Anda di halaman 1dari 8

Proses Perumusan Pancasila

Mata Pelajaran : PKn


Kelas/Sem

: VI/I

Standar Kompetensi : Menghargai nilai-nilai juang dalam proses perumusan


Pancasila sebagai Dasar Negara
Kompetensi Dasar :
1.1 Mendeskripsikan nilai-nilaijuang dalam proses perumusan Pancasila sebgai
Dasar Negara
1.2 Menceritakan secara singkat nilai kebersamaan dalam proses perumusan
Pancasila sebagai Dasar Negara
1.3 Meneladani nilai-nilai juang para tokoh yang berperan dalam proses perumusan
Pancasila sebagai Dasar Negara dalam kehidupan sehari-hari
Materi :
Proses Perumusan Pancasila
Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila bersumber pada kepribadian bangsa indonesia. Bagaimanakah proses
perumusan Pancasila itu?
1.Pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Tanggal 28 April 1945 diumumkan pengangkatan Jepang meyakinkan bangsa
Indonesia tentang kemerdekaan yang dijanjikan dengan membentuk Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI). Badan itu dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi
Cosakai. Jenderal Kumakichi Harada, Komandan Pasukan Jepang untuk Jawa pada
tanggal 1 Maret 1945 mengumumkan pembentukan BPUPKI. Pada tanggal 28 April
1945 diumumkan pengangkatan anggota BPUPKI. Upacara peresmiannya
dilaksanakan di Gedung Cuo Sangi In di Pejambon Jakarta (sekarang Gedung
Departemen Luar Negeri). Ketua BPUPKI ditunjuk Jepang adalah dr. Rajiman
Wedyodiningrat, wakilnya adalah Icibangase (Jepang), dan sebagai sekretarisnya
adalah R.P. Soeroso. Jumlah anggota BPUPKI adalah 63 orang yang mewakili hampir
seluruh wilayah Indonesia ditambah 7 orang tanpa hak suara.
a. Masa Persidangan Pertama BPUPKI (29 Mei1 Juni 1945)
BPUPKI setelah terbentuk segera mengadakan persidangan. Masa persidangan
pertama BPUPKI dimulai pada tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945.
Pada masa persidangan ini, BPUPKI membahas rumusan dasar negara untuk
Indonesia merdeka. Pada persidangan dikemukakan berbagai pendapat tentang
dasar negara yang akan dipakai Indonesia merdeka. Pendapat tersebut disampaikan
oleh Mr. Mohammad Yamin, Mr. Supomo, dan Ir. Sukarno.

1) Mr. Mohammad Yamin


Mr. Mohammad Yamin menyatakan pemikirannya tentang dasar negara Indonesia
merdeka dihadapan sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945. Pemikirannya diberi
judul Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia. Mr. Mohammad
Yamin mengusulkan dasar negara Indonesia merdeka yang intinya sebagai berikut :
a) peri kebangsaan;
b) peri kemanusiaan;
c) peri ketuhanan;
d) peri kerakyatan;
e) kesejahteraan rakyat.
2) Mr. Supomo
Mr. Supomo mendapat giliran mengemukakan pemikirannya di hadapan sidang
BPUPKI pada tanggal 31 Mei 1945. Pemikirannya berupa penjelasan tentang
masalah-masalah yang berhubungan dengan dasar negara Indonesia merdeka.
Negara yang akan dibentuk hendaklah negara integralistik yang berdasarkan pada
hal-hal berikut ini:
a) persatuan;
b) kekeluargaan;
c) keseimbangan lahir dan batin;
d) musyawarah;
e) keadilan sosial.
3) Ir. Sukarno
Pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Sukarno mendapat kesempatan untuk mengemukakan
dasar negara Indonesia merdeka. Pemikirannya terdiri atas lima asas berikut ini:
a) kebangsaan Indonesia;
b) internasionalisme atau perikemanusiaan;
c) mufakat atau demokrasi;d) kesejahteraan sosial;
e) Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kelima asas tersebut diberinya nama Pancasila sesuai saran teman yang ahli
bahasa. Untuk selanjutnya, tanggal 1 Juni kita peringati sebagai hari Lahir Istilah
Pancasila.
b. Masa Persidangan Kedua (1016 Juli 1945)
Masa persidangan pertama BPUPKI berakhir, tetapi rumusan dasar negara untuk
Indonesia merdeka belum terbentuk. Padahal, BPUPKI akan reses (istirahat) satu
bulan penuh. Untuk itu, BPUPKI membentuk panitia perumus dasar negara yang
beranggotakan sembilan orang sehingga disebut Panitia Sembilan. Tugas Panitia
Sembilan adalah menampung berbagai aspirasi tentang pembentukan dasar negara
Indonesia merdeka. Anggota Panitia Sembilan terdiri atas Ir. Sukarno (ketua),
Abdulkahar Muzakir, Drs. Moh. Hatta, K.H. Abdul Wachid Hasyim, Mr. Moh. Yamin, H.
Agus Salim, Ahmad Subarjo, Abikusno Cokrosuryo, dan A. A. Maramis. Panitia
Sembilan bekerja cerdas sehingga pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil merumuskan
dasar negara untuk Indonesia merdeka. Rumusan itu oleh Mr. Moh. Yamin diberi
nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter. Naskah Piagam Jakarta berbunyi, seperti
berikut :
Piagam Jakarta
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan
Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa
mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Negara Indonesia yang

merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Atas berkat Rahmat Allah Maha
Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan menyatakan
kemerdekaanya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan Indonesiaitu dalam suatu hukum dasar Negara Indonesia yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pada tanggal 10 sampai dengan 16
Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang kedua. Pada masa persidangan ini, BPUPKI
membahas rancangan undang-undang dasar. Untuk itu, dibentuk Panitia Perancang
Undang- Undang Dasar yang diketuai Ir. Sukarno. Panitia tersebut juga membentuk
kelompok kecil yang beranggotakan tujuh orang yang khusus merumuskan
rancangan UUD. Kelompok kecil ini diketuai Mr. Supomo dengan anggota
Wongsonegoro, Ahmad Subarjo, Singgih, H. Agus Salim, dan Sukiman. Hasil
kerjanya kemudian disempurnakan kebahasaannya oleh Panitia Penghalus Bahasa
yang terdiri atas Husein Jayadiningrat, H. Agus Salim, dan Mr. Supomo. Ir. Sukarno
melaporkan hasil kerja Panitia Perancang Undang-Undang pada sidang BPUPKI
tanggal 14 Juli 1945. Pada laporannya disebutkan tiga hal pokok, yaitu pernyataan
Indonesia merdeka, pembukaan undang-undang dasar, dan undang-undang dasar
(batang tubuh). Pada tanggal 15 dan 16 Juli 1945 diadakan sidang untuk menyusun
UUD berdasarkan hasil kerja Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Pada tanggal
17 Juli 1945 dilaporkan hasil kerja penyusunan UUD. Laporan diterima sidang pleno
BPUPKI.
2. Pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan Jepang. Untuk menindaklanjuti
hasil kerja BPUPKI, Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI). Lembaga tersebut dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Iinkai. PPKI
beranggotakan 21 orang yang mewakili seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Mereka terdiri atas 12 orang wakil dari Jawa, 3 orang wakil dari Sumatera, 2 orang
wakil dari Sulawesi, dan seorang wakil dari Sunda Kecil, Maluku serta penduduk
Cina. Ketua PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, menambah anggota PPKI enam
orang lagi sehingga semua anggota PPKI berjumlah 27 orang.PPKI dipimpin oleh Ir.
Sukarno, wakilnya Drs. Moh. Hatta, dan penasihatnya Ahmad Subarjo. Adapun
anggotanya adalah Mr. Supomo, dr. Rajiman Wedyodiningrat, R.P. Suroso, Sutardjo,
K.H. Abdul Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Oto Iskandardinata,
Suryohamijoyo, Abdul Kadir,
Puruboyo, Yap Tjwan Bing, Latuharhary, Dr. Amir, Abdul Abbas, Teuku Moh. Hasan,
Hamdani, Sam Ratulangi, Andi Pangeran, I Gusti Ktut Pudja, Wiranatakusumah, Ki
Hajar Dewantara, Kasman Singodimejo, Sayuti Melik, dan Iwa Kusumasumantri.
a. Proses Penetapan Dasar Negara dan Konstitusi Negara
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidangnya yang pertama. Pada
sidang ini PPKI membahas konstitusi negara Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden
Indonesia, serta lembaga yang membantu tugas Presiden Indonesia. PPKI
membahas konstitusi negara Indonesia dengan menggunakan naskah Piagam
Jakarta yang telah disahkan BPUPKI. Namun, sebelum sidang dimulai, Bung Hatta

dan beberapa tokoh Islam mengadakan pembahasan sendiri untuk mencari


penyelesaian masalah kalimat dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya pada kalimat Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Tokoh-tokoh Islam yang membahas
adalah Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimejo, K.H. Abdul Wachid Hasyim, dan
Teuku Moh. Hassan. Mereka perlu membahas hal tersebut karena pesan dari
pemeluk agama lain dan terutama tokoh-tokoh dari Indonesia bagian timur yang
merasa keberatan dengan kalimat tersebut. Mereka mengancam akan mendirikan
negara sendiri apabila kalimat tersebut tidak diubah. Dalam waktu yang tidakterlalu
lama, dicapai kesepakatan untuk menghilangkan kalimat dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Hal ini dilakukan untuk
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Kita harus menghargai nilai
juang para tokoh-tokoh yang sepakat menghilangkan kalimat . dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Para tokoh PPKI berjiwa
besar dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Mereka juga mengutamakan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Adapun
tujuan diadakan pembahasan sendiri tidak pada forum sidang agar permasalahan
cepat selesai. Dengan disetujuinya perubahan itu maka segera saja sidang pertama
PPKI dibuka.
b. Perbedaan dan Kesepakatan yang Muncul dalam Sidang PPKI
Pada sidang pertama PPKI rancangan UUD hasil kerja BPUPKI dibahas kembali. Pada
pembahasannya terdapat usul perubahan yang dilontarkan kelompok Hatta. Mereka
mengusulkan dua perubahan. Pertama, berkaitan dengan sila pertama yang semula
berbunyi Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua, Bab II UUD Pasal
6 yang semula berbunyi Presiden ialah orang Indonesia yang beragama Islam
diubah menjadi Presiden ialah orang Indonesia asli. Semua usulan itu diterima
peserta sidang. Hal itu menunjukkan mereka sangat memperhatikan persatuan dan
kesatuan bangsa. Rancangan hukum dasar yang diterima BPUPKI pada tanggal 17
Juli 1945 setelah disempurnakan oleh PPKI disahkan sebagai Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia. UUD itu kemudian dikenal sebagai UUD 1945. Keberadaan UUD
1945 diumumkan dalam berita Republik Indonesia Tahun ke-2 No. 7 Tahun 1946
pada halaman 4548. Sistematika UUD 1945 itu terdiri atas hal sebagai berikut :
1) Pembukaan (mukadimah) UUD 1945 terdiri atas empat alinea. Pada Alenia ke-4
UUD 1945 tercantum Pancasila sebagai dasar negara yang berbunyi sebagai berikut
:
a) Ketuhanan Yang Maha Esa.
b) Kemanusiaan yang adil dan beradab.
c) Persatuan Indonesia.
d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
e) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia2) Batang tubuh UUD 1945 terdiri
atas 16 bab, 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan, dan 2 ayat aturan tambahan
3) Penjelasan UUD 1945 terdiri atas penjelasan umum dan penjelasan pasal demi
pasal. Susunan dan rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945
merupakan perjanjian seluruh bangsa Indonesia. Oleh karena itu, mulai saat itu
bangsa Indonesia membulatkan tekad menjadikan Pancasila sebagai dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia.B. Nilai Kebersamaan dalam Proses Perumusan
Pancasila Sejak dahulu bangsa Indonesia dalam menyelesaikan suatu masalah yang
menyangkut kepentingan orang banyak selalu dengan cara musyawarah mufakat.
Tujuan musyawarah adalah untuk mencapai mufakat. Arti mufakat, adalah
kesepakatan bersama. Dalam kehidupan sehari-hari, kadang-kadang terjadi
perbedaan pendapat. Perbedaan adalah sesuatu yang wajar karena setiap orang

mempunyai pandangan, pendapat, dan kepentingan sendiri dalam memutuskan


suatu masalah. Demikian juga dalam bermusyawarah pasti muncul perbedaan
pendapat. Perbedaan pendapat tidak perlu dipertentangkan, tetapi perlu dicarikan
jalan ke luar. Tujuannya agar perbedaan pendapat tersebut dapat disatukan menjadi
mufakat. Menyatukan berbagai pendapat bukan pekerjaan yang mudah. Untuk itu,
diperlukan keikhlasan, kebersamaan, tidak mementingkan kepentingan diri, serta
tidak mementingkan kepentingan kelompok atau golongan. Apabila semua orang
mempunyai kesadaran seperti itu, musyawarah mufakat akan dengan mudah
dicapai. Tokoh-tokoh yang berperan dalam proses perumusan Pancasila sebagai
dasar negara Indonesia merdeka sudah memberi contoh tentang pelaksanaan
musyawarah untuk mencapai mufakat. Misalnya, ditunjukkan pada peristiwa sidang
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Masih ingatkah kamu apa yang dilakukan Bung
Hatta dengan tokoh-tokoh Islam dalam menanggapi keberatan pemeluk agama lain
tentang rumusan sila pertama Pancasila? Dengan semangat kebersamaan untuk
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, Bung Hatta dan tokoh-tokoh Islam
menyetujui kalimat yang menjadi keberatan pemeluk agama lain untuk dihilangkan.
Hal ini menunjukkan bahwa tokoh-tokoh tersebut menjunjung tinggi nilai
kebersamaan demi untuk menjaga persatuan bangsa dan negara. Selain itu, para
negarawan itu lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi dan golongan. Sikap seperti itu perlu kita contoh dan
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
C. Meneladani Nilai-Nilai Juang Para Perumus
Dasar Negara Perumusan dasar negara Indonesia merupakan hasil kerja keras yang
melibatkan banyak tokoh. Tokoh-tokoh tersebut telah berjuang dengan tulus dan
ikhlas untuk merumuskan dasar negara. Para perumus dasar negara yang patut
diteladani nilai-nilai perjuangannya, antara lain sebagai berikut.
1. Ir. Sukarno

Ir. Sukarno lahir di Blitar, Jawa Timur pada tanggal 6 Juni 1901.
Ayahnya bernama Raden Sukemi Sasrodiharjo yang masih keturunan Raja Kediri.
Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai yang masih keturunan bangsawan Bali.
Sukarno muda ketika menjadi mahasiswa di Sekolah Teknik Bandung (sekarang ITB)
membentuk Partai Nasional Indonesia (PNI). Pada Kongres PNI Pertama, Sukarno
terpilih sebagai Ketua PNI. Kegiatan politik Sukarno muda tidak disukai Belanda
sehingga ia sering dipenjarakan.
Meskipun demikian, Sukarno tidak patah semangat untuk berjuang memerdekakan
Indonesia. Pada zaman pendudukan Jepang, Ir. Sukarno diminta Jepang
mengobarkan semangat bangsa Indonesia agar bersedia membantu melawan
Sekutu. Untuk itu, Ir. Sukarno bersama dengan Drs. Moh. Hatta. K.H. Mas Mansyur,
dan Ki Hajar Dewantara (Empat Serangkai) ditunjuk sebagai pemimpin organisasi
Putera (Pusat Tenaga Rakyat). Namun, oleh tokoh Empat Serangkai, Putera justru
dimanfaatkan untuk menggembleng watak bangsa Indonesia agar lebih cinta dan
rela berkorban untuk tanah airnya. Menjelang kemerdekaan Indonesia, Ir. Sukarno
berjuang di dalam organisasi BPUPKI dan PPKI. Ir. Sukarno menyumbangkan
pemikirannya dalam pembentukan dasar negara Indonesia merdeka yang
disebutnya dengan Pancasila pada lembaga BPUPKI. Ir. Sukarno juga dipercaya
menjadi Ketua PPKI yang dipersiapkan untuk membentuk Indonesia merdeka.
Puncaknya, Ir. Sukarno bersama Drs. Moh. Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945

mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia atas nama seluruh bangsa


Indonesia. Meskipun bangsa Indonesia telah merdeka, perjuangan Ir. Sukarno tidak
berhenti begitu saja. Pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 Ir. Sukarno terpilih
dan dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertamaIr. Sukarno wafat
pada tanggal 20 Juni 1970 dan dimakamkan di Blitar Jawa Timur. Pada tahun 1986
oleh pemerintah Indonesia Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta dianugerahi gelar
Proklamator Indonesia.
2. Drs. Moh. Hatta
Drs. Mohammad Hatta lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 12 Agustus 1902. Drs.
Mohammad Hatta lebih dikenal dengan sebutan Bung Hatta adalah sosok yang
santun, rendah hati, taat beragama, dan jujur. Di masa mudanya, pada tahun 1921
Hatta menuntut ilmu di Sekolah Tinggi Ekonomi (Handels Hogere Schools) di
Rotterdam, Belanda. Di negeri ini, Hatta, menjadi Ketua Perhimpunan Indonesia,
suatu organisasi pergerakan mahasiswa yang memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Akibat aktivitasnya, Hatta pada tanggal 24 September 1927 ditangkap
pemerintah Belanda dengan tuduhan menjadi anggota organisasi terlarang dan
menghasut orang untuk menentang pemerintah Belanda. Pada sidang pengadilan di
Den Haag, Belanda, Hatta dituntut tiga tahun penjara. Hatta membacakan
pembelaannya dengan berjudul Indonesia Vrij, artinya Indonesia merdeka. Pada
sidang itu, Hatta dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan. Bung Hatta kembali ke
Indonesia dan tetap menjalankan aktivitas mencapai kemerdekaan Indonesia.
Akibatnya, pada tahun 1942 Bung Hatta ditangkap pemerintah kolonial Hindia
Belanda dan dibuang ke Boven, Digul, Papua. Ia dibebaskan setelah Jepang masuk
dan menduduki Indonesia. Menjelang kemerdekaan Indonesia, Bung Hatta aktif
dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Ia menjadi anggota BPUPKI dan
juga PPKI. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Bung Hatta bersama dengan Ir. Sukarno
mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 18 Agustus
1945, PPKI menetapkan dan melantik Hatta sebagai Wakil Presiden RI mendampingi
Ir. Sukarno. Bung Hatta wafat pada tanggal 14 Maret 1980 dan dimakamkan di
Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta. Pada tahun 1986 oleh pemerintah
Indonesia Drs. Moh. Hatta dan Ir. Sukarno dianugerahi gelar sebagai Proklamator
Indonesia
3. Mr. Supomo
Mr. Supomo dilahirkan pada tanggal 23 Januari 1903 di Sukoharjo, Jawa Tengah.
Supomo muda bersekolah di Europeesche Lagere School (setingkat SD) dan lulus
tahun 1917. Selanjutnya, ia melanjutkan ke Meer Uitgebreid Larger (setingkat SMP)
di Solo dan lulus tahun 1920. Setelah lulus dari SMP Supomo kemudian berangkat
ke Jakarta meneruskan pendidikan Rechtsschool (sekolah
hukum) dan lulus tiga tahun kemudian. Supomo setahun kemudian mendapat
kesempatan belajar di Universitas Leiden dan memperoleh
gelar Meester In Rechten (Mr.) dan doktor ilmu hukum. Selama belajar di Negeri
Belanda, Supomo ikut organisasi Perhimpunan Indonesia. Setelah pulang dari Negeri
Belanda, Supomo menjadi ahli hukum. Karena Supomo ahli hukum maka Jepang
menunjuknya untuk mengepalai Departemen Kehakiman. Mr. Supomo aktif dalam
BPUPKI. Dalam sidang BPUPKI pada tanggal 31 Mei 1945 Supomo mengajukan
konsep dasar negara Indonesia merdeka. Mr. Supomo juga aktif menjadi ketua
panitia kecil bagian dari Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Ketika Indonesia
merdeka, Mr. Supomo diangkat menjadi Menteri Kehakiman. Ia juga pernah menjadi
Duta Besar Republik Indonesia untuk Inggris. Mr. Supomo meninggal pada tanggal
12 September 1958 di Jakarta dan dimakamkan di Solo. Atas jasa-jasanya,
Pemerintah Indonesia menetapkan Mr. Supomo sebagai Pahlawan Kemerdekaan.

4. K.H. Agus Salim


K.H. Agus Salim lahir di kota Gadang, Bukittinggi, Sumatera Barat pada tanggal 8
Oktober 1884. Ia seorang yang sangat cerdas dengan penguasaan bahasa asing
yang sangat luar biasa. Ia menguasai enam bahasa asing, yaitu bahasa Prancis,
Inggris, Jerman, Jepang, Turki, dan Arab. K.H. Agus Salim pernah menjadi Ketua
Partai Sarekat Islam Indonesia tahun 1929. Ia bersama Semaun mendirikan
Persatuan Pergerakan Buruh pada tahun 1919. Merekagigih menuntut kepada
pemerintah kolonial Hindia Belanda agar membentuk Dewan Perwakilan Rakyat
(Volskraad). Menjelang Proklamasi Kemerdekaan, K.H. Agus Salim termasuk salah
satu anggota Panitia Sembilan dalam BPUPKI. Ketika masa Kemerdekaan, K.H Agus
Salim dipercaya menjadi Menteri Dalam Negeri pada Kabinet Syahrir I dan II. Beliau
juga pernah ditunjuk sebagai Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Hatta. Perjuangan
K.H. Agus Salim di dalam negeri maupun luar negeri sangat luar biasa. Ia meninggal
pada tanggal 4 November 1954 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Kalibata, Jakarta. Pada tahun 1961 pemerintah Indonesia mengangkat K.H. Agus
Salim sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional.
5. K.H. Abdul Wachid Hasyim
K.H Abdul Wahid Hasyim dilahirkan di Jombang, Jawa Timur pada tanggal 1 Juni
1914. Beliau putra dari K.H. Hasyim Asyari, ulama besar dan pendiri Nahdatul
Ulama. Abdul Wahid Hasyim muda menimba ilmu di pesantren-pesantren termasuk
di Pesantren Tebu Ireng milik ayahnya. Abdul Wachid Hasyim adalah seorang
otodidak. Ia mempelajari ilmu pengetahuan dengan cara membaca buku-buku ilmu
pengetahuan lainnya sehingga mempunyai wawasan pengetahuan yang luas. Pada
tahun 1935 K.H. Abdul Wachid Hasyim mendirikan madrasah modern dengan nama
Nidzamiya. K.H. Abdul Wachid Hasyim termasuk tokoh ulama yang kharismatik
seperti ayahnya. Karena ketokohan dan wawasannya yang luas, ia ditunjuk sebagai
Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama. K.H. Abdul Wachid Hasyim juga termasuk
salah satu anggota Panitia Sembilan dalam BPUPKI dan juga anggota PPKI. KH.
Abdul Wachid Hasyim mempunyai peranan penting dalam perumusan dasar negara.
Ia bersama dengan tokoh Islam lainnya, menyetujui adanya perubahan rumusan
sila pertama dari Pancasila.
6. Mr. Mohammad Yamin
Mr. Mohammad Yamin lahir di Tawali, Sawahlunto, Sumatera Barat pada tanggal 23
Agustus 1903. Moh. Yamin muda memiliki rasa nasionalisme yang sangat besar. Hal
itu dibuktikannya dengan bergabung pada organisasi Jong Sumatranen Bond (JBS)
serta Indonesia Muda. Moh. Yamin sering mengkritik pemerintah kolonial Hindia
Belanda. Karena keberanian dan kritikannya yang sangat tajam, maka Belanda
mencabut beasiswa yang diberikan kepadanya. Namun, Moh. Yamin tidak gentar
menghadapinya. Pidato dan kritikan tajam serta ajakannya untuk bersatu melawan
penjajah, dikemukakannya pada Kongres Pemuda II di Jakarta. Dalam Kongres
Pemuda II di Jakarta, Mohammad Yamin menjabat sebagai sekretaris panitia
kongres. Menjelang kemerdekaan, Mr. Moh. Yamin aktif dalam BPUPKI. Pada tanggal
29 Mei 1945, Mr. Moh. Yamin menyumbangkan pemikirannya tentang dasar negara
untuk Indonesia merdeka dalam sidang BUPKI. Ia juga terlibat dalam Panitia
Sembilan di BPUPKI. Mr. Moh. Yamin bahkan yang memberi nama hasil rumusan
dasar negara yang dihasilkan Panitia Sembilan dengan sebutan Jakarta Charter atau
Piagam Jakarta. Setelah Indonesia merdeka, Mr. Moh. Yamin menjadi anggota
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Ia pernah menjabat sebagai Ketua Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada
Kabinet Ali Sastroamijoyo I dan juga Menteri Penerangan pada Kabinet Kerja III.
Moh. Yamin meninggal pada tanggal 17 Oktober 1962. Jenazahnya dimakamkan di

tanah kelahirannya Talawi, Sawahlunto. Pada tahun 1973 pemerintah Indonesia


menetapkan Mr. Moh. Yamin sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai