DEFINISI
Anemia adalah penurunan kuantitas sel darah merah yang bersirkulasi, abnormalitas
kandungan hemoglobin pada sel darah merah, atau keduanya (crowin, 2009). Anemia defisiensi
besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoiesis,
karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan
pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi ditandai oleh anemia hipokromik
mikrositer dan hasil laboratorium menunjukkan cadangan besi kosong (Bakta, Suega dan
Dharmayuda, 2009).
PREVALENSI
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai di negara berkembang. Dari
berbagai data yang dikumpulkan, didapatkan gambaran prevalensi ADB seperti tertera pada tabel 1.
Tabel 1. Prevalensi Anemia Defisiensi Besi di Dunia
Afrika
Amerika Latin
Indonesia
Laki Dewasa
6%
3%
16-50%
20%
17-21%
25-48%
Wanita hamil
60%
39-46%
46-92%
3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, dan
kehamilan.
4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi bersama
kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium
(susu dan produk susu).
PATOFISIOLOGI
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besu sehingga cadangan besi makin
menurun. Keadaan menurunnya cadangan besi disebut iron depleted state atau negative iron
balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam
usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus
maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang
sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi.
Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang
dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit.
Saturasi transferin menurun, kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC) dan
transferin dalam serum meningkat (Bakta, Suega dan Dharmayuda, 2009).
Jumlah besi yang semakin menurun mengganggu eritropoiesis sehingga kadar hemoglobin
semakin menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer yang disebut sebagai ADB atau
iron deficiency anemia (IDA).serta peningkatan reseptor transferin dalam serum. Kekurangan besi
pada epitel dan beberapa enzim menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta
berbagai gejala lainnya (Bakta, Suega dan Dharmayuda, 2009).
MANIFESTASI KLINIS
Gejala anemia defisiensi besi diklasifikasikan menjadi 3 sebagai berikut :
1.
anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan
lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada pemeriksaan fisik
dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku (Bakta, Suega
dan Dharmayuda, 2009).
.
2
2.
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah
(Bakta, Suega dan Dharmayuda, 2009) :
a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan
menjadi cekung sehingga mirip sendok.
b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang.
c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak
sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
e. atrofi mukosa gaster sehinggaasam klorida tidak terdapat pada sekresi lambung (akhloridia).
f. pica : keinginan untuk memanak bahan yang tidak lazim seperti : tanah liat, es, lem dan lainlain.
3. Gejala Penyakit Dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia
defisiensi besi. Pada anemia akibat penyakit cacing tambang dapat dijumpai dispepsia,
pembengkakan kelenjar parotis dan telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Gejala lain
dapat timbl sesuai penyakit yang mendasari timbulnya anemia (Bakta, Suega dan Dharmayuda,
2009).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kelainan laboratorium pada kasus ADB yang dapat dijumpai adalah (Bakta, Suega dan
Dharmayuda, 2009):
a.
b.
anisositosis dan poikilositosis. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat
anemia, berbeda dengan thalasemia. Jika terjadi hipokromia dan mikrositosis ekstrim, dapat
ditemukan sel seperti cincin (ring cell), atau memanjang seperti elips disebut juga sel pensil (pencil
cell) atau sel cerutu (cigar cell). Kadang-kadang dijumpai sel target.
Leukosit dan trombosit umumnya normal namun granulositopeniaringan dapat dijumpai pada
ADB yang berlangsung lama. Pada ADB akibat cacing tambang dijumpai eosinofilia.
Trombositosis dapat dijumpai pada ADB dengan episode perdarahan akut (Bakta, Suega dan
Dharmayuda, 2009).
c. Kadar besi serum menurun dan TIBC (Total Iron binding capacity) meningkat , saturasi
menurun. Kriteria diagnosis ADB apabila kadar besi serum <50 g/dl, TIBC meningkat >
350 g/dl dan saturasi transferin < 16 %, atau < 18 %. Harus diingat bahwa besi serum
menunjukkan variasi diurnal yang sangat besar, dengan kadar puncak pada jam 8 sampai 10
pagi.
d. Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat. Untuk
daerah tropik sebaiknya menggunakan angka feritin serum < 20 mg/l sebagai kriteria
diagnosis ADB. Jika terdapat infeksi atau inflamasi yang jelas seperti arthritis rematoid,
maka feritin serum sampai dengan 50-60 g/l masih dapat menunjukkan adanya defisiensi
besi. Pemeriksaan feritin serum cukup reliabel dan praktis, meskipun tidak terlalu sensitif.
Feritin serum di atas 100 mg/dl dapat memastikan tidak adanya defisiensi besi.
e. Kadar Protoporfirin bebas meningkat. Protoporfirin merupakan bahan antara pada
pembentukan heme, apabila sintesis heme terganggu misalnya karena defisiensi besi, maka
protoporfirin akan menumpuk dalam eritrosit. Pada ADB, kadar protoporfirin bebas > 100
mg/dl. Keadaan yang sama juga didapatkan pada anemia akibat penyakit kronik dan
keracunan timah hitam.
f. Kadar reseptor transferin meningkat. Kadar normal dengan cara imunologi adalah 4-9 g/L.
Rasio reseptor transferin dengan log feritin serum > 1,5 menunjukkan ADB. Rasio < 1,5
menunjukkan anemia akibat penyakit kronik.
4
Diagnosis defisiensi besi (tahap dua) dapat ditegakkan berdasarkan kriteria Kerlin et al. yang
dimodifikasi, sebagai berikut (Bakta, Suega dan Dharmayuda, 2009) :
Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV < 31 fl dan MCHC < 31 %
dengan salah satu dari a, b, c, atau d.
5
Gambar 2. Algoritma Penegakan diagnosis (Naigawalla, DZ., Webb, JA., dan Giger, U., 2012)
DIAGNOSA DIFERENSIAL
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya seperti :anemia akibat
penyakit kronik, thalassemia, anemia sideroblastik. Cara membedakan dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Diagnosis Diferensial Anemia Defisiensi Besi
Gambar 2. Algoritma
terapi ADB (Naigawalla,
DZ., Webb, JA., dan
Giger, U., 2012)
9
c. Pengobatan lain
Anemia defisiensi besi jarang memerlukan tranfusi darah. Indikasi pemberian tranfusi darah
adalah :
-
Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing sangat menyolok
Pasien memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat, seperti pada kehamilan trimester
akhir atau preoperasi.
Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk mengurangi bahaya
overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan furosemid intravena.
Non-medikamentosa
a. Diet : makanan bergizi, tinggi protein terutama protein hewani seperti hati dan daging yang
banyak mengandung besi.
Respon Terhadap Terapi
Seorang pasien dinyatakan memberikan respon baik bila retikulosit naik pada minggu pertama,
mencapai puncak pada hari ke-10 dan normal lagi sete;ah hari ke-14, diikuti kenaikan Hb 0,15
ghari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu. Hemoglobin menjadi normal setelah 4 minggu. Jika
respon terhadap terapi tidak baik, ada beberapa kemungkinan :
-
Ada penyakit lain seperti penyakit kronik, keradangan menahun atau pada saat yang sama
ada defisiensi asam folat
PENCEGAHAN
1. Pendidikan kesehatan :
-
Kesehatan lingkungan : pemakaian jamban, mamakai alas kaki sehingga dapat mencegah
infeksi cacing tambang
Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi besi
3. Suplementasi besi profilaksis bagi kelompok rentan (ibu hamil dan anak balita)
4. Fortifikasi(mencampurkan) bahan makanan dengan zat besi (Bakta, Suega dan Dharmayuda,
2009).
KOMPLIKASI
Pada anak-anak, ADB dapat menghambat pertumbuhan dan kemampuan menurunnya kemampuan
belajar dilaporkan sehingga berkaitan dengan rendahnya kecerdasan (IQ). Anemia defisiensi besi
juga dapat mengakibatkan kelemahan otot (Harper, 2013).
PROGNOSIS
Anemia defisiensi besi merupakan gangguan yang tergolong mudah diobati dengan outcome yang
sangat baik, namun sangat tergantung kondisi yang mendasarinya. Penyakit dasar seperti neoplasia
dapatmemperburuk prognosis. Prognosis juga dipengaruhi oleh kondisi komorbiditas seperti
penyakit arteri koroner. Pasien ADB simtomatik dengan kondisi komornid tersebut harus segera
diberi terapi yang memadai. Anemia defisiensi besi kronis jarang menjadi penyebab kematian
langsung. Anemia defisiensi besi sedang atau berat dapat menimbulkan hipoksia yang berakibat
buruk pada paru dan jantung. Kematian akibat hipoksia pernah terjadi pada pasien yang menolak
transfusi darah juga dapat terjadi akibat perdarahan yang berlangsung cepat atau anemia
posthemorrhagic (Harper, 2013).
.
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I.M, Suega, K. dan Dharmayuda, TG. 2009. Anemia Defisiensi Besi. Dalam : Sudoyo, AW.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., K, MS. dan Setiati, S, eds. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta : InternaPublishing. Pp. 644-650
Corwin, EJ. 2009. Patofisiologi : Buku Saku. Jakarta : EGC. P. 427
Masrizal. 2007. Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Kesehatan Masyarakat[online], II(1), pp. 140-145,
available at : <http://www.jurnalkesmas.com/index.php/kesmas/article/view/66/55>
[diakses 13 April 2013]
Harper,
JL.
2013.
Iron
Deficiency
Anemia.
Available
at
:
<
http://emedicine.medscape.com/article/202333-overview#aw2aab6b2b6> [diakses 13 April
2013]
Killip, S., Bennett, JM. Dan Chambers, MD., 2007. Iron Deficiency Anemia. American Family
Pgysician[online],
75(5),
pp.
671-678,
11
available
at
<
http://163.178.103.176/Fisiologia/cardiovascular/Objetivo1/Anemia_por_deficienciadehier
ro.pdf> [diakses 13 April 2013]
Naigawalla, DZ., Webb, JA., dan Giger, U. 2012. Review Article Compte rendu : Iron deficiency
anemia.
Can
Vet
J[online],
53,
pp.
250-256,
available
at
:
<
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3280776/pdf/cvj_03_250.pdf> [diakses 13
april 2013]
RISNA OKTAVIA
0907101010073
12