Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN

Seiring dengan bertambahnya usia populasi, prevelensi demensia semakin
bertambah.Prevalensi demensia terjadi pada 5% pada kelompok usia lebih dari 65
tahun, dan 20-40% pada usia diatas 85 tahun. Demensia merupakan gangguan
kognitif yang kronik dan progresif dengan penurunan progresif fungsi kognitif ,
perubahan kepribadian atau perilaku dan gangguan psikiatris serta penurunan
kemampuan melakukan aktifitas sehari-hari. Gangguan fungsi intelegensi terjadi
pada dementia dengan manifestasi gangguan ingatan, perhatian, dan berpikir.
Gangguan mental lain juga dapat menyertai demensia yaitu gangguan mood,
kepribadian, gangguan dalam mengambil keputusan dan gangguan kemampuan
sosial.
1
Hal yang paling penting dari dementia adalah mengidentifikasi gejala dan
penyebab dementia. Demensia dapat terjadi secara progresif atau statis, permanen
atau reversibel. Penyebab latar belakang terjadinya demensia selalu dapat
diketahui, meskipun pada beberapa kasus sulit untuk diketahui penyebab
spesifiknya. Kemungkinan kesembuhan dari demensia tergantung dari latar
belakang kondisi patologis yang menyebabkannya dan tatalaksana yang
dilakukan. Kurang lebih 15% penderita demensia mengalami kesembuhan jika
tatalaksanan dilakukan sebelum kerusakan yang irreplaceable terjadi.
1


2



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Demensia adalah kondisi dimana terdapat berbagai gangguan fungsi
kortikal (multiple higher cortical function), berupa penurunan fungsi memori,
berpikir, bahasa, berhitung, daya nilai (judgement), pemahaman, orientasi, dan
mengambil keputusan.
2,3,4


2.2 Anatomi dan Fisiologi
1. Hemispherium Cerebri
Hemispherium cerebri merupakan bagian otak yang paling besar dan
dipisahkan oleh fissura longitudinalis cerebri. Corpus callosum yang terletak
dibagian dalam fissura, menghubungkan kedua hemispherium melalui garis
tengah.
5,6

Hemispherium cerebri dibagi menjadi beberapa lobus, di antaranya lobus
frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis, dan lobus occipitalis. Lobus frontalis
menempati daerah di anterior sulkus centralis dan di superior sulkus lateralis.
Permukaan superolateral lobus frontalis dibagi oleh tiga sulkus menjadi empat
girus, di antaranya giruspresentralis, girus frontalis superior, girus frontalis
medius, dan gysrus frontalis inferior.
5,6



3


















Gambar 2.1 Pandangan superior hemispherium cerebri.Dikutip dari : Snell
5




Girus presentralis terletak diantara sulkus presentralis yang berjalan sejajar
dengan sulkus sentralis. Pada giruspresentralis terdapat area presentralis yang
dibagi menjadi daerah posterior dan anterior. Daerah posterior disebut sebagai
area motorik primer atau area Broadmann 4. Fungsi area ini adalah untuk
menimbulkan gerakan-gerakan individual pada berbagai bagian tubuh yang
stimulusnya berasal dari serabut-serabut aferen dari area premotorik, korteks
sensorik, talamus, cerebellum, dan ganglia basalis. Daerah anterior disebut sebagai
area premotorik, area motorik sekunder, atau area Brodmann 6 serta sebagian area
8, 44, dan 45. Area ini berfungsi menyimpan program aktivitas motorik yang
4



dikumpulkan berdasarkan pengalaman masa lalu dan meneruskannya ke area
motorik primer.
5,6


Gambar 2.2 Lokalisasi fungsional cortex cerebri. A. Pandangan lateral
hemispehrium cerebri Kiri. B. Pandangan medial hemispehrium cerebri kiri.Dikutip dari :
Snell
5




Selain lobus frontalis, juga terdapat lobus parietalis. Lobus ini terletak
didaerah posterior sulkus centralis dan di superior sulkus lateralis dan meluas ke
posterior sampai sejauh sulkus parieto occipitalis. Lobus temporalis menempati
daerah di inferior sulkus lateralis. Dan lobus occipitalis menempati daerah kecil di
belakang sulkus parieto-occipitalis.
5,6

2. Hipokampus
Hipokampus merupakan struktur dari sistem limbik. Hipokampus
merupakan suatu elevasi substantia grisea yang melengkung dan terbentang di
5



seluruh panjang dasar cornu inferior ventriculus lateralis. Hipokampus sangat
penting dalam fungsi belajar, terutama mengingat dan mencari memori yang
sudah lama (long term memory).
5,6

Hipokampus merupakan organ yang paling banyak menghasilkan
asetilkolin. Asetilkolin merupakan hasil eksositosis vesikel transmitter yang
terstimulasi oleh karena Ca
2+
ekstraseluler masuk ke dalam membran presinaps
yang didahului oleh potensial aksi dan depolarisasi membran presinaps.
Asetilkolin berdifusi melewati celah sinaps dan kemudian berikatan dengan
reseptornya di membran postsinaps. Ikatan ini menimbulkan peningkatan
permeabilitas kanal natrium sehingga timbul depolarisasi membran postsinaps.
Enzim acetylcholinesterase (AchE atau kolinesterase) di membran postsinaps dan
celah sinaps akan menghidrolisis asetilkolin, yang belum berikatan dengan
reseptor postsinaps, menjadi asetat dan kolin. Hal ini menyebabkan efek pada
membran postsinaps bersifat sementara.
6,7


2.3 Etiologi dan Faktor Risiko
2.3.1 Etiologi
Demensia disebabkan oleh penyakit/gangguan otak yang bersifat kronik-
progresif. Penyakit alzheimer adalah penyebab terbanyak lebih dari 50%-80% dari
total kasus.
3,8,9
Pada penyakit alzheimer terdapat kadar protein yang tinggi di
dalam maupun di luar sel otak.Kondisi ini menyebabkan otak menjadi tidak sehat
dan terganggu komunikasinya.
10,11
Penyakit vaskular yang timbul setelah stroke
menjadi penyebab kedua terbanyak demensia sekitar 10-20%.
8,11
Penyebab
6



demensia tersering lainnya antara lain demensia dengan lewy bodies dan demensia
frontotemporal.
12
Penyebab demensia yang jarang di antaranya penyakit
parkinson, penyakit huntington, progressive supranuclear palsy, the hereditary
ataxis, lesi intracranial (intracranial mass lessions) termasuk tumor otak dan
hematom subdural, dan Creutzfeldt-Jakob Disease (CJD).
8,12

2.3.2 Faktor Risiko
Faktor risiko demensia dibedakan menjadi tidak dapat dimodifikasi dan
dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi di antaranya usia,
jenis kelamin, genetik, riwayat keluarga, dan sindrom down. Faktor risiko yang
dapat dimodifikasi adalah diabetes melitus, faktor risiko kardiovaskular, trauma
kepala, rokok, aktivitas fisik, diet, alkohol, depresi, tingkat pendidikan, dan
aktivitas sosial.
1. Faktor risiko tidak dapat dimodifikasi
Usia adalah faktor risiko paling penting. Semakin tua seseorang, semakin
memiliki risiko terkena demensia. satu dari 20 orang berumur lebih dari 65 tahun
berisiko terkena demensia, sedangkan pada usia lebih dari 85 tahun risikonya
menjadi 1 berbanding 4.
13,14,15
Faktor risiko yang juga tidak dapat dimodifikasi adalah jenis kelamin.
Wanita lebih berisiko terkena demensia dibanding laki-laki. Hal ini dikarenakan
angka harapan hidup wanita lebih tinggi.
13,14

Genetik juga merupakan faktor risiko. Saat ini telah ditemukan sebuah gen
yaitu apolipoprotein E yang ditemukan di kromosom 19. Gen ini memiliki 3 tipe,
7



yaitu tipe 2,3, dan 4. Setiap orang didunia memiliki 2 tipe tersebut sebagai carrier.
Orang yang membawa tipe 4, baik hanya satu tipe 4 saja maupun 2 tipe 4 (4,4)
memiliki risiko yang lebih besar terkena penyakit alzheimer pada usia yang lebih
muda dibanding dua tipe lainnya.
16

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi lainnya adalah riwayat keluarga.
Jika memiliki keluarga yang menderita demensia, maka risiko untuk terkena
demensia juga meningkat.
17
Selain usia, jenis kelamin, genetik, dan riwayat keluarga, sindrom down juga
merupakan faktor risiko. Saat ini penderita sindrom down memiliki angka harapan
hidup yang tinggi. Angka harapan hidup tinggi akan berisiko untuk terkena
demensia pada usia yang lebih muda daripada biasanya.
15

2. Faktor risiko dapat dimodifikasi
Diabetes melitus adalah salah satu faktor risiko yang dapat dimodifikasi.
Penderita diabetes melitus berisiko 2 kali lebih besar untuk terkena dementia.
Namun hal ini belum dapat dijelaskan.
13,17

Faktor risiko kardiovaskular seperti hipertensi, hiperglikemi, dan obesitas
dapat meningkatkan risiko terkena demensia.
13
Hipertensi sebagai faktor risiko
stroke yang dapat dikontrol dapat menyebabkan demensia vaskular. Beberapa
penelitian juga telah menemukan bahwa hipertensi juga berhubungan dengan
penyakit alzheimer.
17

Faktor risiko lainnya adalah trauma kepala. Trauma kepala di usia muda
berisiko untuk terkena demensia.
17

8



Rokok dapat menyebabkan timbulnya stress oksidatif, inflamasi, dan
aterosklerosis yang meningkatkan risiko degenerasi sel neuron
(neurodegeneration). Perokok usia muda memiliki risiko demensia dan penurunan
fungsi kognitif.
15,17

Aktivitas fisik tidak hanya baik bagi tubuh tapi juga baik bagi otak.
Aktivitas fisik dapat menurunkan risiko demensia di usia lanjut. Termasuk
aktivitas yang ringan seperti berjalan juga protektif dalam menurunkan risiko
demensia.
15,17

Diet yang sehat merupakan salah satu cara mencegah hipertensi,
hiperglikemia dan obesitas yang merupakan faktor risiko demensia. Cara tersebut
berdampak pada penurunan risiko demensia.Diet mediterania merupakan diet
yang sehat yang dapat menurunkan risiko demensia. Vit C, karoten, dan vit B12
tidak memiliki pengaruh terhadap demensia.
15,17

Konsumsi alkohol dalam jumlah sedang dapat menurunkan risiko demensia.
Hal ini terjadi karena alkohol menyebabkan peningkatan jumlah HDL dan
peningkatan sensitivitas insulin terhadap glukosa.Namun terlalu banyak konsumsi
alkohol dapat menyebabkan kerusakan otak dan kehilangan memori jangka
pendek.
15,17

Depresi juga merupakan faktor risiko terjadinya demensia. Seseorang yang
memiliki riwayat depresi berisiko dua kali lebih besar dibanding yang tidak
memiliki riwayat depresi.
15
Tingkat pendidikan yang tinggi menandakan seseorang sering menggunakan
otaknya, sehingga orang tersebut memiliki lebih banyak sel otak. Bila beberapa sel
9



otak mengalami kerusakan, orang tersebut masih memiliki cadangan. Ini disebut
sebagai cadangan kognitif atau cognitive reserve. Cadangan kognitif inilah yang
menjadi alasan mengapa orang dengan tingkat pendidikan tinggi yang mengalami
kerusakan otak tidak memperlihatkan demensia dibanding dengan tingkat
pendidikan rendah.
15,18

Aktivitas sosial merupakan salah satu faktor risiko yang dapat dimodifikasi.
Seseorang yang aktivitas sosialnya rendah memiliki risiko demensia lebih besar
dibanding orang dengan aktivitas sosial lebih banyak.
15

2.4 Patogenesis
Demensia disebabkan oleh penyakit yang merusak jaringan otak, sehingga
menyebabkan gangguan fungsi otak. Penyebab terbanyak adalah penyakit
alzheimer dan demensia vaskular.
19

Komponen utama patologi penyakit alzheimer adalah plak senilis dan
neuritik, neurofibrillary tangles, hilangnya neuron/sinaps, degenerasi
granulovakuolar, dan Hirano bodies. Plak neuritik mengandung -amyloid. Plak
senilis akan meningkat seiringusia. Neurofibrillary tangles mengandung tau yang
normal terdapat pada usia lanjut di beberapa lapisan hipokampus dan korteks
entorhinal. Kemudian terjadi juga degenerasi granulovakuolar dari sel piramida di
hipokampus.Beberapa peneliti percaya bahwa penurunan fungsi kognitif bukan
karena peningkatan komponen patologi diatas, tetapi karena penurunan densitas
presinaptik dari neuron piramidal di lamina III dan IV, terutama di neokorteks
midfrontal. Selain komponen diatas, terjadi juga penurunan aktivitas kolin
10



asetiltransferase, enzim biosintetik dari asetilkolin di korteks serebri dan
hipokampus. Enzim ini ditemukan di neuron kolinergik.
30
Patogenesis ini akan
diterangkan pada Gambar 2.3.
Demensia dapat sebagai hasil dari kerusakan otak yang disebabkan oleh
stroke baik hemoragik maupun iskemik.Kerusakan otak yang terjadi adalah
adanya infark multipel dan abnormalitas substansia alba (white matter).Hal ini
terjadi pada demensia vaskular.Pada demensia fronto-temporal terjadi atrofi yang
jelas pada lobus temporal dan/atau frontal.
19


Gambar 2.3 Patogenesis demensia dengan etiologi penyakit alzheimer.Dikutip dari
: Rochmach dkk
19




2.5 Gejala Klinis
Gejala klinis pada demensia dibedakan menjadi tiga tahapan, di antaranya
1. Tahap awal (early stage)
Penderita demensia mulai mengalami kelupaan, terutama kejadian yang
beberapa hari yang lalu terjadi. Fungsi komunikasi mulai mengalami kesulitan,
seperti kesulitan dalam menemukan kata. Lingkungan yang sudah familiar juga
11



dianggap asing. Waktu, terutama hari, bulan, tahun pun juga sudah tidak diingat
lagi. Kesulitan dalam mengambil keputusan, mengatur keuangan sendiri, dan
mengerjakan pekerjaan rumah. Tingkah laku dan mood penderita demensia juga
mengalami perubahan, seperti mulai tidak tertarik dengan aktivitas dan hobi,
perubahan mood termasuk depresi dan cemas, dan tiba-tiba marah dan menjadi
agresif pada situasi tertentu.
9

2. Tahap pertengahan (middle stage)
Pada tahap ini, penderita demensia tidak hanya lupa akan kejadian yang
beberapa hari yang lalu akan tetapi juga yang baru saja terjadi dan juga nama
orang. Rumah juga dianggap asing. Kemampuan berbicara dan memahami
pembicaraan juga mengalami gangguan. Penderita demensia pada tahap ini tidak
dapat hidup sendiri sehingga penderita membutuhkan pertolongan terutama untuk
membersihkan diri dan berpakaian. Penderita juga tidak dapat menyiapkan
makanan, memasak, bersih-bersih, dan berbelanja. Tingkah laku mulai mengalami
perubahan seperti mengulang pertanyaan, gangguan tidur, dan halusinasi.
9

3. Tahap Akhir (last stage)
Pada tahap ini, gangguan memori sudah sangat serius. Penderita sulit untuk
mengerti kejadian yang terjadi disekitarnya. Kerabat, teman dan objek yang
familiar sudah tidak dikenali. Kemampuan menelan juga mengalami gangguan
sehingga pasien butuh bantuan.
9

Dari ketiga tahap diatas, terdapat sepuluh gejala yang harus diketahui oleh
masyarakat. Gejala tersebut di antaranya adalah kemunduran daya ingat, kesulitan
dalam mengatasi masalah baik masalah sehari-hari maupun pekerjaan, kesulitan
12



dalam melakukan aktifitas sehari-hari yang biasa dilakukan, bingung dengan
waktu dan tempat sekitar, masalah dalam melihat seperti sulit membaca;sulit
melihat jauh;sulit membedakan warna dan kontras, kesulitan dalam mengikuti
percakapan, meletakkan barang di tempat yang tidak biasa, kemampuan
mengambil keputusan menurun, menarik diri dari aktivitas sosial, dan juga cepat
marah tanpa sebab yang jelas dan mudah tersinggung.
20


2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik dan neurologis
Pemeriksaan fisik dan neurologis dilakukan untuk mencari keterlibatan
sistem saraf dan penyakit sistemik yang dapat dihubungkan dengan gangguan
kognitifnya. Umumnya demensia tidak terdapat gangguan motorik, kecuali pada
tahap lanjut. Pada usia lanjut defisit sensorik sering terjadi.
19

2. Pemeriksaan kognitif dan neuropsikiatrik
Pemeriksaan yang sering digunakan untuk evaluasi dan konfirmasi
penurunan fungsi kognitif, juga memantau perjalanan penyakit adalah the mini
mental state examination (MMSE).Skor maksimum dari demensia adalah 30. Skor
20-24 menandakan demensia ringan, skor 13-20 demensia sedang, dan skor
kurang dari 12 demensia berat.
19,21

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang rutin direkomendasikan untuk dilakukan adalah
pemeriksaan fungsi tiroid, kadar vitamin B12, darah lengkap, elektrolit, dan
VDRL. Pemeriksaan yang juga direkomendasikan CT/MRI kepala. Pemeriksaan
13



ini berguna pada beberapa kondisi seperti umur kurang dari 65 tahun, gejala
timbul mendadak atau perjalanannya progresif, terdapat bukti defisit neurologis
fokal maupun asimetris, riwayat terjatuh atau trauma kepala. Pemeriksaan ini
mendukung diagnosis penyakit alzheimer apabila ditemukan atrofi kortikal yang
difus dan atrofi hipokampus.
19,22


2.7 Diagnosis Banding
Menegakkan diagnosis pasien demensia dengan depresi cukup sulit. Pada
depresi, menurunnya fungsi mengingat diikuti dengan penurunan mood.
34
Selain
depresi, demensia juga perlu dibedakan dengan delirium dan retardasi mental
ringan dan sedang.Berbeda dengan delirium, pasien demensia biasanya dalam
keadaan sadar.
8

2.8 Penegakan Diagnosis
Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis dari
Diagnosis and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV) yaitu :
1. Munculnya defisit kognitif multipel yang bermanifestasi pada kedua
keadaan berikut:
1.1. Gangguan memori (ketidakmampuan untuk mempelajari informasi baru atau
untuk mengingat informasi yang baru saja dipelajari)
1.2. Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut
a. Afasia (gangguan berbahasa)
14



b. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsi motorik masih normal)
c. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun
fungsi sensorik masih normal)
d. Gangguan fungsi eksekutif (seperti merencanakan, mengorganisasi, berpikir
runut, berpikir abstrak)
2. Defisit kognitif yang terdapat pada kriteria A1 dan A2 menyebabkan
gangguan yang bermakna pada fungsi sosial dan okupasi serta menunjukkan
penurunan yang bermakna dari fungsi sebelumnya. Defisit yang terjadi bukan
terjadi khusus saat timbulnya delirium.
20,23


2.9 Klasifikasi
Klasifikasi demensia dibagi menjadi 4 tipe, yaitu demensia alzheimer,
demensia vaskular, demensia dengan lewy bodies, dan demensia frontotemporal.
4
1. Demensia alzhaimer
Demensia alzhaimer merupakan jenis demensia yang paling sering, terjadi
sebanyak 50-55%. . Faktor risiko terjadinya demensia alzhaimer adalah usia dan
genetik. Meskipun penyebab dari demensia alzhaimer belum diketahui, beberapa
penelitian menyatakan bahwa 40% dari pasien demensia alzhaimer memiliki
riwayat keluarga. Oleh karena itu diperkirakan demensia alzhaimer berhubungan
dengan kromosom 1,14 dan 21.
1
15



Proses degenerasi neurotransmitter juga diduga terjadi pada demensia
alzhaimer, degenerasi terjadi pada neuron kolinergik. Data lain menyatakan bahwa
pada demensia terjadi penurunan asetikolin dan asetil transferase di otak.
1
2. Demensia Vaskular
Demensia vaskular merupakan suatu sindrom heterogen yang disebabkan
oleh gangguan serebrovaskuler yang berhubungan dengan etiologi, lokasi lesi, dan
luasnya lesi. Gejala klinisnya adalah deficit neurologis fokal yang disertai
gangguan kognitif perilaku dan kepribadian. Demensia vaskuler paling banyak
terjadi pada laki-laki terutama yang memiliki riwayat hipertensi atau faktor risiko
cardiovascular.
1

Demensia vaskular disebabkan oleh infrak yang terjadi pada otak, infark
tersebut dapat disebabkan oleh plak arteriosklerosis atau tromboemboli yang
berasal dari tempat lain misalnya jantung.
1

3. Demensia dengan Lewy Body
Demensia dengan Lewy Body adalah demensia yang memiliki gejala klinis
yang mirip dengan Penyakit Alzhaimer. Biasanya disertai dengan halusinasi,
parkinsonian features (bradikinesia, dan resting tremor) dan tanda
ekstrapiramidal. Lewy bodies ditemukan dibagian cerebral cortex. Gejala lain
yang ditemukan pada demensia jenis ini adalah jatuh yang berulang, sinkop,
sensitifitas neuroleptik dan delusi.
1
4. Demensia frontotemporal
Demensia frontotemporal menyangkut kerusakan yang berangsur-angsur
pada bagian depan (frontal) dan atau temporal dari lobus (cuping) otak. Ada dua
16



gejala utama dari demensia frontotemporal yaitu frontal (menyangkut gejala-
gejala dalam kelakuan dan perubahan kepribadian) dan temporal (menyangkut
gangguan pada kemampuan berbahasa). Demensia frontotemporal kadang-kadang
disebut juga frontotemporal lobar degeneration atau Picks disease.
1


2.10 Penatalaksanaan
Tujuan umum penatalaksaan pasien demensia untuk mengobati penyebab
demensia yang dapat dikoreksi dan menyediakan situasi yang nyaman serta
mendukung pasien dan pramuwerdhanya (caregivers).
20
Penatalaksanaan pasien
demensia dibagi menjadi penatalaksanaan gangguan fungsi kognitif dan gangguan
tingkah laku. Penatalaksanaan gangguan fungsi kognitif dibedakan menjadi
nonfarmakologi dan modifikasi gaya hidup serta farmakologi.
24

Penatalaksaan farmakologi pasien demensia saat ini belum ada bukti yang
menyebutkan bahwa obat-obatan dapat memperbaiki fungsi kognitif pasien
demensia, namun obat-obatan dapat memperlambat progresifitas penurunan fungsi
kognitif.Pengobatan yang digunakan pada pasien demensia adalah golongan
kolinesterase inhibitor, antioksidan, dan memantin.
24
Pemberian obat anti
demensia seperti donepezil dan rivastigmin bermanfaat untuk menghambat
kemunduran fungsi kognitif pada demensia ringan sampai sedang, tapi tidak
dianjurkan untuk demensia berat.
27,29

Cholinesterase inhibitors merupakan salah satu obat yang digunakan pada
pasien dementia tipe Alzheimers ringan hingga sedang. Beberapa kelas
cholinesterase inhibitors secara signifikan dapat memperbaiki gejala-gejala
17



penurunan fungsi kognitif. Cholinesterase inhibitors juga mempunyai efek dalam
mengatasi gangguan neuropsikiatri, walaupun dilaporkan efeknya kecil namun
signifikan secara statistik.
27

Beberapa cholinesterase inhibitors yang biasa digunakan pada awal terapi
pasien dementia tipe Alzheimers untuk mengatasi gejala-gejala penurunan fungsi
kognitif dan mengatasi gangguan neuropsikiatri adalah rivastigmine, donepezil.
27

Rivastigmine dapat menghambat acetylcholinesterase dan
butyrylcholinesterase, sehingga konsentrasi dari acetylcholine dapat ditingkatkan.
Rivastigmine dapat berupa kapsul dengan dosis 1,5 mg, 3 mg, 4,5 mg, dan 6 mg,
tersedia juga oral solution 2 mg/ml. Pemberian dua kali pada pagi dan sore dengan
terlebih dahulu makan. Pemberian awal 1,5 mg/hari, setelah 4 minggu
ditingkatkan menjadi 3 mg yang masing-masing diberikan dua kali sehari. Setelah
4 minggu berikutnya dapat ditingkatkan hingga 4,5 mg sampai 6 mg yang juga
masing-masing diberikan dua kali sehari Pada pasien yang hipersensitif terhadap
turunan carbamate, sebaiknya rivastigmine tidak diberikan. Efek samping dari
pemberian rivastigmine antara lain adalah mual, muntah, anorexia,dan penurunan
berat badan.
27

Penelitian yang dilakukan kurang lebih 12 sampai 24 minggu menyimpulkan
bahwa pemberian donepezil dengan dosis 5mg/hari hingga 10 mg/hari
menunjukkan efek yang signifikan secara statistik untuk mengatasi gejala-gejala
yang berkaitan dengan kognitif. Donepezil membantu memperbaiki memori dan
meningkatkan kemampuan untuk mengurus diri sendiri pada pasien dementia tipe
Alzheimers. Donepezil berupa tablet tersedia dalam dosis 5 mg dan 10 mg.
18



Pemberian dilakukan satu kali setiap malam, dapat disertai atau tanpa didahului
dengan makan. Dosis awal yaitu 5 mg/hari selama kurang lebih 4 minggu sampai
6 minggu, setelah itu meningkat hingga 10 mg/hari. Efek samping dari donepezil
antara lain adalah diare, anorexia, fatigue, insomnia, mual, muntah, penurunan
berat badan dan muscle cramps.
27

Untuk mengendalikan perilaku agresif dapat diberikan obat antipsikotik
dosis rendah (haloperidol 0.5-1 mg/hari atau risperidon 0.5-1 mg/hari). Untuk
mengatasi gejala depresi dapat diberikan antidepresan (sertralin 25mg/hari).
29

Selain penatalaksaan untuk gangguan fungsi kognitif, juga terdapat
penatalaksaan gejala tingkah laku dan kejiwaan/behavioural and psychological
symptomps of dementia(BPSD). Agitasi, agresi, dan psikosis (delusi dan
halusinasi) adalah gejala demensia yang dikenal sebagai BPSD. Pada pasien
demensia dengan BPSD pengobatannya dengan menggunakan antidepresan untuk
agitasi,depresi,cemas maupun insomnia, antipsikotik untuk delusi, halusinasi,
agresi, dan agitasi, dan juga antiepilepsi untuk agresi dan disinhibisi.
25


2.11 Pencegahan
Aktifitas fisik dapat menurunkan risiko demensia. Aktivitas fisik
menyebabkan peningkatan aliran darah dan oksigen ke sel otak. Hubungan sosial
dan aktivitas sosial juga dapat menurunkan risiko demensia.Selain aktivitas, diet
juga memiliki pengaruh yang besar terhadap demensia. Diet yang sehat dapat
menurunkan risiko demensia. Diet mediterania seperti mengonsumsi daging,
gandum, buah-buahan dan sayuran, minyak zaitun dan makanan sehat lainnya
19



adalah diet sehat yang dimaksud. Rokok sebagai faktor risiko demensia juga harus
dihindari sebagai langkah pencegahan demensia.
26

2.12 Prognosis
Pasien yang telah didiagnosis demensia, harus segera melakukan
pengobatan karena 10-15% dari seluruh pasien demensia memiliki potensi kondisi
yang dapat diperbaiki jika tatalaksana dilakukan sebelum kerusakan otak
permanen tejadi.
1

Anda mungkin juga menyukai