Anda di halaman 1dari 49

OBAT-OBAT ANESTESI NON VOLATILE

KONSEP UTAMA
1. Dalam penurunan konsentrasi plasma, beberapa obat meninggalkan organ
dengan perfusi tinggi untuk mempertahankan keseimbangan. Proses
redistribusi ini dikaitkan dengan berbagai efek dari beberapa obat anestesi.
Sebagai contoh, kepulihan dari pengaruh efek tiopental tidak berhubungan
dengan metabolisme/sekresi tapi redistribusi obat tersebut dari otak ke otot.
2. Obat yang tidak mengikat protein dapat dengan bebas melewati plasma dan
masuk ke dalam filtrasi glomerolus. raksi yang tidak terionisasi dari suatu
obat direabsorbsi di tubulus gin!al, sementara partikel terionisasi diekskresi ke
dalam urin.
". #aktu paruh eliminasi suatu obat sebanding dengan $olume distribusi, dan
berbanding terbalik dengan tingkat klirens.
%. &onsentrasi obat dalam plasma dipengaruhi oleh ' parameter farmakokinetik
dan bukan hanya oleh faktor waktu paruh, seperti yang selam ini diyakini.
(. Pemberian barbiturat secara berulang akan menyebabkan saturasi kompartmen
perifer, sehingga redistribusi tidak ter!adi dan lama ker!a obat akan bergantung
kepada eliminasi.
'. )arbiturat menyebabkan konstriksi pembuluh darah otak. *fek ini dapat
melindungi otak dari episode iskemik fokal +misal, emboli serebral- tetapi
kemungkinan tidak terhadap iskemik global +misal, henti !antung-.
.. /eskipun apneu mungkin lebih !arang ditemukan setelah induksi
ben0odia0epin dibanding barbiturat, namun dosis kecil intra $enous +12-
dia0epam dan mida0olam dapat menyebabkan gagal nafas.2entilasi harus
senantiasa dipantau pada pasien yang mendapatkan ben0odia0epin 12, dan
peralatan resusitasi harus selalu tersedia sehingga dapat digunakan sewaktu3
waktu !ika diperlukan.
1
4. 5kumulasi metabolit morfin +morphine "3glucoronide dan morphine '3
glucoronide- pada pasien gagal gin!al, dihubungkan dengan narkosis dan
depresi pernafasan yang berlangsung selama beberapa hari.
6. Opioid +terutama fentanyl, sufentanil, dan alfentanil- dapat menyebabkan
rigiditas dinding dada yang berat, sehingga dapat menghambat $entilasi yang
adekuat.
17. 8espon stress terhadap stimulasi pembedahan diukur dari sekresi hormon3
hormon yang spesifik, seperti katekolamin, 5D9 dan kortisol. Opioid
menghambat pelepasan hormon3hormon ini secara lebih komplit dibanding
obat inhalasi.
11. )erbeda dengan obat anestesi yang lain, ketamin meningkatkan tekanan darah
arteri, frekuensi dan curah !antung. *fek tidak langsung terhadap sistem
kardio$askular ini dikaitkan dengan stimulasi sentral dari sistem saraf
simpatis dan inhibisi re3uptake norepinefrin.
12. Dosis induksi etomidat menghambat secara temporer en0im yang terkibat
dalam proses sintesa kortisol dan aldosteron. Pemberian !angka pan!ang
menyebabkan supresi adrenokortikal yang dihubungkan dengan peningkatan
angka mortalitas pada pasien kritis.
1". &arena formula propofol diketahui dapat mendukung pertumbuhan bakteri,
teknik sterilisasi yang baik harus diperhatikan dalam hal persiapan maupun
pemberian. Sepsis dan kematian telah dihubungkan dengan preparat propofol
yang terkontaminasi.
1%. Droperidol adalah anti emetik yang poten. :amun demikian, keterlambatan
masa pulih membatasi pemberian intraoperatif men!adi dosis rendah
+ 7,7(mg/kg, maksimal 2,( mg-. 5kti$itas antidopaminergik !arang
menimbulkan reaksi ekstrapiramidal +misal , oculogyric crises, agitasi,
tortikolis-, yang dapat diatasi dengan difenhidframin. :amun demikian,
droperidol tidak boleh diberikan kepada penderita Parkinson;s disease.
2
5nestesi umum tidak hanya terbatas pada penggunaan obat3obat inhalasi.
Se!umlah obat yang digunakan secara oral, intra muskular +1/-, 12 akan
meningkatkan atau menghasilkan keadaan anestesi sesuai dengan rentang dosis terapi
masing3masing. Sedasi preoperatif, topik dari bab ini, dahulu dilakukan melalui !alur
oral atau 1/. 1nduksi anestesi pada pasien dewasa biasanya melibatkan prosedur 12,
dan penggunaan krim */<5 +*utectic /i=ture of <ocal 5nesthetic- secara signifikan
meningkatkan popularitas induksi 12 pada anak3anak. )ahkan, anestesi umum
maintenance dapat dicapai dengan menggunakan teknik anestesi intra$enous total
+>125- . )ab ini diawali dengan pembahasan mengenai prinsip3prinsip
farmakokinetik dan farmakodinamik dari farmakologi, dan bagaimana penerapan dari
obat3obat tersebut. armakologi klinik dari beberapa obat anestesi yang akan
ditampilkan antara lain, barbiturat, ben0odia0epin, opioid, ketamin, etomidat,
propofol, dan droperidol.
PRINSIP-PRINSIP FARMAKOLOGI
FARMAKOKINETIK
Seperti di!elaskan di bab ., farmakokinetik adalah studi yang berhubungan
dengan dosis obat, konsentrasi !aringan, dan waktu se!ak pemberian. Secara
sederhana, farmakokinetik menggambarkan pengaruh tubuh terhadap obat.
armakokinetik didasari oleh % parameter, yaitu, absorbsi, distribusi, biotransformasi,
dan ekskresi. *liminasi menun!ukkan perpindahan obat, baik oleh biotransformasi
maupun ekskresi. &lirens adalah pengukuran dari tingkat eliminasi.
Absorbsi
>erdapat beberapa !alur sistemik dari absorbsi obat, yaitu , oral, sublingual,
rektal, inhalasi, transdermal, subkutan, 12, dan 1/. 5bsorbsi, yaitu proses dimana
obat meninggalkan tempat dia diberikan dan masuk ke aliran darah, dipengaruhi oleh
karakteristik fisik dari obat +kelarutan, p&a, dan konsentrasi- dan lokasi ter!adinya
"
absorbsi +sirkulasi, p9, dan luas permukaan-. 5bsorbsi berbeda dengan
bioa$ailabilitas, yaitu fraksi obat yang belum berubah yang mencapai sirkulasi
sistemik.
Sebagai contoh, nitrogliserin diabsorbsi baik oleh saluran cerna. Obat ini
memiliki bioa$ailabilitas yang rendah bila diberikan secara oral, karena mengalami
metabolisme secara ekstensif oleh hepar sebelum mencapai sirkulasi sistemik dan
miokard +first3pass hepatic metabolism-.
Pemberian secara oral lebih praktis, ekonomis, dan relatif lebih toleran
terhadap kesalahan dosis. :amun demikian, pemberian obat oral ini kurang bisa
diandalkan karena pemakaiannya bergantung kepada tingkat kooperatifitas dari
pasien, mengalami first3pass hepatic metabolism, dan memungkinkan ter!adi
inter$ensi daripada p9 lambung, en0im, motilitas, makanan, dan obat3obat lain.
)entuk yang tidak terionisasi dari obat diabsorbsi lebih baik. &arena itu,
suasana yang asam mendukung absorbsi obat yang bersifat asam +5
3
?9
?
59-
sementara suasana basa mendukung absorbsi obat3obat basa +)9
?
9
?
?)-. Dengan
tidak memperhatikan pertimbangan ionisasi, area permukaan yang luas pada usus
halus merupakan lokasi absorbsi yang lebih baik untuk kebanyakan obat dibanding di
lambung. &arena pembuluh3pembuluh darah $ena mulut dialirkan ke $ena ca$a
superior, maka pemberian secara sublingual dan buccal tidak mengalami first3pass
hepatic metabolism. Pemberian secara rektal merupakan alternatif lain selain
medikasi oral, terutama pada pasien yang tidak kooperatif +misal, pasien anak- dan
pasien yang tidak dapat mentoleransi pemberian secara oral. Drainase $ena rektal
!uga tidak melewati hepar, sehingga first3pass hepatic metabolism men!adi kurang
signifikan !ika dibandingkan dengan absorbsi pada usus halus. 5bsorbsi rektal bisa
tidak ter!adi secara sempurna, dan !uga banyak obat dapat menyebabkan iritasi
mukosa rektal. 5bsorbsi obat3obat inhalasi dibahas di bab ..
Pemberian obat secara transdermal memiliki keuntungan berupa absorbsi
yang meman!ang dan berkelan!utan dengan dosis total minimal. Stratum korneum
%
berfungsi sebagai barierr yang efektif untuk semua obat, kecuali sedikit obat yang
larut lemak +misal ,klonidin, nitrogliserin, dan skopolamin-.
1n!eksi parenteral meliputi pemberian secara subkutan +S@-, intramuskular
+1/-, dan intra$enous +12-. 5bsorbsi pada pemberian secara S@ dan 1/ bergantung
kepada proses difusi dari tempat in!eksi kedalam sirkulasi. >ingkat difusi bergantung
kepada eliran darah ke area tersebut dan biasanya obat dalam bentuk solusi lebih
cepat diabsorbsi dibanding obat dalam bentuk suspensi. Preparat yang teriritasi dapat
menyebabkan nyeri dan nekrosis !aringan. Pemberian 12 tidak melalui proses
absorbsi, karena obat ditempatkan langsung masuk ke aliran darah.
Distribusi
Distribusi memegang peranan penting dalam farmakologi klinik, karena
merupakan faktor utama dalam penentuan konsentrasi obat di organ. Distribusi obat
terutama bergantung kepada perfusi organ, ikatan protein, dan solubilitas lemak.
Setelah absorbsi, obat didistribusikan melalui aliran darah ke seluruh tubuh.
Organ dengan tingkat perfusi tinggi +kaya pembuluh darah- menerima obat dalam
!umlah lebih besar dibanding organ dengan perfusi rendah +misal,otot, lemak-.
&arena itu, meskipun massa total dari organ3organ kaya pembuluh darah lebih kecil,
namun kelompok tersebut dapat menyebabkan uptake awal obat3obatan dalam !umlah
besar.
Tabel 8-. &omposisi kelompok !aringan, persentase massa tubuh, dan persentase
curah !antung
Kelo!"o# $ari%&a% Ko!"osisi Massa tubu' ()* +O ()*
&aya pembuluh darah Otak,!antung,hepar, 17 .(
gin!al, kelen!ar
endokrin
Otot Otot, kulit (7 16
<emak <emak 27 '
&urang pembuluh darah >ulang, ligamentum, 27 7
kartilago
(
Selama obat masih terikat dengan protein plasma, maka komponennya tidak
dapat diuptake ke dalam organ, tanpa mempedulikan besarnya tingkat perfusi ke
organ tersebut. 5lbumin sering mengikat obat3obat yang bersifat asam
+misal,barbiturat- dan 13acid glycoprotein +55A- mengikat obat3obat basa +anastesi
lokal-. Bika !umlah protein3protein tersebut berkurang atau !ika area pengikatan
ditempati oleh +misal,obat lain-, maka !umlah obat bebas yang dapat diambil ke
dalam !aringan men!adi meningkat. &elainan gin!al, hepar, gagal !antung kongestif
yang kronik dan keganasan menurunkan produksi albumin. >rauma +termasuk
pembedahan-, infeksi, infark miokard, dan nyeri kronik meningkatkan kadar 55A.
5$ailabilitas obat ke organ spesifik tidak men!amin pengambilan +uptake-
obat oleh organ tersebut. Sebagai contoh, masuknya obat3obat terionisasi ke dalam
sistem saraf pusat, dibatasi oleh ikatan erat antara sel glial perikapiler dengan sel
endotel, yang membentuk sawar darah otak. /olekul larut lemak, molekul yang
tiodak terionisasi dengan bebas melewati membran lipid. aktor lain seperti ukuran
molekul dan pengikatan oleh !aringan +khususnya oleh paru-, !uiga dapat
mempengaruhi distribusi obat.
Saat organ dengan tingkat perfusi tinggi tersaturasi selama distribusi awal,
organ3organ dengan tingkat perfusi rendah yang !umlahnya lenih besar secara
kontinyu akan tetap menarik obat dari aliran darah. Pada saat konsentrasi plasma
menurun, se!umlah obat akan meninggalkan organ3organ dengan tingkat perfusi
tinggi untuk mempertahankan keseimbangan. Proses redistribusi dari organ keya
pembuluh darah ini men!elaskan tentang hilangnya efek dari beberapa obat anestesi.
Sebagai contoh, kepulihan dari efek tiopental bukan disebabkan oleh metabolisme
atau sekresi, tapi lebih kearah redistribusi obat dari otak ke otot. &onsekuensinya, !ika
organ3organ dengan perfusi rendah tersaturasi akibat pemberian dosis berulang,
redistribusi tidak dapat ter!adi lagi dan pemulihan pasien lebih besar tergantung
eliminasi obat. Obat3obat yang beker!a cepat seperti tiopental dan fentanyl akan
beker!a lebih lama setelah pemberian yang berulang atau ketika diberikan dosis
'
tunggal yang besar. 2olume dari obat yang telah didistribusi +2d- merupakan hasil
bagi antara dosis obat yang diberikan dan konsentrasi plasma.
2d C dosis / konsentrasi
Perhitungan ini dipersulit oleh kebutuhan untuk menyesuaikan pengaruh dari
eliminasi obat dan redistribusi yang kontinyu. :ilai 2d yang rendah menun!ukkan
pengumpulan relatif dari obat ke ruang intra$askular, yang mengarah ke konsentrasi
plasma yang tinggi +misal, 2d dari pankuronium C 17 < pada orang dengan berat
sekitar .7 kg-. Penyebab dari nilai 2D yang rendah mencakup ikatan protein yang
tinggi atau ionisasi. Sebaliknya, nilai 2d dapat melebihi cairan tubuh total +sekitar %7
<iter-. Pen!elasan tentang hal ini meliputi kelarutan yang tinggi atau ikatan obat di
!aringan di luar plasma +misal, 2d dari fentanyl C "(7 <-. &arena itu, 2d tidak
menun!ukkan $olume yang sebenarnya tapi lebih mencerminkan $olume dari plasma
yang perlu dihitung untuk konsentrasi plasma yang yang telah diamati.
Biotra%s,or!asi
)iotransformasi adalah perubahan substansi melalui proses metabolisme.
Produk akhir dari suatu proses biotransformasi biasanya merupakan molekul larut air
dan bersifat inaktif. Sifat yang larut air itu memungkinkan ekskresi oleh gin!al. 9epar
merupakan organ utama dalam biotransformasi.
)iotransformasi metabolik terbagi men!adi reaksi fase 1 dan fase 2. 8eaksi
fase 1 merubah bentuk awal men!adi metabolit yang bersifat lebih polar melalui
proses oksidasi, reduksi, dan hidrolisis. 8eaksi fase 2 mengkon!ugasi bentuk awal
atau hasil dari fase 1 dengan substrat endogenik +misal, asam glukoronat- untuk
menghasilkan produk akhir dengan tingkat polaritas tinggi yang dapat dieliminasi di
urin. /eskipun biasanya hal ini berupa proses yang berkesinambungan, metabolit
fase 1 dapat diekskresi tanpa melalui biotransformasi fase 2, dan reaksi fase 2 dapat
mendahului reaksi fase 1.
&lirens hepatik adalah tingkat eliminasi obat sebagai hasil biotransformasi di
hepar. Secara lebih spesifik, klirens merupakan $olume dari plasma yang bebas obat
per unit waktu, dinyatakan dalam milimeter/menit. &lirens hepatik bergantung
.
kepada aliran darah hepatik dan fraksi obat yang dipindahkan dari darah oleh hepar
+rasio ekstraksi hepatik-. Obat3obat yang secara efisien dibersihkan oleh hepar
memliki rasio ekstraksi hepatik yang tinggi, dan tingkat klirensnya sesuai dengan
aliran darah hepar. Sebaliknya, obat dengan rasio ekstraksi hepatik yang rendah akan
sulit dibersihkan di hepar, dan klirens dibatasi oleh kapasitas sistem en0im hepatik.
&arena itu, pengaruh dari penyakit hepar terhadap farmakokinetik obat bergantung
kepada tingkat rasio ekstraksi hepatik obat serta kecenderungan penyakit3penyakit
yang dapat meningkatkan aliran darah hepatik atau fungsi hepatoseluler.
E#s#resi
Ain!al merupakan organ utama dalam proses eksresi. Obat yang tidak terikat
nprotein, dengan bebas masuk dari plasma ke dalam hasil filtrasi glomerolus. raksi
obat yang tidak terionisasi direabsorbsi di tubulus gin!al, sementara partikel yang
tidak terionisasi diekskresi. Badi perubahan pada p9 urin dapat mempengaruhi
ekskresi gin!al. Ain!al !uga secara aktif mensekresi beberapa obat. &lirens gin!al
adalah tingkat eliminasi obat dari ekskresi gin!al. &egagalan pada gin!al akan
mempengaruhi farmakokinetik beberapa obat, dalam hal perubahan ikatan protein,
$olume distribusi, dan tingkat klirens.
9anya sedikit obat bergantung kepada ekskresi bilier, karena obat3obat
tersebut direabsorbsi di intestinal dan dieksresikan di urin. &eterlambatan efek dari
beberapa obat +misal, fentanyl- mungkin berhubungan dengan proses resirkulasi
enterohepatik ini.
Paru3paru bertanggung !awab terhadap proses ekskresi obat3obat $olatil,
misalnya obat inhalasi.
Mo-el Ko!"arte!e%
/odel kompartemen menawarkan cara yang sederhana dalam menandai
distribusi dan eliminasi obat dalam tubuh. &ompartemen dapat diartikan sebagai
kelompok !aringan yang memiliki kemiripan farmakokinetik. Sebagai contoh, plasma
dan kelompok organ kaya pembuluh darah mewakili kompartemen sentral, sedangkan
4
otot, lemak, dan kulit mewakili kompartemen perifer. Perlu ditekankan bahwa
kompartemen adalah sebuah konsep dan tidak menun!ukkan !aringan sebenarnya.
/odel dua kompartemen berkaitan erat dengan fase distribusi dan eliminasi
dari beberapa obat. Setelah pemberian bolus 12, konsentrasi plasma obat akan
meningkat secara instan. Penurunan awal yang cepat dari konsentrasi plasma, disebut
fase distribusi atau fase , sesuai dengan redistribusi obat dari plasma dan kelompok
kaya pembuluh darah dari kompartemen sentral ke !aringan dengan perfusi lebih
rendah pada kompartemen perifer.
Sewaktu distribusi melambat, eliminasi obat dari kompartemen sentral
bertanggung !awab terhadap penurunan konsentrasi plasma yang berkelan!utan,
namun tidak curam, disebut fase eliminasi atau fase . #aktu paruh eliminasi
sebanding dengan 2d dan berbanding terbalik dengan tingkat klirens. &ur$a
konsentrasi plasma dari beberapa obat dibedakan lebih !elas dengan model tiga
kompartemen, yang meliputi kompartemen sentral dan dua kompartemen perifer.
&onsentrasi plasma menyusul pemberian obat secara bolus ditun!ukkan oleh
persamaan trieksponensial ,
@p +t- C 5e
3t
? )e
3t
? @e
3t
Dimana @p +t- merupakan konsentrasi plasma pada waktu t, dan 5, ), @
adalah koefisien fraksi yang menandakan kontribusi relatif dari tiap3tiap tiga
konstanta + sesuai dengan waktu paruh distribusi yang cepat, untuk waktu paruh
distribusi yang lambat, dan untuk waktu paruh eliminasi terminal-. &arena itu,
konsentrasi palsma dari obat ditentukan oleh enam parameter farmakokinetik, dan
bukan hanya oleh waktu paruh, seperti yang selama ini dipahami. &arena koefisien
fraksional menun!ukkan besar kontribusi tiap3tiap waktu paruh terhadap penurunan
menyeluruh dari konsentrasi obat. /ereka sama pentingnya dengan waktu paruh
dalam memprediksi saat berakhirnya ker!a obat. Sebagai contoh, obat = dapat
memiliki fase distribusi lebih pan!ang dibanding obat y, tapi konsentrasi plasmanya
dapat berkurang lebih cepat !ika koefisien fraksional distribusi +5- lebih besar.
6
Dengan pen!elasan yang berbeda, konsentrasi plasma dari obat dengan waktu paruh
yang pan!ang masih dapat berkurang dengan cepat !ika distribusi memperhitungkan
penurunan yang sangat besar dan eliminasi merupakan kontributor insignifikan yang
relatif. &arena itu, tingkat pemullihan klinis suatu obat tidak dapat dipredioksi hanya
dengan waktu paruh semata.
>ingkat distribusi dan biotransformasi umumnya dapat digambarkan dalam
bentuk first3order kinetics. Dengan kata lain, fraksi yang konstan atau persentase
yang didistribusikan atau dimetabolisme per unit waktu, tanpa mempedulikan
konsentrasi plasma. Sebagai contoh, 17 D dari obat dapat mengalami biotransformasi
per !am, baik pada konsentrasi plasma 17ug/ml ataupun 177ug/ml. Bika konsentrasi
obat melampaui kapasitas biotransformasi, maka !umlah yang konstan dari obat dapat
dimetabolisme per unit waktu +0ero order kinetics-. /engggunakan contoh yang
sama, (77 ug obat dapat dimetabolisme setiap !am tanpa melihat apakah konsentrasi
plasma sebesar 17 ug/ml maupun 177 ug/ml. /etabolisme alkohol dapat diperkirakan
dengan 0ero order kinetics.
FARMAKODINAMIK
armakodinamik adalah suatu studi tentang efek terapi dan efek toksik obat
terhadap sistem organ +bagaimana pengaruh obat terhadap tubuh-. @akupan dari efek
tersebut menentukan efikasi, potensi obat, dan rasio terapeutik. armakodimaik !uga
meliputi mekanisme ker!a, interaksi obat, dan hubungan struktur3akti$itas.
Kur.a -osis-res"o%
&ur$a dosis3respon menggambarkan hubungan antara dosis obat dengan efek
farmakologik. Dosis obat atau keadaan seimbang dari konsentrasi plasma terletak
pada aksis E +absis- dan direpresentasikan secara linear atau skala logaritmik. *fek
farmakologik terletak diplot di aksis F +ordinat- dan dengan besaran absolut atau
sebagai fraksi dari efek maksimal. Posisi kur$a dosis3respon sepan!ang absis
merupakan indikasi potensi obat. *fek maksimal dari suatu obat berhubungan dengan
efikasinya. <ereng dari kur$a mencerminkan karakteristik reseptor pengikat.
17
Pengaruh farmakokinetik pada kur$a dosis3respons dapat diminimalkan dengan
mempela!ari hubungan antara konsentrasi di dalam darah terhadap respon
farmakologik.
Dosis efektif median +*D(7- dosis obat yang diperlukan untuk memberi efek
pada (7D populasi. Perlu dicatat bahwa *D(7 bukan dosis yang diperlukan untuk
menimbulkan setengah dari efek maksimal. *D(7 dari obat anastesi inhalasi setara
dengan konsentrasi minimum al$eoler +/5@-. Dosis letal median +<D(7- adalah
dosis obat yang menyebabkan kematian dalam (7D populasi akibat terpapar dengan
dosis tersebut. 1ndeks terapeutik adalah rasio dari <D(7 terhadap /D(7.
Rese"tor Obat
8eseptor obat adalah makromolekul, biasanya protein yang tertanam ke dalam
membran sel, yang berinteraksi dengan obat untuk memediasi perubahan intraseluler
tertentu. /ekanisme ker!a dari beberapa obat bergantung kepada interaksi dengan
reseptor. Substansi endogenik +misal,hormon- dan substansi eksogenik +misal,obat-
yang secara langsung merubah fungsi sel dengan terikat pada reseptor, disebut agonis.
5ntagonis !uga terikat pada reseptor tapi tidak menyebabkan efek langsung terhadap
sel. *fek farmakologik dari obat3obat antagonis bergantung kepada ketidakmampuan
substansi agonis dalam mengakti$asi reseptor. 5ntagonis kompetitif terikat ke
reseptor secara re$ersibel dan dapat digantikan oleh konsentrasi tinggi dari agonis.
5ntagonis non3kompetitif +ire$ersibel- terikat ke reseptor dengan afinitas tertentu,
dimana bahkan dengan konsentrasi yang tinggi dari agonis, pun tidak dapat melawan
blokade reseptor. &ompetisi dari dua obat dengan reseptor yang sama merupakan
salah satu faktor yang menentukan interaksi obat.
8eseptor mempengaruhi fungsi sel, baik secara langsung +misal,merubah
transpor ion transmembran- atau dengan mengatur produksi dari molekul pengatur
yang lain +misal,second massenger c5/P-. &eragaman indi$idual dalam hal respon
terhadap ikatan reseptor merupakan penyebab yang signifikan ter!adinya
inkonsistensi tingkat respons terhadap obat. 5kti$asi reseptor secara kontinyu dapat
memicu hiporeaktifitas, sementara kurangnya stimulasi dapat menghasilkan
11
hiperreaktifitas. Struktur kimia menentukan menentukan tingkat afinitas antara obat3
reseptor +hubungan struktur3akti$itas-. Perubahan yang sedikit pada konfigurasi
molekular dapat memberi efek yang besar terhadap farmakologi dinamik.
OBAT-OBAT ANESTESI NONVOLATILE SPESIFIK
BARBITURAT
Me#a%is!e Ker/a
)arbiturat menekan sistem akti$asi retikuler +8*S-. Baringan saraf
polisinaptik kompleks dan pusat pengaturan berlokasi di batang otak yang
mengontrol beberapa fungsi $ital, termasuk kesadaran. Dalam konsentrasi yang
dipakai di klinik, barbiturat mempengaruh secara khusus fungsi dari sinapsis saraf
dibanding akson3akson. Obat ini !uga menekan transmisi neurotrnasmitter aksitator
+misal,asetilkolin- dan meningkatkan transmisi neurotrnasmitter inhibitor +misal, 3
aminobutyric acid atau A5)5-. /ekanisme spesifik termasuk mempengaruhi
pelepasan transmitter +presinaptik- dan interaksi secara stereo selektif dengan resptor
+postsinaptik-.
0ubu%&a% Stru#tur-A#ti.itas
)arbiturat merupakan deri$at asam barbiturik. Substitusi pada karbon ( +@(-
menentukan potensi hipnotik dan akti$itas antikon$ulsan. @ontohnya, suatu rantai
cabang yang pan!ang lebih poten dari rantai lurus yang pendek. Seperti halnya grup
fenil pada fenobarbital adalah antikon$ulsif, sementara grup metil pada metoheksital
tidak demikian. /engganti oksigen pada @2 +oksibarbiturat- dengan atom sulfur
+tiobarbiturat- meningkatkan solubilitas lemak. Sebagai hasilnya, tiopental dan
tiamilal memiliki potensi lebih besar, onset ker!a lebih cepat dan lama ker!a lebih
pendek dinading fenobarbital dan sekobarbital. <ama ker!a yang pendek dari
metoheksital berhubungan dengan substitusi metil pada :1. Aaram sodium pada
12
barbiturat bersifat larut air tapi sangat bersifat basa +p9 tiopental 2,(D G17- dan
relatif tidak stabil +shelf3life 2 minggu untuk larutan tiopental 2,(D-. &onsentrasi
yang lebih besar dari yang dian!urkan akan menyebabkan nyeri saat in!eksi dan
trombosis $ena.
Far!a#o#i%eti#
A1 Absorbsi
Dalam anestesiologi klinik, barbiturat lebih sering diberikan secara 12 untuk
induksi anestesi umum pada orang dewasa dan anak3anak dengan !alur intra$ena.
Pengecualian meliputi tiopental secara rektal dan metoheksital untukinduksi pada
anak dan pemberian 1/ dari pentobarbital atau sekobarbital untuk premedikasi pada
semua kelompok umur.
B1 Distribusi
<ama ker!a dari barbiturat dengan kelarutan tinggi dalam lemak +tiopental,
tiamilal, dan metoheksital- ditentukan oleh redistribusi, bukan metabolisme atau
eliminasinya. Sebagai contoh, meskipun tiopental memiliki ikatan protein yang tinggi
+47D-, kelarutan lemaknya yang besar dan fraksi tidak terionisasi yang tinggi +'7D-
menyebabkan pengambilan yang maksimal oleh otak dalam "7 detik. Bika
kompartemen pusat berkontraksi +misal,syok hipo$olemik-, !ika albumin serum
rendah +misal,penyakit hepar berat-, atau !ika ter!adi peningkatan fraksi yang tidak
terionisasi +misal,asidosis-, maka konsentrasi yang lebih tinggi pada otak dan !antung
akan ter!adi untuk dosis yang diberikan. 8edistribusi berikutnya ke kompartemen
perifer, khususnya di !aringan otot, konsentrasi dalam plasma dan otak lebih rendah
dari 17D dari le$el puncak dalam 273"7 menit. Profil farmakokinetik ini sesuai
dengan pengalaman klinis. Pasien biasanya kehilangan kesadaran dalam "7 detik dan
terbangun dalam 27 menit. Dosis induksi tiopental tergantung berat badan dan umur,
dosis induksi lebih rendah pada pasien usia lan!ut merupakan cerminan dari puncak
le$el plasma yang lebih tinggi karena redidtribusi yang lebih pelan. )erbeda dengan
waktu paruh distribusi yang berlangsung cepat +beberapa menit-, waktu paruh
1"
eliminasi dari tiopental berkisar antara " sampai 12 !am. >iamilal dan metoheksital
memiliki pola distribusi yang mirip, sementara barbiturat dengan solubilitas lemak
rendah, memiliki waktu paruh distribusi dan lama ker!a yang lebih pan!ang.
Pemberian berulang barbiturat akan mensaturasi kompartemen perifer, sehingga
redistribusi tidak dapat ter!adi dan lama ker!a akan lebih bergantung kepada proses
eliminasi.
+1 Biotra%s,or!asi
)iotransformasi barbiturat secara prinsip melibatkan proses oksidasi hepatik
menhasilkan metabolit inaktif dan larut air. &arena ekstraksi hepatik yang lebih besar,
maka metoheksital dibersihkan di hepar " sampai empat kali lebih cepat dibanding
tiopental dan tiamilal. Sementara redistribusi bertanggung!awab terhadap pemulihan
dari dosis tunggal kelompok3kelompok barbiturat yang larut lemak ini, pemulihan
penuh dari fungsi psikomotor lebih cepat menyertai pemberian metoheksital
sehubungan tingkat metabolismenya yang tinggi.
D1 E#s#resi
1katan protein yang tinggi akan menurunkan filtrasi glomerular barbiturat,
sementara solubilitas lemak yang tinggi meningkatkan reabsorbsi tubulus gin!al.
&ecuali obat3obat dengan ikatan protein dan solubilitas lemak yang kurang seperti
fenobarbital, ekskresi gin!al terbatas pada produk akhir biotransformasi hepatik yang
larut air. /etoheksital diekskresi melalui feses.
E,e# Pa-a Siste! Or&a%
A1 Kar-io.as#ular
Dosis induksi barbiturat yang diberikan secara intra$ena menyebabkan
turunnya tekanan darah dan peningkatan frekuensi !antung. Penekanan pada pusat
$asomotor medullar akan menyebabkan $asodilatasi pembuluh darah kapasitans
perifer, yang meningkatkan pengumpulan darah di perifer dan menurunkan aliran
balik $ena ke atrium kanan. >akikardi kemungkinan berhubungan dengan efek
$agolitik sentral. @urah !antung biasanya dipertahankan melalui peningkatan
1%
frekuensi !antung dan kontraktilitas miokard dari kompensasi refleks baroreseptor.
Sistem simpatis menyebabkan $asokonstriksi pembuluh darah dapat meningkatkan
resistensi $askular perifer. :amun demikian, tidak adanya refleks baroreseptor yang
adekuat +misal,hipo$olemia, gagal !antung kongestif, blokade 3adrenergik-, curah
!antung dan tekanan darah arteri dapat turun drastis karena pengumpulan darah di
perifer yang tidak dapat dikompensasi dan depresi langsung miokard. Pasien
hipertensi yang tidak terkontrol adalah mereka yang terutama mudah mengalami
perubahan tekanan darah selama induksi. *fek kardio$askular obat3obat barbiturat
berbeda secara nyata, tergantung pada status $olume, tonus otonomik dasar dan
penyakit kardio$askular yang menyertai sebelumnya. &ecepatan in!eksi yang lambat
dan hidrasi preoperatif yang adekuat mengurangi perubahan3perubahan ini pada
kebanyakan pasien.
B1 Per%a,asa%
Penekanan pusat pernafasan di medulla oleh barbiturat menurunkan respon
$entilasi terhadap hiperkapni dan hipoksia. Sedasi barbiturat biasanya menyebabkan
obstruksi !alan nafas bagian atas, apneu biasanya mengikuti dosis induksi. Selama
pemulihan, $olume tidal dan frekuensi nafas menurun. )arbiturat tidak secara
komplit menekan refleks !alan nafas, dan bronkospasme pada pasien asthma atau
laringospasme pada pasien yang teranestesi dangkal, sering disertai instrumentasi
!alan nafas. <aringospasme dan tersedak lebih sering ter!adi pada pemberian
metoheksital daripada tiopental. )ronkospasme yang menyertai induksi dengan
tiopental kemungkinan karena rangsangan saraf kolinergik +yang bisa dicegah dengan
pemberian awal atropin-, pelepasan histamin atau rangsangan otot polos secara
langsung.
+1 Serebral
)arbiturat menyebabkan konstriksi pembuluh darah otak yang mengakibatkan
penurunan aliran darah otak dan tekanan intra kranial +>1&-. Penurunan tiba3tiba >1&
melebihi penurunan tekanan darah arterial sehingga tekanan perfusi otak +@PP-
biasanya meningkat. +@PP sebanding dengan tekanan arteri serebral dikurang
1(
besarnya tekanan $ena serebral atau >1&-. Penurunan aliran darah otak tidak
mengganggu ketika barbiturat menginduksi penurunan konsumsi oksigen serebral
yang lebih besar +melebihi (7D dari normal-. Perubahan dalam akti$itas serebral dan
kebutuhan oksigen ditun!ukkan melalui perubahan pada **A yang berkembang dari
akti$itas cepat $oltase rendah dengan dosis kecil ke akti$itas lambat $oltase tinggi
dan electrical silence +supresi- dengan dosis barbiturat +tiopental bolus 1(3%7 mg/kg
diikuti 12D 7,( mg/kg/menit-. *fek barbiturat ini mungkin memberikan
perlindungan ke otak dari episode sementara iskemik fokal +misal,embolisme
serebral- tapi mungkin tidak terhadap iskemik global +misal,henti !antung-. <ebih
lan!ut, dosis yang dibutuhkan untuk supresi **A dhubungkan dengan pemulihan
yang meman!ang, keterlambatan ekstubasi, dan kebutuhan akan bantuan inotropik.
Dera!at penekanan sistem saraf pusat yang disebabkan barbiturat mulai dari
sedasi ringan sampai tidak sadar, tergantung pada dosis pemberian +tabel 432-.
)eberapa pasien mengalami sensasi rasa bawang putih atau bawang merah selama
induksi dengan tiopental. >idak deperti narkotika, barbiturat tidak secara selektif
mengganggu persepsi nyeri. &enyataannya, kadang obat ini memperlihatkan efek
antianalgetik dengan menurunkan ambang nyeri. Dosis kecil kadang menimbulkan
keadaan eksitasi dan disorientasi yang dapat mengacaukan tu!uan sedasi yang
sesungguhnya. )arbiturat tidak menyebabkan kelumpuhan otot, dan beberapa !enis
dari obat ini menginduksi kontraksi in$olunter dari otot skelet +misal,metoheksital-.
Dosis kecil tertentu dari tiopental +(73177 mg 12- secara$ cepat dapat mengatasi
ke!ang tipe grand mal. :amun sayangnya, toleransi akut dan ketergantungan
fisiologik pada efek sedasi barbiturat ter!adi dengan cepat.
D1 Re%al
)arbiturat mengurangi aliran darah gin!al dan tingkat filtrasi glomerular
sesuai dengan turunnya tekanan darah.
E1 0e"ati#
5liran darah hepar berkurang. Paparan kronik barbiturat memiliki efek yang
berlawanan terhadap biotransformasi obat. 1nduksi pada en0im hepatik meningkatkan
1'
tingkat metabolisme pada beberapa obat +misal,digitoksin-, sementara kombinasi
dengan sistem en0im sitokrom P3%(7 mempengaruhi biotransformasi obat lain
+misal,antidepressan trisiklik-. 1nduksi dari asam aminole$ulinat sintetase
merangsang pembentukan porfirin +suatu perantara dalam sintesis heme- yang
mengkin mempercepat porfiria intermitten akut atau $ariegate porfiria pada indi$idu
yang peka.
F1 I!u%olo&i
8eaksi alergi anafilaktik dan anafilaktoid !arang ter!adi. >iobarbiturat yang
mengandung sulfur memicu pelepasan in $itro sel mast histamin, sementara
oksibarbiturat tidak demikian. Hntuk alasan ini, beberapa ahli anestesiologi lebih
memilih metoheksital daripada tiopental atau tiamilal pada pasien asthma atau atopik.
I%tera#si Obat
/edia kontras, sulfonamid, dan obat lain yang menempati lokasi ikatan
protein yang sama seperti tiopental akan meningkatkan !umlah obat bebas yang
tersedia dan menyebabkan potensiasi dari efek3efek terhadap sistem organ dari dosis
yang diberikan.
*tanol, narkotika, antihistamin, dan depressan SSP lainnya menyebabkan
potensiasi efek sedatif dari barbiturat. &esan umum di klinik bahwa penyalahgunaan
alkohol yang lama yang dihubungkan dengan peningkatan kebutuhan tiopental,
kurang memiliki bukti ilmiah.
Tabel 8-2. ungsi dan dosis dari !enis barbiturat yang umum dipakai
Obat Fu%&si Pe!beria% Ko%se%trasi ()* Dosis
>iopental, tiamilal 1nduksi 12 2,( "3' mg/kg
Sedasi 12 2,( 7,(31,( mg/kg
/etoheksital 1nduksi 12 1 132 mg/kg
Sedasi 12 1 7,237,% mg/kg
1nduksi 8ektal +anak- 17 2( mg/kg
Sekobarbital, Premedikasi Oral ( 23% mg/kgI
Pentobarbital 1/ 23% mg/kgI
8ektal +supp- " mg/kg
1.
3 4 Dosis maksimum 1(7 mg
BEN5ODIA5EPIN
Me#a%is!e Ker/a
)en0odia0epin berinteraksi dengan reseptor spesifik pada system saraf pusat,
terutama pada korteks serebral. 1katan ben0odia0epine3reseptor meningkatkan efek
inhibitor dari berbagai neurotransmitter. /isalnya, ikatan ben0odia0epine3reseptor
memudahkan ikatan reseptor A5)5, yang meningkatkan konduktansi membran
terhadap ion klorida. 1ni menyebabkan perubahan pada polarisasi membrane yang
menghambat fungsi normal neuronal. luma0enil +imida0oben0odia0epin- merupakan
antagonis reseptor ben0odia0epine spesifik yang secara efektif mengembalikan
sebagian besar efek ben0odia0epine terhadap sistem saraf pusat +lihat )ab 1(-.
0ubu%&a% Stru#tur-A#ti.itas
Struktur kimia ben0odia0epine terdiri dari cincin ben0ena dan . cincin
dia0epin +Aambar 43(-. Penggantian berbagai posisi pada cincin ini mempengaruhi
potensi dan biotransformasi. @incin imida0ol pada mida0olam menambah daya
larutnya dalam air pada p9 rendah. &etidaklarutan dia0epam dan lora0epam dalam
air memerlukan preparat parenteral yang mengandung propylene glycol, yang dapat
dihubungkan dengan dengan iritasi $ena.
Far!a#o#i%eti#
A1 Absor"si
)en0odia0epin umumnya diberikan secara oral, intramuskular, dan intra$ena
untuk memberikan sedasi atau induksi pada anestesi umum +tabel 43"- Dia0epam dan
lora0epam diabsorbsi baik pada traktus gastrointestinal, dimana puncak plasma
biasanya tercapai masing3masing dalam 1 dan 2 !am. /eskipun mida0olam oral
belum disetu!ui oleh )adan Pemerintahan /akanan dan Obat3obatan 5merika
Serikat, tetapi cara pemberian premedikasi secara oral untuk anak3anak biasa
14
dilakukan. Demikian !uga, pemberian mida0olam intranasal +7,237," mg/kg-, buccal
+7,7. mg/kg-, dan sublingual +7,1 mg/kg- telah diberikan sebagai sedasi preoperati$e.
1n!eksi intramuskular dia0epam nyeri dan tidak bisa diandalkan. Sebaliknya,
mida0olam dan lora0epam diabsorbsi baik setelah pemberian intramuskular, dengan
mencapai le$el puncak setelah "7 menit untuk mida0olam dan 67 menit untuk
lora0epam. 1nduksi untuk anestesi umum mengandalkan cara pemberian intra$ena.
B1Distribusi
Dia0epam cukup larut dalam lemak dan dengan segera berpenetrasi pada
sawar darah otak. #alaupun mida0olam larut dalam air pada p9 yang rendah, !ika
cincin imida0ol tertutup pada p9 fisiologis, menyebabkan peningkatan kelarutan di
dalam lemak +Aambar 43(-. &elarutan moderat lora0epam dalam lemak menyebabkan
penetrasi pada otak lebih lambat dan onset ker!a yang lambat. 8edistribusi agak cepat
pada ben0odia0epine +distribusi awal dengan waktu paruh "317 menit- dan, seperti
barbiturate, bertanggung !awab dalam pemulihan. /eskipun mida0olam sering
digunakan sebagai 0at induksi, tidak ada golongan ben0odia0epine yang dapat
menyamai thiopental onset ker!a cepat dan durasi ker!a singkat. &etiga
ben0odia0epine tersebut mempunyai ikatan protein yang tinggi +67364D-.
+1 Biotra%s,or!asi
)en0odia0epine mengandalkan hepar sebagai tempat biotransformasinya
dengan produk akhir glucuronide yang larut dalam air. /etabolit dia0epam pada fase
1 secara farmakologi masih aktif.
*kstraksi hepar yang lambat dan hasil 2d yang besar menyebabkan waktu
paruh eliminasi dia0epam yang pan!ang +"7 !am-. #alaupun lora0epam !uga memiliki
rasio ekstraksi hepar yang rendah, kelarutan dalam lemak yang rendah !uga
membatasi 2d, menghasilkan waktu paruh eliminasi yang lebih pendek +1( !am-.
:amun, durasi lora0epam sering meman!ang karena disebabkan oleh afinitas reseptor
yang tinggi. Sebaliknya, 2d mida0olam mirip dengan dia0epam, tetapi waktu paruh
eliminasi +2 !am-, ini merupakan waktu yang tersingkat pada golongan
ben0odia0epine karena rasio ekstraksi pada hepar yang tinggi.
16
D1 E#s#resi
/etabolit dari biotransformasi ben0odia0epine terutama dieksresikan melalui
urin. Sirkulasi enterohepatik mencapai puncak le$el kedua dalam plasma setelah '312
!am pemberian. Aagal gin!al dapat menyebabkan sedasi yang berkepan!angan dengan
pemberian mida0olam disebabkan akumulasi metabolit yang terkon!ugasi +alpha3
hydro=ymida0olam-.
Tabel 8-61 Penggunaan dan Dosis )en0odia0epin
5at Pe%&&u%aa% +ara Pe!beria% Dosis
Dia0epam Premedikasi Oral 7,237,( mg/kg I
Sedasi 12 7,7%37,2 mg/kg
1nduksi 12 7,"37,' mg/kg
/ida0olam Premedikasi 1/ 7,7.37,1( mg/kg
Sedasi 12 7,7137,1 mg/kg
1nduksi 12 7,137,% mg/kg
<ora0epam Premedikasi Oral 7,7( mg/kg J
1/ 7,7"37,7( mg/kg J
Sedasi 12 7,7"37,7% mg/kg J
I C Dosis maksimum 1( mg
J C >idak dian!urkan untuk anak3anak
E,e# Pa-a Siste! Or&a%
A1 Kar-io.as#ular
)en0odia0epine memperlihatkan efek depresi minimal pada kardio$askular
meskipun pada dosis induksi. >ekanan darah arteri, curah !antung, dan tahanan
pembuluh darah perifer biasanya agak menurun, dimana denyut !antung terkadang
meningkat. /ida0olam cenderung mengurangi tekanan darah dan tahanan pembuluh
darah perifer dibandingkan dengan dia0epam. Perubahan denyut !antung selama
pemberian mida0olam menun!ukkan menurunnya tonus $agal +yaitu, obat yang
menyebabkan $agolisis-.
27
B1 Per%a,asa%
)en0odia0epine menekan respon $entilasi terhadap @O2. Penekanan ini
biasanya tidak bermakna kecuali dengan pemberian secara intra$ena atau disertai
dengan pemberian obat3obat yang dapat menyebabkan depresi pernapasan lainnya.
/eskipun apneu !arang ter!adi setelah induksi ben0odia0epine dibandingkan dengan
induksi barbiturate, tapi dengan dosis intra$ena dia0epam dan mida0olam yang sangat
rendah dapat menyebabkan henti nafas. &ur$a dosis respon yang curam, onset yang
agak lama +bandingkan antara thiopental atau dia0epam-, dan potensi yang kuat dari
mida0olam mengharuskan titrasi yang hati3hati untuk mencegah ter!adinya o$erdosis
dan apneu. 2entilasi harus diawasi pada semua pasien yang diberikan ben0odia0epine
secara intra$ena dan peralatan resusitasi harus tersedia sehingga sewaktu3waktu dapat
digunakan.
+1 Serebral
)en0odia0epin menurunkan konsumsi oksigen serebral, aliran darah otak
tekanan intrakranial tetapi !uga memperpan!ang masa ker!a barbiturat. )en0dia0epin
sangat efektif untuk mencegah dan mengontrol ke!ang grand mal. Dosis sedatif secara
oral biasanya menghasilkan amnesia retrograd, suatu efek premedikasi yang berguna.
*fek pelumpuh otot ringan pada obat ini dimediasi pada tingkat spinal ord, bukan
pada neuromuscular !unction. *fek anti an=ietas, sedasi dan dan amnesia terlihat pada
pemberian dosis yang rendah yang kemudian berkembang men!adi stupor dan
kehilangan kesadaran pada dosis induksi. Dibanding tiopental, induksi dengan
ben0odia0epin proses kehilangan kesadaran berlangsung lebih pelan dan pemulihan
yang lebih pan!ang.)en0odia0epin tidak memiliki efek analgesik langsung.
I%tera#si Obat
Simetidin terikat pada sitokrom P3%(7 dan mengurangi metabolisme
dia0epam. *ritromisin menghambat metabolisme dari mida0olam dan menyebabkan
23" kali peman!angan dan intensifikasi dari efek mida0olam. 9eparin mengganti
21
dia0epam pada lokasi ikatan dengan protein dan meningkatkan konsentrasi obat yang
bebas +meningkat 277D pada pemberian 1777 unit heparin-.
&ombinasi opioid dan dia0epam seara nyata mengurangi tekanan darah arteri
dan resistensi $askular perifer. 1nteraksi yang sinergistik terutana ter!adi pada pasien
penyakit !antung iskemik dan penyakit !antung katup.
)en0odia0epin mengurangi konsentrasi al$eolar minimum +/5@- pada obat
anestesi $olatile sebesar "7D.
*tanol, barbiturat, dan obat depressan SSP lainnya menyebabkan potensiasi
dari efek ben0odia0epin.
PEMBERIAN RASIONAL ANESTESI INTRAVENA
Oleh : J.G.Reves, MD
5nestesi umum memerlukan le$el yang adekuat dari obat anestesi hingga
segera mencapai otak, dan dapat dipertahankan selama waktu yang diperlukan dalam
pembedahan. 1ni merupakan konsep yang digunakan dalam mencapai anestesi umum
dengan anestesi inhalasi maupun obat3obat anestesi intra$ena. )agaimanapun,
praktek anestesia oleh para klinikus umumnya mencapai dan mempertahankan batas
+le$el- terapi anestesia tergantung dari !enis anestesi yang digunakan apakah anestesi
intra$ena atau inhalasi. 9al ini membingungkan saya. /engapa para klinikus
memberikan obat inhalasi secara berkesinambungan melalui $apori0er, namun
memberikan obat intra$ena secara intermiten dengan bolus intra$ena melalui syringeK
Dengan pemberian obat inhalasi secara berkesinambungan, maka le$el tetap
+konstan- pada otak dapat tercapai dan dipertahankan. Sedangkan dengan pemberian
obat intra$ena secara intermiten dengan teknik bolus, bagaimanapun, ditandai dengan
batas obat yang tinggi dan rendah pada aliran darah dan otak3biasanya o$erdosis+!auh
melebihi dosis yang dibutuhkan- pada pemberian awal dan seiring dengan berlalunya
waktu, redistribusi mencapai dibawah dosis+kurang dari yang seharusnya
22
dibutuhkan-. 1ni tidak rasional bagi saya bahwa mengapa obat intra$ena tidak
diberikan rutin secara berkesinambungan melalui infus.
/engapa lebih rasional untuk memberikan obat intra$ena secara
berkesinambungan dibandingkan intermitenK 5lasan men!adi !elas dengan
memperhatikan pertanyaan kedua, L/engapa obat inhalasi diberikan secara
berkesinambunganKM >entu sa!a !awaban untuk kedua pertanyaan tersebut adalah
bahwa batas tetap +konstan- dari obat tersebut dipertahankan ketika diberikan secara
berkesinambungan. Aambar 1 menun!ukkan perbedaan antara pemberian melalui
infus secara berkesinambungan dan bolus secara intermiten. /asalah dengan teknik
bolus !elasN terdapat $ariasi batas yang besar dalam darah, dimana menyebabkan
anestesia men!adi terlalu dalam, setelah pemberian bolus dan terlalu dangkal sebelum
pemberian melalui bolus berikutnya. Pemberian secara bolus yang berulang !uga
cenderung mengakibatkan akumulasi obat pada pasien, men!adikan lebih sulit untuk
menyadarkan pasien di akhir operasi.
/engapa se!ak dahulu tidak diberikan obat intra$ena secara
berkesinambunganK >erdapat 2 alasan utamaN 1- kebanyakan obat anestesi intra$ena
tidak cocok diberikan secara berkesinambungan melalui infus, dan 2- pompa infus
+syringe- tidak semudah dan sesederhana sekarang ini untuk dioperasikan. 5lasan ini
tidak lama bertahan. Obat3obat seperti mida0olam, propofol, alfentanil dan
remifentanil cocok dengan pemberian melalui infus secara berkesinambungan. Dan
!uga, teknologi pemberian secara infuse telah berkembang pada hal yang memuaskan
dengan pompa yang dapat diprogram sehingga membuat dosis yang diberikan lebih
tepat dan mudah untuk diberikan.
&ema!uan terpenting lainnya dari pemberian anestesi melalui infus adalah
penggunaan komputer dalam pemberian anstesi secara berkesinambungan dengan
prinsip farmakokinetik. >eknologi ini dinamakan L@omputer35ssisted @ontinuous
1nfusionM +@5@1-, atau L>arget @ontrolled 1nfusionM +>@1-. armakokinetik pada
obat anestesi yang biasa digunakan adalah dengan computer3controlled pompa
syringe. &linikus mengatur batas anestesi yang diharapkan pada darah atau otak, dan
2"
computer memasukkan obat, pertama secara bolus untuk mencapai batas terapi,
kemudian secara berkesinambungan dengan eksponensial mempertahankan batas
tetap pada pasien. >eknologi ini telah digunakan pada propofol, dan telah
dipergunakan secara detail dimana sa!a.
5pakah ada keuntungan lebih pada @5@1 dibandingkan metode pemberian
infus berkesinambungan lainnyaK Saya sadar hanya satu penelitian yang telah
meneliti pertanyaan ini. /eskipun terdapat beberapa keuntungan dengan pemberian
secara @5@1, perbedaan antara @5@1 dan pemberian secara manual tidak terlalu
berbeda. 1ni dimungkinkan karena pengalaman bertahun3tahun daripada klinikus
dalam menentukan bagaimana mencapai dan mempertahankan batas adekuat dan
stabil anestesi tanpa mengetahui konsentrasi obat dalam plasma maupun otak. Saya
belum mengetahui apakah ada penelitian yang membandingkan pemberian bolus
secara intermiten dengan menggunakan @5@1 atau secara manual. Saya
memprediksikan bahwa terdapat lebih sedikit perbedaan hemodinamik dengan teknik
infus berkesinambungan.
Pada /asa yang akan datang, obat anestesi intra$ena akan diberikan melalui
pompa infus yang dapat diatur secara indi$idual, sesuai farmakokinetik obat tersebut
pada pasien yang bersangkutan, dan mempertahankan konsentrasi yang diinginkan
pada otak. Pompa ini dapat !uga mentitrasi batas untuk meningkat atau menurun
sesuai dengan kebutuhan pasien. )eberapa pasien mungkin membutuhkan automatis.
/eskipun system anestesi inhalasi dan intra$ena merupakan system tertutup +Aambar
2-. &linikus mengaktifkan system ini dengan memilih batas obat yang diinginkan
dengan menggunakan proses pembacaan electroencephalographic +**A-. Proses
signal **A mirip dengan system bispectral +)1S- yang sekarang tersedia dan akan
digunakan pada system tertutup ini. Seperti system automatis yang tersedia, misalnya,
untuk pemberian obat anestesi dengan berbagai cara sehingga mempertahankan batas
anestesi yang diinginkan pada pasien. 5nestesi dan sedasi yang dalam dapat
dipertahankan secara automatis, sama dengan kontrol kecepatan pada otomobil.
>eknologi ini !uga akan diaplikasikan pada unit perawatan intensif, gawat darurat,
2%
dan di tempat3tempat lain untuk pemberian sedasi. 5hli anestesi membutuhkan untuk
mempela!ari ilmu dibalik teknologi baru ini.
OPIOID
Me#a%is!e Ker/a
Opioid terikat pada reseptor spesifik yang berlokasi di antara sistem saraf
pusat dengan !aringan lainnya. % tipe utama dari reseptor opioid telah diidentifikasi ,
mu +gamma, dengan subtipe gamma 1 dan gamma 2-, kappa +k-, delta, dan sigma.
Sementara opioid menyebabkan berbagai tingkat sedasi, obat ini paling efektif dalam
menyebabkan analgesia. *fek farmakodinamik dari opioid bergantung kepada
reseptor dimana dia terikat, afinitas ikatan, dan apakah reseptor terakti$asi. /eskipun
baik agonis maupun antagonis opioid terikat ke reseptor opioid, !anya agonis yang
dapat menakti$asi reseptor. 5gonis3antagonis +misal,nalbuphin, nalorphine,
butorphanol, dan penta0ocine- adalah obat3obat yang memiliki efek berlawanan pada
tipe reseptor yang berbeda. 5ntagonis opioid murni yaitu nalo=one dibahas di bab 1(.
*ndorfin, enkefalin, dan dinorfin adalah peptida endogenik yang terikat pada
reseptor opioid. &etiga kelompok peptida opioid ini berbeda dalam hal prekursor
protein mereka, distriusi anatomik, ainitas reseptor.
5kti$asi reseptor opioid menghambat pelepasan presinaptik dan respon
postsinaptik terhadap neurotransmitter eksitaorik +misal,asetilkolin, substansi P-.
/ekanisme seluler dari modulasi saraf ini mungkin melibatkan peningkatan hantaran
ion sodium dan kalsium. 9antaran impuls nyeri dapat dihambat pada tingkat kornu
dorsalis dari spinal cord melalui pemberian opioid intratekal maupun epidural.
/eskipun opioid memberi efek terutama pada SSP, namun reseptor opioid ternyata
!uga ditemukan di saraf simapatis perifer dan somatik.
0ubu%&a% Stru#tur-A#ti.itas
1nteraksi antara opioid dan reseptornya bergantung kepada struktur kimia dari
masing3masing kelompok obat. :amun demikian, terdapat karakteristik struktur yang
2(
khas seperti ditun!ukkan pada gambar 43'. Sedikit perubahan molekular dapat
merubah agonis men!adi anatagonis. Perlu diketahui bahwa isomer3isomer kiri
umumnya lebih poten dibanding isomer3isomer kanan.

Tabel 8-7. &lasifikasi reseptor Opioid
Rese"tor E,e# #li%is A&o%is
/u 5nalgesia supraspinal + 31- /orfin
Depresi pernafasan + 32- /et3enkefalin
ketergantungan fisik )eta3endorfin
rigiditas otot entanyl
&appa Sedasi /orfin
5nalgesia spinal :albufin
)utarfanol
DinorfinI
O=ycodone
Delta 5nalgesia <eu3enkefalin
)eha$ioural epileptogenic )eta3endorfin
Sigma Disforia Penta0ocine
9alusinasi :alorfin
Stimulasi pernafasan &etaminK
@atatan , 9ubungan antara reseptor, efek klinis, dan agonis lebih
kompleks dibanding yang tampak pada tabel di atas. Sebagai
contoh, Penta0ocine merupakan antagonis pada reseptor /u, agonis
parsial pada reseptor kappa, dan agonis pada reseptor sigma.
Far!a#o#i%eti#
A1 Absorbsi
5bsorbsi yang cepat dan komplit menyusul pemberian intramuskular dari
morin dan meperidin, dengan le$el puncak plasma tercapai setelah 273'7 menit.
5bsorbsi fentanyl transmukosa oral adalah cara yang efektif dalam menghasilkan
analgesia dan sedasi dan menghasilkan onset yang cepat +17 menit- dari analgesia dan
sedasi pada anak3anak +1(327 ug/kg- dan dewasa +2773477 ug-.
)erat molekol yang kecil dari fentanyl dan kelarutan lemak yang tinggi
memungkinkan absorbsi secara transdermal entanyl patch-. Bumlah fentanyl yang
2'
dilepaskan bergantung kepada luas permukaan tapi bisa ber$ariasi sesuai dengan
kondisi kulit setempat +misal aliran darah-. >erdapatnya cadangan dari obat ini di
dermis bagian atas memperlambat absorbsi sistemik pada beberapa !am pertama.
&onsentrasi serum dari fentanyl mencapai fase plateau dalam waktu 1%32% !am
pemakaian +le$el puncak plasma tercapai lebih lama pada pasien berumur lan!ut
dibanding pasien muda- dan cenderung konstan sampai .2 !am. 5bsorbsi
berkelan!utan dari cadangan di dermis berakibat penurunan yang meman!ang dari
le$el serum setelah pelepasan patch. 1nsidens mual dan le$el darah yang ber$ariasi
telah membatasi penggunaan fentanyl patch untuk penanganan nyeri post operatif.
Suatu penelitian telah dilakukan untuk mencari kemungkinan absorbsi
inhalasi dari liposome3encapsulated fentanyl oleh paru.
B1 Distribusi
>abel 43( menun!ukkan karakter fisik tentang distribusi dan proses uptake
obat3obat anestesi opioid. #aktu paruh distribusi dari semua narkotika umumnya
cepat +(327 menit-.&elarutan lemak yang rendah dari morfin menyebabkan
perlambatan saat proses menembus sawar darah otak. )agaimanapun !uga, karena itu
onset ker!a men!adi lambat dan masa ker!a meman!ang. 9al ini berbeda dengan sifat
fentanyl dan sufentanil yang larut baik dalam lemak, menyebabkan onsetnya cepat
serta masa ker!a memendek. Fang menarik, alfentanil memiliki onset yang lebih cepat
dan masa ker!a lebih pendek dibanding fentanyl melalui pemberian in!eksi bolus,
meskipun obat ini kelarutan dalam lemaknya lebih rendah dibanding fentanyl.
raksi tidak terionisasi yang tinggi pada p9 fisiologis dan 2d yang kecil
meningkatkan !umlah obat yang dapat terikat di otak. Bumlah yang signifikan dari
opioid larut dalam lemak dapat ditahan oleh paru3paru +first pass uptake- dan
kemudian mengalami difusi kembali ke sirkulasi sistemik. Bumlah dari uptake
pulmonal bergantung kepada akumulasi dari obat lain sebelumnya +menurun-, adana
riwayat merokok +meningkat-, dan riwayat pemberian anestesi inhalasi +menurun-.
Proses redistribusi akan mengakhiri ker!a dari dosis kecil semua kelompok opioid,
2.
sementara untuk dosis yang besar tergantung pada biotransformasi ke le$el rendah
plasma yang adekuat.
Tabel 8-81 karakteristik fisik dari opioid yang menentukan distribusinya.
A&e%t Fra#si ta#
terio%isasi
I#ata% -e%&a%
"rotei%
Kelaruta% -ala!
le!a#
/orphin ?? ?? ?
/eperidin ? ??? ??
entanil ? ??? ????
Sufentanil ?? ???? ????
5lfentanil ???? ???? ???
8emifentanil ??? ??? ??
? C sangat lemah
?? C lemah
??? C kuat
????C sangat kuat
+1 Biotra%s,or!asi
&ebanyakan opioid bergantung kepada hepar dalam proses
biotransformasi.8asio ekstraksi hepatik yang tinggi menyebabkan klirens bergantung
kapada aliran darah hepatik. 2d yang kecil dari alfentanil menyebabkan waktu paruh
eliminasi yang pendek +1,( !am-. /orfin berkon!ugasi dengan asam glukoronat
membentuk morfin "3glukoronat dan morfin '3glukoronat. /eperidin mengalami
demetilasi men!adi normeperidin, suatu metabolit aktif yang dihubungkan dengan
akti$itas ke!ang. Produk akhir dari fentanyl, alfentanil, dan sufentanil bersifat inaktif.
Struktur ester yang unik dari remifentanil, suatu opioid dengan masa ker!a
sangat singkat dengan waktu paruh eliminasi kurang dari 17 menit, membuatnya
mengalami hidrolisis ester yang cepat esrterase nonspesifik dalam darah +sel darah
merah- dan !aringan. )iotransformasi berlangsung sangat cepat dan komplit sehingga
durasi dari pemberian remifentanil hanya memiliki sedikit efek pada saat pemulihan.
Pasien dengan pseudodefisiensi kolinesterase memiliki respon yang normal terhadap
remifentanil.
24
D1 E#sresi
Produk akhir dari biotransformasi morfin dan meperidin dieliminasi oleh
gin!al, dengan kurang dari 17D ekskresi bilier. &arena (317D morfin diekskresi di
gin!al dalam bentuk yang tidak berubah, maka kegagalan pada gin!al akan
memperpan!ang masa ker!anya. 5kumulasi dari metabolit morfin pada pasien gagal
gin!al dihubungkan dengan narkosis dan depresi pernafasan yang berlangsung dalam
beberapa hari. &enyataannya, morfin '3glukoronat lebih poten dan merupakan agonis
opioid ker!a lama dibanding morfin sendiri. Disfungsi renal !uga meningkatkan
kemungkinan efek toksik dari akumulasi normperidin. :ormeperidin memiliki efek
ksitatorik pada SSP, mengarah kepada akti$itas mioklonik dan ke!ang, yang tidak
dapat dihambat oleh nalokson. <e$el puncak plasma sekunder dari fentanyl ter!adi
setelah % !am pemberian terakhir dosis secara intra$ena dan dapat di!elaskan dengan
resirkulasi enterohepatik atau mobilisasi dari obat yang diuptake. /etabolisme dari
sufentanil di ekskresikan di urin dan empedu. /etabolit utama dari remifentanil di
eliminasi melalui gin!al tetapi kadang3kadang seribu kali lebih sedikit kuat dibanding
campuran asalnya dan serta merta menghasilkan beberapa efek opioid yang nyata.
E,e# Pa-a siste! Or&a%
A1 Kar-io.as#ular
Secara umum opioid tidak secara serius mengganggu fungsi kardio$askuler.
/eperidin mempunyai tendensi untuk meningkatkan frekuensi pernafasan + obat ini
memiliki striktur yang mirip atropine-, sedangkan dosis tinggi dari morphin, fentanil,
sufentanil, remifentanil, dan alfentanil, dihubungkan dengan bradikardi yang
dimediasi oleh $agus. Dengan mengecualikan meperidin, obat opioid tidak
mendepresi kontraktilitas !antung. /eskipun begitu, aliran darah arteri sering
terganggu yang berakibat timbulnya bradikardi, dilatasi $ena, dan penurunan reflek
simpatis, kadang 3 kadang diperlukan support dari $asopresor + mirip ephedrine-.
<agipula, meperidine dan porfin menimbulkan pelepasan histamine pada beberapa
indi$idu yang akan meningkatkan tekanan darah arteri dan sistemik $askuler resistan.
26
*fek dari pelepasan histamine dapat memperkecil kepekaan pasien dari pemberian
lambat opioid, $olume intra$askuler yang adekuat. 5tau penanganan awal dengan 91
dan 92 histamin antagonis.
9ipertensi intraoperatif selam anastesi yag mengunakan opioid seperti
morphin dan meperidin, tidaklah luar biasa. 9al ini sering dianggap disebabkan oleh
anastesi yang tidak adekuat kedalamannya dan dapat dikontrol dengan $asodilator
tambahan atau $olatile anastetick agent. &ombinasi antara opioid dan obat anastesi
yang lain + :O, ben0odia0epine, barbiturate. dan $olatile agent- dapat menghasilkan
depresi otot !antung yang signifikan.
B1 Per%a,asa%
Opioid mendepresi $entilasi, terutama respiratory rate, menahan kenaikan
Pa@O2 dan respon kepada @O2 challenge men!adi tumpul, menghasilkan pergeseran
kur$a respon @o2 ke arah ke kanan bawah. *fek ini dimediasi melalui pusat
pernafasan di batang otak. 5pneic threshold O Pa@O2 tertinggi yang ter!adi pada
pasien apneu O meningkat, arah hypo=ic menurun. Perbedaan gender mungkin
berhubungan dengan efek ini, dimana wanita memperlihatkan depresi pernafasan
yang lebih berat. /orfin dan meperidin dapat menyebabkan bronkhospasm akibat
pelepasan histamin pada pasien yang peka. Opioid + terutama fentanil, sufentanil, dan
alfentanil- dapat menginduksi rigiditas dinding dada yang gawat yang berbahaya,
cukup untuk menghambat $entilasi yang adePuate. &ontraksi otot yang dimediasi
secara sentral ini paling sering ter!adi setelah bolus obat dengan dosis besar, dan hal
ini dapat diatasi dengan efektif menggunakan rela=an otot. Opioid secara efektif
menghambat repon bronchokonstriksi pada stimulasi !alan nafas termasuk yang
ter!adi selama intubasi
+1 Serebral
*fek opioid pada perfusi darah otak dan tekanan intrakranial nampak
ber$ariasi. . Secara umum, opioid menurunkan konsumsi oksigen otak, aliran darah
otak, dan >1&, tapi masih kurang luas dibanding barbiturat maupun ben0odia0epin.
*fek ini diperkirakan merupakan usaha untuk mempertahankan normokarbia dengan
"7
$entilasi buatan. )agaimanapun !uga, ada laporan bahwa ter!adi peningkatan yang
ringan dan biasanya bersifat sementara dari aliran darah otak serebral dan>1&
menyusul pemberian opioid secara bolus pada pasien dengan tumor otak dan trauma
kepala. &arena opioid !uga cenderung menyebabkan penurunan ringan pada tekanan
arteri rata3rata +/5P-, penurunan @PP secara signifikan dapat ter!adi pada beberapa
pasien dengan tingkat penyesuaian intrakranial normal. Peningkatan minimal >1&
yang disebabkan opioid harus dibandingkan dengan peningkatan >1& yang hebat
pada proses intubasi pasien yang teranestesi tidak adekuat. *fek dari kebanyakan
opioid pada **A adalah minimal, meskipun dosis tinggi dihubungkan dengan
akti$itas gelombang delta yang lambat. Dosis tinggi dari fentanyl !arang
menimbulkan akti$itas ke!angN namun demikian, dilaporkan beberapa kasus rigiditas
otot berat akibat induksi opioid.
Stimulasi pada @>Q di medulla bertanggung !awab terhadap tingginya
insidens mual dan muntah. &etergantungan fisik merupakan masalah utama dalam
pemberian opioid secara berulang. )erbeda dengan barbiturat dan ben0odia0epin,
dosis tinggi yang relatif dari opioid diperlukan untuk pasien tidak sadar.Opioid
intra$ena merupakan pilihan utama selama lebih dari satu abad untuk kontrol nyeri.
Penggunaan secara epidural maupun subdural merupakan suatu bentuk re$olusi dari
mana!emen nyeri.
&eunikan dari opioid, meperidin, dan struktur yang mirip sameridin memiliki
efek anestesi lokal pada pemberian subdural. Penggunaan meperidin di klinik
sekarang dibatasi oleh karena efek samping yang klasik +nausea, sedasi, pruritus-
yang mungkin tidak didapatkan pada sameridin. /eperidin 12 +2(mg- telah
ditemukan sebagai opiopid paling efektif dalam menurunkan ge!ala
menggigil/gemetar.
D1 Gastroi%testi%al
"1
Opioid memperlambat waktu pengosngan lambung dengan menurunkan
peristaltik. &olik biler dapat ter!adi akibat opioid menginduksi ter!adinya kontraksi
sfingter oddi. Spasme bilier, yang bisa tampak sebagai gambaran batu pada
kolangigrafi, dapat dilawan dengan pemberian antagonis opioid nalokson. Pasien
yang menerima terapi opioid !angka pan!ang +misal nyeri akibat kanker- biasanya
akan mengalami toleransi terhadap berbagai efek samping, kecuali konstipasi yang
disebabkan penurunan motilitas gastrointestinal.
E1 E%-o#ri%
8espons stres pada stimulasi surgikal ter!adi akibat sekresi beberapa hormon
tertentu, meliputi katekolamin, 5D9, dan kortisol. Opioid menghambat pelepasan
hormon3hormon tersebut lebih komplit dibanding anestesi $olatile. Pasien dengan
penyakit kantung iskemik diuntungkan dengan peningkatan dari respon stres.
I%tera#si Obat
&ombinasi dari opioid, meperidin dengan monoamin oksidase inhibitor dapat
menghasilkan gagal nafas, hipertensi atau hipotensi, koma, dan hiperpireksia.
Penyebab dari interaksi yang dramatik ini masih belum dipahami.
)arbiturat, ben0odia0epin, dan depressan SSP lainnya dapat memiliki efek
kardio$askular, respirasi, dan sedatif yang sinergistik dengan opioid.
Tabel 8-91 Penggunaan dan dosis opioid
"2
Obat Ke&u%aa% Pe!beria% Dosis
/orfin premedikasi 1m 7,7(37,2 mg/kg
intraoperatif 1$ 7,131 mg/kg
anestesi
postoperatif 1m 7,7(37,2 mg/kg
analgesia i$ 7,7"37,1( mg/kg
/eperidin premedikasi im 7,(31 mg/kg
intraoperatif i$ 2,(3( mg/kg
anestesi
postoperatif im 7,(31 mg/kg
analgesia i$ 7,237,( mg/kg
entanyl intraoperatif i$ 231(7 ug/kg
anestesi
postoperatif i$ 7,(31,( ug/kg
analgesia
Sufentanil intraoperatif i$ 7,2(3"7 ug/kg
anestesi
5lfentanil intraoperatif
anestesi
<oading dose i$ 43177 ug/kg
/aintenace i$ 7,(3" ug/kg/mnt
infusion
8emifentanil intraoperatif
anestesi
<oading dose i$ 1 ug/kg
/aintenace i$ 7,(327 ug/kg/mnt
infusion
postoperatif i$ 7,7(37," ug/kg/mnt
analgesia/
sedasi
KETAMIN
Me#a%is!e Ker/a
&etamin memiliki efek ganda di SSP, meliputi menghambat refleks
postsinaptik di spinal cord dan menghambat efek eksitatorik neurotransmitter pada
area tertentu di otak. )erbeda dengan penekanan 85S yang diinduksi oleh barbiturat,
secara fungsional ketamin LmemisahkanM talamus +yang merelay impuls sensorik dari
85S ke korteks serebri- dari korteks limbik + yang terlibat dalam sensasi kesadaran-.
""
Sementara beberapa neuron otak terinhibisi, neuron yang lain mengalami eksitasi.
Secara klinik, keadaan anestesia disosiatif ini menyebabkan pasien tampak sadar
+membuka mata, menelan, kontraksi otot- tapi tidak dapat merespon masukan
sensorik.
0ubu%&a% Stru#tur-A#ti.itas
&etamin memiliki struktur yang analog dengan fenisiklidin. )ahkan dosis sub
terapeutik dari ketamin dapat menyebaban efek halusigenik. Peningkatan potensi
anestesi dan penurunan efek samping psikotomimetik dari satu isomer +S? $ersus 83-
menun!ukkan eksistensi dari reseptor stereospesifik.
Far!a#o#i%eti#
A1 Absorbsi
&etamin diberikan secara 12 atau 1/. <e$el puncak plasma biasanya dicapai
dalam 1731( menit setelah in!eksi 1/.
B1 Distribusi
&etamin lebih bersifat larut lemak dan ikatan protein yang kurang dibanding
tiopental. Obat ini terionisasi secara seimbang pada p9 fisiologis. &arakteristik ini,
bersama dengan efek menginduksi peningkatan aliran darah otak dan curah !antung,
mengarah kepada uptake otak secara cepat dan distribusi waktu paruh selama 1731(
menit. Sekali lagi, pemulihan dari anestesi berhubungan dengan redistribusi ke
kompartemen perifer.
+1 Biotra%s,or!asi
&etamin dibiotransformasi di hepar men!adi beberapa metabolit. Diantaranya
+misal, norketamin- masih memiliki efek anestesi. 1nduksi en0im3en0im hepar dapat
men!elaskan timbulnya toleransi pada pasien yang menerima ketamin dosis ganda.
Hptake oleh hepar secara ekstensif +rasio ekstraksi hepatik 7,6- men!elaskan waktu
paruh ketamin yang relatif pendek +2 !am-.
D1 E#s#resi
"%
Produk akhir biotransformasi diekskresi melalui gin!al.
Tabel 8-:. Penggunaan dan dosis dari ketamin, etomidat, propofol, dan droperidol
Obat Pe%&&u%aa% $alur Dosis
&etamin 1nduksi 12 132 mg/kg
1/ "3( mg/kg
*tomidat 1nduksi 12 7,237,( mg/kg
Propofol 1nduksi 12 132,( mg/kg
/aintenance infusion 12 (73277 ug/kg/menit
Sedati$e infusion 12 2(3177 ug/kg/menit
Droperidol Premedikasi 1/ 7,7%37,7. mg/kg
Sedasi 12 7,7237,7. mg/kg
5ntiemetik 12 7,7( mg/kgI
I C dosis maksimum dewasa 1,2(32,( mg
E,e# Pa-a Siste! Or&a%
A1 Kar-io.as#ular
5gak berbeda dengan obat anastesi lainnya, ketamin meningkatkan tekanan
darah arteri, frekuensi dan curah !antung. *fek tidak langsung terhadap sistem
kardio$askular berhubungan dengan perangsangan sistem saraf simpatis dan inhibisi
re3uptake norepinefrin. Se!alan dengan perubahan ini, ter!adi perubahan tekanan arteri
pulmonal akti$itas miokard. Hntuk alasan ini, ketamin dilarang diberikan kepada
pasien PB&, hipertensi tidak terkontrol, gagal !antung kongestif, dan aneurisma arteri.
*fek langsung berupa depresi miokard akibat dosis besar ketamin, mungkin
berhubungan dengan inhibisi kalsium sementara, ter!adi blokade simpatetik
+misal,transeksi spinal cord- dan menipiskan cadangan katekolamin +misal,syok tahap
lan!ut-. Disisi lain, efek tidak langsung ketamin biasanya baik digunakan pada pasien
dengan syok hipo$olemik akut.
B1 Per%a,asa%
&ontrol $entilasi dipengaruhi secara minimal oleh induksi berbagai dosis
ketamin, meskipun pemberian bolus 12 secara cepat kadang3kadang menyebabkan
apneu. &etamin adalah bronko dilator yang poten, membuatnya sebagai penginduksi
"(
yang baik pada pasien asma. /eskipun refleks saluran nafas bagian atas masih cukup
bagus, pada pasien dengan resiko ter!adinya pneumonia aspirasi sebaiknya dilakukan
intubasi. Peningkatan sali$asi sehubungan dengan ketamin dapat diminimalkan
dengan pemberian premedikasi berupa antikolinergik.
+1 Serebral
Sesuai dengan efek kardio$askulernya ketamin meningkatkan konsumsi
oksigen otak, aliran darah otak, dan >1&. 5kti$itas mioklonik dihubungkan dengan
peningkatan akti$itas elektrik subkortikal, yang tidak tampak pada **A. *fek
samping psikotomimetik +reaksi ilusi, mimpi buruk, dan delirium- selama keadaan
kritis dan pemulihan !arang pada anak dan pada pasien yang dipremedikasi dengan
ben0odia0epin. Dikelompok obat non $olatile, ketamin merupakan obat yang paling
mendekati kriteria anestetik komplik se!ak obat ini menginduksi analgesia, amnesia,
dan ketidaksadaran.
I%tera#si Obat
Pelumpuh otot non depolarisasi mengalami potensiasi dengan ketamin.
&ombinasi teofilin dengan ketamin dapat men!adi predisposisi pasien men!adi
ke!ang. Dia0epam mengurangi efek rangsangan kardiak ketamin dan memperpan!ang
waktu paruh eleminasi. Propanolol, fenoksiben0amin dan antagonis simpatetik
lainnya tidak menutupi efek langsung depresi miokard oleh ketamin. &etamin
menyebabkan depresi miokard ketika diberikan pada pasien yang dianastesi dengan
halotan. <ithium dapat memperpan!ang lama ker!a ketamin.
ETOMIDATE
Me#a%is!e Ker/a
*tomidate menekan 85S dan efek inhibisi A5)5. Secara spesifik etomidate
cenderung terikat pada reseptor A5)5 tipe 5, meningkatkan akti$itasnya ke molekul
A5)5. )erbeda dengan barbiturat, etomidat memiliki efek disinhibisi pada bagian
"'
sistem saraf yang mengontrol akti$itas motorik ekstrapiramidal. Proses disinhibisi ini
bertanggung !awab terhadap sekiter "73'7D ke!adian mioklonik.
0ubu%&a% Stru#tur-A#ti.itas
*tomidat, yang, berisikan imida0ol terkarboksilasi secara struktural tidak
berhubungan denganm obat anestetik lain. @incin imida0ol menimbulkan solubilitas
air pada larutan asam dan lemak pada p9 yang fisiologis. *tomidat larut dalam
propilene glikol. <arutan ini kadang terasa nyeri saat in!eksi, yang dapat dikurangi
dengan pemberian lidokain sebelumnya.
Far!a#o#i%eti#
A1 Absorbsi
*tomidat hanya bisa diberikan secara 12 dan utamanya digunakan untuk
induksi pada anestesi umum.
B1 Distribusi
*tomidat memiliki karakteristik berupa mula ker!a yang cepat sehubungan
dengan solubilitas lemak yang besar, dan fraksi yang tidak terionisasi yang luas pada
p9 fisiologis. Proses redistribusi bertanggung !awab terhadap penurunan konsentrasi
plasma pada tahap pemulihan.
+1 Biotra%s,or!asi
*n0im mikrosom hepar dan plasma esterasi secara menghidrolisis etomidate
men!adi metabolit tidak aktif. Proses biotransformasi lima kali lebih cepat pada
etomidate dibanding tiopental.
D1 E#s#resi
Produk akhir dari hidrolisis utamanya diekskresi melalui urin.
".
E,e# "a-a siste! or&a%
A1 Kar-io.as#uler
*tomidat mempunyai efek minimal pada sistem kardio$askuler. 8eduksi yang
ringan pada tahanan $askuler perifer menyebabkan sedikit penurunan tekanan darah
arterial. &ontraktilitas miokard dan curah !antung biasanya tidak berubah. *tomidate
tidak menyebabkan pelepasan histamin.
B1 Per%a,asa%
2entilasi dipengaruhi oleh etomidate sedikit lebih ringan dibanding
barbiturate dan ben0odia0epin. )ahkan induksi biasanya tidak menyebabkan apneu
kecuali sebelumnya diberikan opioid.
+1 Serebral
*tomidate menurunkan tingkat metabolik serebral, aliran darah otak, dan >1&
seperti pada tiopental. &arena efek kardio$askuler yang minimal, @PP dapat
dipertahankan. /ual muntah post operatif lebih sering dibanding setelah induksi
barbiturat, namun dapat diminimalkan dengan pemberian antiemetik. *tomidate
adalah suatu hipnotik sedatif, namun kurang memiliki efek analgetik.
D1 E%-o#ri%
Dosis induksi etomidate menghambat en0im yang berhubungan dengan
sintesa kortisol dan aldosteron. Pemakaian !angka pan!ang akan mengarah kepada
supresi adrenokortikal yang dapat berhubungan dengan peningkatan tingkat
mortalitas pada pasien yang kritis.
I%tera#si Obat
entanyl meningkatkan le$el plasma dan meman!angkan waktu paruh
etomidate. Opioid menurunkan karakteristik mioklonik dari induksi etomidate.
"4
PROPOFOL
Me#a%is!e Ker/a
/enginduksi keadaan anastesi umum dengan melibatkan penghambatan
neurotransmisi yang diinduksi A5)5.
0ubu%&a% Stru#tur - A#ti.itas
Propofol +2,' O diisoprofil fenol- berisikan cincin fenol dengan dua kelompok
isopropil. Pan!ang rantai dari molekul alkali fenol ini mempengaruhi potensi, induksi,
dan karakteristik pemulihan.Propofol tidak larut dalam air, larutan 1D +17 mg/cc-
dapat diberikan 12 seperti halnya emulsi minyak dalam air berisikan minyak soybean,
gliserol, dan lesitin telur. 8iwayat alergi telur tidak men!adi kontra indikasi
pemberian propofol karena kebanyak alergi telur melibatkan reaksi terhadap putih
telur +albumin-. Sementara lesitin telur diekstraksi dari kuning telur. ormulasi ini
dapat menyebabkan nyeri saat in!eksi +!arang pada pasien berumur lan!ut-, yang dapat
dikurangi dengan in!eksi lidokain 1D sebelumnya atau campuran lidokain 1D dengan
propofol +2 cc lidokain 1D dalam 14 cc propofol-. ormulasi propofol yang lain
+misal, propofol 1D dengan polyo=yethylated castor oil- bisa mngurangi
ketidaknyamanan saat in!eksi. 9al yang lebih penting, karena propofol dapat
mendukung pertumbuhan bakteri, maka teknik sterilisasi yang baik perlu
diperhatikan, termasuk membersihkan karet penutup atau permukaan leher ampul
dengan apusan alkohol sebelum membukanya. Pemberian harus dilakukan dalam '
!am setelah ampul dibuka. Sepsis dan kematian telah dihubungkan dengan penyiapan
propofol yang tidak steril. ormula terbaru dari propofol mengandung 7,77(D
disodium adetat atau 7,72(D sodium metabisulfat untuk pencegahan pertumbuhan
mikroorganisme. /eskipun demikian, formula ini belum men!adi produk berstandar
antimikroba menurut armakopeia 5merika Serikat.
"6
Far!a#o#i%eti#
A1 Absorbsi
Propofol hanya dapat diberikan secara intra$ena untuk induksi anestesi
umum.
B1 Distribusi
&elarutan dalam lemak yang tinggi dari propofol menyebabkan mula ker!a
yang hampir sama cepat dibanding tiopental +one3arm3to3brain circulation time-.
Pemulihan dari dosis tunggal secara bolus !uga berlangsung cepat disebabkan waktu
paruh distribusi awal yang sangat singkat +234 menit-. &ebanyakan peneliti
berpendapat bahwa pemulihan dari propofol lebih cepat dan disertai ge!ala hango$er
yang lebih !arang dibanding pemulihan dari metoheksital, tiopental, atau etomidat.
9al ini men!adikan propofol sebagai obat yang men!an!ikan untuk pasien diluar
pengaruh anestesi. Dosis induksi yang rendah disarankan untuk pasien yang telah
berumur disebabkan oleh nilai 2d yang kecil. #anita dapat menerima dosis propofol
yang lebih besar dibanding pria dan cenderung untuk pulih lebih cepat.
+1 Biotra%s,or!asi
&lirens dari propofol melangkahi aliran darah hepatik, menun!ukkan adanya
metabolisme ekstrahepatik. >ingkat klirens yang tinggi +17 kali dibanding tiopental-
kemungkinan menyebabkan pemulihan yang relatif cepat setelah pemberian melalui
infus secara kontinyu. Proses kon!ugasi di hepar menghasilkan metabolit in aktif yang
kemudian dieliminasi oleh klirens gin!al. armakokinetik propofol tidak dipengaruhi
oleh penyakit sirosis dera!at sedang. Pemakaian propofol melalui infus !angka
pan!ang pada anak3anak yang dirawat intensif dihubungkan dengan insidens lipemia,
asidosis metabolik, dan kematian.
D1 E#s#resi
/eskipun metabolit propofol terutama diekskresi di urin, AA& tidak
mempengaruhi klirens obat ini.
%7
E,e# Pa-a Siste! Or&a%
A1 Kar-io.as#ular
*fek utama propofol pada sistem kardio$askular yaitu menurunkan tekanan
darah arteri yang disebabkan oleh penurunan tahanan $askular sistemik +inhibisi
akti$itas $asokonstiktor simpatis-, kontraktilitas !antung, dan preload. 9ipotensi lebih
sering ditemukan dibanding pada pemberian tiopental, tapi biasanya ter!adi karena
stimulasi pada saat dilakukan laringoskopi dan intubasi. aktor3faktor yang
mengeksaserbasi ter!adinya hipotensi meliputi dosis yang besar, in!eksi terlalu cepat,
dan umur tua. Propofol secara nyata mengganggu respon normal dari barorefleks
arteri ke arah hipotensi terutama pada keadaan normo atau hipokarbia. Barang ter!adi,
penurunan bermakna pada preload dapat mengarah ke refleks bradikardi yang
dimediasi oleh sistem $agal. Perubahan denyut dan curah !antung biasanya bersifat
sementara dan tidak signifikan pada pasien yang sehat tapi dapat men!adi cukup
parah hingga ter!adi asistol, biasanya pada pasien dengan usia ekstrim, penggunaan
obat kronotropik negatif atau men!alani prosedur pembedahan sehubungan dengan
refleks okulokardiak. Pasien dengan fungsi $entrikel yang terganggu dapat
mengalami penurunan yang signifikan pada curah !antung sebagai akibat penurunan
tekanan pengisian $entrikel dan kontraktilitasnya. /eskipun konsumsi oksigen
miokard dan aliran darah otak mengalami penurunan, produksi laktat sinus koroner
meningkat pada beberapa pasien. 9al ini menun!ukkan ter!adi ketidaksesuaian antara
suplai oksigen dengan kebutuhan miokard.
B1 Per%a,asa%
Seperti halnya barbiturat, propofol !uga mendepresi pernafasan dan dapat
menyebabkan apneu setelah pemberian dosis induksi. )ahkan ketika digunakan untuk
sedasi konsious dalam dosis sub3anestetik, pemberian propofol menghambat $entilasi
hipoksik dan menekan respon ke arah hiperkarbia. 9al ini menegaskan bahwa hanya
orang3orang terlatih yang dapat menggunakan metode tersebut. Propofol menginduksi
depresi !alan nafas bagian atas melebihi tiopental dan ini dapat membantu selama
intubasi saat pemasangan laryngeal mask pada keadaan tidak ter!adi paralisis.
%1
/eskipun propofol dapat menyebabkan pelepasan histamin, induksi obat ini tidak
menimbulkan whee0ing pada pasien asthma dan non3asthma dibandingkan dengan
barbiturat dan etomidat sehingga propofol tidak dikontraindikasikan pada pasien
asthma.
+1 Serebral
Propofol menurunkan aliran darah otak dan >1&. Pada pasien dengan
peninggian >1&, propofol dapat menyebabkan penurunan yang kritis pada @PP +R(7
mm9g- !ika tidak diambil langkah untuk mendukung nilai tekanan arteri rata3rata.
Propofol dan tiopental kemungkinan mempunyai tingkat peranan yang sama dalam
hal proteksi serebral pada iskemik fokal. &arakteristik khas dari propofol adalah efek
antipruritusnya. *fek antiemetik +pada konsentrasi dalam darah 277 ng/ml-
men!adikan propofol sebagai pilihan bagi pasien diluar pengaruh anestesi. 1nduksi
pada saat3saat tertentu disertai fenomena eksitatorik seperti tarikan otot, pergerakan
spontan, opistotonus, dan tersedak yang mungkin berhubungan dengan antagonisme
glisin subkortikal. /eskipun reaksi3reaksi tersebut dapat mengakibatkan ke!ang tonik
klonik, tampaknya propofol memiliki efek antikon$ulsan predominan, telah berhasil
digunakan untuk menangani status epileptikus dan mungkin merupakan pemberian
yang aman untuk pasien epilepsi. Propofol menurunkan tekanan intraokular.
>oleransi tidak timbul setelah pemberian melalui infus !angka pan!ang.
I%tera#si Obat
Pelumpuh otot nondepolarisasi mungkin men!adi terpolarisasi oleh formula
klasik propofol, yang berisikan kremofor. Hntuk formula yang baru, tidak memiliki
sifat interaksi tersebut.
&onsentrasi fentanyl dan alfentanil dapat meningkat dengan pemberian
konkomitan propofol. )eberapa klinisi memberi se!umlah kecil mida0olam
+misal,"7ug/kg- setelah induksi propofol. /ereka percaya kombinasi tersebut
memberi efek sinergistik +onset lebih cepat dan pemakaian dosis total lebih rendah-.
)agaimanapun !uga, teknik LcoinductionMini masih dipertanyakan efekti$itasnya.
%2
DROPERIDOL
Me#a%is!e Ker/a
Droperidol bersifat antagonis terhadap akti$asi reseptor dopamin. Sebagai
contoh, pada SSP, nukleus kaudatus dan @>Q medulla !uga dipengaruhi. Droperidol
!uga berinteraksi dengan proses transimisi yang dimediasi oleh serotonin,
norepinefrin, dan A5)5. &er!a sentral ini sehubungan dengan efek tranPuili0er dan
antiemetik. &er!a di perifer meliputi blokade 3adrenergik.
0ubu%&a% Stru#tur-A#ti.itas
Droperidol, suatu butirofenon, secara struktural dihubungkan dengan
haloperidol. Perbedaan struktur antara keduanya men!elaskan karakteristik
neuroleptik pada droperisol dan antipsikotik pada haloperidol.
Far!a#o#i%eti#
A1 Absorbsi
/eskipun droperidol kadang diberikan secara 1/ sebagai bagian dari regimen
premedikasi, obat ini lebih sering diberikan secara 12.
B1 Distribusi
Dengan fase distribusi yang cepat +waktu paruh C 17 menit-, efek sedasi
droperidol diperlambat oleh berat molekul yang besar dan ikatan protein yang
ekstensif, menghambat penetrasi sawar darah otak. Peman!angan lama ker!a +"32%
!am- berhubungan dengan ikatan reseptor yang kuat.
+1 Biotra%s,or!asi
Droperidol dimetabolisme secara ekstensif di hepar, ditandai dengan klirens
hepatik yang cepat, sama seperti ketamin dan etomidat1
D1 E#s#resi
Produk akhir biotransformasi diekskresi utamanya melalui urin.
%"
Tabel 8-8. 8ingkasan efek obat3obat anestesi non$olatile pada sistem organ
Obat
Kar-io.as#ular Res"irasi Serebral
0R MAP Ve%t BD ADO +MRO2 TIK
Barbiturat
>iopental ? ? 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
>iamilal ? ? 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
/etoheksital ? ? 3 3 3 3 3 7 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Be%;o-ia;e"i%
Dia0epam 7/? 3 3 3 7 3 3 3 3 3 3
<ora0epam 7/? 3 3 3 7 3 3 3 3 3 3
/ida0olam ? 3 3 3 3 7 3 3 3 3 3 3
O"ioi-s
/eperidinI ? I 3 3 3 I 3 3 3
/orfinI 3 I 3 3 3 I 3 3 3
entanyl 3 3 3 3 3 3 7 3 3 3
Sufentanil 3 3 3 3 3 3 7 3 3 3
5lfentanil 3 3 3 3 3 3 3 7 3 3 3
8emifentanil 3 3 3 3 3 3 3 7 3 3 3
Keta!i% ? ? ? ? 3 ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?
Eto!i-at 7 3 3 7 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Pro"o,ol 7 3 3 3 3 3 3 7 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Dro"eri-ol ? 3 3 7 7 3 7 3
&eterangan , I bergantung pada tingkat pelepasan histamin
98C9eart rate, /5PC/ean arterial Pressure, 2entC2entilasi, )DC)ronchodilatasi,
5DOC5liran darah otak, @/8O2C@erebral o=ygen consumption, >1&C>ekanan intra
kranial, 7Ctidak ada efek, 7/?Ctidak ada efek atau peningkatan minimal,
?Cpeningkatan +sedikit, sedang, banyak-, 3 Cpenurunan +sedikit, sedang, banyak-.
E,e# "a-a Siste! Or&a%
%%
A1 Kar-io.as#ular
*fek blokade 3adrenergik yang ringan dari droperidol menurunkan tekanan
darah arteri melalui $asodilatasi perifer. Pasien hipo$olemik dapat mengalami
penurunan tekanan darah. *fek blokade 3adrenergik men!elaskan tentang
terdapatnya efek antidisritmia. Pasien dengan feokromositoma tidak dian!urkan
menerima droperidol karena obat ini dapat menginduksi pelepasan katekolamin dari
medulla edrenal, sehingga dapat ter!adi hipertensi berat.
B1 Per%a,asa%
Droperidol, !ika diberikan secara tunggal dan pada dosis biasa tidak menekan
pernafasan secara signifikan dan dapat menstimulasi $entilasi hipoksik1
+1 Serebral
Droperidol menurunkan aliran darah otak dan >1& dengan cara $asokonstriksi
serebral. )agaimanapun !uga, droperidol tidak mengurangi konsumsi oksigen
serebral, berbeda dengan barbiturat, ben0odia0epin, dan etomidat. **A biasanya
tidak berubah. Droperidol merupakan antiemetik yang poten. Pemulihan yang lambat
membatasi penggunaan intra operatif men!adi dosis yang rendah +7,7( mg/kg,
maksimal 2,( mg-. 5kti$itas antidopaminergik droperidol yang menyebabkan reaksi
ekstrapiramidal +misal, tortikolis, agitasi-, dapat diatasi dengan difenhidramin. Fang
tidak kalah pentingnya, droperidol dilarang diberikan pada pasien Parkinson;s
disease.
/eskipun pasien yang mendapat droperidol sebagai premedikasi tampak
tersedasi, tapi !uga kadang bisa tampak sangat aprehensif dan ketakutan. Hntuk alasan
ini, kini droperidol tidak lagi men!adi pilihan sebagai obat premedikasi. Pemberian
opioid menurunkan insidens disforia. Droperidol adalah suatu tranPuili0er, dan obat
ini tidak mempuyai efek analgesia, amnesia, atau tidak sadar dalam dosis yang biasa.
&ombinasi fentanyl dan droperidol +inno$ar- menghasilkan keseimbangan efek
analgesia, imobilitas, dan amnesia +dulu disebut neuroleptanalgesia-. Penambahan
:2O atau obat hipnotik memicu ke arah ketidaksadaran dan dan anestesi umum
+neuroleptanestesia- mirip dengan keadaan disosiasi yang diinduksi oleh ketamin.
%(
I%tera#si Obat
Droperidol menghambat efek le$adopa dan dapat memunculkan ge!ala
parkinson. *fek ke gin!al oleh dopamin dapat dihambat oleh droperidol. Secara teori,
droperidol dapat menghambat ker!a 3adrenergik sentral dari klonidin dan
memunculkan rebound hypertension. Droperidol meningkatkan efek kardio$askular
dari ketamin.
DISKUSI KASUS <
PREMEDIKASI PADA PASIEN OPERASI
Seorang wanita berumur 17 tahun yang sangat cemas atang untu! tu"uan
ilatasi an !uretase uterus. Dia ingin tertiur sebelum masu! !amar o#erasi an
tia! mau mengingat a#a#un.
5pa tu!uan dari pemberian medikasi preoperatif K
$n%ietas aalah suatu res#on emosional yang normal muncul sehubungan
o#erasi yang a!an ila!u!an. Meminimal!an an%ietas biasanya men"ai tu"uan
utama ari mei!asi #reo#erati&. 'ntu! bebera#a #asien, wawancara #reo#erati&
engan ahli anestesiologi mengurangi rasa ta!ut lebih e&e!ti& ibaning obat seati&.
(u"uan #si!ologi! yang lain ari mei!asi #reo#erati& meli#uti #enanganan nyeri
#reo#erati& an amnesia #erio#erati&.
)al*hal yang a#at men"ai ini!asi meis yang s#esi&i! untu! mei!asi
#reo#erati&: #ro&ila!sis terhaa# #neumonia as#irasi +misal:antasia,, #encegahan
rea!si alergi +misal: antihistamin,, atau menurun!an se!resi saluran na&as bagian
atas +misal: anti!olinergi!,. (u"uan ari mei!asi #reo#erati& bergantung #aa
bebera#a &a!tor, meli#uti status !esehatan an emosional #asien, #roseur
#embeahan yang a!an ila!u!an, an rencana anesteti!. 'ntu! alasan ini, #ilihan
untu! mei!asi #reo#erati& tia!lah rutin an harus mengi!uti evaluasi #reo#erati&.
%'
5pa perbedaan antara sedasi dengan penanganan an=ietas K
-erbeaan ini igambar!an engan "elas oleh e&e! #arao!sal ari
ro#eriol. -asien mung!in tam#a! oleh observer terseasi secara ae!uat, namun
"i!a #asien itanya, mung!in cu!u# cemas. -enanganan an%ietas hanya a#at inilai
oleh #asien.
5pakah setiap pasien membutuhkan medikasi preoperatif K
(ia!* ting!at yang berbea*bea ari an%ietas #reo#erati&, tia!
memberat!an !ebanya!an #asien..ebera#a #asien merasa ngeri terhaa# in"e!si /M,
an yang lain mengalami ting!at !esaaran yang berubah*ubah lebih tia!
menyenang!an ibaning !egugu#an. Ji!a #roseur #embeahannya sing!at, e&e!
ari obat seati& a!an meman"ang sam#ai #erioe #ost o#erati& an mem#er#an"ang
wa!tu #emulihan. )al ini !hususnya a#at menyulit!an #aa #asien yang a!an
men"alani o#erasi emergensi. 0ontraini!asi s#esi&i! untu! #remei!asi seati&
meli#uti #enya!it #aru yang #arah, hi#ovolemia, resi!o obstru!si "alan na&as,
#ening!atan (/0, an e#resi status mental. -remei!asi engan seati& tia! boleh
iberi!an sebelum in&orme consent telah i#eroleh.
Pasien3pasien mana yang paling mungkin memperoleh keuntungan dari medikasi
preoperatif K
.ebera#a #asien tam#a! cu!u# cemas mes!i alam wawancara
#reo#erati&.-emisahan ana! !ecil ari orangtua mere!a a#at menimbul!an beban
yang traumati!, terutama "i!a mere!a telah men"alani bebera#a #roses #embeahan
sebelumnya. -enyalahguna obat !roni! mung!in a#at mem#eroleh !euntungan ari
#remei!asi untu! megurangi resi!o ari rea!si withrawal.0onisi meis se#erti
#enya!it arteri !oroner atau hi#ertensi a#at i#er#arah oleh stress #si!ologi!.
%.
)agaimana medikasi preoperatif mempengaruhi induksi anestesi umum K
.ebera#a mei!asi #reo#erati& +misal: o#ioi, mengurangi !ebutuhan
anesteti! an a#at mem#erlancar inu!si. -emberian intravena ari obat*obat ini
sebalum inu!si meru#a!an cara yang lebih a#at ianal!an untu! mena#at!an
!euntungan yang sama.
5pa yang menentukan pilihan diantara cara pemberian medikasi preoperatif K
Setelah tu"uan #remei!asi telah itentu!an, e&e! ari tia# obat yang
menentu!an #ilihan. Sebagai contoh, #aa #asien yang merasa!an nyeri #reo#erati&
a!ibat &ra!tur &emur, e&e! analgesi! ari o#ioi +misal: mor&in, me#eriin, a!an
mengurangi !etia!nyamanan selama trans#ortasi !e !amar o#erasi an
#enem#atan #osisi i atas me"a o#erasi. De#resi #erna&asan +#enurunan saturasi
O

,, hi#otensi ortostati!, an mual muntah membuat #remei!asi o#ioi tia! terlalu


ibutuh!an.
.arbiturat aalah seati& yang e&e!ti&, namun !urang memili!i e&e! analgesia
an a#at menyebab!an e#resi na&as. .en1oia1e#in mengatasi an%ietas, sering
menyebab!an amnesia, an relati& bebas ari e&e! sam#ing. Se#erti halnya
barbiturat, ben1oia1e#in bu!an analgesi!. Dia1e#am an lora1e#am a#at
iberi!an secara oral. Mia1olam secara /M memili!i onset yang ce#at +23 menit,
an lama !er"a yang sing!at +43 menit,. Dis&oria, seasi yang meman"ang, an
blo!ae *arenergi! membatasi #ema!aian ro#eriol i !lini!. Obat*obat
#remei!asi yang lain ibicara!an i bab tertentu : anti!olinergi! i bab 11,
antihistamin , antiemeti!, an antasia i bab 15.
aktor3faktor apa yang perlu dipertimbangkan dalam memilih premedikasi anestetik
pada pasien ini K
%4
-ertama, harus i#er"elas !e #asien, bahwa untu! alasan !eamanan,
tina!an anestesi tia! iinu!si i luar ruangan o#erasi.Obat*obatan yang be!er"a
lama se#erti mor&in atau ro#eriol bu!an #ilihan yang bai! umtu! #roseur i luar
ruangan o#erasi.Dia1e#am an lora1e#am "uga a#at mem#engaruhi !eaaan
menmtal selama bebera#a "am.Satu alternati& yaitu memasang satu "alur intravena i
ruang tunggu #reo#erati& an memasu!!an osis !ecil ari mia1olam, engan atau
tan#a &entanyl, an mema!ai cara bicara yang tia! "elas sebagai #enutu#. -aa
saat itu, #asien a#at ibawa masu! !amar o#erasi. (ana*tana vital, terutama
"umlah #erna&asan, harus imonitor secara !ontinyu.
%6

Anda mungkin juga menyukai