masyarakat di luarnya masih belum dilandasinya,
maka tentu saja proses pembudayaan tidak terjadi. Seperti telah diisyaratkan dimuka,
pemberian bobot yang berlebihan kepada kedaulatan subjek didikakan melahirkan anarki
sedangkan pemberian bobot yang berlebihan kepada otoritas pendidik akan melahirkan
penjajahan dan penjinakan. Kedua orientasi yang ekstrim itu tidak akan menghasilkan
pembudayaan manusia.
Daftar pustaka
Bogdan & Biklen (1982) Qualitative Research For Education. Boston MA: Allyn Bacon
Campbell & Stanley (1963) Experimental & Quasi-Experimental Design for Research.
Chicago : Rand McNelly
Deese, J (1978) The Scientific Basis of the Art of Teaching. New York : Colombia
University-Teachers College Press
Gordon, Thomas (1974) Teacher Effectiveness Training. NY: Peter h. Wydenpub
Henderson, SVP (1954) Introduction to Philosophy of Education.Chicago : Univ. of Chicago
Press
Hidayat Syarief (1997) Tantangan PGRI dalam Pendidikan Nasional. Makalah pada
Semiloka Nasional Unicef-PGRI. Jakarta: Maret,1997
Highet, G (l954), Seni Mendidik (terjemahan Jilid I dan II), PT.Pembangunan
Kemeny,JG, (l959), A Philosopher Looks at Science, New Hersey, NJ: Yale Univ.Press
Ki Hajar Dewantara, (l950), Dasar-dasar Perguruan Taman Siswa, DIY:Majelis Luhur
Ki Suratman, (l982), Sistem Among Sebagai Sarana Pendidikam Moral Pancasila,
Jakarta:Depdikbud
Kuhn, Ts, (l969), The Structure of Scientific Revolution, Chicago:Chicago Univ.
Langeveld, MJ, (l955), Pedagogik Teoritis Sistematis (terjemahan), Bandung, Jemmars
Liem Tjong Tiat, (l968), Fisafat Pendidikan dan Pedagogik, Bandung, Jurusan FSP FIP IKIP
Bandung
RakaJoniT.(l977),PermbaharauanProfesionalTenagaKependidikan:Permasalahan dan
Kemungkinan Pendekatan, Jakarta, Depdikbud
http://leonardoansis.wordpress.com/goresan-pena-sahabatku-yono/pentingnya-landasan-filsafat-
ilmu-pendidikan-bagi-pendidikan/

Anda mungkin juga menyukai