SEORANG PEREMPUAN 57
TAHUN DENGAN CHF
NYHA IV, HIPERTENSI
STAGE II, PNEUMONIA,
DIABETES MELITUS TIPE II, AZOTEMIA, ANEMIA NORMOSITIK
NORMOKROMIK, OMI SEPTAL, DISLIPIDEMIA
Diajukan untuk melengkapi syarat ujian kepaniteraan klinik senior
di bagian Ilmu Penyakit Dalam
Pembimbing:
dr. Andreas Arie, Sp.PD, K-KV
Disusun oleh:
Risa Esa Nanda Putra
22010113220170
NIM
: 22010113220170
Bagian
Judul Kasus
Pembimbing
ABSTRAK
SEORANG PEREMPUAN 57 TAHUN DENGAN CHF NYHA IV, HIPERTENSI
STAGE II, PNEUMONIA, DIABETES MELITUS TIPE II, AZOTEMIA, ANEMIA
NORMOSITIK NORMOKROMIK, OMI SEPTAL, DISLIPIDEMIA
Pasien mempunyai riwayat mondok 8 bulan yang lalu di RSDK dan dikatakan
sakit akibat pembengkakan jantung. 5 bulan yang lalu pasien kembali mondok di RSDK
dengan sakit yang sama yaitu akibat pembengkakan jantungnya
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda gagal jantung. Pasien sesak,
frekuensi napas 30 x/ menit, Pada pemeriksaan leher didapatkan JVP yaitu R+3 cm,
hepatojugular reflex (+). Pemeriksaan jantung didapatkan iktus cordis teraba di SIC VI 2
cm lateral linea mid clavicularis sinistra, kuat angkat (-), thrill (-), sternal lift (-), pulsasi
parasternal (-), pulsasi epigastrium (-). Pada perkusi didapatkan batas atas SIC II linea
parasternalis sinistra, batas kanan linea parasternalis dextra, batas kiri SIC VI 2 cm lateral
linea midclavicularis sinistra. Pada auskultasi bunyi jantung I II murni, bising (-),
gallop (+) S3, HR: 88x / menit, reguler. Pada pemeriksaan auskultasi depan dan belakang
pulmo terdengar SIC II dan III kiri suara dasar bronkhial, suara tambahan ronkhi basah kasar. SIC
IV kebawah suara dasar vesikuler, suara tambahan ronkhi basah halus di kedua basal paru. Pada
pemeriksaan abdomen palpasi ditemukan hepar teraba membesar 3 cm BAC dextra,
perabaan rata, konsistensi kenyal dan tepi tumpul.
Pada pemeriksaan laboratorium kimia klinik didapatkan kadar klorida = 107,3, natrium =
137,7 kalium = 5,5. Pada pemeriksaan EKG didapatkan kesan irama sinus dengan
iskemik inferior, slow progressing R, OMI septal. Pada pemeriksaan x foto thorax AP
ditemukan kardiomegali (LV), edema pulmonum dan efusi pleura kanan.
Kesimpulan. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang diatas
didapatkan beberapa diagnosis. Keluhan sesak dapat berasal dari organ paru, jantung, ginjal, serta
dari hati. Dari anamnesis didapatkan sesak yang dipengaruhi aktivitas merupakan khas sesak yang
disebabkan oleh organ jantung. Kemudian dilanjutkan dengan dilakukannya pemeriksan fisik serta
pemeriksaan penunjang sehingga dapat dipastikan sesak pada penderita bukan berasal dari organ
paru, ginjal atau pun hati.
Diagnosis pertama pasien yaitu mengalami CHF NYHA IV berdasarkan pada kriteria
Framingham untuk diagnosis CHF yaitu terpenuhinya lebih dari 2 kriteria mayor, pada kasus ini
ditemukan paroxysmal nocturnal dyspneu, peningkatan tekanan vena jugularis, ronkhi paru,
kardiomegali (berdasarkan perkusi jantung), reflex hepatojugular, edema paru serta ditemukan
kriteria minor, pada kasus ini ditemukan orthopneu, dispnea deffort, hepatomegali, efusi pleura,
edema ekstremitas. Secara fungsional menurut NYHA, pasien ini diklasifikasikan sebagai gagal
jantung kongestif NYHA IV karena pasien saat melakukan aktivitas ringan sudah merasakan sesak,
dan sesak tidak berkurang saat pasien istirahat.
Ditinjau dari sudut klinis secara simtomatologis dikenal gambaran klinis berupa
gagal jantung kiri, pada pasien ini didapatkan gejala sesak napas. Sedangkan tanda
objektif berupa dyspnea (dyspnea deffort, orthopnea, paroxysmal nocturnal dypsnea),
ronkhi basah halus di basal paru, batuk dengan sputum berbuih putih, pembesaran
ventrikel kiri. Sedangkan gambaran klinis gagal jantung kanan pada pasien ini adalah
terdapat hepatomegali dan peningkatan tekanan vena jugularis, edema pada kedua tunkai
bawah. Gagal jantung kongestif merupakan gabungan dari kedua bentuk klinik gagal
jantung kiri dan kanan.
Prinsip penatalaksanaan pasien gagal jantung kongestif adalah dengan mengurangi beban
kerja jantung, yakni memberi istirahat pada penderita (fisik maupun psikis) dan diet rendah garam
untuk memperlancar diuresis sehingga mengurangi edema. Pada kasus ini diberikan Furosemid
1 ampul/12 jam IV, Spironolakton tab 1 x 25 mg, Valsartan 1 x 80 mg
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1 Identitas
Nama
: Ny. E
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 57 tahun
Alamat
Agama
: Islam
Pendidikan
: Lulus SD
Pekerjaan
No. CM
: B037265
No.Register
: 7700100
Masuk UGD
: 26/06/2014 (22.00)
Masuk Bangsal
: 28/06/2014 (01.00)
Masalah Aktif
Tanggal
1.
CHF NYHA IV
28/06/2014
2.
Hipertensi stage II
28/06/2014
3.
Pneumonia
28/06/2014
4.
5.
Azotemia
6.
Anemia normositik
No
Masalah
Tanggal
Pasif
28/06/2014
28/06/2014
28/06/2014
normokromik
28/06/2014
7.
OMI Septal
28/06/2014
8.
Dislipidemia
Data Subyektif
Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 28 Juni 2014, pukul 11.00 WIB di Bangsal Rajawali
tiba-tiba
saat berjalan dari kamar sampai ke kamar mandi +10 meter. Sesak disertai mengi. Sesak nafas
tidak dipengaruhi cuaca dingin, debu, emosi ataupun makanan tertentu.
bertambah berat ketika melakukan aktivitas dan sesak tidak hilang ketika pasien beristrirahat. Sesak nafas
menjadi lebih ringan ketika pasien tidur dengan 5 bantal.
Sesak nafas disertai dengan berdebar-debar (+), mual (+), muntah (+) nyeri dada (-), keringat
dingin (+), kaki bengkak sudah 1 minggu (+), riwayat terbangun malam hari karena sesak (+), demam (-),
batuk dengan dahak putih berbuih sudah satu minggu (+). Berat badan turun (+). nafsu makan turun (+),
pandangan kabur (+), BAK tiga kali semalam warna kuning jernih, nyeri (-) dan BAB masih dalam batas
normal. Kemudian pasien dibawa ke UGD RSDK.
Riwayat mondok 8 bulan yang lalu di RSDK dan dikatakan sakit akibat
pembengkakan jantung
5 bulan yang lalu kembali mondok di RSDK dengan sakit yang sama yaitu akibat
pembengkakan jantungnya
Hipertensi sejak 3 tahun yang lalu, 1 minggu sekali kontrol di Puskesmas Klenteng.
Kencing manis sejak 13 tahun yang lalu, 1minggu sekali kontrol di Puskesmas
Klenteng.
Furosemid tab 1 x 40 mg
Amlodipine tab 1 x 10 mg
Asam asetilsalisilat 1 x 80 mg
Spironolacton tab 1 x 25 mg
Data Obyektif
1.3.2
Kesadaran
: Composmentis, GCS E4 M6 V5
Tanda vital
Frekuensi nadi
Frekuensi napas
: 30 x/ menit
Suhu
: 36,90C
Status gizi
BB
: 67kg
TB
: 164 cm
: overweight
Kepala
: Mesosefal
Kulit
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Dada
Jantung
: Iktus cordis tampak di SIC VI
Inspeksi
2 cm lateral linea
midclavicularis sinistra
Palpasi
Perkusi
midclavicularis sinistra
Pinggang jantung : mendatar
Auskultasi
Perkusi
Auskultasi : - SIC II dan III kiri suara dasar bronkhial, suara tambahan
ronkhi basah
kasar.
- SIC IV kebawah suara dasar vesikuler, suara tambahan
ronkhi
Perkusi
Auskultasi : - SIC II dan III kiri suara dasar bronkhial, suara tambahan
ronkhi basah
kasar.
- SIC IV kebawah suara dasar vesikuler, suara tambahan
ronkhi
anterior
posterior
xxx
xxx
xxxxxx
oedem pulmonum
xxxxxx
RBK
vesikuler
RBH
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Ekstremitas
Pitting edema
Akral dingin
Sianosis
Clubbing finger
Capillary refill
Sensibilitas
Superior
-/-/-/-/<2/ <2
+N/+N
Inferior
+/+
-/-/-/<2/ <2
+N/+N
Kaki Kiri
Ling. distal
24 cm
25 cm
Ling. tengah
30 cm
31 cm
33,5 cm
34 cm
Sama
sama
Ling. proximal
Warna
Pitting edema
Perabaan
Hangat (-)
Hangat (-)
Nyeri tekan
Pembesaran
kelenjar limfe
Varises
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai rujukan
Hemoglobin
10,5
g/dL
12,00 15,00
Hematokrit
29,8
35 47
Eritrosit
3,8
106/uL
4,4 5,9
MCH
27,8
Pg
27,00 32,00
MCV
78,9
fL
76 96
MCHC
35,3
g/dL
29,00 36,00
Leukosit
17,0
103 /uL
4 11
Trombosit
253,1
103 /uL
150 400
RDW
15,7
11,60 14,80
MPV
8,6
fL
4,00 11,00
Glukosa sewaktu
421
mg/dL
80-140
CKMB
20
U/L
7 - 25
Ureum
126
mg/dL
15-39
Kreatinin
2,56
mg/dL
0,6-1,3
Magnesium
0,90
mmol/L
0,74 - 0,99
Kalsium
2,10
mmol/L
3,5-5,1
107,3
mmol/L
98-107
Kimia Klinik
Elektrolit
Chlorida
Natrium
137,7
mmol/L
136 - 145
Kalium
5,5
mmol/L
3,5 - 5,1
Immunoserologi
Troponin
0,02
<0,01
Pemeriksaan
Temp
Hb
FIO2
pH
pCO2
pO2
pH(T)
pCO2(T)
pO2(T)
HCO3HCO3std
TCO2
BEecf
BE (B)
SO2c
A-aDO2
RI
Hasil
37,0
10,5
52,0
7,28
24
104
7,28
24
104
11,3
14,2
12,0
-15,4
-13,7
97
237
2,3
Satuan
Nilai rujukan
C
g/dL
%
mmHg
mmHg
mmHg
mmHg
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmol/L
%
mmHg
7,37 - 7,45
35 - 45
83,0 - 108,0
7,35 - 7,45
18 - 23
18 - 23
-2 - 3
95 - 100
Hasil
163
184
198
166
35
136
11
Satuan
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
Nilai Normal
< 200
<150
40 - 60
0 - 100
2,6 - 6,0
Pemeriksaan
Temp
Hb
FIO2
pH
pCO2
pO2
Hasil
38,0
10,5
52,0
7,30
27
96
Satuan
Nilai rujukan
C
g/dL
%
mmHg
mmHg
7,37 - 7,45
35 - 45
83,0 - 108,0
pH(T)
pCO2(T)
pO2(T)
HCO3HCO3std
TCO2
BEecf
BE (B)
SO2c
A-aDO2
RI
7,29
28
102
13,3
15,9
14,1
-13,1
-11,6
97
234
2,3
7,35 - 7,45
mmHg
mmHg
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmol/L
%
mmHg
18 - 23
18 - 23
-2 - 3
95 - 100
Pemeriksaan
Ureum
Kreatinin
Elektrolit
Klorida
Natrium
Kalium
Hasil
1,99
Satuan
mg/dL
mg/dL
110,8
139,6
6,6
mmol/L
mmol/L
mmol/L
112
Nilai Normal
15-39
0,6-1,3
98-107
136 - 145
3,5 - 5,1
Pemeriksaan
Elektrolit
Klorida
Natrium
Kalium
Hasil
Satuan
111
142
4,5
mmol/L
mmol/L
mmol/L
Nilai Normal
98-107
136 - 145
3,5 - 5,1
Irama
Frekuensi
Axis
Zona Transisi
Gelombang P
Sinus
100 x/ menit, regular
Normoaxis
V4
Durasi 0,10 detik; P pulmonal (-); P mitral (-); negatif P
PR interval
Kompleks QRS
Segmen ST
Gelombang T
Lain-lain
Kesan
Cor
1.4
Kardiomegali (LV)
Daftar Abnormalitas
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Dyspneu , orthopneu
Paroxisimal nocturnal dyspneu
Oedem extremitas inferior sinistra dextra
Hipertensi stage II
JVP R+3cm
Gallop (+) S3
Hepatojugular reflex (+)
Ictus cordis teraba di SIC VI 2 cm Lateral Linea Midclavicularis Sinistra
Batuk dengan dahak putih berbuih
Ronkhi basah halus di SIC IV ke bawah pada kedua basal paru
Ronkhi basah kasar di SIC II dan III paru kiri
Hepatomegali
Overweight
14.
15.
16.
Leukositosis
17.
18.
Anemia
19.
Azotemia
20.
Dislipidemi
21.
22.
Hiperkalemi
23.
Edema pulmonum
1. CHF NYHA IV
Ass
: Echocardiografi
Ip Rx
IpEx
Ass
IpDx
IpRx
: Retinopati hipertensi
: Funduskopi
: Valsartan 1 x 80 mg
IpMx
IpEx
Assesment
Ip Dx
Ip Rx
Ip Mx
Ip Ex
:
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa ada indikasi pasien
menderita infeksi pada paru-paru
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai pemeriksaan
dan penatalaksanaan terapi yang akan dilakukan pada pasien.
IpTx
IpMx
IpEx
:
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa pasien
menderita penyakit diabetes melitus yang merupakan
penyakit karena tingginya kadar gula di dalam darah
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga agar menjaga pola
makan pasien dengan memberikan makanan dan minuman
yang rendah gula.
5. Azotemia
Assesment
IpDx
IpTx
: (-)
IpMx
IpEx
: (-)
: Penyakit kronik
IpDx
IpTx
IpMx
IpEx
7. OMI Septal
Assesment
: (-)
IpDx
: (-)
IpTx
IpMx
IpEx
8. Dislipidemia
Assesment
: (-)
IpDx
: (-)
IpTx
: Simvastatin 2 x 20 mg
IpMx
IpEx
BAB III
ANALISIS KASUS
+ 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sesak nafas. Sesak nafas timbul
tiba-tiba
saat berjalan dari kamar sampai ke kamar mandi +10 meter. Sesak disertai mengi. Sesak nafas
tidak dipengaruhi cuaca dingin, debu, emosi ataupun makanan tertentu. Sesak dirasakan terus menerus
bertambah berat ketika melakukan aktivitas dan sesak tidak hilang ketika pasien beristrirahat. Sesak nafas
menjadi lebih ringan ketika pasien tidur dengan 5 bantal.
Sesak nafas disertai dengan berdebar-debar (+), mual (+), muntah (+)nyeri dada (-), keringat dingin
(+), kaki bengkak sudah 1 minggu (+), riwayat terbangun malam hari karena sesak (+), demam (-), batuk
dengan dahakputih berbuih sudah satu minggu (+). Berat badan turun (+). nafsu makan turun (+), BAK
tiga kali semalam warna kuning jernih, nyeri (-) dan BABmasih dalam batas normal. Kemudian pasien
dibawa ke UGD RSDK.
Pasien mempunyai riwayat mondok 8 bulan yang lalu di RSDK dan dikatakan
sakit akibat pembengkakan jantung. 5 bulan yang lalu pasien kembali mondok di RSDK
dengan sakit yang sama yaitu akibat pembengkakan jantungnya
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda gagal jantung. Pasien sesak,
frekuensi napas 30 x/ menit, Pada pemeriksaan leher didapatkan JVP yaitu R+3 cm,
hepatojugular reflex (+). Pemeriksaan jantung didapatkan iktus cordis teraba di SIC VI 2
cm lateral linea mid clavicularis sinistra, kuat angkat (-), thrill (-), sternal lift (-), pulsasi
parasternal (-), pulsasi epigastrium (-). Pada perkusi didapatkan batas atas SIC II linea
parasternalis sinistra, batas kanan linea parasternalis dextra, batas kiri SIC VI 2 cm lateral
linea midclavicularis sinistra. Pada auskultasi bunyi jantung I II murni, bising (-),
gallop (+) S3, HR: 88x / menit, reguler. Pada pemeriksaan auskultasi depan dan belakang
pulmo terdengar SIC II dan III kiri suara dasar bronkhial, suara tambahan ronkhi basah kasar. SIC
IV kebawah suara dasar vesikuler, suara tambahan ronkhi basah halus di kedua basal paru.
Pada
pemeriksaan penunjang sehingga dapat dipastikan sesak pada penderita bukan berasal dari organ
paru, ginjal atau pun hati.
Diagnosis pertama pasien yaitu mengalami CHF NYHA IV berdasarkan pada kriteria
Framingham untuk diagnosis CHF yaitu terpenuhinya lebih dari 2 kriteria mayor, pada kasus ini
ditemukan paroxysmal nocturnal dyspneu, peningkatan tekanan vena jugularis, ronkhi paru,
kardiomegali (berdasarkan perkusi jantung), reflex hepatojugular, edema paru serta ditemukan
kriteria minor, pada kasus ini ditemukan orthopneu, dispnea deffort, hepatomegali, efusi pleura,
edema ekstremitas. Secara fungsional menurut NYHA, pasien ini diklasifikasikan sebagai gagal
jantung kongestif NYHA IV karena pasien saat melakukan aktivitas ringan sudah merasakan sesak,
dan sesak tidak berkurang saat pasien istirahat.
Ditinjau dari sudut klinis secara simtomatologis dikenal gambaran klinis berupa
gagal jantung kiri, pada pasien ini didapatkan gejala sesak napas. Sedangkan tanda
objektif berupa dyspnea (dyspnea deffort, orthopnea, paroxysmal nocturnal dypsnea),
ronkhi basah halus di basal paru, batuk dengan sputum berbuih putih, pembesaran
ventrikel kiri. Sedangkan gambaran klinis gagal jantung kanan pada pasien ini adalah
terdapat hepatomegali dan peningkatan tekanan vena jugularis, edema pada kedua tunkai
bawah. Gagal jantung kongestif merupakan gabungan dari kedua bentuk klinik gagal
jantung kiri dan kanan.
Prinsip penatalaksanaan pasien gagal jantung kongestif adalah dengan mengurangi beban
kerja jantung, yakni memberi istirahat pada penderita (fisik maupun psikis) dan diet rendah garam
untuk memperlancar diuresis sehingga mengurangi edema.
Ceftriakson 2 gr/24 jam IV dan Ambroxol tab 30 mg/ 8 jam, untuk problem diabetes melitus
tipe II diberikan terapi
normositik normokromik diberikan asam folat tab 2 x 1, untuk OMI septal diberikan asam
asetilsalisilat 80 mg/ 24 jam, serta dislipidemia diberikan simvastatin tab 2 x 20 mg
Atas persetujuan dari pasien rencana akan dilakukan pemeriksaan USG abdomen dan
echocardiografi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gagal Jantung Kongestif
Definisi Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif ( CHF ) adalah gangguan klinis yang umum dimana
menyebabkan bendungan pada pembuluh darah paru dan berkurangnya curah jantung.
CHF harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding setiap pasien dewasa yang datang
dengan dyspnea dan ataupun kegagalan pernafasan.1
Gagal jantung kongesti merupakan sindroma klinik yang komplek dimana dapat
disebabkan oleh kerusakan baik secara struktur maupun fungsi yang berimbas pada
kemampuan pengisian ventrikel maupun pemompaan darah. 1 Gagal jantung kongestif atau
congestive heart failure adalah suatu keadaan berupa kelainan fungsi jantung sehingga
jantung tidak dapat memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan
dan atau kemampuannya hanya ada kalau ada disertai peninggian volume diastolik secara
abnormal.2
Epidemiologi Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif lebih banyak terjadi pada usia lanjut. Dengan bertambahnya kemajuan
teknologi kedokteran, sejak tahun 1968 kematian karena penyakit jantung menurun. Penelitian
Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% pada wanita.3 Salah
satu penelitian menunjukkan bahwa gagal jantung terjadi pada 1% dari penduduk usia 50 tahun,
sekitar 5% dari mereka berusia 75 tahun atau lebih, dan 25% dari mereka yang berusia 85 tahun atau
lebih. Karena jumlah orang tua terus meningkat, jumlah orangyang didiagnosis dengan kondisi ini
akan terus meningkat. Di Amerika Serikat, hampir 5 juta orang telah didiagnosis gagal jantung dan
ada sekitar 550.000 kasus baru setiap tahunnya. Kondisi ini lebih umum di antara Amerika Afrika dari
kulit putih. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan antara usia dan gagal jantung kongestif.4
Selain usia, insidensi gagal jantung kongestif juga dipengaruhi oleh faktor lain. Salah satunya
adalah jenis kelamin. Dari survei registrasi rumah sakit didapatkan angka perawatan di rumah sakit,
dengan angka kejadian 4.7% pada perempuan dan 5.1% pada laki-laki.4
Kualitas dan kelangsungan hidup penderita gagal jantung kongestif sangat dipengaruhi oleh
diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat. Oleh karena itu, prognosis pada penderita gagal jantung
kongestif bervariasi pada tiap penderita. Berdasarkan salah satu penelitian, angka kematian akibat
gagal jantung adalah sekitar 10% setelah 1 tahun. Sekitar setengah dari mereka dengan gagal jantung
kongestif mati dalam waktu 5 tahun setelah diagnosis. Sumber lain mengatakan bahwa seperdua dari
pasien gagal jantung kongestif meninggal dalam waktu 4 tahun setelah didiagnosis, dan terdapat
lebih dari 50% penderita gagal jantung kongestif berat meninggal dalam tahun pertama.4
Patofisiologi Gagal Jantung Kongestif ( GJK )
Sindroma gagal jantung kongestif meningkat sebagai akibat dari kondisi abnormal dari struktur
jantung, fungsi, irama, ataupun sistem konduksi. Pada negara berkembang, gagal jantung ventrikel
merupakan kasus terbanyak yang dijumpai dan merupakan penyebab utama infark pada otot jantung
(diastolic disfunction), hipertensi,
kardiomiopati akibat alkohol juga penyebab utama gagal jantung. Gagal jantung sering
terjadi pada pasien usia lanjut yang memiliki beberapa kondisi komorbiditas (misalnya,
angina, hipertensi, diabetes, dan penyakit paru-paru kronis). beberapa komorbiditas
umum seperti disfungsi ginjal multifaktorial (penurunan perfusi atau deplesi volume dari
overdiuresis), sedangkan yang lain (misalnya, anemia, depresi, gangguan pernapasan, dan
cachexia) yang kurang dipahami. 5
GJK mengindikasikan tidak hanya ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan
oksigen jaringan, namun juga merupakan suatu respon sistemik untuk mengkompensasi
kekurangan tersebut.5 Berbagai kelainan yang terjadi dapat bermanifes terhadap jantung
sehingga menyebabkan meningkatnya baban jantung. Sebagai kompensasi terhadap
kelainan yang terjadi maka akan menyebabkan perubahan fungsi dan struktur jantung,
seperti terjadinya hipertrofi dan dilatasi dari jantung. Beban pengisian (preload) dan beban
tahanan (afterload) pada ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi memungkinkan adanya
peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat, sehingga curah jantung meningkat.
Pembebanan jantung yang lebih besar meningkatkan simpatis, sehingga kadar katekolamin dalam
darah meningkat dan terjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan
jantung yang berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi
redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi
perifer dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena (venous return) ke dalam ventrikel
sehingga meningkatkan tekanan akhir diastolik dan menaikkan kembali curah jantung.6
Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan. Bila semua
kemampuan mekanisme kompensasi jantung tersebut diatas sudah dipergunakan seluruhnya dan
sirkulasi darah dalam badan belum juga tepenuhi, maka terjadilah keadaan gagal jantung.6
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan pemompaan
darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastole
dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini
merupakan beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolik,
dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan dalam atrium kiri
yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dari vena-vena pulmonal. Bila
keadaan ini terus berlanjut, maka bendungan akan terjadi juga dalam paru-paru dengan akibat
terjadinya edema paru dengan segala keluhan dan tanda-tanda akibat adanya tekanan dalam
sirkulasi yang meninggi.6
Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang menjadi pompa
darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila beban pada ventrikel kanan itu terus bertambah, maka
akan merangsang ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi dengan mengalami hipertropi dan
dilatasi sampai batas kemampuannya, dan bila beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi
gagal jantung kanan, sehingga pada akhirnya terjadi gagal jantung kiri - kanan. Gagal jantung kanan
dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi
sekuncup ventrikel kanan tanpa didahului oleh gagal jantung kiri.6
Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volum akhir diastole ventrikel
kanan akan meningkat dan ini menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan
pada waktu diastole, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium kanan. Tekanan dalam
atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dalam vena kava
superior dan inferior ke dalam jantung sehingga mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan
pada vena -vena sistemik tersebut (bendungan pada vena jugularis dan bendungan dalam hepar)
dengan segala akibatnya (tekanan vena jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan ini
terus berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang lebih berat
Paling ringan, bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
II.
Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas seharihari tanpa keluhan dan dengan istirahat keluhan berkurang.
III.
IV.
Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun, dengan
istirahat keluhan tetap ada.
Sedangkan ACC/ AHA membagi klasifikasi CHF berdasarkan stuktur dan kerusakan otot
jantung:
Grade B
dapat
dan
Grade C
aktivitas
Grade D
tidak
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor
harus pada saat bersamaan. 6,7,8,9
Penatalaksanaan
serta mencegah komplikasi seperti tromboemboli.10 Selain itu, prinsip pengelolaan pasien
gagal jantung kongestif adalah dengan mengurangi beban kerja jantung, yakni :3,4,5,6
-
Memberi istirahat pada penderita (fisik maupun psikis) namun tetap dimobilisasi
dengan gerakan-gerakan sederhana seperti dorso fleksi kaki untuk mencegah
terjadinya trombosis. Diberikan juga dulcolax agar pasien tidak mengejan sewaktu
BAB.
Diuresis atau nitrat yang bersifat diuretik Untuk mengeluarkan cairan dalam tubuh
atau mengatasi retensi cairan badan , diberikan kombinasi furosemid dan
spironolakton (diuretik hemat kalium) agar tidak terjadi hipokalemi.
Antagonis kalsium yang memiliki efek inotropik dan kronotropik negatif sehingga
membantu menurunkan afterload. 10
Mitral Valve Replacement. Indikasinya yakni pada kerusakan katub yang sudah tidak
mungkin untuk direpair.
lebih dari 11 unit per hari lebih dari 5 tahun dapat menjadi faktor resiko terjadinya
kardiomiopati. Semua penderita gagal jantung kongestif harus diberikan masukan untuk
menghindari konsumsi alkohol.
2. Merokok10
Tidak ada penelitian prospektif yang menunjukkan adanya efek merokok terhadap gagal
jantung kongestif. Namun, merokok dapat memperburuk keadaan gagal jantung kongestif
pada beberapa kasus. Dengan demikian, penderita dengan gagal jantung kongestif harus
menghindari rokok.
3. Aktifitas fisik10
Rekomendasi terhadap aktifitas fisik pada penderita gagal jantung kongestif masih
kontroversi. Namun, berjalan selama 6 menit dapat memperbaiki kondisi klinis penderita
gagal jantung kongestif. Aktifitas berjalan dapat ditoleransi dengan baik oleh penderita gagal
jantung kongestif yang stabil. Pada salah satu penelitian, dibuktikan bahwa penderita gagal
jantung kongestif yang melakukan aktifitas fisik memberikan outcome yang lebih baik
daripada penderita gagal jantung kongestif yang hanya ditatalaksana seperti biasa. Penderita
gagal jantung kongestif yang sudah stabil perlu dilakukan motivasi untuk dapat melakukan
aktifitas fisik dengan intensitas yang rendah secara teratur.
4. Pengaturan diet10
a. Membatasi konsumsi garam dan cairan
Salah satu penelitian random dengan pemberian diet rendah garam pada penderita gagal
jantung kongestif, menunjukkan adanya penurunan yang signifikan terhadap berat badan,
namun tidak merubah klasifikasi NYHA. Namun, percobaan klinis lainnya menyatakan
bahwa pembatasan terhadap garam dan air pada penderita gagal jantung kongestif
menunjukkan adanya perbaikan klinis yang signifikan dan tidak adanya edema dan fatigue
pada penderita gagal jantung kongestif sehingga dapat mengubah klasifikasi NYHA.
Pembatasan konsumsi garam pada penderita gagal jantung kongestif memiliki efek baik
terhadap tekanan darah. Penderita gagal jantung kongestif harus membatasi garam yang
dikonsumsi tidak boleh lebih dari 6 gram per hari.
b. Monitor berat badan per hari
Belum ada percobaan klinis yang membuktikan adanya keterkaitan antara monitor berat
badan per hari dan penatalaksanaan gagal jantung kongestif. Namun, monitor terhadap
berat badan ini perlu dilakukan untuk mengidentifikasi perolehan berat badan atau
kehilangan berat badan per hari pada penderita gagal jantung kongestif.
Pada tahun 1988, Raeven menunjukkan korelasi faktor resiko pada pasien-pasien
dengan resistensi insulin yang dihubungkan dengan peningkatan penyakit kardiovaskuler
yang disebut dengan Sindrom X. Selanjutnya Sindrom X ini dikenal sebagai sindrom
resistensi insulin dan akhirnya Sindroma Metabolik.11
Resistensi insulin adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan sensitivitas jaringan
terhadap kerja insulin sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk
kompensasi sel beta pankreas. Resistensi insulin terjadi beberapa dekade sebelum
timbulnya penyakit diabetes melitus dan kardiovaskular lainnya. Sedangkan sindrom
resistensi insulin atau sindrom metabolik adalah kumpulan gejala yang menunjukkan
risiko kejadian kardiovaskular lebih tinggi pada individu tersebut.11
Tabel 1. Beberapa kriteria Sindroma Metabolik
Kriteria Klinis
Resistensi insulin
WHO (1998)
TGT, GDPT,
sensitivitas
DMT2,
insulin
menurun, mempunyai
dari
dibawah
BMI > 25 kg/m2
Lipid
C < 35 mg/dl pada pria, atau < 39 HDL-C < 40 mg/dl pada
mg/dl pada wanita
Tekanan darah
Glukosa
140/90 mmHg
TGT, GDPT, atau DMT2
wanita
130/85 mmHg
110 mg/dl (termasuk
lainnya
mikroalbuminemia
penderita diabetes)
Diabetes Melitus tipe 2 ( Glukosa Puasa 163 mg/dl, Glukosa PP 2 jam 184
mg/dl),
Dislipidemi (TG 166 mg/dl dan HDL-C 35 mg/dl), dan
Riwayat hipertensi dengan 180/90 mmHg
Sehingga berdasarkan
termasuk penderita
sewaktu
glukosa
tersendiri.
TTGO
1.
2.
3.
4.
Edukasi
Terapi gizi medis
Latihan jasmani
Intervensi farmakologis
1.
Edukasi
Edukasi yang penting pada penderita DM tipe 2 adalah edukasi mengenai perubahan
menuju gaya hidup sehat. Perilaku yang diharapkan dari adanya edukasi ini yaitu:
Mengikuti pola makan sehat
Meningkatkan kegiatan jasmani
Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman
dan teratur
Melakukan pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan
data yang ada
Melakukan perawatan kaki secara berkala
Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut
dengan tepat
Mempunyai ketrampilan mengatasi masalah yang sederhana dan mau bergabung
dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti
pengelolaan penyandang diabetes
Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
2.
Normal
: BBI 10%
Kurus
Gemuk
: 23,0
: > 30
Pasien ini tergolong mempunyai berat badan overweight dengan IMT = 24,8 kg/m2
Selain itu terdapat juga faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita
sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.
Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade
antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan
dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.
Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik. Penambahan
sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat, 20% pada pasien
dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat
berat.14
Berat Badan
sentral
secara
bermakna
berhubungan
dengan
sindrom
dismetabolik
Latihan jasmani
Berikut ini beberapa aktivitas fisik yang dapat dilakukan untuk melatih kesehatan
jasmani bagi penderita diabetes melitus:
Tabel 3. Aktivitas fisik yang dianjurkan bagi penderita diabetes melitus
Label
Aktivitas
Kurangi
Sering
Harian
Kebiasaan sehari-hari :
Jalan kaki ke pasar, naik/turun melalui tangga,
berjalan menuju/dari tempat parkir
Pada
pasien
diabetes
melitus
tipe 2,
latihan
jasmani
dapat
Intervensi farmakologis
Intervensi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari: obat hipoglikemik oral dan
suntikan insulin
1.
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal
Sulfonilurea 15-30 menit diberikan sebelum makan
Repaglinid, Nateglinid diberikan sesaat sebelum makan
Tiazolidindion diberikan tidak bergantung pada jadwal makan
Metformin diberikan sebelum/pada saat/ sesudah makan.
Acarbose diberikan bersama makan suapan pertama
Golongan
Cara kerja
Contoh
Keuntungan
Kerugian
Pemicu sekresi
insulin (insulin
sekretagogue)
Meningkatkan
sekresi insulin
Sulfonylurea
(glibenclamid,
glipizid), glinid
(repaglinid,
nateglinid)
Sangat efektif
Meningkatkan
berat badan,
hipoglikemia,
mahal
Peningkat
sensitivitas
insulin
Menambah
sensitivitas
terhadap insulin
Metformin,
tiazolidindion
(pioglitazon)
Tidak
meningkatkan
berat badan
Dyspepsia, diare,
asidosis laktat,
KI: penyakit
ginjal
Penghambat
glukoneogenesis
Menekan
produksi
glukosa di hati
Metformin
Tidak
meningkatkan
berat badan
Dyspepsia, diare,
asidosis laktat,
KI: penyakit
ginjal
Penghambat
glukosidase-alfa
(penghambat
absorpsi glukosa)
Menghambat
absorpsi
glukosa
Acarbose
Tidak
meningkatkan
berat badan
Flatulens, feses
lembek, mahal
DPP-IV inhibitor
Meningkatkan
sekresi insulin,
menghambat
sekresi
glukagon
Vildagliptin,
sitagliptin,
saxagliptin
Tidak
meningkatkan
berat badan
Sebah, muntah,
mahal
1.
Suntikan Insulin
Pasien DMT 2 yang memiliki kontrol glukosa darah yang tidak baik dengan
penggunaan obat antidiabetik oral perlu dipertimbangkan untuk penambahan insulin
sebagai terapi kombinasi dengan obat oral atau insulin tunggal. Insulin yang diberikan
lebih dini dan lebih agresif menunjukkan hasil klinis yang lebih baik terutama berkaitan
dengan masalah glukotoksisitas. Hal tersebut dapat diperlihatkan oleh perbaikan fungsi
sel beta pankreas. Insulin juga memiliki efek lain yang menguntungkan dalam kaitannya
dengan komplikasi DM. Terapi insulin dapat mencegah kerusakan endotel, menekan
proses inflamasi, mengurangi kejadian apoptosis, dan memperbaiki profil lipid. Dengan
demikian, secara ringkas dapat dikatakan bahwa pada klinis pasien yang diberikan terapi
insulin akan lebih baik. Insulin, terutama insulin analog, merupakan jenis yang baik
karena memiliki profil sekresi yang sangat mendekati pola sekresi insulin normal atau
fisiologis. insulin pada pasien DMT2 dapat dimulai antara lain untuk pasien dengan
kegagalan terapi oral, kendali kadar glukosa darah yang buruk (A1c>7,5 % atau kadar
glukosa darah puasa >250 mg/dL), riwayat pankreatektomi, atau disfungsi pankreas,
riwayat fluktuasi kadar glukosa darah yang lebar, riwayat ketoasidosis, riwayat
penggunaan insulin lebih dari 5 tahun, dan penyandang DM lebih dari 10 tahun.15,16
Tabel 5 Farmakokinetik sediaan insulin
Insulin Manusia atau Insulin Analog
0,2-0,5
0,5-2
0,2-0,5
0,5-2
0,2-0,5
0,5-2
Humulin R
0,5-1
0,5-1
1,5-4
4-10
Actrapid
Kerja Menengah (insulin manusia, NPH)
Humulin N
Insulatard
Kerja Panjang (long-insulin analog)
Insulin glargine (Lantus)
Hampir
1-3
tanpa
puncak
0,5-1
3-12
0,2-0,5
1-4
1-4
aspart)
NPH, neutral protamine Hagedorn: NPL, neutral protamine lispro
2.2.4 Komplikasi Diabetes Melitus Tipe 2
Komplikasi yang dapat timbul pada penderita diabetes melitus tipe 2 terdiri dari
komplikasi akut dan kronik. Macam-macam komplikasi tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut:16
Tabel 6. Komplikasi diabetes melitus tipe 2
Komplikasi akut
Komplikasi kronik
Mikrovaskuler :
Ketoasidosis diabetic (KAD)
2.3 HIPERTENSI
DEFINISI
Penyakit Hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah suatu
keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah >140 mm Hg (tekanan sistolik) dan/ atau
>90 mmHg (tekanan diastolik) ( Joint National Committe on Prevention Detection,
Evaluation, and Treatment of High Pressure VII,2003).17
KLASIFIKASI
Tekanan
Tekanan
Modifikasi
Tekanan
Darah
Darah
Gaya Hidup
Tanpa indikasi
Darah
Sistolik
Diastolik
Normal
(mmhg)
<120
(mmhg)
< 80
Anjuran
Tidak
Pre
120 139
80 89
Ya
menggunakan obat
spesifik
anti hipertensi
indikasi (risiko)
gunakan
diuretik
spesifik
dengan
jenis
thiazide
indikasi
(risiko).
Hipertensi
Hipertensi
140 159
90 99
Ya
Stage I
Hipertensi
Stage II
160
100
Ya
Obat Awal
Dengan Indikasi
perlu
dengan
Kemudian
pertimbangan ACEi,
tambahkan dengan
obat
kombinasikan
Gunakan kombinasi
hipertensi
2 obat ( biasanya
diuretik
jenis
thiazide)
dan
ACEi/ARB/BB/CCB
anti
(diuretik,
ACEi,
ARB,
CCB)
BB,
seperti
dibutuhkan
yang
Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko
terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia
lanjujt cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar di atas 65 tahun.
Jenis kelamin
Pada usia pertengahan, laki laki lebih berisiko untuk mengalami hipertensi sedangkan
Keturunan (genetic)
Kegemukan
Individu dengan overweight dan obesitas memiliki risiko untuk mengalami hipertensi.
Semakin tinggi berat badan seseorang, semakin besar pasokan darah yang diperlukan untuk
mencukupi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan. Seiring dengan peningkatan volume yang
melalui pembuluh darah, maka tekanan pada dinding kapiler pun meningkat
bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung
berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat.
Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok
yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan
mengakibatkan proses artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi.
Olah raga
Olah raga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan bermanfaat bagi
Alkohol
Mengkonsumsi banyak alkohol dapat menyebabkan tubuh melepaskan hormon yang dapat
dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi
primer (esensial) terjadi respons penurunan tekanan darah dengan mengurangi asupan garam. Pada
masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan darah ratarata rendah,
sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar.7-8 gram tekanan darah rata-rata lebih tinggi.
Hiperlipidemia
Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan
kondisi prehipertensi pada individu sekitar usia 10 30 tahun yang berkembang menjadi awal
hipertensi di usia 20 40 tahun, menjadi hipertensi yang nyata pada usia 30 40 tahun dan mulai
muncul komplikasi pada usia 40 60 tahun.18,19
tahap tertentu dan pada akhirnya akan menjadi gangguan kontraksi miokard
(penurunan/ gangguan fungsi sistolik) .19
Iskemia miokard ( asimtoma, angina pektoris, infark jantung dll ) dapat terjadi karena
kombinasi akselerasi proses aterosklerosis dengan meningkatkan kebutuhan oksigen
miokard akibat dari HVK . HVK , iskemia miokardium dengan gangguan fungsi endotel
Dengan indikasi khusus
Menentukan
kemungkinan
Obat-obatan
untuk indikasi
hipertensi
sekunder.
Hipertensi
tingkat I
Hipertensi tingkat II
Menetapkan keadaan pra pengobatan.
khusus
tersebut ditambah obat
(sistolik
140-159 mmHg
atau
(sistolik
160yang
mmHgakan
atau
3.
Menetapkan faktor faktor yang
mempengaruhi
pengobatan
atau
faktor
antihipertensi
(diuretik
ACEi,
BB,
diastolik 90-99 mmHg)
diastolik >100 mmHg)
berubah
karena
pengobatan.
4.
Menetapkan
CCB) kerusakan organ Diuretik
target golongan Tiazide.
Kombinasi dua obat.
5.
Menetapkan faktor risiko PJK lainnya.19
2.
Dapat dipertimbangkan
Biasanya diuretik
kombinasi)
atau CCB
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI
Indikasi
Gagal jantung
Pasca
infark
Diuresis
+
miokard
Resiko PJK
DM
Penyakit ginjal
kronik
Cegah
stroke
ulang
+
+
B-Bloker
+
ACE-In
+
ARB
+
+
+
+
+
CCB
Anti Aldos
+
+
+
+
Rekomendasi
Perkiraan
Penurunan Tekanan
Darah Sistolik
Menurunkan
Berat
Badan
Melakukan
pola
diet
berdasarkan DASH
(Skala)
5 20 mmhg/ 10 kg
penurunan
Mengkonsumsi
makanan
yang
kaya
berat
badan
8 14 mmhg
rendah
Menurunkan intake Garam sebesar 2 8
2 8 mmhg
4 9 mmhg
seminggu)
Membatasi konsumsi alkohol tidak lebih
alcohol
2 4 mmhg
2. Penghambat Simpatis
Golongan obat ini bekerja denqan menghambat aktifitas syaraf simpatis (syaraf yang
bekerja pada saat kita beraktifitas). Contoh obat yang termasuk dalam golongan
penghambat simpatetik adalah : metildopa, klonodin dan reserpin. Efek samping yang
dijumpai adalah: anemia hemolitik (kekurangan sel darah merah kerena pecahnya sel
darah merah), gangguan fungsi ahati dan kadang-kadang dapat menyebabkan penyakit
hati kronis. Saat ini golongan ini jarang digunakan.
3. Betabloker
Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis
obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti
asma bronkhial. Contoh obat golongan betabloker adalah metoprolol, propanolol, atenolol dan
bisoprolol. Pemakaian pada penderita diabetes harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala
hipoglikemia (dimana kadar gula darah turun menjadi sangat rendah sehingga dapat membahayakan
penderitanya). Pada orang dengan penderita bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan)
sehingga pemberian obat harus hati-hati.
4. Vasodilatator
Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot
pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah prazosin dan hidralazin.
Efek samping yang sering terjadi pada pemberian obat ini adalah pusing dan sakit kapala.
A-Blok
ARB
B-Blok
CCB
ACE-I
Pengobatan hipertensi :
2.4 AZOTEMIA
Azotemia adalah peningkatan nitrogen urea dalam darah ( BUN ) dan kadar kreatinin
serum. Setiap ginjal manusia mengandung sekitar 1 juta unit fungsional yang dikenal
sebagai nefron, yang terutama terlibat dalam pembentukan urin . Pembentukan Urine
memastikan bahwa tubuh menghilangkan produk akhir dari kegiatan metabolisme dan
kelebihan air dalam upaya untuk memelihara lingkungan internal yang konstan
( homeostasis ). Pembentukan urine oleh masing-masing nefron melibatkan 3 proses
utama , sebagai berikut :23
1) Filtrasi di tingkat glomerular
2) Reabsorpsi selektif dari filtrat lewat di sepanjang tubulus ginjal
3) Sekresi oleh sel-sel tubulus ke dalam filtrat ini
Gangguan dari setiap proses ini merusak fungsi ekskresi ginjal , mengakibatkan
azotemia. 23
Ada 3 negara patofisiologis di azotemia, sebagai berikut : 23
a) azotemia prerenal
terjadi sebagai akibat dari gangguan aliran darah ginjal atau penurunan perfusi
dihasilkan dari volume darah menurun, penurunan curah jantung ( gagal jantung
c) azotemia postrenal
terjadi ketika obstruksi aliran urin. Hal ini diamati pada obstruksi bilateral ureter
dari tumor atau batu, fibrosis retroperitoneal, kandung kemih neurogenik, dan
obstruksi leher kandung kemih dari hipertrofi prostat atau karsinoma dan katup
uretra posterior. Ini dapat ditumpangkan pada latar belakang gagal ginjal kronis.
penurunan perfusi dihasilkan dari volume darah menurun, penurunan curah jantung
( gagal jantung kongestif ).
dan mungkin karena produksi sitokin yang berlebihan ( misalnya, tumor necrosis factor alfa ( TNF - alfa ) dan interleukin -6 ( IL -6 ), yang umum di CHF dan dapat
menyebabkan mengurangi sekresi EPO, gangguan aktivitas EPO dalam sumsum tulang
dan mengurangi pasokan besi ke sumsum tulang .
Selain itu pada pasien dengan CHF, kejadian anemia dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, diantaranya :
1) Kekurangan zat besi yang disebabkan oleh asupan yang buruk, malabsorpsi atau
kehilangan darah kronis misalnya, penggunaan aspirin profilaksis. anemia gagal
ginjal kronis ( CRF )
2) CRF adalah sering terlihat di CHF. Anemia CRF adalah karena kombinasi dari
banyak faktor yang yang paling penting adalah berkurangnya produksi erythropoietin
( EPO ).
3) Kehilangan EPO dan transferin dalam urin . proteinuria sering terlihat pada CHF dan
dapat menyebabkan kerugian EPO dalam urin. Hal ini juga dapat menyebabkan
hilangnya transferin yang dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.
4) Penggunakan angiotensin converting enzyme ( ACE ) inhibitor. ACE inhibitor,
terutama dalam dosis tinggi, mungkin mengganggu baik produksi EPO di ginjal dan
kerja EPO dalam sumsum tulang.
5) Peningkatan aktivitas sitokin seperti tumor necrosis Faktor ( TNF ) alpha. TNF alpha
sangat meningkat pada CHF dan telah terbukti mengganggu EPO produksi di ginjal,
respon erythropoietic EPO ke dalam sumsum tulang, dan dengan pelepasan besi dari
sistem retikulo endotel untuk digunakan dalam produksi sel darah merah di tulang
sumsum. Ketahanan terhadap EPO di tulang sumsum dapat menjelaskan mengapa
anemia dapat hadir dalam CHF bahkan ketika tingkat EPO dalam serum adalah
tinggi, karena mereka sering berada, di CHF.
6) Hemodilusi. Peningkatan volume plasma di CHF dapat menyebabkan penurunan Hb
Temuan ini dapat dijelaskan oleh pengalihan besi dari sumsum tulang ke sumber
retikuloendotelial lainnya, di mana tidak tersedia untuk eritropoiesis bahkan meskipun
serum besi ferritin normal atau meningkat, atau pada fitur anemia pada penyakit kronis.
Oleh karena itu, baik defisiensi besi absolut atau relatif mungkin lebih umum daripada
yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini berhubungan dengan disfungsi ginjal dan
gangguan produksi eritropoietin. Erythropoietin diproduksi terutama di ginjal oleh
fibroblas peritubular khusus terletak dalam korteks dan medulla bagian luar dari ginjal.
Stimulus utama untuk produksi erythropoietin, bila kadar PO2 rendah yang mengaktifkan
proinflamasi, merupakan komponen penting dari anemia pada penyakit kronis, dimana
dapat memberikan kontribusi pada pengembangan anemia melalui beberapa mekanisme
(Gambar 1)
.
Tidak
hanya
gagal
jantung
yang
berkontribusi terjadinya anemia, anemia itu sendiri dapat memperburuk fungsi jantung,
baik karena menyebabkan stres jantung melalui takikardia dan peningkatan volume
stroke, dan karena itu dapat menyebabkan aliran darah ginjal berkurang dan retensi
cairan, menambah stres lanjut ke jantung. Anemia berlangsung lama sebab apapun dapat
menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri ( LVH ), yang dapat menyebabkan kematian sel
jantung melalui apoptosis dan memperburuk CHF. Oleh karena itu , lingkaran setan sudah
diatur dimana CHF menyebabkan anemia, dan anemia menyebabkan lebih CHF dan
keduanya merusak ginjal memperburuk anemia dan CHF lebih lanjut. Lingkaran setan ini
dapat dikatakan sebagai anemia ginjal cardio ( CRA ) sindrom. Sehingga berdasarkan
beberapa literatur, koreksi anemia dengan subkutan EPO dan IV besi dapat digunakan
sebagai medikasi pendamping obat CHF itu sendiri guna mengurangi dampak komplikasi
yang berkelanjutan dari cardio renal sindrom yang terjadi pada kasus pasien dengan CHF.
2.5 Pneumonia
2.5.1
Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan yang megenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), bahan kimia, radiasi,
aspirasi, obat obatan.
Pneumonia atipik adalah bagian jenis akut pneumonia,mengacu pada setiap jenis
selain pneumonia bakteri. Organisme penyebab termasuk Mycoplasma pneumoniae dan
spesies Rickettsia, dan Chlamydia, serta virus. ditandai dengan infiltrasi luas tetapi
berumur pendek paru, demam, malaise, nyeri otot, sakit tenggorokan, dan batuk.27
Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan terdapat 4 zona
pada daerah parasitik tersebut yaitu:
1. Zona luar: alveoli yang terisi dengan kuman dan cairan edema
2. Zona pemulaan konsolidasi: terdiri dari sel-sel PMN dan beberapa
eksudasi sel darah merah
3. Zona konsolidasi yang luas: daerah dimana terjadi fagositosis yang aktif
dengan jumlah sel PMN yang banyak.
4. Zona resolusi: daerah dimana terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang
mati, leukosit, dan alveolar makrofag.
Daerah perifer dimana terdapat edema dan perdarahan disebut Red hepatization.
Sedangkan daerah konsolidasi yang luas disebut Gray hepatization.27
2.5.3 Diagnosis Pneumonia.
Pada foto toraks terdapat infiltrat paru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau
lebih gejala di bawah ini : 28,29
-
b.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
Rilantono Lyli, Baraas F, Karo S. Buku Ajar Kardiologi FK UI. Jakarta. 2001.
4.
Nurdjanah, Siti. Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I.
Dalam FKUI:
5.
6.
2006. p;443-448
7.
8.
9.
Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing, 2009.
10. Karim sjukri, Peter kabo. EKG dan penanggulangan beberapa penyakit
jantung untuk dokter umum. Jakarta : Fakultas Kedoteran Universitas
Indonesia.
11. PB.PAPDI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Diponegoro : 2009
Sudoyo,
A.W.,
2006: 1880-4.
Simposium :
21. Mayo Clinic. Hypertension. 2011 [ cited : Feb 10, 2013]. Available at :
http://www.mayoclinic.com/health/high-bloodpressure/ds00100/dsection =risk-factors
FACP,
24. Lityani, Indranila. Diktat Pegangan Kuliah Patologi Klinik II. Bagian Patologi
Klinik Fakultas Kedokteran Undip. 2010.
29.
CATATAN KEMAJUAN
Tgl
Pemeriksaan fisik/
Laboratorium
28/06/14 S: sesak nafas, pusing
06.00
HP ke 1
O: KU : dyspneu
TD: 180/80 mmHg
Nadi: 84 x/ menit
RR: 28 x/ menit
Problem
Problem:
1. CHF NYHA IV
2. Hipertensi stage
II
3. DM tipe 2
4. Infiltrat paru
Terapi/ Program
O2 3 lpm nasal kanul
Posisi setengah duduk
Infus RL 10 tetes per
menit
t : 37,0oC
GDS = 227
RBK
xxx xx
xxxxxxxxx
RBH
5. Azotemia
6. Anemia
Normositik
Normokromik
7. Hiperkalemi
8. OMI Septal
1700 kkal
Furosemid tab 1 x 40
mg (pagi)
Captotril 12,5 mg/
8jam
PO
Ambroxol 30mg/ 8jam PO
KU:
kesadaran composmentis,
Program:
infus RL 10 tpm,
terpasang O2 nasal kanul
2.
3.
4.
5.
6.
- HDL = 35
HDL, LDL, TG
7. Sputum BTA, gram,
- LDL = 136
29/06/14
07.00
HP ke 2
tampung urin
Pasang DC
Urin rutin
EKG pagi
GDS premeal
GD I,II, HBA1C,
- Asam urat = 11
jamur, kultur
8. Echocardiografi
O: KU : dyspneu
TD: 170/90 mmHg
Nadi: 88x /menit
RR: 26 x/menit
t : 36,7oC
GDS = 387
1. CHF NYHA IV
2. Hipertensi stage II
3. DM tipe 2
4. Infiltrat paru
5. Azotemia
6. Anemia
Normositik
Normokromik
menit
Diet DM rendah garam
1700 kkal
Furosemid tab 1 x 40
mg
Spironolakton tab 1 x
RBK
xxx xx
7. Hiperkalemi
8. OMI Septal
xxxxxxxxx
RBH
tampung urin
2. EKG pagi
3. GDS premeal + jam 22.00
4. Echocardiografi
5. Cek elektrolit
6. USG abdomen
infus RL 10 tpm,
terpasang O2 nasal kanul
3 lpm, orthopneu (+)
kesadaran composmentis
HP ke 3
07.00
IV
Program:
kesadaran composmentis,
30/06/14
25 mg (pagi)
Aspilet 80 mg/ 24 jam
S: sesak nafas
Problem:
O:
1. CHF NYHA IV
2. Hipertensi stage II
3. DM tipe 2
4. Infiltrat paru
5. Azotemia
6. Anemia
Normositik
Normokromik
7. Hiperkalemi
8. OMI Septal
xxx xx
xxxxxxxxx
RBH
menit
Diet DM rendah garam
1700 kkal
Furosemid tab 1 x 40
mg
Spironolakton tab 1 x
25 mg (pagi)
Aspilet 80 mg/ 24 jam
IV
murni,gallop(-),bising
(-), Edema extremitas
Program:
inferior +/+
KU:
kesadaran composmentis,
tampak lemah, terpasang
terpasang O2 nasal kanul
22.00
4. Echocardiografi
5. Pemeriksaan elektrolit
kesadaran composmentis
Lab :
infus RL 12 tpm,
- Klorida = 110,8
- Kalium = 6,6
01/07/14 S: sesak (+)
07.00
HP ke 4
O: KU sedang
TD: 160/90 mmHg
Nadi: 80 x/ menit
RR: 24 x/ menit
t : 36,0oC
RBK
xxxxx
xxxxxxxx
RBH
Problem:
1. CHF NYHA IV
2. Hipertensi stage II
3. DM tipe 2
4. Infiltrat paru
5. Azotemia
6. Anemia
Normositik
Normokromik
7. Hiperkalemi
8. OMI Septal
menit
Diet DM rendah garam
1700 kkal
Inj Furosemid 2x 1amp
IV
Aspilet 80 mg/ 24 jam
Inj. Ceftriaxone 1 x 2gr
IV
Program:
1. KUTV/ 2 jam, BC/24 jam
tampung urin
2. EKG pagi
3. GDS premeal + jam 22.00
infus RL 10 tpm,
4. Echocardiografi
5. Cek elektrolit
6. USG abdomen
orthopneu (+)
02/07/14
07.00
HP ke 5
S: KU lemah
Problem :
1. CHF NYHA IV
2. Hipertensi stage II
3. DM tipe 2
4. Infiltrat paru
5. Azotemia
6. Anemia
Normositik
Normokromik
7. Hiperkalemi
8. OMI Septal
Nadi: 80 x/ menit
RR: 42 x/ menit
t : 36,5oC
RBK
xxx xx
xxxxxxx
RBH
O2 3 lpm nasal
kanul
Infus RL 10 tetes
per menit
Diet DM rendah
garam 1700 kkal
Inj Furosemid 2x
1amp IV
Aspilet 80 mg/ 24
jam
Inj. Ceftriaxone 1 x
2gr IV
Sp Cedocard 3,6
cc/jam
Amlodipine 1 x 10mg
Ambroxol 3 x 30mg
Novorapid 8-8-8 unit
Allopurinol 300mg/24
jam
Simvastatin 10mg 00-1
Inj. Lantus 10mg 0-012 sampai dengan jam
22.00
Program:
hari ini
6. USG abdomen
7. Cek sputum BTA 2x, gram,
jamur, kultur sputum
03/07/14
S: - Sesak berkurang
Problem :
07.00
HP ke 6
- Batuk berdahak,
putih, merah muda(+)
- Demam (-)
O: TD: 160/100 mmHg
Nadi: 86 x/ menit
RR: 22 x/ menit
o
t : 36,3 C
1. CHF NYHA IV
2. Hipertensi stage II
3. DM tipe 2
4. Infiltrat paru
5. Azotemia
6. Anemia
Normositik
Normokromik
7. Hiperkalemi
8. OMI Septal
RBH
KU:
Baik, kesadaran c
Cor : Bunyi jantung I - II
murni,gallop(-),bising
inferior +/+
KU:
Composmentis, sesak
Program:
terpasang infus RL 10
tpm, orthopneu (+)
22.00
4. Echocardiografi
5. Cek elektrolit post koreksi
hari ini
6. USG abdomen
- Klorida = 111
HP ke 7
menit
Diet DM rendah garam
1700 kkal
Inj Furosemid 2x 1amp
IV
Aspilet 80 mg/ 24 jam
Inj. Ceftriaxone 1 x 2gr
IV
07.00
RBH
04/07/14
S: - Sesak berkurang
- Demam (-)
- Batuk (-)
- Nyeri dada (-)
O: TD: 130/90 mmHg
Nadi: 78 x/ menit
Problem :
1. CHF NYHA IV
2. Hipertensi stage II
3. DM tipe 2
4. Infiltrat paru
5. Azotemia
6. Anemia
Normositik
Normokromik
RR: 20 x/ menit
o
t : 36,3 C
7. Hiperkalemi
(perbaikan)
8. OMI Septal
RBH
RBH
KU:
Baik, kesadaran c
Cor : Bunyi jantung I - II
IV
murni,gallop(-),bising
(-), Edema extremitas
inferior -/-
Program:
KU:
Composmentis,
terpasang infus RL 10
tpm, orthopneu (+)
Diuresis = 100cc/ 2jam
05/07/14
07.00
HP ke 8
S: - Sesak (-)
- Demam (-)
- Batuk (-)
- Nyeri dada (-)
O: TD: 130/90 mmHg
Nadi: 84x/ menit
RR: 20 x/ menit
t : 36,8oC
GDS = 213
RBH
RBH
KU:
Baik, kesadaran c
Problem :
1. CHF NYHA IV
2. Hipertensi stage II
3. DM tipe 2
4. Infiltrat paru
5. Azotemia
6. Anemia
Normositik
Normokromik
7. Hiperkalemi
(perbaikan)
8. OMI Septal
permenit
Diet DM rendah garam
1700 kkal
Inj Furosemid 2x 20mg
IV
Aspilet 80 mg/ 24 jam
Inj. Ceftriaxone 1 x 2gr
IV
Program:
inferior -/KU:
Composmentis,
terpasang infus RL 10
tpm, orthopneu (+)
06/07/14
07.00
HP ke 9
Problem :
1. CHF NYHA IV
2. Hipertensi stage II
3. DM tipe 2
4. Infiltrat paru
5. Azotemia
6. Anemia
Normositik
Normokromik
7. Hiperkalemi
(perbaikan)
8. OMI Septal
menit
Diet DM rendah garam
1700 kkal
Inj Furosemid 2x 20mg
IV
Aspilet 80 mg/ 24 jam
Inj. Ceftriaxone 1 x 2gr
IV
murni,gallop(-),bising
Program:
inferior -/KU:
Composmentis,
terpasang infus RL 10
tpm, orthopneu (+)
07/07/14
S: - Sesak (-)
Problem :
07.00
- Demam (-)
1.CHF NYHA IV
HP ke
- Batuk (-)
(perbaikan) = NYHA
10
t : 36,6 C
GDS = 188
RBH
III
2. Hipertensi stage II
3. DM tipe 2
4. Infiltrat paru
5. Azotemia
6. Anemia
Normositik
Normokromik
7. Hiperkalemi
(perbaikan)
8. OMI Septal
9. Multiple
nefrolithiasis
dextra
murni,gallop(-),bising
menit
Diet DM rendah garam
1700 kkal
Inj Furosemid 2x 20mg
IV
Aspilet 80 mg/ 24 jam
Inj. Ceftriaxone 1 x 2gr
IV
2,4 cc/jam
Amlodipine 1 x 10mg
Ambroxol 3 x 30mg
Novorapid 8-8-8 unit
Allopurinol 300mg/24 jam
Simvastatin 10mg 0-0-1
Inj. Lantus 10mg 0-0-12
Program:
KU:
Composmentis,
terpasang infus RL 10
tpm, orthopneu (+)
Diuresis 100cc/ 2 jam
08/07/14
S: - Sesak (-)
Problem :
07.00
- Demam (-)
1.CHF NYHA IV
HP ke
(perbaikan) = NYHA
11
t : 36,4 C
GDS = 138
III
2. Hipertensi stage II
3. DM tipe 2
4. Infiltrat paru
5. Azotemia
6. Anemia
Normositik
Normokromik
menit
Diet DM rendah garam
1700 kkal
Inj Furosemid 2x 20mg
IV
Aspilet 80 mg/ 24 jam
Inj. Ceftriaxone 1 x 2gr
IV
7. Hiperkalemi
RBH
RBH
KU:
(perbaikan)
8. OMI Septal
9. Multiple
nefrolithiasis
Baik, kesadaran c
dextra
murni,gallop(-),bising
(-), Edema extremitas
inferior -/-
Program:
KU:
Baik, Composmentis
terpasang infus RL 10
09/07/14
07.00
HP ke
12
tpm
S: - Sesak (-)
- Demam (-)
Problem :
1.CHF NYHA IV
(perbaikan) = NYHA
III
2. Hipertensi stage II
3. DM tipe 2
4. Infiltrat paru
5. Azotemia
6. Anemia
Normositik
Normokromik
7. Hiperkalemi
(perbaikan)
8. OMI Septal
9. Multiple
nefrolithiasis
dextra
menit
Diet DM rendah garam
1700 kkal
Inj Furosemid 2x 20mg
IV
Aspilet 80 mg/ 24 jam
Inj. Ceftriaxone 1 x 2gr
IV
terpasang infus RL 10
2. EKG pagi
3. GDS pagi, sore
4. Echocardiografi
5. Raber Nefro
tpm
10/07/14
07.00
HP ke
13
S: - Sesak (-)
- Demam (-)
Problem :
1.CHF NYHA IV =
II (perbaikan)
2. Hipertensi stage II
3. DM tipe 2
4. Infiltrat paru
5. Azotemia
6. Anemia
Normositik
Normokromik
7. Hiperkalemi
1700 kkal
Inj Furosemid 2x 20mg
IV
Aspilet 80 mg/ 24 jam
Inj. Ceftriaxone 2gr/24
jam IV
(perbaikan)
8. OMI Septal
9. Multiple
RBH
RBH
KU:
Baik, kesadaran c
Cor : Bunyi jantung I - II
murni,gallop(-),bising
(-), Edema extremitas
inferior -/KU:
Baik, Composmentis
terpasang infus RL 10
tpm
nefrolithiasis
dextra
(stop)
Amlodipine 1 x 10mg
Ambroxol 3 x 30mg
Novorapid 8-8-8 unit
Allopurinol 300mg/24 jam
Simvastatin 10mg/ 24 jam
Inj. Lantus 10mg 0-0-12
M - MODE
AO
26
mm
LA
51
mm
RVDd
mm
IVSs
18
mm
LVIDd
50
mm
LVPWd
18
mm
IVSs
LVIDs
38
mm
LVPWs
20
LVEF(Teichz)
49
%
LVFS
25
%
LVMI
287,83 q/M2
2 DIMENSION
A4Ch EDV
ml
A4Ch ESV
ml
EF A4Ch
%
A2Ch EDV
ml
A2Ch ESV
ml
EF A2Ch
%
EF Biplane
%
LA VI
Ml/m2
DOPLLER
PV ACcT
84 ms
RVOT VMAX
m/s
E VELOCITY
1,34 m/s
A VELOCITY
0,83 m/s
E/A
1,62
E/e'
23
Declaration Time
130 ms
LVOT VMAX
m/s
TAPSE
mm
11/07/14
07.00
HP ke
14
S: - Sesak (-)
- Demam (-)
Problem :
1.CHF NYHA IV =
II (perbaikan)
dengan IHD
2. Hipertensi stage II
3. DM tipe 2
4. Infiltrat paru
5. Azotemia
6. Anemia
Normositik
Normokromik
t : 36,6oC
GDS = 151
RBH
RBH
KU:
Baik, kesadaran c
Cor : Bunyi jantung I - II
murni,gallop(-),bising
(-), Edema extremitas
7. Hiperkalemi
(perbaikan)
8. Multiple
nefrolithiasis
dextra
menit
Diet DM rendah garam
1700 kkal
Inj Furosemid 2x 20mg
(stop) diganti per oral
Aspilet 80 mg/ 24 jam
Inj. Ceftriaxone 1 x 2gr
IV
Amlodipine 1 x 10mg
Ambroxol 3 x 30mg
Novorapid 10-10-10 unit
Allopurinol 300mg/24 jam
Simvastatin 10mg 0-0-1
Inj. Lantus 14 unit sampai
inferior -/KU
Baik, Composmentis,
terpasang infus RL 10
tpm
17.00
Pasien pulang
Program:
1. KUTV/ 8 jam, BC/24 jam
2. GDS pagi, sore
3. Raber Nefro