Anda di halaman 1dari 26

YERSINIOSIS ICD-9 D27.

8
YERSINIOSIS INTESTINAL ICD-10 A04.6
YERSINIOSIS EKSTRA INTESTINAL ICD-10 A28.2
1. Identifikasi
Merupakan penyakit enterik akut yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala yang khas
berupa diare akut disertai dengan febris (terutama pada anak usia muda), enterokolitis,
limfadenitis akut pada mesenterium yang gejalanya mirip dengan appendicitis (terutama
pada anak usia lebih tua dan orang dewasa). Gejala lain berupa eritema nodosa yang
merupakan komplikasi penyakit ini (10% dari penderit dewasa terutama wanita), arthritis
pasca infeksi dan dapat juga terjadi infeksi sistemik. Bakteri penyebab adalah salah satu
dari dua jenis yaitu Yersenia enterocolitica atau Y. pseudotuberculosis. Diare disertai
dengan darah dilaporkan terjadi pada penderita dengan Yersenia enteritis. Infeksi oleh
Y. enterocolitica dan Y. pseudotuberculosis menimbulkan penyakit dengan gejala klinis
seperti yang diuraikan diatas dan sebagian besar penderita yang dilaporkan disebabkan
oleh Y. enterocolitica. Sedangkan Y. pseudotuberculosis terutama sebagai penyebab
adenitis mesenterika, di Jepang bakteri ini dilaporkan menyebabkan sindroma enteritis
pada anak (Izumi fever).
Diagnosa ditegakkan biasanya dengan pembuatan kultur dari spesimen tinja. Media
selektif yang digunakan adalah Cefsulodin Irgasan Novobiocin (CIN), media ini sangat
selektif untuk digunakan jika kita mencurigai terjadinya infeksi oleh Yersenia. Dengan
media ini yersenia dapat diidentifikasi dalam waktu 24 jam pada suhu 320C (89.60F) tanpa
dilakukan pengayaan dingin (cold enrichment). Untuk mencegah terjadinya pertumbuhan
flora usus, organisme ini dapat ditangkap dengan menggunakan media enterik biasa.
581
Pengayaan dingin dalam larutan garam penyangga pada suhu 40C (390F) selama 2 3
minggu dapat dipakai untuk menseleksi bakteri ini. Namun sensitivitas dari teknik ini
hanya dapat mengidentifikasi sebagian kecil saja mikroorganisme lain sebagai penyebab
penyakit dengan gejala klinis yang tidak jelas. Yersinia dapat diisolasi dari spesimen darah
dengan menggunakan kultur media darah standard yang tersedia dipasaran. Diagnosa
serologis dilakukan dengan tes aglutinasi dan Elisa namun pemakaiannya terbatas hanya
untuk tujuan riset.
2. Penyebab penyakit
Penyebab penyakit adalah basil Gramnegative Y. pseudotuberculosis yang terdiri dari 6
serotipe dan 4 subtipe; lebih dari 90% dari infeksi yang terjadi pada manusia dan binatang
disebabkan oleh grup O strain I. Y. enterocolitica mempunyai 50 serotipe dan 5 biotipe
dan sebagian besar adalah non patogenik. Strain patogenik pada manusia biasanya
pyrazinamidase negative strain patogenik ini antara lain termasuk dalam serotipe O3, O8,
O9 dan O5, 27 dengan biotipe 1, 2 3 dan 4. Serotipe yang menimbulkan penyakit sebaran
geografisnya berbeda satu sama lain. Misalnya tipe O3, O9 dan O5, 27 ditemukan di
Eropa. Strain tipe O8 menyebabkan KLB di Amerika Serikat, namun O3 muncul sebagai
serotipe yang paling sering ditemukan I AS pada tahun 1990 an.
3. Distribusi penyakit
Penyakit ini tersebar diseluruh dunia Y. pseudotuberculosis pada mulanya adalah penyakit
zoonotik pada burung dan mamalia liar maupun yang domestik, manusia merupakan
hospes insidental. Y. enterocolitica ditemukan hampir pada semua binatang tanpa
menimbulkan gejala klinis. Sumber penularan utama adalah daging babi, oleh karena
faring babi sarat dengan koloni Y. enterocolitica. Sejak tahun 1960-an, Yerseniae
diketahui sebagai penyebab gastroenteritis (sekitar 1 3% untuk daerah tertentu) dan
sebagai penyebab limfadenitis mesenterika. Sekitar 2/3 infeksi Y. enterocolitica terjadi
pada bayi dan anak-anak; sedangkan dari Y. pseudotuberculosis menyerang mereka
yang berusia 5 20 tahun. Kasus pada manusia timbul karena tertulari melalui binatang
peliharaan terutama tertulari dari anak anjing dan anak kucing yang sakit. Angka isolasi
yang tinggi dari bateri ini dilaporkan terutama pada musim dingin dinegara subtropis
seperti Eropa (terutama Skandinavia), Amerika Utara dan negara subtropis Amerika
Selatan. Media penularan KLB yang disebabkan oleh Y. enterocolitica antara lain yang
pernah dilaporkan adalah tahu, jeroan babi. Di AS susu pernah dilaporkan sebagai media
penularan terjadinya KLB. KLB yang terjadi setelah mengkonsumsi susu yang sudah
dipasteurisasi, diduga kontaminasi terjadi pada pasteurisasi. Penelitian yang dilakukan di
Eropa menunjukkan bahwa kasus-kasus yang muncul disebabkan karena mengkonsumsi
daging babi mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna.
Oleh karena 20% dari infeksi pada anak-anak usia lebih tua dan orang dewasa mirip
dengan appendecitis maka seringkali KLB baru diketahui setelah terjadinya peningkatan
tindakan appendectomy didaerah tertentu.
4. Reservoir
Binatang merupakan reservoir utama dari Yersenia. Babi adalah reservoir utama dari Y.
enterocolitica yang patogenik. Pada musim dingin babi sering berperan sebagai Carrier
tanpa gejala, dimana pada faring penuh dengan koloni Yersenia. Y. pseudotuberculosis
tersebar pada berbagai spesies burung dan mamalia terutama pada rodensia dan mamalia
kecil lainnya.
582
5. Cara penularan
Cara penularan adalah melalui rute orofekol karena mengkonsumsi makanan dan
minumam yang terkontaminasi oleh manusia atau binatang yang terinfeksi. Y.
enterocolitica telah diisolasi dari berbagai jenis bahan makanan; namun jenis yang
patogenik biasanya ditemukan pada daging babi mentah dan produk makanan yang dibuat
dari daging babi. Di AS makanan yang berasal dari jeroan babi paling sering menjadi
sumber infeksi. Kasus-kasus yang muncul di Eropa dihubungkan dengan pemberian
daging babi mentah kepada bayi. Berbeda dengan penyakit-penyakit lain yang ditularkan
melalui makanan maka Y. enterocolitica dapat berkembang biak dalam suhu rendah
didalam lemari es dan dalam kondisi mikroaerofilik. Oleh karena itu risiko terinfeksi oleh
Y. Enterocolitica meningkatt apabila daging yang setengah matang yang tidak dikelola
dengan baik disimpan didalam kantong plastik. Y. enterocolitia, pernah ditemukan
dibadan air yang tidak ada Eschrichia coli nya. Infeksi nosokomial terjadi karena
memakai darah yang disimpan dalam lemari pendingin dari donor darah penderita
asimptomatik atau yang menderita penyakit saluran pencernaan ringan.
6. Masa inkubasi: Masa inkubasi berlangsung sekitar 3 7 hari umumnya 10 hari
7. Masa penularan: Infeksi sekunder jarang terjadi. Begitu muncul gejala klinis maka
didalam tinja penderita segera ditemukan mikroorgaisme, biasanya berlangsung selama 2
3 minggu. Penderita yang tidak diobati akan mengeluarkan bakteri melalui tinja selama
2 3 bulan. Carrier tanpa gejala yang berkelanjutan terjadi pada anak-anak dan orang
dewasa.
8. Kerentanan dan kekebalan
Gejala diare oleh karena gastroenterocolitis lebih berat pada penderita anak-anak,
sedangkan artritis pasca infeksi lebih berat gejalanya pada penderita dewasa muda dan
dewasa. Tidak ada perbedaan jenis kelamin pada penderita. Artritis reaktif dan Sindroma
Reiter cenderung terjadi pada orang yang secara genetik mempunyai HLA-B27.
Septikemia terjadi pada penderita dengan kelebihan besi pada darahnya (misalnya
hemokromatosis) atau pada mereka dengan penyakit dan terapi yang menyebabkan
terjadinya imunosupresi.
9. Cara-cara pemberantasan
A. Cara-cara pencegahan
1). Siapkanlah makanan dengan cara-cara yang saniter, hindari mengkonsumsi daging
babi mentah dan susu yang tidak dipasteurisasi. Lakukan iradiasi terhadap daging,
cara ini sangat efektif untuk membunuh bakteri.
2). Cucilah tangan dengan baik sebelum makan dan sebelum menjamah makanan
terutama setelah menjamah daging babi mentah atau setelah bontak dengan
binatang.
3). Lindungi sumber air dari kotoran binatang dan manusia; lakukan upaya untuk
pengamanan sumber air tersebut.
4). Lakukan pengawasan terhadap rodentia dan burung terhadap kemungkinan
terinfeksi oleh Y. pseudotuberculosis
5). Buanglah kotoran manusia dan binatang dengan cara-cara yang saniter
583
6). Pada waktu menyembelih babi, pisahkan segera kepala dan leher babi dari daging
babi. Hal ini untuk mencegah terjadinya kontaminsai daging babi oleh Yersenia
yang terdapat pada faring babi.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1). Laporan kepada institusi kesehatan setempat. Kasus wajib dilaporkan di sebagian
besar negara bagian di AS dan di sebagian besar negara di dunia, kelas 2B (lihat
tentang pelaporan penyakit menular).
2). Isolasi: Lakukan upaya kewaspadaan enterik pada waktu merawat penderita di
rumah sakit. Mereka yang menderita diare dilarang menangani makanan, merawat
penderita dan dilarang melakukan pekerjaan yang ada kaitannya dengan mengasuh
bayi.
3). Disinfeksi serentak : disinfeksi dilakukan terhadap tinja. Di negara yang sistem
pembuangnnya baik, tinja dapat dibuang langsung masuk kedalam sistem
pmbuangan tersebut (Sewage system) tanpa perlu dilakukan disinfeksi terlebih
dulu.
4). Karantina: Tidak perlu
5). Imunisasi terhadap kontak: Tidak perlu
6). Investigasi terhadap kontak dan sumbaer infeksi: Lakukan investigasi dan
pencarian kasus-kasus yang tidak dilaporkan. Pecarian carrier diantara mereka
yang kontak dengan penderita disarankan apabila KLB yang terjadi diduga karena
penularan dengan cara common source
7). Pengobatan spesifik: Organisme ini umumnya peka terhadap semua jenis
antibiotika kecuali terhadap penisilin dan derivat semi sintetisnya. Pemberian
antibiotika kepada penderita dengan gejala gastrointestinal cukup membantu.
Antibiotika harus diberikan kepada penderita septikemia dan penderita dengan
gejala-gejala invasive. Antibiotika yang baik untuk Y. enterocolitica adalah derivat
aminoglycosides (untuk septicemia saja) dan TMPSMX. Derivat quinolones yang
baru seperti Ceprofloxacin juga cukup efektif. Y. enterocolitica dan Y.
pseudotuberculosis umumnya sensitif terhadap tetrasiklin.
C. Upaya penanggulangan wabah
1). Jika ditemukan penderita gastroenteritis atau kasus appendecitis dalam jumlah
yang cukup banyak segera laporkan kepada instansi kesehatan setempat walaupun
diagnosanya belum tahu.
2). Lakukan investigasi terhadap kondisi sanitasi lingkungan secara umum dan
selidiki terhadap kemungkinan terjadinya penularan dengan cara common
source. Berikan perhatian khusus terhadap kemungkinan penderita
mengkonsumsi daging babi atau tercemarnya makanan yang akan dikonsumsi oleh
daging babi mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna. Perhatikan juga
terhadap kemungkinan terjadinya kontak dengan binatang seperti anjing, kucing
dan binatng peliharaan lainnya.
D. Implikasi bencana: Tidak ada
E. Tindakan Internasional: Tidak ada


Uji Tuberkulin dan Klasifikasi TBC
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan
sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam "Screening
TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.
Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%,
umur 12 tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan umur 612 tahun 51%. Dari
persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin
semakin kurang spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang caramantoux lebih sering
digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas lengan bawah kiri
bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872
jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium
tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi
umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di
dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya
tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah
bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti:
paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun
demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
1. Pembengkakan (Indurasi) : 04mm,uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksiMikobakterium
tuberkulosa.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 39mm,uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi
silang denganMikobakterium atipik atau
setelah vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan (Indurasi) : 10mm,uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah
terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa.
Pemeriksaan radiologis dapat memperkuat diagnosis, karena lebih 95% infeksi primer terjadi di
paru-paru maka secara rutin foto thorax harus dilakukan. Ditemukannya kuman Mikobakterium
tuberkulosa dari kultur merupakandiagnostik TBC yang positif, namun tidak mudah untuk
menemukannya.
Klasifikasi TBC (menurut The American Thoracic Society, 1981)
Klasifikasi 0 Tidak pernah terinfeksi, tidak ada kontak, tidak menderita TBC
Klasifikasi I Tidak pernah terinfeksi,ada riwayat kontak,tidak menderita TBC
Klasifikasi II Terinfeksi TBC / test tuberkulin ( + ), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC
tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif).
Klasifikasi III Sedang menderita TBC
Klasifikasi IV Pernah TBC, tapi saat ini tidak ada penyakit aktif
Klasifikasi V Dicurigai TBC

TES MANTOUX

A. Pengertian
Tes mantoux adalah uji tuberkulin dengan menyuntikan tuberkuloprotein menggunakan jarum yang
kecil secara intradermal pada daerah volar lengan bawah.
B. Tujuan
Untuk mengetahui apakah seseorang pernah terinfeksi oleh kuman TB.
C. Indikasi
1. Seseorang dengan anamnesis mengarah ke penyakit TB dengan atau tanpa kelainan
radiologik.
2. Diduga kontak dengan penderita TB
3. Seseorang dengan kaelainan foto toraks sesuai dengan TB paru atau
bekas TB paru.
1. Seseorang dengan kondisi resiko tinggi menderita penyakit TB paru,
seperti Diabetes Mellitus, Limfoma atau penyakit keganasan darah,
mendapat terapi imunosupresi dan lain-lain.
1. Pegawai atau perawat yang bekerja di rumah sakit dan cenderung kontak
dengan penderita TB.
1. Anak yang dicurigai menderita TB.
2. Seseorang dengan anamnesis mengarah ke penyakit TB paru dengan lesi
minimal pada foto toraks dan atau BTA sputum negatif
3. Dicurigai TB ekstrapulmoner
D. Kontraindikasi
1. Absolut : Terbukti terinfeksi TB.
2. Relatif : Kelainan kulit yang luas pada daerah pemeriksaan.
E Persiapan
1. Bahan dan alat
1. 1 cc/spuit tuberkulin 1 buah. f.. Spidol.
2. Jarum no. 26/27 1 buah. g. Penggaris.
3. 0,1 ml PPD 5 TU/ PPD RT 23-2 TU
4. Kasa.
5. Aquades.
2. Pasien
1. Pasien bebas dari obat yang meningatkan vaskularisasi lokal, seperti histamin dan
hyaluronidase atau menurunkan aliran darah lokal seperti epinefrin.
1. Pasien bebas dari obat yang menurunkan faktor imun tubuh.
3. Ruangan dan fasilitas
Tidak membutuhkan ruangan khusus.
F. Prosedur tindakan
1. Bersihkan sepertiga tengah sisi volar lengan bawah dengan menggunakan aquades,
kemudian keringkan dengan menggunakan kasa.
2. Suntikan 0,1 ml PPD 5- TU / PPD RT 23 2 TU secara intradermal dari arah distal
sampai terjadi benjolan dengan diameter kurang lebih 5 mm kemudian buat tanda
melingkari benjolan tersebut.
3. Bekas suntikan jangan ditekan atau diusap dengan kapas alkohol atau kasa.
4. Baca indurasi yang terjadi setelah 48-72 jam, dengan mengukur diameter transversal
dan lihat terjadi bula atau tidak.
G. Penyulit
Syok anafilaktik, demam, limfositopeni, fenomena koch (nekrosis yang timbul dalam 24-48 jam) dan
kerusakan jaringan.
H. Interpretasi
1. Tes mantoux dinyatakan positif jika:
Terjadi bula /vesikel/terjadi konversi
Seseorang pernah mengidap TB dan sudah sembuh
Seseorang telah terinfeksi kuman TB
Seseorang sedang mengidap TB.
2. Tes mantoux dinyatakan negatif jika:
Malnutrisi energi protein
Tuberkulosis berat
Morbili, Varisela
Pertusis, Difteria, Tifus abdominalis
Vaksin virus misalnya; Poliomielitis
Sedang terkena infeksi virus, misalnya: Campak, gondongan (mumps), atau rubella
Sedang mengonsumsi obat-obatan yang menurunkan imunitas tubuh misalnya: Steroid atau
obat kemoterapi
3. Berdasarkan ukuran indurasi jika:
a. Indurasi (penonjolan) = 5 mm
Kontak erat dengan seseorang yang diketahui atau dicurigai menderita TB
Anak dengan gejala klinis atau foto roentgen TB
Anak dengan kondisi imun yang lemah, termasuk infeksi HIV dan transplantasi organ
Pasien dengan terapi yang menekan sistem imun seperti kortikosteroid (misalnya:
prednison) dengan dosis tertentu.
b. Indurasi (penonjolan) = 10 mm
Anak yang memiliki riwayat medis atau perilaku resiko tinggi (misalnya: penyakit ginjal,
diabetes mellitus, kurang gizi, pengguna obat suntik)
Anak yang sering terpapar dengan orang dewasa resiko tinggi
Petugas laboratorium TB, orang dengan kondisi medik mudah terinfeksi kuman TB, anak
berusia < 4 tahun atau bayi, lansia yang kontak dengan orang dewasa yang beresiko tinggi
Tinggal didaerah atau negara yang tinggi angka infeksi TB-nya (Indonesia).
c. Indurasi (penonjolan) = 15 mm
Anak > 4 tahun tanpa faktor resiko apapun.

Erythema induratum
From Wikipedia, the free encyclopedia
Erythema induratum
Classification and external resources

Erythema induratum
ICD-10 A18.4 (ILDS A18.482)
ICD-9 017.1
DiseasesDB 1272
eMedicine derm/135
MeSH D004891
Bazin disease (or "Erythema induratum") is a panniculitis on the back of the calves.
[1]

It was formerly thought to be a reaction to the tuberculum bacillus. It is now considered
a panniculitis that is not associated with a single defined pathogen.
[2]

It occurs mainly in women, but is very rare now.
Contents
[hide]
1 Pathophysiology
2 Eponym
3 Additional images
4 References
5 External links
Pathophysiology[edit]
Predisposing factors include abnormal amount of subcutaneous fat, thick ankles and abnormally
poor arterial supply. Abnormal arterial supply causes low-grade ischemia of ankle region. The
ankle skin becomes sensitive to temperature changes. When weather is cold, ankle is cold, blue
and often tender. In hot weather, ankle becomes hot, edematous, swollen and
painful. Chilblains may be present. Onpalpation, small superficial and painful nodules are felt.
They break down to form small and multiple ulcers. Fresh crops of nodules appear in periphery
of ulcer and ultimately break down. In nodular stage, pain is present; while it subsides in
ulcerative stage.
[3]

Eponym[edit]
It is named for Pierre-Antoine-Ernest Bazin.
[4][5]

Additional images[edit]


References[edit]
1. Jump up^ "erythema induratum" at Dorland's Medical Dictionary
[dead link]

2. Jump up^ Cotran, Ramzi S.; Kumar, Vinay; Fausto, Nelson; Nelso Fausto; Robbins, Stanley
L.; Abbas, Abul K. (2005). Robbins and Cotran pathologic basis of disease (7th ed.). St.
Louis, Mo: Elsevier Saunders. p. 1265. ISBN 0-7216-0187-1.
3. Jump up^ Manual of Surgery. Kaplan Publishing. p. 72. ISBN 9781427797995.
4. Jump up^ synd/102 at Who Named It?
5. Jump up^ P. A. E. Bazin. Leons thoriques et cliniques sur la scrofule, considre en
ellemme et dans ses rapports avec la syphilis, la dartre et l'arthritis. 2nd edition, Paris,
1861. Page 145 and 501.

TUBERKULOSIS KUTIS

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh basil
mikobakterium tuberkulosis. Jalan masuk kedalam tubuh biasanya melalui inhalasi, atau yang
pada umumnya adalah dengan meminum susu sapi yang tidak dipasteurisasi. Tuberkulosis telah
dan masih menjadi masalah kesehatan di dunia hingga saat ini
(7)
.
Tuberkulosis kutis, seperti tuberkulosis paru, terutama di negara yang sedang berkembang.
Insidensi di Indonesia kian menurun sejalan dengan menurunnya tuberkulosis paru. Hal itu tentu
disebabkan oleh kian membaiknya keadaan ekonomi. Bentuk-bentuk yang dahulu masih terdapat
sekarang telah jarang terlihat, misalnya tuberkulosis kutis papulonekrotika, tuberkulosis kutis
gumosa, dan eritema nodusum
(1)
.
II. EPIDEMIOLOGI
Faktor predisposisi terjadinya tuberkulosis kutis diantaranya adalah kemiskinan, gizi kurang,
penggunaan obat-obatan secara intravena, dan status imunodefisiensi
(1,2)
. Penelitian di Rumah
Sakit Dr. Ciptomangunkusumo, skrofuloderma merupakan bentuk yang tersering terdapat (84%),
disusul oleh tuberkulosis kutis verukosa (13%), bentuk-bentuk yang lain jarang ditemukan. Lupus
vulgaris yang dahulu dikatakan tidak terdapat, ternyata ditemukan, meskipun jarang
(1)
.
Tuberkulosis kutis pada umumnya ditemukan pada bayi dan orang dewasa dengan status
imunodefisiensi
(2)
.
III. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis kutis adalah mikobakterium obligat yang bersifat patogen terhadap
manusia: M. tuberkulosis, M. bovis, dan kadang-kadang bisa juga disebabkan oleh Bacillus
Calmette-Guerin (BCG)
(5)
. Penyebab utama tuberkulosis kutis di Rumah Sakit Dr.
Ciptomangunkusumo (RSCM) ialah Mycobacterium Tuberkulosis (jenis human) berjumlah 91,5%,
sisanya (8,5%) disebabkan oleh M. atipikal, yang terdiri atas golongan II atau skotokromogen,
yakni M. scrofulocaeum (80%) dan golongan IV atau rapid growers (20%). M. bovis dan M.
avium belum pernah ditemukan, demikian pula M. atipikal golongan lain
(1)
.
IV. BAKTERIOLOGI
Mikobakterium tuberkulosis mempunyai sifat-sifat yaitu berbentuk batang, tidak membentuk
spora, aerob, tahan asam
(1,2)
, panjang 2-4/ dan lebar 0,3-1,5/, tidak bergerak dan suhu optimal
pertumbuhan pada 37C
(1)
.
Pemeriksaan bakteriologik terdiri atas 5 macam
(1)

1. Sediaan mikroskopik
Bahan berupa pus, jaringan kulit dan jaringan kelenjar getah bening. Pada pewarnaan dengan
Ziehl Neelsen, atau modifikasinya, jika positif kuman tampak berwarna merah pada dasar yang
biru. Kalau positif belum berarti kuman tersebutM. tuberkulosis, oleh karena ada kuman lain yang
tahan asam, misalnya M. leprae.
2. Kultur
kultur dilakukan pada media Lowenstein-Jensen, pengeraman pada suhu 37. Jika positif koloni
tumbuh dalam waktu 8 minggu. Kalau hasil kultur positif, berarti pasti kuman tuberkulosis.
3. Binatang percobaan
Dipakai marmot, percobaan tersebut memerlukan waktu 2 bulan.
4. Tes biokimia
Ada beberapa macam, misalnya tes niasin dipakai untuk membedakan jenis human dengan yang
lain. Jika tes niasin positif berarti jenis human.
5. Percobaan resistensi
V. KLASIFIKASI
Klasifikasi tuberkulosis kutis bermacam-macam. Berikut ini klasifikasi menurut PILLSBURRY
dengan sedikit perubahan
(1)
.
Klasifikasi tuberkulosis kutis bermacam-macam. Berikut ini klasifikasi menurut PILLSBURRY
dengan sedikit perubahan
(1)
.
1. Tuberkulosis kutis sejati
A. Tuberkulosis kutis primer
Inokulasi tuberkulosis primer (tuberkulosis chancre)
B. Tuberkulosis kutis sekunder
Tuberkulosis kutis miliaris
Skrofuloderma
Tuberkulosis kutis verukosa
Tuberkulosis kutis gumosa
Tuberkulosis kutis orifisialis
Lupus vulgaris
2. Tuberkulid
1. Bentuk papul
Lupus miliaris diseminatus fasiei
Tuberkuloid papulonekrotika
Liken skrofulosorum
1. Bentuk granuloma dan ulseronodulus
Eritema nodusum
Eritema induratum
VI. PATOGENESIS
Cara infeksi ada 6 macam
(1)

1. Penjalaran langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai penyakit tuberkulosis,
misalnya skrofuloderma.
2. Inokulasi langsung pada kulit sekitar orifisium alat dalam yang dikenai penyakit tuberkulosis,
misalnya tuberkulosis kutis orifisialis.
3. Penjalaran secara hematogen, misalnya tuberkulosis kutis miliaris.
4. Penjalaran secara limfogen, misalnya lupus vulgaris.
5. Penjalaran langsung dari selaput lendir yang sudah diserang penyakit tuberkulosis, misalnya
lupus vulgaris.
6. Kuman langsung masuk ke kulit yang resistensi lokalnya telah menurun atau jika ada kerusakan
kulit, contohnya tuberkulosis kutis verukosa.
VII. MANIFESTASI KLINIS
Inokulasi tuberkulosis primer (tuberkulosis chancre)
Kompleks lesi primer meliputi kulit dan nodus limfatikus terutama pada bayi dan anak-anak. Jalan
masuk basil tuberkel adalah paru-paru
(6)
, luka kecil, kuku yang terbuka, atau luka tusuk
(4)
. Afek
primer dapat berbentuk papul, pustul atau ulkus indolen, berdinding tergaung dan disekitarnya
livid. Masa tunas 2-3 minggu, limfangitis dan limfadenitis timbul beberapa minggu hingga
beberapa bulan setelah afek primer, pada waktu tersebut reaksi tuberkulin menjadi positif.
Keseluruhannya merupakan kompleks primer. Pada ulkus tersebut dapat terjadi indurasi, karena
itu disebut tuberculous chancre. Makin muda usia penderita makin berat gejalanya. Bagian yang
sering terkena adalah wajah dan ekstremitas yang berhubungan dengan limphadenopaty
regional
(6)
. Biasanya ditemukan pada daerah kulit yang mudah terkena trauma
(2,4)
.

Gambar 1. Inokulasi TB primer
Tuberkulosis kutis miliaris
Tipe ini biasanya terjadi pada bayi dan anak-anak
(6)
dengan status imunokompromise
(2)
. Fokus
infeksi terdapat secara khusus pada paru-paru atau selaput otak
(2)
. Terjadi karena penjalaran ke
kulit dari fokus di badan. Reaksi terhadap tuberkulin biasanya negatif (anergi). Ruam berupa
eritema berbatas tegas, papul, vesikel, pustul, skuama atau purpura yang menyeluruh. Pada
umumnya prognosisnya buruk
(1,5)
.
Skrofuloderma
Tuberkulosis kutis murni sekunder yang terjadi secara pekontinuitatum dari jaringan di bawahnya,
misalnya kelenjar getah bening, otot dan tulang
(3)
. Skrofuloderma terjadi terutama pada anak-
anak
(2)
dan dewasa muda pada bagian kulit yang berada diatas nodus limfatikus dan daerah yang
kelihatan tulangnya
(6)
. Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan.
Dimulai dengan infeksi sebuah kelenjar yang selanjutnya menjadi berkembang menjadi
periadenitis. Beberapa kelenjar kemudian dapat meradang, sehingga membentuk suatu kantong
kelenjar klier packet. Pada stadium selanjutnya terjadi perkejuan dan perlunakan, mencari jalan
keluar dengan menembus kulit diatasnya, dengan demikian terbentuk fistel. Fistel tersebut kian
melebar, membentuk ulkus yang mempunyai sifat-sifat khas
(3)
.
Tuberkulosis kutis verukosa
Tipe ini terjadi terutama pada orang dewasa, anak-anak dan individu yang resisten terhadap
terjadinya inokulasi eksternal basil tuberkel
(3,6)
. Infeksi terjadi secara eksogen, jadi kuman masuk
ke dalam kulit, oleh sebab itu tempat predileksinya pada tungkai bawah dan kaki, tempat yang
lebih sering mendapat trauma
(1,3,4)
. Gambaran klinis biasanya berbentuk bulan sabit akibat
penjalaran secara serpiginosa, yang berarti penyakit menjalar ke satu jurusan diikuti
penyembuhan di jurusan yang lain. Ruam terdiri atas papul-papul lentikuler di atas kulit yang
eritematosa. Pada bagian yang cekung terdapat sikatriks
(1,3)
.

Gambar 2. Tuberkulosis kutis verukosa
Tuberkulosis kutis gumosa
Tuberkulosis ini terjadi akibat penjalaran secara hematogen, biasanya dari paru. Kelainan kulit
berupa infiltrat subkutan, berbatas tegas yang menahun, kemudian melunak dan bersifat
destruktif
(1)
. Pada awalnya kulit berwarna normal dan lama-kelamaan menjadi merah kebiruan
(5)
.
Lesi tersebar berbentu makula dan papul berukuran kecil atau lesi berwarna kemerahan. Kadang-
kadang vesikuler dan terdapat krusta
(5)
.
Tuberkulosis kutis orifisialis
Pada umumnya terjadi pada pasien dengan penyakit tuberkulosa pada organ-organ
dalam
(2)
. Sesuai dengan namanya maka lokasinya di sekitar orifisium. Pada
tuberkulosis paru dapat terjadi ulkus di mulut, bibir atau di sekitarnya. Pada
tuberkulosis saluran cerna, ulkus dapat ditemukan di sekitar anus. Pada tuberkulosis
saluran kemih, ulkus dapat ditemukan di sekitar orifisium uretra eksternum. Ulkus
berdinding tergaung, kemerahan, hemoragik, purulen dan sekitarnya livid
(1,5)
.

Gambar 3. Tuberkulosis kutis orifisialis
Lupus vulgaris
Lupus vulgaris merupakan bentuk yang sering dan mengenai terutama pada bagian yang sering
terpapar misalnya pada wajah dan ekstremitas
(6)
. Cara infeksi dapat secara endogen atau
eksogen. Gambaran klinis yang umum adalah kelompok nodus eritematosa yang berubah warna
menjadi kuning pada penekanan (apple jelly colour)
(1,4,5)
. Nodus-nodus tersebut berkonfluensi
berbentuk plak, bersifat destruktif, sering terjadi ulkus. Pada waktu terjadi involusi terbentuk
sikatriks. Bila mengenai muka tulang rawan hidung dapat mengalami kerusakan
(1,5)
.
Penyembuhan spontan terjadi perlahan-lahan di suatu tempat, tetapi terjadi perjalanan di tempat
lain, yang dapat ke perifer atau serpiginosa
(1)
.

Gambar 4. Lupus vulgaris
Lupus milliaris diseminatus fasiel
Mengenai muka, timbulnya secara bergelombang. Ruam berupa papul-papul bulat,
biasanya diameternya tidak melebihi 5 mm, eritematosa kemudian meninggalkan
sikatriks. Pada diaskopi memberi gambaranapple jelly colour seperti pada lupus
vulgaris
(1)
.
Tuberkulosis papulonekrotika
Lesi tipe ini terutama terjadi pada anak-anak dan dewasa yang menderita TB pada bagian tubuh
lain. Keadaan ini terjadi karena adanya reaksi alergi terhadap basil tuberkel. Basil menyebar
secara hematogen pada orang dengan satus imunitas sedang atau baik, akan tetapi fokus
tuberkulosis secara klinis tidak aktif pada saat terjadinya erupsi, dan pasien sedang berada dalam
keadaan sehat
(6)
. Selain berbentuk papulonekrotika juga dapat berbentuk papulopustul. Tempat
predileksi pada muka, anggota badan bagian ekstensor, dan badan
(1,4)
. Mula-mula terdapat papul
eritematosa yang timbul secara bergelombag, membesar perlahan-lahan dan kemudian menjadi
pustul, lalu memecah menjadi krusta dan membentuk jaringan nekrotik dalam waktu 8 minggu,
lalu menyembuh dan meninggalkan sikatriks. Kemudian timbul lesi-lesi baru. Lama penyakit dapat
bertahun-tahun
(1)
.

Gambar 5. Tuberkulosis papulonekrotika
Liken skrofulosorum
Lesi biasanya terjadi di daerah leher pada anak yang menderita tuberkulosis tulang atau nodus
limfatikus
(1,6)
. Kelainan kulit terdiri atas beberapa papul miliar, warna dapat serupa dengan kulit
atau eritematosa. Mula-mula tersusun tersendiri, kemudian berkelompok tersusun sirsinar,
kadang-kadang di sekitarnya terdapat skuama halus. Tempat predileksi pada dada, perut,
punggung dan daerah sacrum. Perjalanan penyakitnya dapat berbulan-bulan dan residif, jika
sembuh tidak meninggalkan sikatriks
(1)
.
Eritema nodusum
Kelainan kulit berupa nodus-nodus indolen terutama pada ekstremitas bagian ekstensor.
Diatasnya terdapat eritema. Banyak penyakit yang juga dapat memberi gambaran klinis sebagai
E.N., yang sering: lepra sebagai eritema nodusum leprosum, reaksi id karena Streptococcus B
Hemolyticus, alergi obat secara sistemik, dan demam reumatik
(1)
.
Eritema induratum
Eritema induratum adalah suatu peradangan kronis dari pembuluh darah arteri dan vena bersifat
jinak, dan disertai nekrosis lemak
(4,6)
. Kelainan kulit berupa nodus-nodus indolen. Tempat
predileksinya pada daerah fleksor. Terjadi supurasi sehingga terbentuk ulkus-ulkus. Kadang-
kadang tidak mengalami supurasi, tetapi regresi sehingga terjadi hipotrofi berupa lekukan-
lekukan. Perjalanan penyakit kronik residif
(1)
.

Gambar 6. Eritema induratum
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Inokulasi tuberkulosis primer (tuberkulosis chancre)
Sindrom Chancriform yaitu syphilis primer dengan disertai chancre, penyakit cat-scratch,
sporotrichosis, tularemia, infeksi M. marinum
(5)
.
Tuberkulosis kutis verukosa
Kromomikosis, nevus verukosa, dan frambusis stadium II, veruka vulgaris, infeksi M. marinum,
pyoderma, chromomycosis, bromoderma, lichen planus hipertrofik, dermatosis aktinik
hipertropik
(3,5)
.
Lupus Vulgaris
Sarkoidosis, lymphocytoma, lymphoma, lupus eritematosus kutaneus kronik, syphilis tersier,
leprosy, blastomycosis, leismaniasis lupoid dan pioderma
(5)
.
Scrofuloderma
Aktinomikosis, hidradenitis supurativa, limfopatia venereum, infeksi jamur invasive, sporothrikosis,
nocardiosis, actinomicosis, syphilis tersier, acne conglobata
(3,5)
.
Tuberkulosis kutis gumosa
Pannikulitis, infeksi jamur infasive, hidradenitis, syphilis tersier.
Tuberkulosis kutis orifisialis
Ulkus aphthous, histoplasmosis, syphilis.
IX. PENGOBATAN
Prinsip pengobatan tuberkulosis kutis sama dengan tuberkulosis paru. Untuk mencapai hasil yang
baik hendaknya diperhatikan syarat-syarat yaitu pengobatan harus dilakukan secara teratur tanpa
terputus agar tidak cepat terjadi resistensi dan pengobatan harus dalam kombinasi. Dalam
kombinasi tersebut INH disertakan, diantaranya karena obat tersebut bersifat bakterisidal,
harganya murah dan efek sampingnya langka. Sedapat-dapatnya dipilih paling sedikit 2 obat yang
bersifat bakterisidal, dan keadaan umum diperbaiki
(1).

Pemilihan obat tergantung pada keadaan ekonomi penderita, berat-ringannya penyakit, dan
adakah kontraindikasi. Dosis INH (H) pada anak 10 mg/Kg BB, pada orang dewasa 5mg/Kg BB,
dosis maksimum 400 mg sehari. Rifampisin (R) 10 mg/kg BB paling lama diberikan 9 bulan. Bila
digunakan Z hanya selama 2 bulan, kontraindikasinya penyakit hepar. Pirazinamid (Z) 25 mg/kg
BB, streptomisin (S) 15 mg/kg BB, dosis maksimun streptomisin 90 gram. Ethambutol (E) 15
mg/kg BB
(1,7)
.
Pada pengobatan tuberkulosis terdapat 2 tahapan, yaitu tahapan awal (intensif) dan tahapan
lanjutan. Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif membelah sebanyak-
banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat yang bersifat bakterisidal. Tahapan lanjutan ialah
melalui kegiatan sterilisasi membunuh kuman yang tumbuh lambat
(1)
.
Selama fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi pengurangan jumlah kuman disertai
perbaikan klinis. Pasien yang infeksi menjadi noninfeksi dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar
pasien dengan sputum BTA positif akan menjadi negatif dalam waktu 2 bulan. Selama fase
lanjutan diuperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang lebih panjang. Efek sterilisasi obat
untuk membersihkan sisa-sisa kuman dan mencegah kekambuhan. Pada paien dengan sputum
BTA positif ada resiko terjadinya resistensi selektif. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2
obat selama fase lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya resistensi selektif. Pada pasien
dengan sputum BTA negatif atau TB ekstrapulmoner tidak terdapat resiko resistensi selektif
karena jumlah bakteri di dalam lesi relatif sedikit. Pengobatan fase awal dengan 3 obat dan fase
lanjutan dengan 2 obat biasanya sudah memadai. Pada pasien yang pernah diobati ada resiko
terjadinya resistensi. Paduan pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat
untuk fase lanjutan. Selama fase awal sekurang-kurangnya 2 diantara obat yang diberikan
haruslah yang masih selektif. Pengobatan standar dengan INH, Rifampisin dan Pirazinamid dapat
diberikan pada wanita hamil dan menyusui, dianjurkan pemberian piridoksin. Streptomisin tidak
boleh diberikan
(9)
.
Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society, fase awal diberikan
selama 2 bulan yaitu INH 5 mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35 mg/kgBB dan
Etambutol 15 mg/kgBB. diikuti fase lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan Rifampisin untuk
tuberkulosis paru dan ekstra paru. Etambutol dapat diberikan pada pasien dengan resistensi
terhadap INH
(8)
.
Tabel 1. Obat antituberkulosis yang ada di Indonesia: dosis, cara pemberian dan efek
sampingnya
(1)

Nama obat Dosis Cara pemberian Efek samping utama
INH 5-10 mg/kg BB per os, dosis tunggal neuritis perifer
Rifampisin 10 mg/kg BB per os, dosis tunggal
waktu lambung kosong gangguan hepar
Pirazinamid 20-35 mg/kg BB per os dosis terbagi gangguan hepar
Etambutol bulan I/II 25 mg/ per os, dosis tunggal gangguan N II
Kg BB,berikutnya
15 mg/kg BB
Streptomisin 25 mg/kg BB per inj gangguan N VIII
Terapi pembedahan berupa eksisi dapat dilakukan pada lupus vulgaris, tuberkulosis kutis verukosa
yang kecil, serta skrofuloderma pada ekstremitas bawah
(1,7)
.
Pengobatan topikal pada tuberkulosis kutis tidak sepenting pengobatan sistemik. Pada
skrofuloderma, jika ulkus masih mengandung pus dikompres, misalnya dengan larutan kalium
permanganas 1/5000
(1)
.
X. PROGNOSIS
Pada umumnya selama pengobatan memenuhi syarat seperti yang telah disebutkan, prognosisnya
baik.
XI. RESUME
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh basil
mikobakterium tuberkulosis. Jalan masuk kedalam tubuh biasanya melalui inhalasi, atau yang
pada umumnya adalah dengan meminum susu sapi yang tidak dipasteurisasi. Tuberkulosis telah
dan masih menjadi masalah kesehatan di dunia hingga saat ini
(7)
. Tuberkulosis kutis pada
umumnya ditemukan pada bayi dan orang dewasa dengan status imunodefisiensi
(2)
. Faktor
predisposisi terjadinya tuberkulosis kutis diantaranya adalah kemiskinan, gizi kurang, penggunaan
obat-obatan secara intravena, dan status imunodefisiensi
(1,2)
.
Penelitian di Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusumo, skrofuloderma merupakan bentuk yang
tersering terdapat (84%), disusul oleh tuberkulosis kutis verukosa (13%), bentuk-bentuk yang
lain jarang ditemukan
(1)
. Penyebab utama tuberkulosis kutis di Rumah Ssakit Dr.
Ciptomangunkusumo (RSCM) ialahMycobacterium Tuberkulosis (jenis human) berjumlah 91,5%.
Sisanya (8,5%) disebabkan oleh M. atipikal, yang terdiri atas golongan II atau skotokromogen,
yakni M. scrofulocaeum (80%) dan golongan IV atau rapid growers (20%). M. bovis dan M.
avium belum pernah ditemukan, demikian pula M. atipikal golongan lain
(1)
. Mikobakterium
tuberkulosis mempunyai sifat-sifat yaitu berbentuk batang, tidak membentuk spora, aerob, tahan
asam
(1,2)
, panjang 2-4/ dan lebar 0,3-1,5/, tidak bergerak dan suhu optimal pertumbuhan pada
37C
(1)
. Pemeriksaan bakteriologik terdiri atas 5 macam
(1)
yaitu sediaan mikroskopik, kultur,
binatang percobaan, tes biokimia dan percobaan resistensi.
Klasifikasi tuberkulosis kutis bermacam-macam. Berikut ini klasifikasi menurut PILLSBURRY
dengan sedikit perubahan
(1)
.
1. Tuberkulosis kutis sejati
A. Tuberkulosis kutis primer
Inokulasi tuberkulosis primer (tuberkulosis chancre)
B. Tuberkulosis kutis sekunder
Tuberkulosis kutis miliaris
Skrofuloderma
Tuberkulosis kutis verukosa
Tuberkulosis kutis gumosa
Tuberkulosis kutis orifisialis
Lupus vulgaris
Tuberkulid
Bentuk papul
Lupus miliaris diseminatus fasiei
Tuberkuloid papulonekrotika
Liken skrofulosorum
Bentuk granuloma dan ulseronodulus
Eritema nodusum
Eritema induratum
Cara infeksi ada 6 macam
(1)

1. Penjalaran langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai penyakit tuberkulosis,
misalnya skrofuloderma.
2. Inokulasi langsung pada kulit sekitar orifisium alat dalam yang dikenai penyakit tuberkulosis,
misalnya tuberkulosis kutis orifisialis.
3. Penjalaran secara hematogen, misalnya tuberkulosis kutis miliaris.
4. Penjalaran secara limfogen, misalnya lupus vulgaris.
5. Penjalaran langsung dari selaput lendir yang sudah diserang penyakit tuberkulosis, misalnya
lupus vulgaris.
6. Kuman langsung masuk ke kulit yang resistensi lokalnya telah menurun atau jika ada kerusakan
kulit, contohnya tuberkulosis kutis verukosa.
Gejala klinis
Inokulasi tuberkulosis primer (tuberkulosis chancre)
Kompleks lesi primer meliputi kulit dan nodus limfatikus terutama pada bayi dan anak-anak. Jalan
masuk basil tuberkel adalah paru-paru
(6)
, luka kecil, kuku yang terbuka, atau luka tusuk
(4)
. Afek
primer dapat berbentuk papul, pustul atau ulkus indolen, berdinding tergaung dan disekitarnya
livid.
Tuberkulosis kutis miliaris
Tipe ini biasanya terjadi pada bayi dan anak-anak
(6)
dengan status imunokompromise
(2)
. Ruam
berupa eritema berbatas tegas, papul, vesikel, pustul, skuama atau purpura yang menyeluruh.
Pada umumnya prognosisnya buruk
(1,5)
.
Skrofuloderma
Skrofuloderma terjadi terutama pada anak-anak
(2)
dan dewasa muda pada bagian kulit yang
berada diatas nodus limfatikus dan daerah yang kelihatan tulangnya
(6)
. Dimulai dengan infeksi
sebuah kelenjar yang selanjutnya menjadi berkembang menjadi periadenitis. Beberapa kelenjar
kemudian dapat meradang, sehingga membentuk suatu kantong kelenjar klier packet. Pada
stadium selanjutnya terjadi perkejuan dan perlunakan, mencari jalan keluar dengan menembus
kulit diatasnya, dengan demikian terbentuk fistel. Fistel tersebut kian melebar, membentuk ulkus
yang mempunyai sifat-sifat khas
(3)
.
Tuberkulosis kutis verukosa
Tipe ini terjadi terutama pada orang dewasa, anak-anak dan individu yang resisten terhadap
terjadinya inokulasi eksternal basil tuberkel
(3,6
Gambaran klinis biasanya berbentuk bulan sabit
akibat penjalaran secara serpiginosa, yang berarti penyakit menjalar ke satu jurusan diikuti
penyembuhan di jurusan yang lain. Ruam terdiri atas papul-papul lentikuler di atas kulit yang
eritematosa. Pada bagian yang cekung terdapat sikatriks
(1,3)
.
Tuberkulosis kutis gumosa
Kelainan kulit berupa infiltrat subkutan, berbatas tegas yang menahun, kemudian melunak dan
bersifat destruktif
(1)
. Pada awalnya kulit berwarna normal dan lama-kelamaan menjadi merah
kebiruan
(5)
. Lesi tersebar berbentu makula dan papul berukuran kecil atau lesi berwarna
kemerahan. Kadang-kadang vesikuler dan terdapat krusta
(5)
.
Tuberkulosis kutis orifisialis
Pada umumnya terjadi pada pasien dengan penyakit tuberkulosa pada organ-organ
dalam
(2)
. Sesuai dengan namanya maka lokasinya di sekitar orifisium. Ulkus
berdinding tergaung, kemerahan, hemoragik, purulen dan sekitarnya livid
(1,5)
.
Lupus vulgaris
Lupus vulgaris merupakan bentuk yang sering dan mengenai terutama pada bagian yang sering
terpapar misalnya pada wajah dan ekstremitas
(6)
. Gambaran klinis yang umum adalah kelompok
nodus eritematosa yang berubah warna menjadi kuning pada penekanan (apple jelly colour)
(1,4,5)
.
Nodus-nodus tersebut berkonfluensi berbentuk plak, bersifat destruktif, sering terjadi ulkus.
Lupus milliaris diseminatus fasiel
Mengenai muka, timbulnya secara bergelombang. Ruam berupa papul-
papul bulat, biasanya diameternya tidak melebihi 5 mm, eritematosa
kemudian meninggalkan sikatriks. Pada diaskopi memberi
gambaran apple jelly colourseperti pada lupus vulgaris
(1)
.
Tuberkulosis papulonekrotika
Lesi tipe ini terutama terjadi pada anak-anak dan dewasa yang menderita TB pada bagian tubuh
lain. Mula-mula terdapat papul eritematosa yang timbul secara bergelombag, membesar perlahan-
lahan dan kemudian menjadi pustul, lalu memecah menjadi krusta dan membentuk jaringan
nekrotik dalam waktu 8 minggu, lalu menyembuh dan meninggalkan sikatriks. Kemudian timbul
lesi-lesi baru. Lama penyakit dapat bertahun-tahun
(1)
.
Liken skrofulosorum
Lesi biasanya terjadi di daerah leher pada anak yang menderita tuberkulosis tulang atau nodus
limfatikus
(1,6)
. Kelainan kulit terdiri atas beberapa papul miliar, warna dapat serupa dengan kulit
atau eritematosa. Mula-mula tersusun tersendiri, kemudian berkelompok tersusun sirsinar,
kadang-kadang di sekitarnya terdapat skuama halus
(1)
.
Eritema nodusum
Kelainan kulit berupa nodus-nodus indolen terutama pada ekstremitas bagian ekstensor.
Diatasnya terdapat eritema
(1)
.
Eritema induratum
Eritema induratum adalah suatu peradangan kronis dari pembuluh darah arteri dan vena bersifat
jinak, dan disertai nekrosis lemak
(4,6)
. Kelainan kulit berupa nodus-nodus indolen. Terjadi supurasi
sehingga terbentuk ulkus-ulkus. Kadang-kadang tidak mengalami supurasi, tetapi regresi sehingga
terjadi hipotrofi berupa lekukan-lekukan. Perjalanan penyakit kronik residif
(1)
.
Prinsip pengobatan tuberkulosis kutis sama dengan tuberkulosis paru
(1).
Dosis INH (H) pada anak
10 mg/Kg BB, pada orang dewasa 5mg/Kg BB, dosis maksimum 400 mg sehari. Rifampisin (R) 10
mg/kg BB paling lama diberikan 9 bulan. Bila digunakan Z hanya selama 2 bulan,
kontraindikasinya penyakit hepar. Pirazinamid (Z) 25 mg/kg BB, streptomisin (S) 15 mg/kg BB,
dosis maksimun streptomisin 90 gram. Ethambutol (E) 15 mg/kg BB
(1,7)
. Menurut The Joint
Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society, fase awal diberikan selama 2 bulan yaitu
INH 5 mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35 mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB.
diikuti fase lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra
paru. Etambutol dapat diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH
(8)
.
Pengobatan topikal pada tuberkulosis kutis tidak sepenting pengobatan sistemik. Pada
skrofuloderma, jika ulkus masih mengandung pus dikompres, misalnya dengan larutan kalium
permanganas 1/5000
(1)
. Pada umumnya selama pengobatan memenuhi syarat seperti yang telah
disebutkan, prognosisnya baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi, Tuberkulosis kutis, Dalam Djuanda, Adhi., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FK
UI. Jakarta. 2005. Pages: 64-72
2. Kerdel F.A., Jimenez-Acosta A., Dermatology: Just the fact. USA: McGraw-Hill Inc. 2003.
Pages: 85-86
3. Siregar R.S., Atlas berwarna saripati penyakit kulit, edisi kedua. Jakarta: EGC. 2005. Pages:
173-179
4. Arnold, Harry,L., Odom, Richard,B., James, William,D. Andrews DiseaseOf The Skin.
Clinical Dermatology 8
th
ed. Philadelphia. W.B.Saunders Co. 1990. Pages: 375-384
5. Fitzpatrick, Thomas,B., Johnson,Richard, Alen., Wollf, Klaus., Polano, Machiel,K.,
Suurmanol, Dick. Color Atlas Synopsis Of Clinical Dermatology. Common And Serious Disease
3
rd
ed. USA. McGraw Hill Co. 1997. Pages: 664-668
6. AN. Mycobacterial Skin Infections Tuberculosis of The
Skin.http://www.drmhijazy.com/english/chapters/chapter07.htm#54
7. Olawunmi A. Fatusi, Olaniyi Onayemi, Kehinde E. Adebiyi, Victor A. Adetiloye, Foluso J.
Owotade, Olumayowa A. Oninla. Tuberkulosis Cutis Orificialis (TBCO)/Lupus Vulgaris (LV):
Simultaneous Occurrence And Review Of The Literature. The Internet Journal of Infectious
Diseases. 2005. Volume 4 Number 2
8. Lebwohl M.G., Heymann W.R., Berth-Jones J., Coulson I., Treatment of Skin Disease:
Comprehensive and Theraupetic Strategis. USA: Mosby Inc. 2002. Pages: 640-641
9. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan., Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. Jakarta. 2000. Pages: 234-236

Penyakit infeksi mikobakterium, kronik progresif, awalnya menyerang saraf perifer sebagai afinitas
pertama, kemudian timbul manifestasi klinik (kulit, mukosa traktus respiratorius bagian atas,
kemudian ke organ lain kecuali SSP).
Dapat menyebabkan ulserasi, mutilasi, dan deformitas. Hal ini akibat kerusakan saraf besar yang
irreversibel di wajah dan ekstremitas, autonom, sensorik, motorik, serta adanya kerusakan berulang
pada daerah anestetik disertai paralisis dan atrofi otot.
Etiologi
Mycobacterium leprae, basil tahan asam dan alkohol, 1-8 x 0.2-0.5 mikron, bersifat interselular
obligat
Epidemiologi
Hipotesis 1: Penularan melalui kontak langsung antar kulit yang lama dan erat. Hipotesis 2:
inhalasi, sebab M. leprae masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet.
Masa tunas antara 40 hari-40 tahun (rata-rata 3-5 tahun). Kuman ditemukan di kulit, folikel rambut,
sputum, kelenjar keringat, dan ASI, urin (jarang).
Menyerang semua umur (tersering 25 -35 tahun, dibawah itu jarang), anak lebih rentan. Jenis
kelamin sama pada pria dan wanita
Faktor Risiko
1. Ras: insiden pada ras kulit hitam lebih tinggi dalam bentuk tuberkuloid; insidens pada
raskulit putih lebih tinggi dalam bentuk lepromatosa
2. Sosioekonomi: lebih banyak pada negara berkembang dan golongan kelas rendah
3. Kebersihan: kurang
4. Genetik: berperan dalam penularan. Penyakit ini tidak diturunkan pada bayi yang dikandung ibu
lepra
Patogenesis
Patogenitas dan daya invasi rendah, sebab penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum
tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara
derajat infeksi dengan derajat penyakit, tidak lain disebabkan oleh respon imun yang berbeda, yang
menggugah timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau
progresif. Oleh karena itu, kusta dapat disebut penyakit imunologik. Gejala klinisnya lebih sebanding
dengan tingkat reaksi selulernya daripada intensitas infeksinya
Kontak
Infeksi Non- infeksi
Subklinis (95%) Sembuh
intermedinate (70%) Sembuh
I (30%) Determinate
TT, Ti, BT, BB, BL, Li, LL








Gejala Penyakit
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan: bila basil M. leprae masuk ke
dalam tubuh seseorang, dapat timbul gejala klinis sesuai dengan kerentanan orang tersebut. Bentuk
tipe klinis tergantung pada sistem imunitas selular (SIS) penderita. SIS baik pada gambaran klinis
tuberkuloid, dan sebaliknya kearah lepromatosa.
Untuk Masalah Pengobatan. Kusta PB adalah dengan BTA negatif pada pemeriksaan kerokan kulit.
Kusta MB adalah dengan BTA positif. Sehingga harus diobati dengan rejimen MBT-MB.
Lesi diawali bercak putih bersisik halus pada bagian tubuh, tidak gatal, kemudian membesar dan
meluas. Jika saraf sudah terkena, pasien mengeluh kesemutan/baal pada bagian tertentu, atau
kesukaran menggerakkan anggota badan, berlanjut kekakuan sendi. Rambut dan alis dapat rontok.
Menurut klasifikasi Ridley-Jopling 1962:
I: intermedinate; tidak termasuk dalam spectrum
TT: Tuberkuloid polar (bentuk stabil); tuberkuloid 100% jadi tidak akan berpindah tipe.
Ti: Tuberkuloid indefinite; tipe campuran tubeculoid dan lepromatosa (Tuberkuloid lebih
banyak)
BT: Borderline Tuberkuloid; tipe campuran, tapi Tuberkuloid lebih banyak
BB: Mid Borderline; tipe campuran (50% tuberkuloid dan 50% lepromatosa)
BL: Borderline Lepromatosa; tipe campuran, tapi lepromatosa lebih banyak
Li: Lepromatosa indefinite; tipe campuran tuberkuloid dan lepromatosa (lepromatosa
lebih banyak)
LL: Lepromatosa polar (bentuk stabil); lepromatosa 100% jadi tidak akan berpindah tipe.
Selain tipe TT dan LL, tipe lain masih bisa pindah ke bentuk tipe lain.
Zona Spektrum Kusta Menurut Macam Klasifikasi.
Klasifikasi Zona Spektrum Kusta
Ridley dan Jopling TT BT BB BL LL
Madrid Tuberkuloid Borderline Lepromatosa
WHO Pausi Basiler (PB) Multi Basiler (MB)
Puskesmas PB MB
Ridley-Jopling 1960 WHO

Tipe I
Tipe TT
Tipe BT
Tipe BL
Tipe LL
PB mengandung sedikit basil (I, TT, BT)

MB mengandung banyak basil (LL, BL, BB).



Banyak dipakai untuk penelitian dan
pengobatan

PB (I, TT, BT) dengan Indeks bakteri
(IB) <2+.
MB (LL, BL, BB) dengan IB >2+.

Diagnosis
1. Berdasarkan gambaran klinis (terpenting dan sederhana), bakterioskopis, dan histopatologis.
2. Tes lepromin (Mitsuda) untuk membantu penentuan tipe (3 minggu) sehingga bisa ditentukan
pengobatan yang tepat.
3. Pemeriksaan secara klinis, harus dilihat semua kelainan pada seluruh tubuh dengan inspeksi,
palpasi, dan penggunaan alat (jarum, kapas, tabung reaksi-air panas, air dingin, pensil tinta, dll).
4. Pemeriksaan secara histopatologis, bergantung dimana biopsi dilakukan.
Pemeriksaan Kulit
Lokalisasi: Seluruh tubuh
Efloresensi/sifat:
1. Tipe I. makula hipopigmentasi berbatas tegas; anestesi dan anhidrasi; pemeriksaan bakteriologi
(-); tes lepromin (+).
2. Tipe TT. Makula eritematosa bulat atau lonjong, permukaan kering, batas tegas, anestesi,
bagian tengah sembuh; pemeriksaan bakteriologi (-); tes lepromin (+) kuat
3. Tipe BT. Makula eritematosa tak teratur, batas tak tegas, kering, anestesi, mula-mula ada tanda
kontraktur; pemeriksaan bakteriologi (+/-); tes lepromin (+/-)
4. Tipe BL. Makula infiltrat merah mengkilat, tak teratur, batas tak tegas; pembengkakan saraf;
pemeriksaan bakteriologi ditemukan banyak basil; tes lepromin (-)
5. Tipe LL. Infiltrat difus berupa nodul simetri, permukaan mengkilat; saraf terasa sakit, anestesi;
pemeriksaan bakteriologi positif kuat; tes lepromin (-).
Selain pemeriksaan kulit harus diperiksa/ dipalpasi saraf tepi (n. ulnaris, radialis, aurikularis magnus
dan poplitea); mata (lagoftalmus); tulang (kontraktur atau absorbsi); dan rambut (alis mata, kumis,
dan pada lesi sendiri). Apakah terdapat pembesaran, konsistensi, dan nyeri atau tidak. Hanya
beberapa saraf superficial yang dapat dan perlu diperiksa Pada kelainan saraf lebih
terlokalisasi cenderung ketipe tuberkuloid, sedang pada kelainan saraf bilateral dan
menyeluruh cenderung ke tipe lepromatosa.
Pemeriksaan Pembantu
1. Pemeriksaan anestesi dengan jarum (rasa nyeri), kapas (rasa raba) atau air panas (suhu)
2. Tes keringat dengan pensil tinta; pada kulit normal ada bekas tinta (tes Gunawan), sedang pada
lesi akan hilang
3. Pemeriksaan histopatologi: perlu untuk klasifikasi penyakit
4. Pemeriksaan bakteriologi untuk menentukan indeks bakteriologi (IB) dan indeks morfologi (IM).
Pemeriksaan ini penting untuk menentukan pengobatan dan adanya resistensi pengobatan
Deformitas pada kusta, dibagi:
1. Deformitas primer akibat langsung oleh granuloma yang terbentuk sebagai reaksi
terhadap M. leprae, yang mendesak dan merusak jaringan sekitar (kulit, mukosa
traktus respiratorius, tulang jari, wajah)
2. Deformitas sekunder akibat kerusakan saraf, umumnya deformitas diakibatkan keduanya,
tapi karena kerusakan saraf.
Kerusakan mata pada kusta dapat primer maupun sekunder. Primer dapat menyebabkan alopesia
pada alis mata dan bulu mata, juga mendesak jaringan mata lainnya. Sekunder disebabkan rusaknya
N. fasialis yang dapat membuat paralisis N. orbikularis palpebrarum sebagian atau seluruhnya, lalu
mengakibatkan lagoftalmus, lalu kerusakan bagian mata yang lain, dan berakhir kebutaan.
Infiltrasi granuloma kedalam adneksa kulit, terdiri kelenjar keringat, kelenjar palit, dan folikel
rambut dapat mengakibatkan kulit kering dan alopesia. Tipe lepromatosa dapat
timbul ginekomastia akibat gangguan hormonal dan oleh karena infiltrasi granuloma pada tubulus
seminiferus testis.
Diagnosis Banding
Dilihat adanya: makula hipopigmentasi, daerah anestesi, pemeriksaan bakteriologi memperlihatkan
BTA, ada pembengkakan/pengerasan saraf tepi atau cabang-cabangnya
1. Tipe I (makula hipopigmentasi): tinea versikolor, vitiligo, pitiriasis rosea, dermatitis
seboroika atau dengan liken simpleks kronik
2. Tipe TT (makula eritematosa dengan pinggir meninggi): tinea korporis, psoriasis, lupus
eritematosa tipe discoid, atau pitiriosis rosea
3. Tipe BT, BB, BL (infiltrate merah tak berbatas tegas): selulitis, erisipelas, atau psoriasis.
4. Tipe LL (bentuk nodul): LES, dermatomiosis, atau erupsi obat.
Penatalaksanaan
1. Tipe I, TT, BT: Kombinasi DDS dan Rifampisin. DDS 100mg/hari dan rifampisin 600
mg/bulan. Diberikan 6-9 bulan, setelah itu dilakukan pemeriksaan bakteriologi. Pengobatan
dilakukan selama 2 tahun. Jika tidak ada aktivasi secara klinis dan bakteriologi tetap
negative dinyatakan relief from control (RFC) (bebas dari pengamatan)
2. 2. Tipe BB, BL, LL: Kombinasi DDS, rifampisin, Lampren. DDS 100 mg/hari; rifampisin
600 mg/bulan; Lampren 300 mg/bulan, diteruskan dengan 50 mg/hari, atau 100 mg selang
sehari, atau 3100 mg/minggu . Pengobatan diberikan selama 2-3 tahun. Pemeriksaan
bakteriologi tiap 3 bulan. Sesudah 2-3 tahun bakteriologi tetap negative, pemberian obat
dihentikan (release from treatment= RFT). Jika setelah pengawasan tidak ada aktivitas klinis
dan pemeriksaan bakteriologi selalu negative, maka dinyatakan bebas dari pengawasan (RFC)
Prognosis
Dengan adanya obat-obat kombinasi, pengobatan menjadi lebih sederhana dan lebih singkat, serta
prognosis menjadi lebih baik. Jika sudah ada kontraktur dan ulkus kronik, prognosis kurang baik.
Resensi
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI
Siregar R.S. 2005. Atlas Berwarna- Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai