Anda di halaman 1dari 9

1

GONORE
Gol Penyakit SKDI : 4A
Putri Khamsari
NIM: 0907101010125

A. Definisi
Gonore dalam arti luas mencakup semua penyakit yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhoeae (Daili, 2009).
Gonore (GO) didefinisikan sebagai infeksi bakteri yang disebabkan oleh
kuman Neisseria gonorrhoea, suatu diplokokus gram negatif. Infeksi umumnya
terjadi pada aktivitas seksual secara genito-genital, namun dapat juga kontak
seksual secara oro-genital dan ano-genital. Pada laki-laki umumnya menyebabkan
uretritis akut, sementara perempuan menyebabkan servisitis yang mungkin saja
asimtomatik (Malik, 2004)
Gonore merupakan infeksi menular seksual yang ditandai dengan infeksi
mukosa, terutama mukosa genital oleh N. gonorrhoeae (Sparling, 2005).

B. Etiologi
Gonore disebabkan oleh invasi bakteri diplokokus gram negatif, Neisseria
gonorrhoaea yang pertama kali ditemukan dan diberi nama oleh ahli dermatologi
Polandia, Albert Neisseria. Penyakit ini pertama kali ditemukan pada tahun 1879
dan baru diumumkan pada tahun 1882. Kuman tersebut termasuk dalam grup
Neisseria dan dikenal ada 4 spesies, yaitu N. gonorrhoeae dan N. Meningitidis
yang bersifat patogen serta N. Catarrhalis dan N. Pharyngis sicca yang bersifat
komensal. Keempat spesies ini sukar dibedakan kecuali dengan tes fermentasi
(Prince, 2006; Daili, 2009).
N. gonorrhoaea adalah antigen yang heterogen dan mampu merubah
struktur permukaannya pada tabung uji (in vitro) yang diasumsikan berada dalam
organisme hidup (in vivo) untuk menghindar dari pertahanan inang (host) (Brooks
et al, 2005).
Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi berukuran lebar
0,8 u dan panjang 1,6 u, bersifat tahan asam. Pada sediaan langsung dengan
pewarnaan gram bersifat gram negatif, terlihat di luar dan dalam leukosit, tidak
2

tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan kering, tidak tahan pada
suhu di atas 39
0
c dan tidak tahan terhadap zat desinfektan. Secara morfologik
gonokok ini terdiri atas 4 tipe yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili yang
bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili bersifat nonvirulen.
Pili akan melekat pada mukosa epiteldan akan menimbulkan reaksi radang.
Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah dengan mukosa epitel kuboid
atau lapis gepeng yang belum berkembang (immatur) yakni pada vagina wanita
sebelum pubertas (Daili, 2009).
Tidak semua orang yang terpajan gonorea akan terjangkit penyakit ini.
Risiko penularan dari laki-laki ke perempuan lebih tinggi daripada penularan dari
perempuan kepada laki-laki terutama karena lebih luasnya selaput lendir yang
terpajan dan eksudat yang berdiam lama di vagina. Perempuan berisiko paling
tinggi mengalami penyebaran infeksi pada saat haid. Penularan perinatal kepada
bayi saat lahir melalui os serviks yang terinfeksi dapat menyebabkan
konjungtivitis dan akhirnya kebutaan pada bayi apabila tidak diketahui dan diobati
(Prince, 2006).

C. Epidemiologi
Angka gonore di Amerika Serikat lebih tinggi daripada di negara-negara
industri lainnya, dengan perkiraan 50 kali lebih banyak daripada Swedia dan 8
kali daripada Kanada. Angka infeksi paling tinggi pada kaum muda, paling tinggi
pada perempuan berusia 15 sampai 19 tahun dan laki-laki berusia 20 sampai 24
tahun.

D. Patogenesis
Gonokokus akan melakukan penetrasi permukaan mukosa dan akan
berkembang biak di dalam jaringan sub epitelial. Gonokokus akan menghasilkan
berbagai macam produk ekstraseluler yang dapat mengakibatkan kerusakan sel,
termasuk di antaranya enzim seperti fosfolipase, peptidase dan lainnya. Kerusakan
jaringan ini tampaknya disebabkan oleh dua komponen permukaan sel yaitu LOS
( Lipo Oligosaccharide) berperan menginvasi sel epitel dengan cara menginduksi
produksi endotoksin yang menyebabkan kematian sel mukosa) dan peptidoglikan
3

(mengandung beberapa asam amino dan penicilin binding component yang
merupakan sasaran antibiotika penisilin dalam proses kematian kuman) (Isnain,
2009; Sparling, 1999).
Gonococci menampakkan beberapa tipe morfologi dari koloninya, tetapi
hanya bakteri berpili yang tampak virulen. Gonococci menyerang membran
selaput lendir dari saluran genitourinarius, mata, rektum dan tenggorokan.
Menghasilkan nanah yang akut dan mengarah ke invasi jaringan diikuti dengan
inflamasi kronis dan fibrosis. Pada pria biasanya terjadi peradangan uretra
(urethritis), nanah berwarna kuning dan kental disertai rasa sakit ketika kencing.
Proses tersebut dapat menyebar ke epididimis. Sebagian nanah pada infeksi
yangtidak diobati fibrosis dan terkadang mengarah ke striktur uretra. Pada wanita
infeksi primer terjadi di endoserviks dan menyebar ke uretra dan vagina. Hal ini
dapat berkembang ke tuba uterina yang menyebabkan salpingitis, fibrosisdan
obliterasi tuba. Ketidaksuburan terjadi pada 20% wanita dengan salpingitis karena
gonococci.
Optalmia neonatorum yang disebabkan oleh gonococci merupakan infeksi
mata pada bayi yang baru lahir. Didapat selama bayi berada di saluran lahir yang
terinfeksi. Konjungtivitis inisial dengan cepat dapat terjadi dan apabila tidak
diobati dapat menimbulkan kebuataan (Brooks, 2005).

E. Manifestasi Klinis
Masa tunas sangat singkat, pada pria umumnya bervariasi antara 2-5 hari,
kadang-kadang lebih lama dan hal ini disebabkan karena penderita telah
mengobati diri sendiri tetapi dengan dosis yang tidak cukup atau gejala sangat
samar sehingga tidak diperhatikan oleh penderita. Pada wanita masa tunas sulit
ditentukan karena pada umumnya asimtomatik. Gambaran klinis dan komplikasi
gonore sangat erat hubungannya sangat erat hubungannya dengan susunan
anatomi dan faal genitalia.
1. Pada pria
Uretritis
Uretritis anterior adalah yang paling sering dijumpai dan dapat menjalar ke
proksimal yang selanjutnya mengakibatkan komplikasi lokal, asendens dan
4

diseminata. Keluhan subyektif berupa rasa gatal, panas di bagian distal uretra
kemudian disusul disuria, polakisuria, keluar duh tubuh dari ujung uretra yang
kadang-kadang disertai darah dan disertai perasaan nyeri pada waktu ereksi. Pada
pemeriksaan tampak orifisium uretra eksternum eritematosa, edematosa dan
ektropion.
Tysonitis
Kelenjar Tyson adalah kelenjar yang menghasilkan smegma. Infeksi
biasanya terjadi pada penderita dengan preputium yang sangat panjang dan
kebersihan kurang baik. Diagnosis dibuat berdasarkan ditemukannya butir pus
atau pembengkakan pada daerah frenulum yang nyeri tekan. Bila duktus tertutup
akan timbul abses dan merupakan sumber infeksi laten.
Parauretritis
Sering terdapat pada orang dengan orifisium uretra eksternum terbuka atau
hipospadia. Infeksi pada duktus ditandai dengan butir pus pada kedua muara
parauretra.
Littritis
Tidak ada gejala khusus hanya pada urin ditemukan benang-benang atau
butir-butir. Bila salah satu saluran tersumbat dapat terjadi abses folikular
Cowperitis
Bila hanya duktus yang terkena biasanya tanpa gejala, jika infeksi terjadi
pada kelenjar cowper dapat terjadi abses. Keluhan berupa nyeri dan adanya
benjolan pada daerah perineum disertai rasa penuh dan panas, nyeri pada waktu
defekasi dan disuria. Jika tidak diobati abses akan pecah melalui kulit perineum,
uretra, atau rektum dan mengakibatkan proktitis.
Prostatitis
Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak pada daerah perineum
dan suprapubis, malese, demam, nyeri kencing sampai hematuria, spasme otot
uretra sehingga terjadi retensi urin, tenesmus ani, sulit buang air besar dan
obstipasi.
Vesikulitis
Vesikulitis adalah radang akut yang mengenai vesikula seminalis dan duktus
ejakulatoris, dapat timbul menyertai prostatitis akut atau epididimitis akut.
5

Vas deferentitis atau funikulitis
Gejala berupa perasaan nyeri pada daerah abdomen bagian bawah pada sisi
yang sama.
Epididimitis
Epididimitis akut biasanya unilateral, keadaan yang mempermudah
timbulnya epididimitis ini adalah trauma pada uretra posterior yang disebabkan
oleh salah penanganan atau kelalaian penderita sendiri.
Tringonitis
Infeksi asendens dari uretra posterior dapat mengenai trigonum vesika
urinaria. Trigonitis menimbulkan gejala poliuria, disuria terminal dan hematuria.

2. Pada wanita
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda dengan pria.
Hal ini disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologi alat kelamin pada pria
dan wanita. Pada umumnya wanita datang kalau sudah ada komplikasi. Sebagian
besar penderita ditemukan pada saat pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan
keluarga berencana. Disamping itu wanita mengalami tiga masa perkembangan:
- Masa prapubertas: epitel vagina dalam keadaan belum berkembang (sangat
tipis) sehingga dapat terjadi vaginitis gonore.
- Masa reproduktif: lapisan selaput vagina menjadi matang dan tebal dengan
banyak glikogen dan basil doderlein. Basil doderlein akan memecahkan
glikogen sehingga suasana menjadi asam dan suasana ini tidak
menguntungkan untuk tumbuhnya kuman gonokok.
- Masa menopause: selaput lendir vagina menjadi atropi, kadar glikogen
menurun dan basil doderlein juga berkurang, suasana ini menguntungkan
sehingga dapat terjadi vaginitis gonore.
Uretritis
Gejala utama ialah disuria, kadang-kadang poliuria. Pada pemeriksaan
orifisium uretra eksternum tampak merah, edematosa dan ada sekret
mukopurulen.
Parauretritis/Skenitis
Kelenjar parauretra dapat terkena, tetapi abses jarang terjadi.
6

Servisitis
Pada pemeriksaan serviks tampak merah dengan erosi dan sekret
mukopurulen.
Bartholinitis
Labia mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah dan nyeri.
Kelenjar bartholin membengkak, terasa nyeri sekali penderita berjalan dan
penderita sukar duduk. Bila saluran kelenjar tersumbat dapat timbul abses dan
dapat pecah melalui mukosa atau kulit. Kalau tidak diobati dapat menjadi rekuren
atau menjadi kista.
Salpingitis
Peradangan dapat bersifat akut, subakut atau kronis. Ada beberapa faktor
predisposisi yaitu masa puerpurium, dilatasi setelah kuretase dan pemakaian IUD.
Cara infeksi langsung dari serviks melalui tuba fallopi sampai pada daerah salping
dan ovarium sehingga dapat menimbulkan penyakit radang panggul.
Proktitis
Proktitis pada pria dan wanita pada umumnya asimtomatik. Pada wanita
dapat terjadi karena kontaminasi dari vagina dan kadang-kadang karena hubungan
genitoanal seperti pada pria. Keluhan pada wanita biasanya lebih ringan daripada
pria, terasa terbakar pada anus dan pada pemeriksaan tampak mukosa eritematosa,
edematosa dan tertutup pus mukopurulen.
Konjungtivitis
Penyakit ini dapat terjadi pada bayi yang baru lahir dari ibu yang menderita
servisitis gonore. Pada orang dewasa terjadi karena penularan pada konjungtiva
melalui tangan atau alat-alat. Keluhannya berupa fotofobia, konjungtiva
membengkak merah dan keluar eksudat mukopurulen. Bila tidak diobati dapat
berakibat terjadinya ulkus kornea, panoftalmitis sampai timbul kebutaan.
Gonore diseminata
Kira-kira 1% kasus gonore akan berlanjut menjadi gonore diseminata.
Peyakit ini banyak didapat pada penderita dengan gonore asimtomatik
sebelumnya, terutama pada wanita. Gejala yang timbul dapat berupa atritis,
miokarditis, endokarditis, perikarditis, meningitis dan dermatitis (Daili, 2009).

7

F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan penunjang.
1. Sediaan langsung: pada sediaan langsung dengan pewarnaan gram akan
ditemukan gonokok gram negatifintraseluler dan ekstraseluler. Bahan duh
tubuh pada pria diambil dari daerah fosa navikularis sedangkan pada wanita
diambil dari uretra, muara kelenjar bartholin, serviks dan rektum (Daili, 2009).
2. Kultur: untuk identifikasi perlu dilakukan pembiakan kultur. Dua macam
media yang dapat digunakan adalah media transpor dan media pertumbuhan.
3. Tes definitif:
- Tes oksidasi: reagen oksidasi yang mengandung larutan tetrametil p
fenilendiamin hidroklorida 1% ditambahkan pada koloni gonokok
tersangka. Semua neisseria memberi hasil positif dengan perubahan
warna koloni yang semula bening berubah menjadi merah muda
sampai merah bayung
- Tes fermentasi: tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi
memakai glukosa, maltosa dan sukrosa. Kuman genokok hanya
meragikan glukosa.
4. Tes beta-laktamase: pemeriksaan beta laktamase dengan menggunakan
cefinaseTM disc. BBL 961192 yang mengandung Chromogenic Cefalosporin
akan menyebabkanperubahan warna dari kuning menjadi merah apabila
kuman mengandung enzim beta-laktamase.
5. Tes Thomson: tes thomson ini berguna untuk mengetahui sampai dimana
infeksi sudah berlangsung. Dahulu pemeriksaan ini perlu dilakukan karena
pengobatan pengobatan pada waktu itu adalah pengobatan setempat (Daili,
2009).

G. Penatalaksanaan
Pada pengobatan yang perlu diperhatikan adalah evektifitas, harga dan
sedikit mungkin efek toksiknya. Pilihan utama adalah penisilin+probenesid,
kecuali didaerah yang tinggi insiden neisseria gonorrhoaea penghasil penisilin
8

(N.G.P.P). Secara epidemiologis pengobatan yang dianjurkan adalah obat dengan
dosis tunggal.
Penisilin
Yang efektif ialah penisilin G prokain akua. Dosis 4.8 juta unit + 1 gram
probenesid. Obat tersebut dapat menutupi gejala sifilis, kontraindikasinya adalah
alergi penisilin.
Ampisilin dan amoksisilin
Ampisilin 3,5 gram + 1 gram probenesid dan amoksisilin 3 gram + 1 gram
probenesid.
Sefalosporin
Seftriakson generasi ke 3 cukup efektif dengan dosis 250 mg i.m.
sefoperazon dengan dosis 0,50 sampai 1.00 g secara intramuskular. Sefiksim 400
mg per oral dosis tunggal memberikan angka kesembuhan > 95%.
Kanamisin
Dosisnya 2 gram i.m
Tiamfenikol
Dosisnya 3,5 gram secara oral. Tidak dianjurkan pemakaiannya pada
kehamilan.
Kuinolon
Dari golongan kuinolon obat yang menjadi pilihan adalah ofloksasin 400
mg, siprofloksasin 250-500 mg dan norfloksasin 800 mg secara oral.

Obat-obat yang dapat digunakan untuk pengobatan gonore akibat galur
N.G.P.P. ialah kuinolon, spektinomisin, kanamisin, sefalosforin dan tiamfenikol.

H. Komplikasi
Pada wanita, infeksi pada serviks (servisitis gonore) dapat menimbulkan
komplikasi salphingitis atau penyakit radang panggul. Sedangkan pada kelenjar
bartholin menyebabkan terjadinya batholinitis. Komplikasi diseminata pada pria
dan wanita dapat berupa atritis, miokarditis, endokarditis, perikarditis, meningitis
dan dermatitis. Kelainan yang timbul akibat hubungan kelaminsecara genito-
9

genital dapat berupa infeksi nongenital yaitu orofaringitis, prokitis dan
konjungtivitis (Daili, 2009).

I. Pencegahan
Tingkat infeksi dapat dikurangi dengan menghindari berganti-ganti
pasangan, pemberantasan gonore dari individu yang terinfeksi serta temuan kasus-
kasus dan kontak melaui penyuluhan dan penyaringan populasi yang beresiko
tinggi. Mekanisme profilaksis (kondom) dapat menjadi perlindungan yang parsial.
Optalmika neonatorum yang disebabkan oleh gonococci dapat dicegah engan
penggunaan aplikasi lokal dari salep eritromisin optalmic 0,5% atau salep
tetracycline 1% pada konjungtiva bayi yang baru lahir (Brooks, 2005)

J. Prognosis
Terapi awal yang adekuat dan cepat dapat memberikan hasil yang baik,
akan tetapi apabila penangannya terlambat maka akan dapat menimbulkan
komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Brooks, GF; Butel, JS; Morse SA. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta,
salemba medika

Daili, SF. 2009. Gonore. Edisi ke 5. Hal 369-380. Dalam: Djuanda A et al. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta, FKUI

Prince, NA. 2005. Infeksi saluran genital. Dalam: Price, SA dan Wilson, LM.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta, EGC

Malik SR, Amin S, Anwar AI. 2004. Gonore. Dalam: Amiruddin MD, editor.
Penyakit Menular Seksual. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Sparling PF. 1999. Biology of Neisseria Gonorrhoeae. Dalam: Holmes KK,
editors. Sexually Transmitted Disease. Edisi ke 3. New York: McGraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai