Anda di halaman 1dari 7

ARTRITIS SEPTIK

Pendahuluan
Rongga sendi merupakan rongga yang steril berisi cairan sinovial dan bahan selular
termasuk sel darah putih, septik artritis merupakan infeksi pada rongga sendi dan biasanya
merupakan infeksi bakterial. Septik arthriris merupakan bentuk akut arthritis yang paling
berbahaya, dan merupakan kasus kegawatdaruratan pada bidang ortopedi, keterlambatan dalam
mendiagnosa dan memberikan terapi dapat menyebabkan kerusakan sendi yang menetap bahkan
dapat menyebabkan morbiditas yang nyata bahkan kematian.

Septik artritis dapat terjadi melalui invasi langsung pada rongga sendi oleh berbagai
mikroorganisme termasuk bakteri, virus, mycobacteria dan jamur. Reaktif artritis terjadi suatu
proses inflamasi steril pada sendi oleh karena suatu proses infeksi ditempat lain dari tubuh.
Penyebab tersering adalah bakteri.

Epidemiologi
Kurang lebih 20.000 kasus supuratif artritis/ bakterial arthritis terjadi setiap tahunnya di
Amerika Serikat Angka kejadian bakterial arthritis setiap tahun bervariasi antara 2 10 kejadian
per 100.000 populasi umum. Pada pasien dengan riwayat Reumathoid Arthritis dan penggunaan
protesis mencapai 30 70 per 100.000 populasi. 25 50 % mengalami kehilangan fungsi sendi
yang permanen. Meskipun penggunaan antibiotika dan penanganan telah berkembang lebih baik
namun angka mortalitas tidak berubah dalam 25 tahun terakhir, yaitu mencapai 5 15 %.

Etiologi
Bakterial atau supuratif artritis dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu, gonokokal dan non-
gonokokal. Neisseria gonorrhoeae merupakan patogen tersering (75%) pada pasien dengan
aktifitas seksual yang aktif. Staphylococcus Aureus merupakan patogen tersering pada bakterial
arthritis pada usia anak-anak diatas usia 2 tahun dan dewasa, sedangkan penyebab tersering
(80%) infeksi sendi yang dipicu oleh rheumatoid arthritis adalah spesies Streptococcal seperti
Streptococcus viridans, Streptococcus pneumoniae, dan streptococci group B. Bakteri gram
negatif dapat menjadi penyebab 20- 25% dan terjadi penderita yang sangat muda atau sangat tua
yang mana terjadi gangguan fungsi imunitas, atau pengguna obat-obat suntikan terlarang.
Pada pasien yang menggunakan sendi buatan / prosthetic joint dapat juga terjadi septic
arthritis, yang berdasarkan waktunya dibagi menjadi tiga jenis infeksi yaitu: 1. early, infeksi
terjadi pada awal, 3 bulan sejak implantasi, biasanya disebabkan ol eh S aureus. 2. delayed,
terjadi 3-24 bulan sejak implantasi, kuman tersering coagulase-negative Staphylococcus aureus
dan gram negatif. Kedua jenis ini didapat dari kuman di kamar operasi. 3. late, terjadi sekunder
dari penyebaran hematogen dari berbagai jenis kuman.

Patofisiologi
Organisme dapat masuk ke dalam sendi melalui direct inoculation, melalui penyebaran
dari jaringan periartikular atau melalui aliran darah yang merupakan rute infeksi tersering Sendi
normal mempunyai komponen protektif untuk mencegah terjadinya proses infeksi, yaitu: sel
sinovial memiliki kemampuan untuk memfagositik dan cairan sinovial memiliki kemampuan
bakterisidal. Pada penyakit rheumatoid arthritis dan SLE terjadi penurunan fungsi imun tersebut.

Bakteri dapat masuk kedalam ruang sendi melalui beberapa cara yaitu, masuk melalui
proses operasi daerah sendi, melalui tindakan aspirasi sendi, penyuntikan kortikosteroid atau
melalui trauma lainnya. Bakteri yang berhasil masuk kedalam rongga sendi dalam beberapa jam
menimbulkan reaksi inflamasi pada membran sinovial berupa hiperplasi dan proliferasi dan
terjadi pelepasan faktor-faktor inflamasi seperti cytokines dan proteases yang menyebabkan
degradasi dari kartilago sendi.
Pada rheumatoid arthritis telah terjadi kerusakan sendi, hal ini mempermudah terjadinya
suatu infeksi membran sinovial, pada sendi ini terjadi neovaskularisasi dan terjadi peningkatan
faktor munculnya adhesi yang kemudian menyebabkan terjadinya bakterimia dan berlanjut
menjadi infeksi sendi. Konsekuensi dari infesi sendi adalah kerusakan articular cartilage. Pada S
aureus chondrocyte proteases kuman tersebut dapat bereaksi dengan polymorphonuclear
leukocytes host yang kemudian megaktifkan sintesis sitokins dan berbagai produk inflamasi
lainnya yang menyebabkan hidrolisa dari kolagen dan oteoglycans.
Pada infeksi karena N. Gonorrhoeae terjadi influks dari sel-sel darah putih ke dalam
sendi yang hanya menyebabkan kerusakan sendi yang minimal dibandingkan dengan S aureus
Kerusakan yang terus terjadi menyebabkan erosi kartilago pada lateral margins dari sendi,
kemudian dapat terjadi efusi yang cukup banyak yang kemudian menyebabkan gangguan pada
aliran pembuluh darah dan menyebabkan aseptik nekrosis tulang. Proses kerusakan ini dapat
terjadi dalam 3 hari awal pada pasien yang mengalami infeksi sendi tanpa pengobatan
Infeksi virus dapat terjadi melalui cara invasi langsung (rubella) atau melalui produk
antigen antibodi kompleks contohnya pada infeksi virus hepatitis B, parvorvirus B19 dan
lymphocytic choriomeningitis viruses. Selain itu septic arthritis dapat juga terjadi oleh karena
proses ditempat lain, paling sering di gastrointestinal, dengan kuman-kuman tersering yaitu:
Salmonella enteritidis, Salmonella typhimurium, Yersinia enterocolitica, Campylobacter jejuni,
Clostridium difficile, Shigella sonnei, Entamoeba histolytica, Cryptosporidium. Tersering kedua
adalah infeksi pada genitourinaria adalah Chlamydia trachomatis.
Gejala Klinis
Gejala yang paling sering muncul adalah trias yaitu: nyeri (75%), demam ( 40-60%), dan
keterbatasan gerak sendi, gejala ini dapat terjadi dalam bebeapa hari sampai beberapa minggu,
demam biasanya tidak tinggi. Gejala yang paling utama adalah nyeri pada sendi, yang harus
dievaluasi pada nyeri sendi adalah seberapa akut nyeri terdebut terjadi, ataukah nyeri tersebut
merupakan superimposed chronic pain, adakah riwayat trauma ataukah riwayat operasi
sebelumya, apakah nyeri tersebut monoartikular ataukah poliartikular.
Selain itu harus digali riwayat rheumatoid arthritis, riwayat suntikan pada daerah sendi,
riwayat diare Adakah gejala-gejala ekstra artikuler atau adakah riwayat penggunaan obat
terlarang intravena atau riwayat kateterisasi pembuluh darah. Adakah riwayat penyakitpenyakit
kelamin, adakah penyakit penyakit lain yang menyebabkan penurunan system imun seperti
penyakit liver, diabetes mellitus limfoma, penggunaan obat obat imunosupresive
Pada infeksi non gonokokal gejala timbul mendadak dengan terjadinya pembengkakan
sendi, teraba hangat dan sangat nyeri, paling sering terjadi pada sendi lutut (50% kasus),
sedangkan pada anak-anak paling sering terjadi pada sendi pinggul, sendi pinggul biasanya
dalam posisi fleksi dan eksternal rotasi dan sangat nyeri bila digerakkan. Kurang lebih 10-20 %
terjadi infeksi poliartikular, biasanya 2 atau 3 sendi. Poliartikular septik arthtritis biasanya terjadi
pada pasien dengan reumatoid arthritis, pasien dengan infeksi jaringan lunak atau pada pasien
dengan sepsis berat.
Pada infeksi oleh karena gonokokal (DGI) Disseminated GonococcalI Infection gejala
yang muncul berupa migratory polyarthralgia, tenosynovitis, dermatitis dan demam. Kurang dari
separuhnya mengalami efusi sendi purulenta.
Pemeriksaan Fisik
Sendi paling sering terkena adalah sendi lutut (50%), hip (20%), shoulder (8%) ankle
(7%), and wrists (7%), elbow, interphalangeal, sternoclavicular, dan sacroiliac masing-masing
kurang lebih 1- 4 %. Eritema dan edema (90%), teraba hangat dan kaku, infeksi sendi biasanya
menyebabkan efusi pada sendi yang mengkibatkan keterbatasan gerakan aktif maupun pasif.
Gejala-gejala dari infeksi bisa tidak muncul pada orang-orang yang mengalami gangguan
imunitas khususnya pada pasien rheumatoid arthritis dan pengguna obat suntikan terlarang. Pada
non-gonokokal arthritis, 85-90% monoartikuler, bila mengenai lebih dari 1 sendi biasanya ada
keterlibatan S aureus. Bila mengenai poliartikuler biasanya disebabkan oleh gonokokal , virus,
lyme disease, reactif arthritis. Group B streptokokus biasanya menyerang sacroiliac dan
sternoclavicular joints.
Laboratorium
Untuk menegakkan diagnosa secara definitif diperlukan bukti adanya bakteri pada cairan
sinovial baik dengan pengecatan gram atau kultur, begitu ada kecurigaan suatu septic arthritis
harus dilakukan aspirasi cairan sinovial, bila perlu dengan guiding imaging terutama pada sendi-
sendi yang sulit dilakukan aspirasi, contohnya hip, shoulder dan sacroiliac. Bila perlu dilakukan
surgical anthrotomy untuk mendapatkan cairan dan jaringan sinovial.
Pada kasus non gonokokal hasil kultur pada cairan sinovial 90% positif, namun pada
pengecatan gram hanya memberikan hasil positif 50 %, kebanyakan infeksi sendi terjadi efusi
cairan sendi yang purulen, dengan jumlah leukosit 50-150 x 10
9
/L terutama sel PMN, kadar
glukosa menurun, kadar asam laktat dan laktat dehidrogenase meningkat, namun tidak spesifik
untuk septic arthtritis. Pada kasus Gonokokal hasil kultur hanya positif 50%, pengecatan gram
positif 25 %.
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto polos sendi sangat terbatas dalam menilai infeksi sendi.
Gambaran yang paling sering adalah periarticular soft tissue swelling.
Pemeriksaan radiologis lebih banyak bermanfaat untuk menyingkirkan adanya
osteomielitis atau periartikular osteomielitis sebagai akibat dari infeksi sendi tersebut
Penumpukan calsium pyrophosphat dapat dideteksi dengan foto ini.
Ultrasonograpi dapat digunakan untuk mendiagnosa efusi pada kasus kerusakan sendi
yang kronis (sekunder dari trauma atau rheumatoid arthritis)
CT Scan dan MRI lebih sensitif untuk membedakan antara osteomielitis, periartikular
abses dan infeksi sendi. Pemeriksaan ini sangat berguna untuk infeksi sendi di sacroiliac
atau sternoclavicular untuk menyingkirkan penyebaran infeksi ke mediastinum atau ke
pelvis.

Terapi
Non Operatif
Prinsip terapi pada septic arthritis adalah drainase cairan sinovial yang terinfeksi
secara adekuat, antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur, kombinasi beta-laktam dengan
aminoglikosida atau generasi kedua golongan kuinolon. imobilisasi sendi untuk mengurangi
nyeri. Pada akut PJI (prosthetic joint infection) kurang dari 3 minggu (tipe early) atau
sekunder dari penyebaran hematogen tanpa keterlibatan jaringan sekitar sendi atau tidak
terjadi joint instability, dapat diterapi dengan obat-obatan Antibiotik intravena diberikan
selama 3-4 minggu.
Drainase dapat berupa perkutaneus atau pembedahan, aspirasi dengan menggunakan
jarum secara berulang untuk mencegah pengumpulan cairan di dalam sendi, aspirasi dapat
dilakukan 2-3 kali sehari pada hari-hari awal, apabila drainage lebih sering diperlukan maka
pertimbangan untuk operasi Apabila dalam 5 hari perawatan, sendi mengalami perbaikan
maka dapat diberikan obat-obat antiiflamasi, apabila tidak membaik setelah 5 hari, klinis
febris yang menetap, cairan sinovial tetap purulen, hasil kultur tetap positip, maka perlu
dilakukan reevaluasi terhadap terapi:
a. Lakukan kultur ulang cairan sinovial.
b. Periksa serologis untuk diagnosa lyme disease.
c. Jika dicurigai adanya jamur atau mikobakterial perlu dilakukan sinovial biopsy.
d. Pertimbangakan kemungkinan reactive arthritis.
e. Periksa foto polos ataupun MRI untuk menyingkirkan periarticular osteomyelitis.
Operatif
Surgical drainage diindikasikan apabila satu atau lebih kriteria dibawah ini :
1. Penggunaan antibiotik yang sesuai dan perkutan drainage yang aktif selama 5-7 hari tetap
gagal.
2. Sendi yang terkena sulit untuk diaspirasi (hip).
3. Adanya infeksi pada jaringan sekitar.
Infeksi gonokokal jarang memerlukan surgikal drainase pada kasus PJI (prothease
joint infection) terapi dengan memberikan antibiotik yang adekuat dan pengangkatan
protesis, meskipun penggunaan antibiotik telah adekuat angka keberhasilan hanya 20 % bila
protesis tetap ditinggalkan, teknik dengan 2 tahap merupakan teknik yang paling efektif:
1. Angkat protesis diikuti pemberian antibiotik selama 6 minggu.
2. Ganti sendi yang baru dengan methylmethacrylate cement dengan antibiotik (gentamicin,
tobramycin). Difusi antibiotik ke jaringan sekitar merupakan tujuan terapi. Angka
keberhasilan rata-rata 95%.
Cara lain dengan intermediate method, dengan mengganti sendi terinfeksi dengan
sendi baru dalam 1 tahap operasi disertai pemberian antibiotik, metode ini memberikan
angka keberhasilan 70-90%. Apabila kondisi penderita membaik dalam 5 hari perawatan,
dapat dimulai mobilisasi ringan pada sendi yang terinfeksi, kebanyakan penderita
memerlukan rehabilitasi medik umtuk mengembalikan fungsi sendi secara maksimal.

Prognosis
Morbiditas yang dapat terjadi berupa disfungsi sendi dan kejadian mortalitas terjadi
tergantung kuman penyebabnya, pada N gonorrhoeae angka mortlitas rendah, sedangkan pada S
aureus dapat mencapai 50 %.

REFERENSI:
Darya, IW & Putra, TR. 2008. Diagnosis dan Penatalkasanaan Artritis Septik, SMF Ilmu
Penyakit Dalam FK Unud. Available from:
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/dr%20darya_7.pdf (Accessed July 20, 2011).
Ika Nurfitria Tauhida (H1A008011)

Anda mungkin juga menyukai